KARAKTERISTIK PERAIRAN Pengelolaan Sumber Daya Ikan Lumo, Labiobarbus Ocellatus (Heckel, 1843) Berdasarkan Pertumbuhan Dan Reproduksinya Di Sungai Tulang Bawang, Lampung

Gambar 3. Lokasi penelitian 8 Tabel 1. Metode dan alat yang digunakan dalam pengukuran beberapa parameter fisika kimia perairan. Parameter Satuan Metode Pengukuran Alat Lokasi Fisika : Kecerahan cm Visual Piring Secchi in situ Suhu perairan ºC Pemuaianpenyusutan Thermometer raksa in situ Kedalaman m Pantulan gelombang suara Depht sounder in situ Kecepatan arus mdet --- Current meter in situ Padatan tersuspensi total mgl Gravimetri laboratorium Kimia : pH --- Potensiometri elektroda hidrogen pH meter in situ Oksigen terlarut mgl Potensiometri DO meter in situ Ammonium NH 4 + mgl Metode fenate Spektrofotometer laboratorium Ortofosfat P-PO 4 mgl Metode stanus klorida Spektrofotometer laboratorium Bahan organik total mgl Permanganometri Buret laboratorium Hasil Hasil pengukuran beberapa parameter fisika kimia perairan disajikan secara lengkap pada Lampiran 2 dan rekapitulasinya tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran parameter fisika kimia perairan di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak. Parameter Sungai Tulang Bawang Bawang Latak kemarau hujan kemarau hujan Fisika: Kecerahan cm 10-35 6,0-9,5 20,0-35,0 10,0-25,0 Suhu perairan ⁰C 28,0-30,2 28,6-30,1 29,0-31,0 28,9-31,2 Kedalaman m 2,43-6,24 2,97-6,74 2,25-3,75 2,70-4,91 Kecepatan arus mdet 0,10-0,80 0,30-0,80 0,05-0,20 0,10-0,40 Padatan tersuspensi total mgl 36-220 120-222 98-230 49-220 Kimia: pH 6,05-7,79 6,75-7,45 6,02-6,78 6,67-7,05 Oksigen terlarut mgl 4,52-6,73 5,22-6,15 4,50-6,50 4,26-6,00 Amonium mgl 0,018-0,822 0,120-0,360 0,320-0,845 0,120-2,025 Ortofosfat mgl 0,025-0,600 0,054-0,120 0,098-0,160 0,06-0,11 Bahan organik total mgl 14,54-114,39 25,55-49,93 34,52-120,24 11,38-54,20 Data curah hujan bulanan tahun 2013-2014 yang diperoleh dari UPTD BPT- PH Provinsi Lampung yang mencakup 16 pos pengamat hujan di hulu Sungai Tu- lang Bawang menunjukkan adanya fluktuasi curah hujan rata-rata bulanan Gam- bar 4. Curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Juni 118 mm, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan Desember 485 mm. 9 Gambar 4. Curah hujan rata-rata bulanan Sumber data: UPTD BPTPH Provinsi Lampung Gambar 5. Kedalaman perairan di stasiun pengamatan Fluktuasi kedalaman perairan yang diukur setiap bulan memiliki kemiripan pola dengan fluktuasi curah hujan rata-rata bulanan Gambar 5. Kedalaman per- airan tertinggi di Sungai Tulang Bawang terjadi pada bulan Januari yang menca- pai 6,74 m, sedangkan kedalaman tertinggi di perairan Bawang Latak 2,66 m. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa komponen 1 dan kom- ponen 2 menjelaskan keragaman sebesar 51,10. Komponen 1 menjelaskan ke- ragaman sebesar 31,23 dan komponen 2 menjelaskan keragaman 19,87 Lam- piran 3. Berdasarkan kurva biplot antara komponen 1 dan komponen 2 Gambar 6 diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komponen 1 adalah pH, suhu, oksigen terlarut, amonium, kecepatan arus, kecerahan, dan kedalaman. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komponen 2 adalah kandungan fosfat, TSS, dan bahan organik total. 221 201 118 222 122 211 155 283 485 393 238 201 100 200 300 400 500 600 C ur a h huj a n bul a na n ra ta -r a ta mm 1 2 3 4 5 6 7 8 A p r- 13 M ei -13 Ju n -13 Ju l- 13 A g u st -13 S ep -13 Ok t- 13 N op -13 D es -13 Ja n -14 F eb -14 Ma r- 14 Kemarau Hujan K e d a la ma n m Cakat Nyinyik Ujung Gunung Rawa Bungur Pagar Dewa Bawang Latak 10 Gambar 6. Kurva biplot antara komponen 1 dan komponen 2 parameter fisika kimia perairan. Keterangan: A= Pagar Dewa; B= Rawa Bungur, C= Ujung Gunung; D=Cakat Nyinyik; E=Bawang Latak. Pada Gambar 6 terlihat bahwa di stasiun Bawang Latak E parameter kimia perairan yang berpengaruh adalah amonium dan bahan organik total; sedangkan di perairan Sungai Tulang Bawang A, B, C, D lebih dipengaruhi oleh kedalaman, kecepatan arus, Bahan organik total, fosfat, TSS, dan kecerahan. Kecerahan di Su- ngai Tulang Bawang berkorelasi negatif dengan kedalaman dan kecepatan arus. Berdasarkan uji Mann-Whitney diketahui bahwa suhu, amonium, kecepatan arus, dan kecerahan berbeda nyata antara perairan Bawang Latak dengan perairan di 4 stasiun pengamatan lainnya di Sungai Tulang Bawang. Adapun pH, oksigen terlarut, fosfat, bahan organik total, padatan tersuspensi total, dan kedalaman ti- dak berbeda nyata Lampiran 4. Secara ringkas, matrik pembeda parameter fisi- ka kimia perairan berdasarkan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 3. Pengaruh perbedaan musim hujan dan musim kemarau terhadap beberapa parameter fisika kimia perairan di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak ber- dasarkan uji Mann-Whitney tertera pada Lampiran 4. Di Sungai Tulang Bawang, nilai pH, oksigen terlarut, fosfat, bahan organik total, kecepatan arus, dan keda- laman berbeda antara musim kemarau dan musim hujan; sedangkan suhu perairan, TSS, dan konsentrasi amonium tidak berbeda nyata. Adapun di perairan Bawang Latak parameter fisika kimia perairan yang berbeda antara musim kemarau dan musim hujan adalah pH, fosfat, bahan organik total, dan arus; sedangkan suhu, konsentrasi oksigen terlarut, amonium, kecerahan, padatan tersuspensi total, dan kedalaman tidak berbeda nyata. 11 Tabel 3. Matrik perbandingan parameter fisika kimia perairan berdasarkan uji Mann-Whitney Perbandingan pH Suhu DO NH PO 4 BOT 4 Arus Kece- rahan TSS Kedalaman air m Antar Stasiun: Di sungai : A-B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ A-C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ A-D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ B-C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ B-D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ C-D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sungai-rawa: A-E √ X √ X √ √ X X √ √ B-E √ X √ X √ √ X X √ √ C-E √ X √ X √ √ X X √ √ D-E √ X √ X √ √ X X √ X Antar musim kemarau-hujan: K S -H X S √ X √ X X X X X X K R -H X R √ √ √ X X X √ √ √ Keterangan: √ = tidak berbeda nyata; X=berbeda nyata  A = Pagar Dewa; B= Rawa Bungur; C= Ujung Gunung; D= Cakat Nyinyik; E= Bawang Latak  DO = oksigen terlarut; BOT= bahan organik total; TSS=padatan tersuspensi total  K S -H S  K = perbandingan antara musim hujan dan musim kemarau di stasiun sungai A, B, C, D; R -H R Pembahasan = perbandingan antara musim hujan dan musim kemarau di stasiun Bawang Latak E Daerah aliran sungai Tulang Bawang diprediksi telah mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi sebagian besar berupa hilangnya tutupan vegetasi akibat kerusakan hutan dan pertanian lahan kering tanpa tindakan konservasi tanah dan air. Indikator utama kerusakan daerah aliran sungai dapat ditunjukkan oleh rasio debit air maksimum dan debit air minimum Q maks Q min yang lebih besar dari 30 Asdak 2007. Alviya et al. 2012 menyatakan bahwa pada saat musim hujan de- bit air Sungai Tulang Bawang maksimum sebesar 1.757,3 m 3 det dan pada saat musim kemarau debit minimum sebesar 28,15 m 3 det, sehingga rasio Q maks Q min Kondisi Sungai Tulang Bawang yang selalu menunjukkan warna air keco- klatan mengindikasikan bahwa konsentrasi material tersuspensi cukup tinggi yang disebabkan oleh erosi yang terjadi di bagian hulu. Erosi tersebut sangat dipenga- ruhi oleh faktor topografi dan aliran permukaan. Menurut Alviya et al. 2012, adalah 62,42. 12 DAS Tulang Bawang memiliki koefisien aliran permukaan berkisar 21-28; ar- tinya sekitar 21-28 curah hujan akan menjadi aliran permukaan yang berpotensi menggerus tanah permukaan dan membawanya ke dalam perairan. Hal ini menye- babkan kecerahan di Sungai Tulang Bawang relatif rendah dan air sungai tersebut berwarna kecoklatan yang sejalan dengan tingginya nilai padatan tersuspensi total di perairan tersebut hingga mencapai lebih dari 200 mgl. Selain itu, aliran permu- kaan yang tinggi juga berpeluang menyebabkan terjadinya banjir di daerah aliran sungai tersebut. Beberapa parameter fisika kimia perairan, yaitu pH, oksigen terlarut, fosfat, bahan organik total, padatan tersuspensi total, dan kedalaman air relatif sama anta- ra Sungai Tulang Bawang dan Rawa Bawang Latak. Hal ini disebabkan perairan rawa Bawang Latak bukan merupakan perairan yang tertutup melainkan masih terhubung dengan Sungai Miring yang menyatu dengan Sungai Tulang Bawang. Stasiun Bawang Latak E dicirikan oleh parameter fisika kimia yang beru- pa amonium, suhu, kecerahan, dan bahan organik total; sedangkan stasiun penga- matan di Sungai Tulang Bawang, yaitu di Pagar Dewa A, Rawa Bungur B, Ujung Gunung C, dan Cakat Nyinyik D dan lebih dicirikan oleh konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi, TSS, arus, kenaikan muka air, fosfat, dan pH Gam- bar 6. Faktor utama yang menyebabkan fluktuasi parameter fisika kimia perairan adalah kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh kenaikan curah hujan, teru- tama saat musim hujan. Kenaikan permukaan air yang sejalan dengan peningkatan kecepatan arus di Sungai Tulang Bawang berimplikasi pada peningkatan TSS, pH, dan oksigen terlarut, tetapi berdampak terhadap penurunan kecerahan, dan kon- sentrasi amonium. Semua stasiun pengamatan di Sungai Tulang Bawang dicirikan dengan ting- ginya nilai fosfat Gambar 6, terutama saat musim kemarau. Ortofosfat yang di- ukur di lokasi penelitian berkisar antara 0,025-0,600 mgl. Menurut Boyd 1990 kadar fosfor dalam ortofosfat jarang melebihi 0,1 mgl meskipun pada perairan eutrof. Ortofosfat yang tinggi di stasiun 3 0,600 mgl dan stasiun 4 0,410 mgl dapat berasal dari lahan pertanian, limbah domestik, ataupun deterjen dari daerah hulu Sungai Tulang Bawang. Arus di perairan Bawang Latak relatif lebih lambat dibandingkan dengan arus di Sungai Tulang Bawang, bahkan di beberapa tempat yang jauh dari Sungai Miring perairan bersifat stagnan. Kondisi ini memungkinkan berbagai jenis vege- tasi air dapat tumbuh dengan baik dan jumlahnya melimpah. Arus yang lambat ju- ga dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi di perairan Bawang Latak, sehingga kecerahan air di perairan tersebut dapat mencapai perairan yang lebih dalam di- bandingkan dengan di stasiun-stasiun pengukuran lainnya di Sungai Tulang Ba- wang. Keadaan ini juga menyebabkan suhu perairan di Bawang Latak relatif lebih hangat dibandingkan dengan di Sungai Tulang Bawang yang terus menerus me- ngalami pergantian air lebih cepat. Demikian pula halnya dengan kandungan amonium yang lebih tinggi di perairan di Bawang Latak yang dapat disebabkan oleh penguraian bahan organik, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan, yang terendapkan di bagian perairan di sekitarnya. Sisa-sisa tumbuhan yang mati dapat menjadi serasah ataupun detritus yang merupakan sumber makanan bagi ikan. Kenaikan muka air di Bawang Latak yang lebih kecil dibandingkan di Su- ngai Tulang Bawang merupakan akibat dari meningkatnya perluasan genangan air 13 saat musim hujan dan terjadi banjir, sedangkan di Sungai Tulang Bawang tidak demikian. Semakin luas areal genangan maka kenaikan permukaan air rawa ber- tambah, namun tidak signifikan bila dibandingkan dengan kenaikan muka air di Sungai Tulang Bawang. Oleh karena itu, pengaruh musim tidak berbeda nyata terhadap kedalaman di perairan Bawang Latak, namun kedalaman perairan Sungai Tulang Bawang berbeda nyata antara musim kemarau dan musim hujan. Beberapa parameter fisika kimia perairan yang penting, yaitu pH, suhu per- airan dan oksigen terlarut, masih dalam batas normal untuk mendukung kehidup- an organisme akuatik. Nilai pH yang diukur berkisar antara 6,02-7,79. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 Novotny Olem, 1994. Suhu perairan di lokasi penelitian berkisar antara 28,0-31,2 ⁰C masih dalam batas optimum untuk pertumbuhan ikan. Boyd 1990 menyatakan bahwa spesies-spesies akuatik di daerah tropis dan subtropis tidak akan tumbuh dengan baik ketika suhu perairan turun di bawah 26 ⁰C dan ketika suhu perairan di bawah 10 ⁰C akan mengakibatkan kematian. Oksigen terlarut yang diukur di lokasi penelitian berkisar antara 4,26-6,73 mgl. Rahardjo et al. 2011 menyatakan bahwa kebutuhan minimal ikan terhadap oksigen terlarut un- tuk dapat tumbuh dan berkembang adalah 3 mgl dan akan lebih baik bila di atas 5 mgl. Amomium NH 4 + yang diukur dari lokasi penelitian berkisar antara 0,018- 2,025 mgl. Pada dasarnya amonium di perairan merupakan bentuk amonia terion- isasi yang dipengaruhi oleh pH; sebagian besar amonia akan terionisasi menjadi amonium pada saat pH kurang dari atau sama dengan 7. Amonium tidak bersifat toksik terhadap biota akuatik, sedangkan amonia bebas tak terionsisasi NH 3 Keberadaan ikan lumo di Sungai Tulang Bawang dan di Bawang Latak Bab 1 karena didukung oleh kondisi habitat perairan yang sesuai untuk menunjang kehidupan ikan lumo. Kondisi fisika kimia perairan yang merupakan habitat ikan lumo di Sungai Tulang Bawang dan Rawa Bawang Latak relatif tidak berbeda de- ngan beberapa kajian lainnya. Di Danau Teluk Jambi ikan tersebut terdapat da- lam jumlah yang dominan pada kondisi oksigen terlarut 5,58 mgl, pH 7, total al- kalinitas 18 mgl CaCO ber-sifat toksik terhadap organisme akuatik Rahardjo et al. 2011. Padatan tersus-pensi total TSS di lokasi penelitian berkisar antara 36-230 mgl. Padatan tarsus-pensi dapat meningkatkan kekeruhan. Menurut Alabaster Lloyd 1982 nilai TSS yang lebih dari 80 mgl kurang baik bagi kehidupan ikan air tawar. 3 , kekeruhan 11,40 NTU, dan padatan terlarut total sebesar 30 ppm Nurdawati 2010. Namun demikian, di perairan rawa banjiran di Kali- mantan ikan lumo dapat hidup dalam kondisi pH dan oksigen terlarut yang lebih rendah. Sulistiyarto et al. 2007 menyebutkan bahwa ikan L. ocellatus banyak ditemukan di rawa banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah yang memiliki kedalaman perairan antara 14,8-40,2 m, pH antara 5,64-5,88, oksigen terlarut ber- kisar 3,50-4,95 mgl, kecerahan perairan 36,3-62,0 cm, dan suhu air permukaan antara 30,2-30,7°C. Adapun di Danau Sabuah Kalimantan Tengah ikan tersebut hidup pada kondisi perairan dengan kecerahan 37,5-42,5 cm, suhu antara 27,5- 30,3°C, kisaran pH 5,76-6,99 dan oksigen terlarut antara 3,86-4,79 mgl Torang Buchar 2000. Di zona tengah Sungai Kapuas, ikan lumo hidup pada kisaran suhu air antara 29-32°C, kecerahan 30-100 cm, pH 5-7, oksigen terlarut 4,9-12,64 mgl, alkalinitas 10-19 mgl CaCO 3 , BOD 5 antara 0,9-6,07 mgl, dan COD 8,3- 40,6 mgl Adjie Utomo 2011. 14 Simpulan Perairan Bawang Latak lebih dicirikan oleh amonium dan bahan organik to- tal; sedangkan perairan Sungai Tulang Bawang lebih dicirikan oleh kedalaman, kecepatan arus, bahan organik total, fosfat, TSS, dan kecerahan yang rendah. Pa- rameter fisika kimia perairan di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak yang penting untuk mendukung kehidupan organisme perairan, seperti suhu perairan, pH, dan oksigen terlarut, masih dalam batas normal, kecuali padatan tersuspensi total. Ikan lumo dapat hidup dengan baik di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak 15

3. PERSEBARAN IKAN LUMO

Pendahuluan Sungai Tulang Bawang memiliki keterkaitan dengan rawa banjiran di seki- tarnya, termasuk rawa Bawang Latak. Karakteristik Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak yang terletak di zona tengah DAS Tulang Bawang memiliki kera- gaman jenis ikan yang tinggi. Kondisi ini didukung oleh parameter fisika kimia perairan yang penting bagi kehidupan organisme perairan dalam batas normal. Pa- rameter fisika kimia perairan yang penting untuk mendukung kehidupan organis- me akuatik, seperti suhu perairan, pH, dan oksigen terlarut, masih dalam batas normal, kecuali padatan tersuspensi total. Persebaran dan kelimpahan spesies-spesies ikan dipengaruhi oleh karakter- istik habitat dan faktor-faktor biologi Taylor et al. 1993. Habitat dapat mere- presentasikan tempat-tempat dimana individu, populasi, ataupun kumpulan ikan dapat menemukan kondisi fisika dan kimia perairan yang diperlukan untuk men- dukung kehidupannya, yaitu kesesuaian terhadap kualitas air, tempat mencari ma- kan, bereproduksi, dan tempat perlindungan Hayes et al. 2006. Beberapa para- meter fisika kimia perairan yang signifikan memengaruhi persebaran ikan-ikan Cyprinidae, termasuk juga genus Labiobarbus, adalah suhu perairan, lebar habitat, pergantian air, oksigen ambien, alkalinitas Beamish et al. 2006, pH, amonia, ke- dalaman, dan subtrat dasar Tongnunui et al. 2009. Ikan lumo termasuk jenis ikan potamodromus Froese Pauly 2014 yang menyebar di zona sungai bagian hilir dan zona sungai bagian tengah Adjie Utomo 2011 dan hidup di perairan rawa banjiran Torang Buchar 2000; Sulis- tiyarto et al. 2007; Nurdawati 2010; Adjie Utomo 2011. Sebagai ikan yang tergolong potamodromus, ikan lumo beruaya di perairan sungai, danau, ataupun rawa banjiran. Ikan lumo memiliki kemampuan berenang pada perairan berarus, sehingga ikan tersebut dapat hidup tersebar di perairan sungai yang besar, seperti di Sungai Tulang Bawang Noor et al. 1994 dan Sungai Kapuas Adjie Utomo 2011, ataupun rawa banjiran. Persebaran ikan lumo di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak belum dikaji secara mendalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji persebaran ikan lumo di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2013 sampai dengan bulan Maret 2014 di Sungai Tulang Bawang dan Bawang Latak, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung Gambar 3. Pengambilan ikan contoh dilaksanakan setiap bu- lan di empat stasiun pengamatan yang tersebar di sepanjang Sungai Tulang Ba- wang, yaitu Pagar Dewa A, Rawa Bungur B, Ujung Gunung C, dan Cakat Nyinyik D, serta satu stasiun pengamatan di RawaBawang Latak E. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Ikan lumo dikumpulkan dengan cara ditangkap menggunakan jaring insang bermata jaring 1”,1½”, 1¾”, dan 2” yang masing-masing berukuran panjang 20 m dan tinggi 2 m. Jaring insang tersebut dioperasikan di lima stasiun pengambilan contoh dengan cara dipasang sejajar di tepi sungai selama satu hari. Ikan lumo 16 yang tertangkap diawetkan dengan formalin 10, dimasukkan ke kantung plastik dan kemudian disimpan dalam wadah plastik. Jumlah ikan yang tertangkap dicatat per stasiun pengamatan setiap bulan. Untuk memastikan bahwa contoh ikan yang dikumpulkan adalah L. ocellatus, dilakukan identifikasi berdasarkan Weber de Beaufort 1916, Roberts 1989 dan Kottelat et al. 1993. Selanjutnya di laboratorium ikan diukur panjang totalnya dengan penggaris dan dikelompokkan dalam selang kelas panjang. Data tersebut ditabulasikan da- lam bentuk tabel ataupun diagram batang untuk diketahui persebarannya, baik temporal maupun spasial. Hasil Ikan lumo yang tertangkap pada semua stasiun penelitian bervariasi jumlah- nya. Ikan lumo yang berhasil dikumpulkan selama penelitian berjumlah 1.341 ekor yang terdiri atas 690 ekor ikan lumo jantan dan 651 ekor ikan lumo betina. Ukuran panjang ikan lumo jantan berkisar antara 96-232 mm, sedangkan ikan lu- mo betina memiliki sebaran panjang antara 83-242 mm. Rekapitulasi data sebar- an panjang ikan lumo disajikan pada Lampiran 5. Ukuran maksimum panjang to- tal ikan lumo yang tertangkap selama penelitian adalah 242 mm. Nilai ini merupa- kan data terbaru untuk panjang total maksimum ikan lumo. Sebelumnya dinyata- kan bahwa L. ocellatus memiliki panjang total maksimum 220 mm Weber de Beaufort 1916; Kottelat et al. 1993; Froese Pauly 2012. Sebaran ukuran panjang total ikan lumo secara keseluruhan sebagian besar berada pada selang kelas 114-181 mm Gambar 7. Persentase ikan lumo jantan yang tertangkap pada selang kelas tersebut mencapai 83 dan pada ikan lumo be- tina mencapai 84. Kondisi ini terkait dengan selektivitas alat tangkap yang di- gunakan, yaitu jaring insang dengan ukuran mata jaring antara 1-2”. Jaring insang merupakan alat tangkap yang memiliki selektivitas yang tinggi, sehingga ikan- ikan yang tertangkap terbatas pada ukuran tertentu saja. Gambar 7. Sebaran panjang ikan lumo, L. ocellatus Heckel, 1843 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 F re k u e n si re la ti f Selang kelas panjang mm Betina Jantan 17 Ikan lumo yang tertangkap berfluktuasi setiap bulan selama masa penelitian. Di awal musim hujan Oktober ikan lumo paling banyak tertangkap, namun de- mikian saat puncak musim hujan dan terjadi banjir di bulan Januari jumlah ikan lumo yang tertangkap menurun drastis. Data jumlah ikan lumo yang berhasil di- tangkap setiap bulan pada masing-masing stasiun penelitian disajikan pada Tabel 4. Jumlah ikan lumo yang tertangkap di Bawang Latak lebih banyak dibanding- kan dengan stasun pengamatan lainnya di Sungai Tulang Bawang Gambar 8. Adapun ikan lumo yang tertangkap di stasiun pengamatan Ujung Gunung C yang dekat dengan permukiman jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya. Tabel 4. Persebaran ikan lumo, L. ocellatus Heckel, 1843 Musim\Bulan Stasiun pengamatan A B C D E J B J B J B J B J B Kemarau: 15 8 15 10 8 5 14 9 26 21 Apr-2013 Mei-2013 11 10 12 9 8 4 10 9 21 17 Jun-2013 11 11 12 8 7 5 10 6 21 14 Jul-2013 10 9 7 8 6 4 7 9 14 22 Agust-2013 6 4 8 8 11 10 12 5 18 16 Sep-2013 15 13 5 3 7 4 11 8 20 19 Sub jumlah 68 55 59 46 47 32 64 46 120 109 Hujan: 14 15 18 13 10 14 18 13 19 38 Okt-2013 Nop-2013 13 12 13 8 8 9 6 7 19 26 Des-2013 6 10 14 11 4 7 5 9 17 17 Jan-2014 6 7 4 4 3 7 5 8 7 12 Feb-2014 15 12 11 8 5 11 8 19 12 22 Mar-2014 14 11 9 6 15 8 15 5 19 14 Sub jumlah 68 67 69 50 45 56 57 61 93 129 Jumlah 136 122 128 96 92 88 121 107 213 238 Keterangan: A= Pagar Dewa, B=Rawa Bungur, C=Ujung Gunung, D=Cakat Nyinyik, E= Bawang Latak; J=Jantan; B=Betina Gambar 8. Fluktuasi ikan lumo, L. ocellatus Heckel, 1843 per bulan di setiap stasiun pengamatan 10 20 30 40 50 60 A p r- 2013 M ei -2013 Ju n -2013 Ju l- 2013 A g u st -2013 S ep -2013 Ok t- 2013 N o v 2013 D es -2013 Ja n -2014 F eb -2014 Ma r- 2014 Ju ml a h i k a n e k o r Ck Nyinyik Uj Gunung Rw Bungur Pg Dewa Bw Latak