19
Barrows dan Keison M. Taufiq Amir, 2009: 21, mengungkapkan bahwa problem based learning adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Kurikulumnya,
dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam pemecahan masalah, dan memiliki
strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang sistemik untuk pemecahan
masalah atau penghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karir dan kehidupan sehari-hari.
Merujuk dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia
nyata real world sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta umtuk memperoleh pengetahuan
yang esensial dari pembelajaran.
2. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Trianto 2010: 94-95, tujuan pembelajaran berbasis masalah yaitu membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan
mengatasi masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik dan menjadi pembelajar yang mandiri. Menurut Rusman 2010: 238, menyatakan bahwa
tujuan pembelajaran berbasis masalah yaitu untuk penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah juga berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas lifewide learning, keterampilan memaknai informasi,
kolaborasi dan belajar tim dan keterampilan berpikir reflektif dan evaluatif. Lebih
20
lanjut Supinah dan Titik Sutanti 2010: 17-18, menegaskan bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa dalam hal berikut.
a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi. Berfikir tingkat tinggi mempunyai ciri-ciri: 1 non algoritmik yang artinya alur tindakan berfikir tidak
sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya; 2 cenderung kompleks, artinya keseluruhan alur berfikir tidak dapat diamati dari satu sudut pandang saja; 3
menghasilkan banyak solusi; 4 melibatkan pertimbangan dan interpretasi; 5 melibatkan penerapan banyak kriteria, yang kadang-kadang satu dan
lainnya bertentangan; 6 sering melibatkan ketidakpastian, dalam arti tidak segala sesuatu terkait dengan tugas yang telah diketahui; 7 melibatkan
pengaturan diri dalam proses berfikir, yang berarti bahwa dalam proses menemukan penyelesaian masalah, tidak diijinkan adanya bantuan orang lain
pada setiap tahapan berfikir; 8 melibatkan pencarian makna, dalam arti menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur; 9
menuntut dilakukannya kerja keras, dalam arti diperlukan pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan
pertimbangan yang dibutuhkan. b. Belajar berbagai peran orang dewasa. Dengan melibatkan siswa dalam
pengalaman nyata atau simulasi pemodelan orang dewasa, membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan
peran orang dewasa. c. Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri. Pelajar yang otonom dan mandiri
ini dalam arti tidak tergantung pada guru. Hal ini dapat dilakukan secara berulang-ulang membimbing dan mendorong serta mengarahkan siswa untuk
21
mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Siswa dibimbing, didorong dan diarahkan untuk
menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Kemampuan untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi siswa dalam
mengarungi kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja selanjutnya.
3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah