Karya Sastra sebagai Cermin Masyarakat

menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt yang kedua yang menyebutkan bahwa karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkap bentuk kriminalitas dalam novel Kembang Kantil karya Senggono dan mengungkap faktor pendorong kriminalitas dalam novel Kembang Setaman karya Senggono. Hasil penelitian ini adalah terdapatnya bentuk kriminalitas yaitu kejahatan kekerasan yang berupa pemukulan, kejahatan ekonomi berupa perusak dan pencurian, the while collar criminal atau kejahatan yang terselubung dalam jabatan, dan penjahat terdorong oleh keyakinan. Faktor yang menyebabkan kriminalitas dapat berasal dari dalam diri tokoh atau pelaku dalam novel dan dapat juga dari pengaruh lingkungan. Dalam novel ini kejahatan dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari diri tokoh yaitu karena adanya iri hati dan balas dendam. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian yang berjudul “Feodalisme dalam crita cekakmajalah Panjebar Semangat” diduga belum pernah diteliti.

2.2 Landasan Teoretis

Konsep-konsep yang akan digunakan sebagai landasan teoretis adalah sebagai berikut:

2.2.1 Karya Sastra sebagai Cermin Masyarakat

Pandangan bahwa setiapkarya sastra itu mencerminkan masyarakat dan zamannya pada umumnya dianut oleh kritikan akademik Soekito dalam Endraswara 2003:87. Pandangan yang amat populer dalam studi sosiologi sastra adalah pendekatan cermin. Melalui pendekatan ini, karya sastra dimungkinkan menjadi cermin pada zamannya. Louis de Bonald 1954-1840 adalah filsuf Perancis yang banyak memperdebatkan istilah cermin setelah membaca karya sastra nasional. Berbeda dengan Stendel yang secara yakin mengemukakan bahwa karya sastra sebenarnya merupakan cermin perjalanan “jalan raya” dan “biru langit” hidup manusia meskipun kadang-kadang harus mencerminkan “lumpur dalam kubangan”. Maksudnya, karya sastra kadang-kadang mengekspresikan kebaikan dan keburukan hidup manusia. Sastra sebagai cermin masyarakat karena merupakan gambaran kehidupan manusia yang diungkapkan pengarang. Pengarang mengungkapkan suka duka kehidupan di masyarakat dengan berusaha merefleksikan apa yang dilihatnya ke dalam karya sastra. Karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini sebenarnya pengarang ingin berupaya mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Pengarang sebagai seorang sender pengirim pesan akan menyampaikan berita zaman lewat cermin dalam teks kepada penerima pesan. Berarti bahwa karya sastra sekaligus merupakan alat komunikasi yang jitu. Hal ini diakui oleh Bert van Heste bahwa karya sastra merupakan alat komunikasi kelompok dan juga individu. George Lukacks adalah tokoh sosiologi sastra yang mempergunakan istilah “cermin” sebgaia ciri khas dalam keseluruhan karya. Mencerminkan menurut dia, berarti menyususn sebuah struktur mental. sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan “realitas” melainkan lebih itu memberikan kepada kita “sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik” yang mungkin melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah “proses yang hidup”. Sastra mencerminkan realitas seperti fotografi, melainkan lebih sebagai bentuk khusus yang mencerminkan realitas.

2.2.2 Sosiologi Sastra Ian Watt