BAB III PERANCANAAN HSDPA
INDOOR PENETRATION
3.1. Umum
Indoor penetration merupakan teknik penyaluran sinyal ke dalam gedung dengan menggunakan node B di luar gedung. Indoor penetration
termasuk ke dalam tingkatan macrocell. Dimana, macrocell pada umumnya dioperasikan pada daya output yang tinggi dengan antena Node B ditempatkan
pada puncak gedung atau pada posisi tinggi yang lain seperti tower node B.
Gambar 3.1 Indoor Penetration Macrocell digunakan untuk melayani coverage di luar gedung akan
tetapi jangkauannya dapat menembus kedalam gedung tergantung dari desain yang diinginkan, seperti terlihat pada Gambar 3.1. Pada HSDPA indoor
penetration ini tidak diperlukan perangkat tambahan hanya perlu mengubah parameter pada node B WCDMA yang sudah ada.
Perangkat indoor penetration seperti Gambar 3.2 terdiri dari beberapa komponen seperti menara atau tiang sangga mast yang cukup tinggi dan
terbuat dari batang baja, node B, serta antena yang ditempatkan di atas menara atau tiang sangga tersebut. Tiang sangga sendiri tidak berperan apa pun dalam
proses pemancaran.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Perangkat indoor penetration Sistem jaringan di dalam ruangan dapat dibagi menjadi dua bagian
yakni sistem radio dan sistem antena seperti yang terlihat dalam Gambar 3.3.
Cell Repeater
Sistem Radio Sistem Antena
UE
Gambar 3.3 Ilustrasi sistem radio dan sistem antena di dalam ruangan Sistem radio dipakai untuk menyediakan sarana komunikasi radio
melalui sistem repeater. Sistem antena sendiri dipakai untuk meradiasikan sinyal radio ke arah ruangan di dalam gedung. Sistem antena sendiri terbagi dalam
dua bagian yakni bagian pasif dan bagian aktif. Antena pasif dimaksudkan hanya komponen pasif yang digunakan sementara itu antena aktif memiliki peralatan
amplifier sehingga mampu menjangkau wilayah lebih luas dibandingkan dengan antena pasif.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Perancangan Sistem Radio
Untuk membangkitkan kembali sinyal radio dari dunia luar maka diperlukan repeater sebagai sumber radio di dalam ruangan. Ada banyak jenis
tipe dan ukuran sebuah repeater, namun skema dasar dari repeater dapat dilihat dari Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Blok diagram repeater
Pada Gambar 3.4, duplexer digunakan untuk memisahkan sinyal uplink dan downlink untuk seterusnya ke rangkaian penguat. Besarnya penguatan
uplink dan downlink pada repeater berdaya rendah diatur dengan fungsi Automatic Gain Control, yang mengatur secara otomatis besaran penguatan agar
sistem pada keadaan optimal. Berbagai jenis tipe koneksi repeater dengan Node B dibedakan
menjadi tiga jenis: a. Koneksi lintas udara, yakni koneksi antara repeater dan Node B memakai
gelombang yang dipancarkan dan diterima oleh sepasang antena di kedua sisi perangkat yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.a.
b. Koneksi kabel, yakni koneksi antara repeater dan Node B baik itu coaxial ataupun serat optik yang dillihat dari Gambar 3.5.b.
c. Koneksi campuran, baik menggunakan kabel maupun lintas udara seperti Gambar 3.5.c.
Node B
Universitas Sumatera Utara
Repeater Cell
UE
Repeater Cell
UE a
b
Cell UE
Repeater 1 Repeater 1
UE c
Gambar 3.5
Berbagai Tipe Koneksi Repeater a. Koneksi lintas udara.
b. Koneksi kabel. c. Koneksi campuran.
Ketika repeater terhubung dengan Node B melalui koneksi lintas udara, maka diperlukan dua antena seperti antena internal dan antena eksternal.
Antena eksternal atau antena donor, biasanya ditempatkan di atas atap gedung yang akan dirancang, yang akan menerima sinyal downlink dari sel base station.
Bersamaan itu pula antena donor memancarkan sinyal uplink ke base station. Repeater menerima sinyal downlink, menguatkannya, lalu memancarkan
kembali melalui antena cakupan yang berada di dalam ruangan. Begitu juga dengan sinyal uplink dari User Equipment akan diteruskan oleh antena cakupan
ke arah base station.
3.3 Perancangan Sistem Antena