negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk
mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif
copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga
masa berlaku copyright tersebut selesai.
2.5 Sejarah Hak Cipta Di Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik,
suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan
salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang.
Indonesia baru berhasil menciptakan hukum hak cipta nasional sendiri pada tahun 1982 yaitu pada saat Undang Undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta Lembaran Negara 1982 Nomor 15 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3117 diundangkan. Di dalam pertimbangan
undang-undang yang mencabut Autersweat 1912 ini ditegaskan bahwa pembuatan undang-undang baru itu dimaksudkan untuk mendorong dan
melindungi pencipaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang ilmu seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa.
Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1987, Undang Undang Hak Cipta 1982 disempurnakan dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun
1987 tentang perubahan disempurnakan dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta Lembaran Negara 1987 Nomor 42 dan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3362. Di dalam pertimbangan undang- undang ini dijelaskan bahwa penyempurnaan dimaksudkan sebagai upaya
mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ditambah bahwa
kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan kesusastraan ternyata telah
berkembang pula kegiatan pelanggaran hak cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan, yang telah mencapai tingkat yang membahayakan
dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khususnya.
Penyempurnaan berikutnya dari Undang Undang Hak Cipta adalah pada tahun 1997 dengan berlakunya Undang Undang Nomor 12 Tahun 1997
Lembaran Negara Tahun 1997Nomor 29 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679. Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penyempurnaan
ini diperlukan sehubungan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian di tingkat nasional dan
internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang lebih efektif. Disamping itu juga karena penerimaan dan keikutsertaan Indonesia
dalam persetujuan mengenai aspek-aspek dagang hak atas kekayaan
intelektual Agreementon Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeif Goods TRIPS yang merupakan
bagian dari persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia Agreement Establishing The Work Trade Organization. Pertimbangan
lainnya ialah pengalaman, khususnya terhadap kekurangan dalam penerapan Undang Undang Hak Cipta sebelumnya. Akhirnya, pada tahun 2002, Undang
Undang Hak Cipta yang baru telah diundangkan yaitu Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 85 dan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220 yang memuat perubahan- perubahan untuk disesuaikan dengan TRIPS dan penyempurnaan beberapa
hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya
intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia.
2.6 Pengertian Hak Cipta