10
6. Pekerjaan
Pekerja lebih berisiko mengalami hipertensi karena dipengaruhi faktor perilaku dan kebiasaan. Kebiasaan terlalu banyak bekerja, kurang berolahraga, tidak
memperhatikan gizi seimbang, dan konsumsi lemak tinggi dapat menimbulkan hipertensi pada pekerja. Individu yang merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya
ataupun yang tidak memiliki pekerjaan juga lebih berisiko menderita hipertensi Rundengan, 2006 dalam Lidya, 2009.
7.
Aktivitas fisik
Aktifitas fisik secara rutin akan membantu mengontrol tekanan darah. Kegiatan aerobik secara teratur setidaknya 30 menit per hari yang dilakukan selama satu
minggu dapat menurunkan tekanan darah sistol hingga 9 mmHg Martin, 2008. 8.
Faktor stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama,
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang menetap Roehandi, 2008. b.
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi 1.
Riwayat keluarga
Berdasarkan riset menunjukkan faktor genetik sekitar 30 berhubungan dengan kejadian hipertensi primer. Faktor genetik berpengaruh dalam pengaturan sistem
renin-angiotensin-aldosteron dan lainnya yang memengaruhi tonus vaskuler, transportasi garam dan air pada ginjal yang berhubungan dengan perkembangan
hipertensi, walaupun hubungan faktor genetik secara langsung dengan hipertensi
11
belum ditemukan Kasper, et al., 2005; Lemone Burke, 2008 dalam Martiningsih, 2011.
2. Usia
Bertambahnya usia menyebabkan dinding arteri mengalami penebalan akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
menyempit dan menjadi kaku. Pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor
semakin berkurang sensitivitasnya dan peran ginjal juga semakin berkurang karena aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun Anggraini dkk,
2009. Berkurangnya elastisitas arteri sehingga menjadi kaku menyebabkan volume darah yang dialirkan lebih sedikit daripada kebutuhan tubuh. Dalam
keadaan ini jantung akan mengompensasi dengan cara memompa darah lebih kuat atau dengan meningkatkan denyut jantung. Keadaan ini diperburuk lagi oleh
aterosklerosis. Akibat dari bermasalahnya pembuluh darah arteri maka hanya tekanan darah sistol yang meningkat tinggi Susalit, 2001.
3.
Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan wanita. Perbedaan
risiko hipertensi pada gender ini dipengaruhi oleh faktor psikologis, faktor
perilaku, dan pekerjaan Basha, 2004; Rundengan, 2006 dalam Lidya, 2009.
12
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and the Treatment of High Blood Pressure 7 JNC 7 yang
dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat dijabarkan pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistol
mmHg Tekanan darah diastol
mmHg Normal
120 Dan 80
Prehipertensi 120
– 139 Atau 80
– 89
Hipertensi stadium 1 140
– 159 Atau 90
– 99
Hipertensi stadium 2 160
Atau 100 Sumber: Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and the Treatment of
High Blood Pressure 7 JNC 7, 2003
2.1.3 Diagnosis Hipertensi
Pada semua usia, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, dan merokok Kuswardhani,
2006. Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan yang sering dialami,
lama hipertensi, hasil pengukuran tekanan darah selama ini, riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat, gaya hidup, riwayat penyakit penyerta, dan riwayat
keluarga. Pemeriksaan fisik terdiri dari hasil pengukuran tekanan darah saat ini, pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus organ, serta funduskopi.
Pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium rutin, kimia darah ureum, kreatinin, gula darah, kolesterol, elektrolit, elektrokardiografi, dan radiologi dada.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan ekokardiografi dan ultrasonografi Zulkhair, 2000 dalam Hendraswari, 2008.
13
2.1.4 Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut JNC 7 rekomendasi target tekanan darah yang harus dicapai adalah 14090 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit gagal ginjal
kronik dan diabetes adalah 13080 mmHg. American Heart Association AHA merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 14090 mmHg,
13080 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 12080 mmHg untuk pasien dengan
gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation NKF, target tekanan darah yang harus dicapai adalah 13080 mmHg untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan 12575 mmHg untuk pasien dengan 1 gram proteinuria Cohen Townsend, 2008.
a. Penatalaksanaan Farmakologi
1.
Diuretik thiazide merupakan obat pertama yang biasanya diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau
obat penahan kalium Martin, 2008. 2.
Beta Blocker BB yang terdiri dari atenolol, bisoprolol, metoprolol, nadolol, propanolol dan carvedilol. Golongan obat ini mengakibatkan penurunan
frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung Martin, 2008.
14
3. Calcium Channel Blockers CCB terdiri dari dua jenis yang digunakan untuk
pengelolaan hipertensi, yaitu dihidropiridin dan non dihidropiridin. Dihidropiridin seperti amlodipine dan nifedipine mengontrol tekanan darah
dengan langsung merelaksasikan otot polos yang mengelilingi arteri. Non dihidropiridin seperti verapamil dan diltiazem menurunkan tekanan darah
dengan menginduksi vasodilatasi dan mengurangi kontraktilitas miokard Martin, 2008.
4. Angiotensin Conferting Enzyme Inhibitor ACE-Inhibitor dan ARBs dengan
mekanisme berbeda, menghalangi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron RAA. ACE inhibotor menghalangi pengubahan peptida angiotensin I
menjadi angiotensin II vasokonstriktor kuat, sedangkan ARBs langsung menempati angiotensin II subtipe 1 reseptor. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ACE inhibitor adalah benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril, moexipril, perindopril, quinapril, ramipril, dan
trandolapril Martin, 2008. 5.
Alpha Blockers menurunkan tekanan darah dengan menghambat reseptor alfa otot polos arteri. Jenis obat yang termasuk golongan ini adalah doxazosin,
prazosin, dan terazosin Martin, 2008. 6.
Direct Vasodilator atau vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Yang termasuk obat golongan ini adalah hydralazine dan
minoxidil Martin, 2008.