142
dari sebuah elektron dikeluarkan tidak tergantung pada intensitas cahaya. Temuan ini bertentangan dengan teori gelombang, yang menyatakan bahwa berkas cahaya
yang intensitasnya lebih tinggi harus menambahkan lebih banyak energi untuk elektron.
Penjelasan tentang efek fotolistrik diusulkan oleh Einstein pada tahun 1905 dalam sebuah teori yang menggunakan konsep kuantisasi yang
dikembangkan oleh Max Planck 1.858-1.947 tahun 1900. Model kuantisasi mengasumsikan bahwa energi gelombang cahaya hadir dalam partikel yang
disebut foton, maka, energi dikatakan terkuantisasi. Menurut teori Einstein, energi foton sebanding dengan frekuensi gelombang elektromagnetik:
Ε = hf Dimana konstanta proporsionalitas
h = 6.63 × 10ˆ-34 J . s adalah konstanta
Planck. “Cahaya menunjukkan sifatnya sebagai gelombang dalam beberapa situasi dan
sifatnya sebagai partikel dalam situasi yang lain”.
2.5.1.2. Pengukuran Kelajuan Cahaya
Cahaya merambat dengan kelajuan yang tinggi = 3,00 × 10
8
. Terdapat beberapa metode yang dahulu pernah dilakukan untuk mengukur
kelajuan cahaya.
Metode Roemer
Pada 1675, astronom Denmark Ole Roemer 1.644-1.710 membuat perkiraan pertama yang berhasil tentang kelajuan cahaya. Teknik Roemer
melibatkan pengamatan astronomi dari salah satu bulan Jupiter, Io, yang memiliki
143
periode revolusi mengelilingi Jupiter sekitar 42,5 jam. Periode revolusi Jupiter mengelilingi matahari adalah sekitar 12 tahun, dengan demikian, apabila Bumi
berputar melalui 90 ° mengelilingi Matahari, Jupiter berputar melalui hanya 112 90 ° = 7,5 °.
Seorang pengamat menggunakan gerak orbit Io sebagai jam dengan harapan bahwa orbit tersebut memiliki periode konstan. Namun, Roemer, setelah
mengumpulkan data selama lebih dari satu tahun, mengamati variasi sistematis dalam periode Io itu. Ia menemukan bahwa periode Io lebih panjang dari rata-rata
saat Bumi sedang jauh dari Jupiter dan lebih pendek dari rata-rata saat Bumi mendekati Jupiter. Jika Io memiliki periode konstan, Roemer seharusnya melihat
Io menjadi terhalang oleh Jupiter pada suatu saat tertentu dan seharusnya mampu memprediksi waktu gerhana berikutnya. Namun, ketika ia memeriksa waktu
gerhana kedua dimana Bumi jauh dari Jupiter, ia menemukan bahwa gerhana terlambat. Jika interval antara pengamatannya adalah tiga bulan, maka penundaan
itu sekitar 600 s. Disebabkan oleh variasi periode ini ditemukan fakta bahwa jarak antara Bumi dan Jupiter berubah dari satu pengamatan ke pengamatan berikutnya.
Dalam tiga bulan seperempat dari periode revolusi bumi mengelilingi Matahari, cahaya dari Jupiter harus melakukan perjalanan jarak tambahan yang sama dengan
radius orbit Bumi. Menggunakan data Roemer, Huygens memperkirakan batas bawah untuk
kelajuan cahaya menjadi sekitar 2,3 × 10
8
m s. Penelitian ini penting karena secara historis menunjukkan cahaya yang tidak memiliki kelajuan yang terbatas
dan memberikan perkiraan kelajuan ini.
144
Metode Fizeau
Metode pertama yang berhasil untuk mengukur kelajuan cahaya dengan menggunakan teknik terrestrial murni yang dikembangkan pada tahun 1849 oleh
fisikawan Perancis Armand HL Fizeau 1.819-1.896.
Gambar 2.26 Metode Fizeau untuk mengukur kelajuan cahaya menggunakan roda putar bergigi. Sumber cahaya dianggap berada di lokasi roda, dengan demikian
jarak d diketahui. Jika d adalah jarak antara sumber cahaya dianggap berada di lokasi
roda dan cermin dan jika interval waktu untuk satu perjalanan adalah Δt, maka
kelajuan cahaya c = 2d Δt.
2.5.1.3. Pendekatan Sinar dalam Optik Geometris