18 Selanjutnya Desa menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pasal
1, butir 12 adalah : ”Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diatur dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Sedangkan dalam pasal 206, desa mempunyai kewenangan antara lain
mencakup : 1. Urusan pemerintahan yang sudah ada dan berdasarkan hak asal usul desa.
2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan KabupatenKota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerinta h propinsi dan atau pemerintah KabupatenKota.
4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh perundang-undangan diserahkan kepada desa.
2.3. Kronologis dan Dasar Hukum Kebijakan Program Raksa Desa
Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, disamping karena adanya perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 juga
memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti Ketetapan MPR Nomor:
IVMPR2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, dan Ketetapan MPR RI Nomor VIMPR2002
19 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK dan Mahkamah Agung dan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor: 5MPR2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh
Presiden, DPR, BPK, dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003. Sejalan dengan amanat Tap MPR tersebut serta adanya perkembangan
dalam peraturan perundang-undangan dibidang Keuangan Negara yaitu Undang- undang Nomor 17 tahun 2003 tantang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara serta Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menyebabkan terjadinya perubahan dalam sistem
pengelolaan keuangan negara. Di dalam Undang-undang mengenai Keuangan negara, terdapat penegasan
dibidang pengelolaan keuangan yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dan kekuasaan
pengelolaan keuangan negara dari Presiden sebagian diserahkan kepada GubernurBupatiWalikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan
pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa GubernurBupatiWalikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari
kekuasaan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan
20 pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah ataupun penyusunan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dengan pengaturan pemerintahan daerah sebagaimana
diamanatkan pada pasal 194 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sejalan dengan dinamika perubahan pengelolaan keuangan daerah baik mekanisme dan prosedurnya sebagaimana diuraikan di atas, maka prinsip utama
yang perlu ditekankan dalam perbaikan konsepsi pengelolaan keuangan daerah ke depan adalah mendudukan kembali makna dari prinsip pengelolaan keuangan atau
anggaran publik yaitu ”apa yang menjadi kewajiban dari masyarakat pajak atau retribusi dan aspek pembebanan lainnya akan menjadi hak bagi pemerintah, dan
apa yang menjadi kewajiban pemerintah pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat akan menjadi hak bagi masyarakat”. Jadi dengan prinsip ”dari rakyat
untuk rakyat” akan menjadi spirit hidup atau jiwa dari semua kebijakan pengelolaan keuangan publik yang ditopang oleh akuntabilitas, transparansi, dan
profesionalisme yang menjadi dasar bagi keberhasilan pengelolaan keuangan atau anggaran daerah yang tentunya hal tersebut akan mendukung citra dan
kredibilitas pemerintahan daerah dimata masyarakatnya. Pada hakekatnya pemberian kekuasaan di bidang pengelolaan keuangan
daerah merupakan salah satu unsur penting dalam mewujudkan cita-cita pelaksanaan otonomi daerah. Untuk menjamin pemerintahan daerah dapat
menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara efektif dalam koridor perkembangan lingkungan strategis yang dihadapi saat ini serta perspektif ke
depan dibidang pengelolaan keuangan daerah, maka perlu dibuatkan landasan
21 berpijak yang komprehensif dengan memperhatikan permasalahan keuangan
secara umum serta praktek-praktek permasalahan pengelolaan keuangan daerah yang terjadi. Pemahaman dan implementasi atas permasalahan lingkup
pengelolaan keuangan daerah akan menjadi dasar dalam menetapkan arah kebijakan dan strategi pelaksanaan selanjutnya.
Prioritas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang menjadi prioritas adalah peningkatan peran pemerintah dalam penghormatan dan
perlindungan hak-hak dasar masyarakat miskin, pemantapan dan penajaman berbagai upaya pemenuhan hak-hak dasar khususnya melalui program penciptaan
lapangan kerja dan usaha, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan pangan, pengembangan sistem informasi manajemen,
memperkuat sistem monitoring dan evaluasi serta asistensi kepada pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan hak dasar rakyat
merupakan keharusan untuk dilaksanakan. Secara nasional arah kebijakan penanggulangan kemiskinan tahun 2006
diarahkan pada berbagai regulasi dan pengembangan program yang memiliki dampak luas terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan tindak kekerasan serta partisipasi
dalam kehidupan sosial politik. Selain itu untuk mendukung pemenuhan hak-hak dasar rakyat miskin secara bertahap, kebijakan penanggulangan kemiskinan
diarahkan pada perwujudan keadilan dan kesetaraan gender, dan pengembangan wilayah melalui percepatan pembangunan perdesaan, pembangunan perkotaan,
percepatan kawasan pesisir, dan pembangunan kawasan tertinggal.
22 Sejalan dengan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan, maka perlu
menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh karenanya pemerintah berupaya untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi dengan
agenda utamanya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, partisipatif, berkepastian hukum, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas,
bersih dan bebas KKN, peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi masyarakat. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, kebijakan
penyelenggaraan negara diantaranya diarahkan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan melalui 1 Peningkatan
kualitas pelayana n publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan. 2 Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat
mencukupi kebutuhan dirinya, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan. 3. Peningkatan transparansi, partisipasi dan
mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pembangunan adalah usaha yang
dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan guna meningkatkan kondisi yang lebih baik, terwujudnya kehidupan masyarakat yang berdaulat, mandiri,
memiliki daya saing, berkeadilan, sejahtera, maju serta memiliki kekuatan moral dan etika yang baik. Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat di masa yang akan
datang tidak terlepas dari tuntutan dan tantangan yang diartikulasikan kedalam visi dan misi serta strategi Jawa Barat yang akseleratif tahun 2003-2008.
Dalam rangka mewujudkan visi ”Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Pencapaian Visi Jawa Barat 2010”, perlu dilakukan
upaya berkesinambungan dan berkelanjutan untuk melaksanakan pembangunan
23 daerah yang efektif dan efisien. Pendekatan pembangunan daerah yang bertumpu
pada pembangunan manusia merupakan suatu landasan untuk mewujudkan visi yang sudah ditetapkan. Pembangunan manusia adalah pemb angunan yang
berpusat pada manusia yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari
pembangunan bukan sebagai alat pembangunan.
Dalam Rencana Strategis Propinsi Jawa Barat 2003-2010 dinyatakan bahwa indikator pencapaian visi Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia
yang pada tahun 2010 diharapkan mencapai nilai 80. Pengertiannya adalah Jawa Barat pada tahun 2010 dapat mensejajarkan kualitas pembangunan manusianya
pada kelompok daerah kategori sejahtera. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mengamanatkan bahwa Pemerintah
Propinsi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat. Pada dasarnya kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat bukan hanya merupakan tugas
Pemerintah Propinsi, namun juga merupakan tugas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah KabupatenKota serta Pemerintah Desa, dunia usaha dan masyarakat.
Dengan kata lain semua stakeholder pembangunan harus bersama -sama dan bersinergis memikul tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat.
Mewujudkan kesejahteraan masyarakat bukan tugas yang ringa n, apalagi bilamana terjadi kendala atau hambatan dalam teknis pelaksanaannya seperti
belum stabilnya faktor keamanan, belum pulihnya kondisi perekonomian nasional, dan faktor lainnya. Dengan mencermati hal-hal tersebut maka perlu dilakukan
upaya terobosan yang tepat untuk mempercepat pencapaian sasaran melalui aktifitas pembangunan yang efektif dan efisien yang terintegrasi dan
terkonsentrasi di desa. Sesuai Arah Kebijakan Umum AKU APBD Propinsi
24 Jawa Barat tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2001,
Pemerintah Propinsi dapat memberikan tugas pembantuan kepada Desa dan menetapkan kebijakan untuk mengarahkan pembangunan berbasis IPM ke desa
melalui program yang disebut Program Raksa Desa. Dengan asumsi jika IPM desa meningkat maka akan meningkatkan IPM Kecamatan, dan jika IPM Kecamatan
meningkat maka akan meningkatkan IPM Kabupaten . Selanjutnya dengan meningkatnya IPM Kabupaten maka akan meningkatkan IPM Propinsi Jawa
Barat.
2.4. Arah dan Mekanisme Program Raksa Desa 2.4.1. Maksud dan Tujuan Program Raksa Desa