Ketentuan Tentang Penetapan Tersangka

Bilamana telah terdapat laporan polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat 3, Pasal 188 ayat 3 dan Pasal 189 ayat 1 KUHAP, maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka. 38 Terhadap tersangka tersebut tidak dapat serta merta dikenai upaya paksa berupa penangkapan, karena telah ada syarat-syarat tertentu yang diatur Perkap No. 14 Tahun 2012. Pasal 36 ayat 1 menyatakan tindakan penangkapan terhadap seorang tersangka hanya dapat dilakukan berdasarkan dua pertimbangan yang bersifat kumulatif bukan alternatif, yaitu: 1. Adanya bukti permulaan yang cukup yaitu laporan polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat 3, Pasal 188 ayat 3 dan Pasal 189 ayat 1 KUHAP, dan 2. Tersangka telah dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar. Jadi, tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan apabila tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar setelah dipanggil dua kali berturut-turut oleh penyidik. Apabila tersangka selalu hadir memenuhi panggilan penyidik, maka perintah penangkapan berdasarkan Perkap No. 14 Tahun 2012, tidak dapat dilakukan terhadap tersangka. Demikian pula halnya terhadap tersangka yang baru dipanggil satu kali dan telah menghadap pada penyidik untuk kepentingan pemeriksaan guna penyidikan, tidak dapat seketika juga dikenakan penangkapan. Berhubung tersangka telah datang 38 http:hukumonline.com - Problematika Penetapan dan Penangkapan Tersangka Oleh Yuliana Rosalita Kurniawaty, S.H.; Februari 2015, diakses hari Senin 18 Januari 2016, pukul 13.30 WIB. memenuhi panggilan penyidik maka salah satu dari dua pertimbangan dilakukannya tindakan penangkapan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat 1 Perkap No. 14 Tahun 2012 tidaklah terpenuhi. Akan tetapi terhadap diri seorang tersangka dapat dikenakan penahanan meskipun terhadapnya tidak dikenai tindakan penangkapan, dimana tindakan penahanan tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang bersifat alternatif berdasarkan ketentuan Pasal 44 Perkap No. 14 Tahun 2012, sebagai berikut: 1. tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, 2. tersangka dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya, 3. tersangka dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti, dan 4. tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan. Sedangkan menurut Pasal 21 ayat 1 KUHAP mengatur bahwa perintah penahanan dapat dilakukan terhadap seorang tersangka dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan: 1. kekhawatiran bahwa tersangka akan akan melarikan diri, 2. merusak atau menghilangkan barang bukti, danatau 3. mengulangi tindak pidana. Diawali dari suatu proses penegakan hukum yang sesuai dengan koridor hukum maka diharapkan lahir sebuah keadilan bagi masyarakat yang membutuhkan, dan bangsa Indonesia sedang dalam proses mencapai keadilan itu. Tentu saja tujuan itu akan tercapai bilamana ada itikad baik untuk menerapkan hukum tanpa ditunggangi oleh „kepentingan‟ dan hanya murni sesuai dengan proses hukum.

F. Teori Keadilan Berdasarkan Hukum Pidana

Hukum adalah tata aturan order sebagai suatu sistem aturan-aturan rules tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal rule, tetapi seperangkat aturan rules yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem. Konsekuensinya, adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja. 39 Dalam kehidupan sosial terdapat berbagai macam tata aturan selain hukum, seperti moral atau agama. Jika masing-masing tata aturan tersebut berbeda-beda, maka definisi hukum harus spesifik sehingga dapat digunakan untuk membedakan hukum dari tata aturan yang lain. 40 Masing-masing tata aturan sosial tersebut terdiri dari norma-norma yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Konsep hukum seringkali secara luas digunakan dengan mengalami bias politik dan bias ideologis. Pendapat yang menyatakan bahwa hukum dalam rezim Bolshevism, sosialisme nasional, atau fasisme yang menindas kebebasan adalah bukan hukum, menunjukkan bagaimana bias politik dapat mempengaruhi definisi hukum. Akhirnya konsep hukup dibuat terkait dengan cita keadilan, yaitu demokrasi dan liberalism. Sedangkan bias ideologis terkait dengan masih kuatnya pengaruh aliran hukum alam dalam perkembangan hukum. Masalah hukum sebagai ilmu adalah masalah teknik sosial, bukan masalah moral. Tujuan dari suatu sistem hukum adalah mendorong manusia dengan teknik 39 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, hlm. 3. juga Hans Kelsen, Pure Theory of Law, hlm. 30-31, sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at dalam bukunya yang berjudul Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta : Konstitusi Press, 2012. hlm. 13. 40 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, hlm. 5., sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at dalam bukunya yang berjudul Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta : Konstitusi Press, 2012. hlm. 14. tertentu agar bertindak dengan cara yang ditentukan oleh aturan hukum. Hukum dan keadilan adalah dua konsep yang berbeda. 41 Hukum yang dipisahkan dari keadilan adalah hukum positif. 42 Membebaskan konsep hukum dari ide keadilan cukup sulit karena secara terus menerus dicampur-adukkan secara politis terkait dengan tendensi ideologis untuk membuat hukum terlihat sebagai keadilan. Jika hukum dan keadilan identik, jika hanya aturan yang adil disebut sebagai hukum, maka suatu tata aturan sosial yang disebut sebagai hukum, maka suatu tata aturan sosial yang disebut hukum adalah adil, yang berarti suatu justifikasi moral. Tendensi mengidentikan hukum dan keadilan adalah tendensi untuk menjustifikasi suatu tata aturan sosial. Hal ini merupakan tendensi dan cara kerja politik, bukan tendensi ilmu pengetahuan. 43 Teori mengenai keadilan ini menurut Aristoteles ialah perlakuan yang sama bagi mereka yang sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk menentukan siapa yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya. Plato dan Aristoteles dipilih mewakili dari pemikiran masa klasik yang meletakkan dasar bagi keadilan. Pengertian keadilan menurut Plato yang menyatakan bahwa pengertian keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa dimana keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khususnya memikirkan hal itu. Aristoteles, murid Plato pada dasarnya mengikuti pemikiran Plato ketika Aristoteles memulai memersoalkan tentang 41 Cara berpikir dan rasio hukum ini oleh Zoran Jelic disebut berdasarkan pada prinsip Forma dat esse rei, yaitu pendapat bahwa masalah dapat dilihat lebih nyata jika dibangun secara lebih formal. Hal ini berarti cara berpikir yang tidak secara langsung berhubungan dengan manusia, hak dan kebebasan manusia, negara, masyarakat, kolektivitas atau demokrasi. 42 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen …, Op.Cit., hlm. 15. 43 Ibid., hlm. 16. keadilan dan kaitannya dengan hukum positif. Namun yang membedakan diantara mereka, bahwa Plato dalam mendekati problem keadilan dengan sudut pandang yang bersumber dari inspirasi, sementara Aristoteles mendekati dengan sudut pandang yang rasional. Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa ada 5 jenis perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles ini adalah sebagai berikut: 1. Keadilan Komutatif Keadilan komutatif ini adalah suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa melihat jasa-jasa yang telah diberikan. 2. Keadilan Distributif Keadilan distributif adalah suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikan. 3. Keadilan Kodrat Alam Keadilan kodrat alam ialah memberi sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sendiri. 4. Keadilan Konvensional Keadilan konvensional adalah suatu kondisi dimana jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan. 5. Keadilan Perbaikan Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik seseorang yang telah tercemar.

Dokumen yang terkait

KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI YANG BERLAWANAN SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (Studi Pada Perkara Nomor 144/Pid/B/2007/PN TK)

2 46 48

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No. 1741/PID/B/2009/PN. TK Joncto Putusan No. 60/PID/2010/PT. TK)

2 19 107

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD KAB. LAMPUNG TIMUR TAHUN 2005-2010 (Studi Putusan MA No. 253/K/PID.SUS/2012)

0 6 75

ANALISIS PRAKTEK PEMERIKSAAN PERKARA PRAPERADILAN DAN KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA (Studi Perkara No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK)

0 2 65

ANALISIS PRAKTEK PEMERIKSAAN PERKARA PRAPERADILAN DAN KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA (Studi Perkara No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK)

0 3 66

ANALISIS PUTUSAN BEBAS OLEH MAJELIS HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN KENDARAAN DINAS DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Putusan Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK)

0 11 77

ANALISIS PUTUSAN PRAPERADILAN DALAM PERKARA SETYA NOVANTO (Studi Putusan Nomor: 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel.)

0 0 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Tjk)

0 1 15

PROFESIONALISME PENEGAK HUKUM TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA SETELAH PUTUSAN PRAPERADILAN YANG MENYATAKAN TIDAK SAHNYA PENETAPAN TERSANGKA

0 0 13

PEMBUKTIAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ISTRI

0 0 13