BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di
Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LIPI Bogor menyatakan bahwa tumbuhan yang diidentifikasi adalah tumbuhan ceremai
Phyllanthus acidus L. Skeels dari famili Euphorbiaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 44.
4.2 Kar akter isasi Simplisia 4.2.1 Pemer iksaan makr oskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun ceremai yaitu panjang 2-8 cm, lebar 1,5-3 cm, warna hijau tua kecoklatan dan tidak berasa.
Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun ceremai segar yaitu daunnya merupakan daun majemuk. Helaian daun berbentuk bundar telur, ujung runcing,
pangkal daun tumpul sampai bundar, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin tidak berambut, panjang 2-9 cm, lebar 1,5-4 cm, warna hijau muda. Berbau
khas aromatik, tidak berasa. Gambar daun ceremai segar, simplisia dan serbuk simplisia daun ceremai dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 46-47.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik
Hasil mikroskopik serbuk simplisia menunjukkan adanya epidermis atas, epidermis bawah dengan stomata, hablur kalsium oksalat bentuk prisma,
pembuluh kayu dan serabut. Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya kutikula, epidermis atas, palisade, jaringan bunga karang, stomata tipe parasitik, dan epidermis bawah. Gambar mikroskopik dapat dilihat
pada Lampiran 4-6, halaman 48-50. 4.2.3 Pemer iksaan kar akter isasi ser buk simplisia
Hasil karakterisasi dari serbuk simplisia daun ceremai dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun ceremai
Hasil penetapan karakterisasi simplisia memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yaitu kadar air 6,29, kadar sari larut air 23,03, kadar sari
larut etanol 24,21, kadar abu total 5,13 dan kadar abu tidak larut asam 0,58. Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi
persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kapang. Apabila kadar air simplisia lebih besar dari 10 maka simplisia tersebut akan
mudah ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun. Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kadar
senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non polar.
Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya Mg, Ca, Na, Pb, sedangkan penetapan kadar abu tidak
No Parameter
Hasil Persyaratan MMI
1 Kadar air
6,29 -
2 Kadar sari larut air
23,03 ≥ 20
3 Kadar sari larut etanol
24,21 ≥ 20
4 Kadar abu total
5,13 ≤ 7
5 Kadar abu yang tidak larut asam
0,58 ≤ 2
Universitas Sumatera Utara
larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam, misalnya silikat.
4.3 Hasil Ekstr aksi Hasil pengumpulan daun ceremai segar sebanyak 2670 g menghasilkan 870 g
serbuk simplisia. Serbuk simplisia dimaserasi sebanyak 700 g diperoleh ekstrak kering setelah di
freeze dryer sebanyak 50 g.
4.4 Skr ining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan terhadap daun ceremai segar, simplisia dan
ekstrak etanol daun ceremai. Hasil skrining fitokimia terlihat pada Tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia daun ceremai
Keterangan: + positif: mengandung golongan senyawa − negatif: tidak mengandung golongan senyawa
Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada daun ceremai segar, simplisia dan ekstrak etanol daun ceremai adalah flavonoida, tanin, saponin, dan glikosida.
Senyawa flavonoida bila direduksi dengan magnesium dan asam klorida pekat menghasilkan warna merah. Kandungan saponin menyebabkan timbulnya busa
yang mantap selama 10 menit setinggi 1-10 cm dan tidak hilang dengan No.
Golongan senyawa Daun segar
Simplisia Ekstrak
1 Alkaloida
−
− −
2 Flavonoida
+
+ +
3 Tanin
+
+ +
4 Saponin
+
+ +
5 Glikosida
+
+ +
6 Steroid Triterpenoid
−
− −
Universitas Sumatera Utara
penambahan asam klorida 2 N. Saponin adalah glikosida dari triterpen dan sterol. Aglikon dari saponin disebut sapogenin yang bersifat kurang larut dalam air
Sirait, 2007. Keberadaan glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan
asam sulfat pekat akan terbentuk cincin ungu. Glikosida adalah suatu senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula glikon dan senyawa lain aglikon.
Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim Sirait, 2007.
Penambahan FeCl
3
Senyawa polifenol seperti tanin dan flavonoida merupakan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang bersifat sebagai antibakteri Robinson, 1995;
Harbone, 1987; Cowan, 1999. Bunga kecombrang Nicolaia speciosa Horan,
Dandang gendis Clinacanthus nutans Burn.f Lindau, dan Andong Cordyline
fruticosa Linn A.Cheval. adalah beberapa penelitian yang mendukung adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak tumbuh-tumbuhan karena adanya tanin dan
flavonoida Samosir, 2010; Pardosi, 2011; Sitanggang, 2012. 1 memberikan warna biru kehitaman yang
menunjukkan adanya senyawa tanin dengan 3 gugus hidroksi. Menurut Robinson 1995, senyawa tanin membentuk kompeks dengan larutan besi III klorida
menghasilkan warna hitam biru sampai warna hijau yang menunjukkan adanya senyawa fenol.
4.5 Uji aktivitas antibakter i ekstr ak etanol daun cer emai
Penentuan aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, karena lebih praktis namun tetap memberikan hasil yang diharapkan. Prinsip metode ini
adalah pengukuran diameter area jernih sekitar pencadang logam. Area jernih
Universitas Sumatera Utara
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar Pratiwi, 2008.
Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ceremai terhadap bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus ternyata dapat menghambat pertumbuhan, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol yang diberikan
menghasilkan diameter area jernih yang semakin besar, terlihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ceremai
Keterangan: = hasil rata-rata dua kali pengukuran, − = tidak ada hambatan
Blanko: Dimetilsulfoxida DMSO Konsentrasi
mgml Diameter daerah hambatan mm
Escherichia coli Staphylococcus aureus
500 14,40
14,50 400
13,65 14,00
300 13,00
13,50 200
12,50 13,20
100 11,00
12,00 90
10,40 10,65
80 6,20
7,70 70
6,10 7,30
60 6,00
6,00 Blanko
− −
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Pengukuran diameter hambat dari ekstrak etanol daun ceremai Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
ceremai dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Menurut Ditjen POM 1995, batas daerah hambatan antibakteri yang paling efektif terhadap uji antibakteri adalah 14 sampai 16 mm.
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol memberikan hasil efektif untuk bakteri
Escherichia coli pada konsentrasi 500 mgml memberikan diameter hambat 14,50 mm dan bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mgml memberikan diameter hambat 14,40 mm.
Aktivitas suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme tergantung pada konsentrasi antimikroba tersebut
Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003. Bakteri
Staphylococcus aureus menghasilkan diameter area jernih yang lebih besar dibandingkan dengan bakteri
Escherichia coli. Hal ini disebabkan dinding
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
Blanko 60
70 80
90 100
200 300
400 500
D ia
m eter
a rea
j er
n ih
m m
Konsentrasi mgml
Escherichia coli Staphylococcus aureus
Universitas Sumatera Utara
sel bakteri Staphylococcus aureus banyak mengandung peptidoglikan yang
bersifat lebih polar sehingga penetrsi ekstrak etanol daun ceremai lebih cepat dibandingkan dengan bakteri
Escherichia coli yang dinding sel nya banyak mengandung lipopolisakarida yang lebih bersifat non polar dari pada lapisan
peptidoglikan Pratiwi, 2008. Ekstrak etanol daun ceremai menunjukkan adanya aktivitas antibakteri
dikarenakan pada ekstrak etanol tersari senyawa-senyawa seperti tanin dan flavonoida. Tanin dan flavonoida merupakan senyawa metabolit sekunder pada
tumbuhan yang berkhasiat sebagai antibakteri Robinson, 1995; Cowan, 1999; Harbone, 1987.
Tanin hampir terdapat di semua bagian tumbuhan seperti akar, kulit batang, daun, kulit buah, buah dan biji. Tanin mempunyai sifat sebagai adstrigent yang
dapat menciutkan selaput lendir sehingga mampu mengganggu permeabilitas membran sel. Pada akhirnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan
menyebabkan matinya sel. Dalam bidang pengobatan tanin digunakan untuk mengatasi diare, hemostatik menghentikan pendarahan dan wasir Robinson,
1995; Cowan, 1999; Harbone, 1987. Flavonoida merupakan kelompok senyawa fenol terbesar di alam. Fenol
sendiri merupakan salah satu antiseptik dengan khasiat bakterisid dan fungisid. Mekanisme kerjanya berdasarkan denaturasi protein sel bakteri hingga akhirnya
menyebabkan kematian sel Robinson, 1995; Cowan, 1999; Harbone, 1987.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan