dalam Hoed, 2008: 12 bahwa konotasi adalah makna latar belakang
pengetahuannya, atau konvensi baru yang ada dalam masyarakatnya, konotasi
merupakan segi ideologi tanda. Tidak hanya itu jika konotasi berlanjut selama beberapa
waktu tergantung pada intensitasnya akan terbentuk “mitos” yang akan berlanjut
menjadi ideologi Hoed, 2008: 162.
Sementara itu dijelaskan juga pada Fiske 2004, bahwa tatanan yang
menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara tanda
dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai
denotasi. Sebagai contoh ketika menggambar jalan dengan dua sudut yang
berbeda bisa dengan berbeda soft focus, angle, tata pencahayaan maka dapat
menghasilkan makna yang berbeda pula. Makna yang ditimbulkan inilah yang berupa
konotasi. Konotasi adalah bagian manusiawi dari proses ini, ini mencakup seleksi atas apa
yang masuk dalam bingkai frame, fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film, dan
seterusnya. Denotasi adalah apa yang difoto, sedangkan konotasi adalah bagaimana
memfotonya Fiske, 2004: 119.
Dengan menggunakan semiotika Barthes maka peneliti juga dihadapkan
dengan adanya analisis mitos. Dalam penelitian film Bakpao Ping Ping yang
dapat diteliti adalah mengenai mitos yang terdapat dalam kategori identitas personal,
identitas sosial, dan identitas kultural.
D. Hasil Analisis Dan Pembahasan
Banyak cara yang dapat digunakan sebagai media penyampaian pesan salah
satunya adalah dengan media film. Film mampu merepresentasikan kehidupan nyata
dengan berbagai aspek yang dimilikinya seperti tanda-tanda, simbol, atau pesan yang
ada di dalamnya. Sebagai bagian dari komunikasi massa film memiliki cara
sendiri untuk menyampaikan pesan dan hal itu didukung oleh aspek naratif dan aspek
sinematografi sehingga pesan dapat sampai ke penonton.
Aspek naratif adalah aspek yang berisi cerita yang mana terdapat rangkaian cerita
yang saling berhubungan satu sama lainnya dan itu terikat oleh logika sebab-akibat
kausalitas yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu Pratista, 2008: 33. Aspek naratif
itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pelaku cerita, permasalahan dan
konflik, serta tujuan. Sedang pada aspek sinematografi adalah aspek yang
mendukung naratif serta estetik sebuah film salah satunya seperti kegiatan merekam.
sehingga dapat terbentuk rangkaian gambar yang bercerita Pratista, 2008: 89.
Metode semiotika dalam hal ini yang digunakan adalah metode semiotika Roland
Barthes yang mana pemaknaan menggunakan aspek denotasi, konotasi dan
mitos. Mitos menurut Roland Barthes adalah berbasis kelas; maknanya dikonstruksi oleh
dan untuk kelas yang dominan secara sosial, namun mitos diterima oleh kelas subordinat,
bahkan meski mereka pun menentang kepentingan kelas dominan itu lantaran
kelas subordinat “dinaturalisasikan” Fiske, 2004: 183. Maksud dari naturalisasi
tersebut adalah pengalamiahan atau seakan- akan alami, misalnya dalam konsep film ini
bahwa leluhur cina itu makmur.
Berhubungan dengan fokus penelitian yaitu hal yang berkenaan dengan persoalan
identitas, maka korpus-korpus dalam penyajian data dapat dianalisis berdasarkan
kategori-kategori isi cerita berikut;
a. Identitas Personal Personal
Identity b.
Identitas Sosial Social Identity c.
Identitas Kultural Cultural Identity.
a. Identitas Personal Personal Identity
Identitas personal Personal Identity seperti terbentuk dari interaksi sosial antara
6
satu individu dengan individu lainnya di mana masing-masing pihak lebih
menekankan ciri-ciri, atribut-atribut, dan kepentingan subjektif mereka. Selain itu,
identitas personal juga terbentuk dari pemahaman diri self-understanding yang
sifatnya lebih intim dan langsung, maka ia lebih mewakili aspek-aspek esensial dan
krusial dari diri individu yang nampak dalam pertanyaan-pertanyaan seperti
“siapakah saya sesungguhnya?”, “hal-hal apa saja yang bernilai dan baik buat saya?”,
“apa yang semestinya saya lakukan dan tidak yang itu?”, dan sebagainya. Dengan
kata lain, identitas personal itu bersifat membedakan antara satu individu dengan
individu lainnya semata-mata berdasar pada keunikan masing-masing dan bukan ciri-ciri
yang diturunkan dari keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial Afif, 2011: 21.
Di dalam analisis identitas personal, penulis mengkategorikan beberapa
permasalahan identitas personal dalam FTV Bakpao Ping Ping sebagai berikut:
1. Atribut-atribut fisik
2. Keinginancita-cita
3. Kontribusi keluarga
4. Pengaruh keadaan sosial
1. Atribut-atribut fisik
Salah satu yang ditekankan dalam identitas personal adalah berupa atribut-
atribut yang dimiliki oleh individu. Maka dari itu penulis mengkategorikan bahwa
atribut-atribut fisik memiliki hubungan dengan identitas personal. Atribut-atibut
fisik mencirikan atau mengidentifikasikan individu melalui bentuk fisik atau yang
terlihat saja.
Kategorisasi atribut-atribut fisik ini terlihat pada korpus 6. Pada level denotasi
korpus 6, sutradara ingin menekankan pendapat A Seng. A Seng merasa bahwa
selama ini Indonesia tidak memberikannya kontribusi lebih untuk dia menjadi kaya,
yang dia tau hanya kekayaan ada di Jawa. Seperti dalam dialog berikut:
A Seng : “Indonesia ga bikin kita kaya
Pa, kaya cuma di Jawa. Apa ga sadar kalo mata kita
sipit?
” Babah Apa : “Kalo liat jangan cuma pake
mata ya, pake hati, pake utek. Mata boleh sipit ha,
tapi hati harus tetep besar.”
Di sini A Seng sebagai etnis Tionghoa mempermasalah fisiknya terutama
mata yaitu “sipit”. Keadaan fisiknya mempengaruhi mentalnya sebagai etnis
Tionghoa yang secara tidak langsung “menghujat” Indonesia yang tidak peduli
akan kesejahteraannya sebagai etnis Tionghoa Singkawang.
Sedangkan pada level konotasi, “hujatan” A Seng kepada Indonesia
membuatnya merasa gelisah akan identitas personalnya sebagai etnis Tionghoa. Hal ini
menunjukkan bahwa A Seng merasa dibuat tidak adil ketika dia memiliki mata yang
sipit.
Berbicara mengenai atribut fisik yang dimiliki A Seng pada identitas personal
maka mengingatkan pada konsep ras. Di mana diketahui bahwa konsep ras selalu
menitikberatkan pada adanya garis keturunan. Selain itu ras juga mengacu pada
hal yang menyinggung soal biologis dan fisik. Ras adalah konstruksi sosial dan bukan
suatu kategori universal atau kategori esensial biologis atau kultural Barker, 2010:
203. Sehingga identitas personal seseorang tersebut hanya dilihat sebatas yang terlihat
dari luar saja atau bersifat fisik.
Allport mengindikasikan dalam Samovar dkk 2010:187 bahwa antropolog
awalnya membagi ras dalam tiga kelompok besar Mongoloid, Kaukasoid, dan Negro,
namun selanjutnya yang lain ditambahkan. Kategori ini membagi manusia ke dalam
kelompok semata-mata berdasarkan penampilan fisik. Biasanya berhubungan
7