1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jasa  akuntan  publik  memberikan  manfaat  dalam  memberikan  informasi yang  akurat  dan  dapat  dipercaya  dalam  pengambilan  keputusan.  Laporan
keuangan yang
telah diaudit
oleh akuntan
publik, lebih
dapat dipertanggungjawabkan  dibandingkan laporan keuangan yang belum diaudit. Hal
ini mendorong perusahaan serta instrumen di dalamnya, baik kreditor dan investor dalam  peningkatan  keandalan  laporan  keuangan  sebagai    output  dari  kinerja
akuntan  publik.  Peningkatan  keandalan  laporan  keuangan  menuntut  pada peningkatan kualitas akuntan publik dalam hal ini adalah auditor. Semakin tinggi
kualitas  yang  dimiliki  auditor  dalam  mengaudit  laporan  keuangan  perusahaan maka semakin bermutu dan handal laporan keuangan yang dibuatnya.
Kualitas  auditor  sulit  diukur  secara  pasti.  Penelitian  tentang  kualitas auditor  yang  dikenal  adalah  penelitian    De  Angelo  1981  yang  berpendapat
bahwa  kualitas  dari  audit  sebagai  probabilitas  di  mana  seorang  auditor menemukan  dan  melaporkan  tentang  adanya  suatu  pelanggaran  dalam  sistem
akuntansi kliennya. De Angelo dalam  Ida 1986:186 mengatakan bahwa kualitas audit tergantung oleh 2 faktor yaitu 1 kemampuan auditor untuk menguji akun-
akun  dan  mengidentifikasi  kesalahan  melalui  kompetensi  teknisnya,  dan  2 objektivitas melalui independensinya.
Kualitas  auditor  berkaitan  pula  dengan  sumber  daya  yang  dimiliki  oleh perusahaan    karena  auditor  merupakan  salah  satu  sumber  daya  manusia  yang
dimiliki  dalam  hal  ini  adalah  Kantor  Akuntan  Publik.  Sumber  daya  berperan penting  dalam  keberlangsungan  perusahaan.  Auditor  dan  akuntan  publik  lainnya
merupakan  bagian  dari  sumber  daya  manusia  yang  termasuk  dalam  sumber  daya tidak  berwujud  intangible  asset.  Sedangkan  sumber  daya  berwujud  tangible
asset  perusahaan  misalnya  peralatan  untuk  produksi,  aset  perusahaan, infrastruktur yang menunjang kegiatan perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan
mulai  menyadari  peran  sumber  daya  manusia  sangat  penting  terhadap kelangsungan  hidup  perusahaan.  Sumber  daya  manusia  merupakan  roda
penggerak  utama  di  dalam  perusahaan  yang  secara  tidak  langsung  berpengaruh terhadap keuntungan ataupun laba yang didapatkan oleh perusahaan.
Bagian  dalam  perusahaan  yang  menangani  sumber  daya  manusia  adalah bagian  human  resource.  Bagian  ini  akan  bertanggung  jawab  terhadap  sumber
daya  manusia  yang  ada  pada  suatu  perusahaan,  mulai  dari  perekrutan,  pelatihan dan  pemberhentian  sumber  daya  tersebut.  Seiring  perubahan  jaman,
berkembangnya  kepentingan  dan  IPTEK,  berkembang  pula  bagian  human resource pada perusahaan.  Terdapat perubahan terminologi mengenai pergeseran
peran sumber daya berwujud tangible asset ke arah sumber daya tidak terwujud intangible  asset.  Intangible  asset  berperan  dan  menjadi  perhatian  penting  bagi
perusahaan.  Menurut  Henry  2006  dalam  Pradita  2010  human  resource
management  diterima  secara  luas  pada  tahun  1989  pada  saat  Perhimpunan Amerika  untuk  Administrasi  Personalia  American  Society  for  Personnel
Administration, ASPA mengganti nama menjadi Perhimpunan untuk Manajemen Sumber  Daya  Manusia    Society  for  Human  Resource  Management,  SHRM.
Sebelum  tahun  1970,  sumber  daya  manusia  dianggap  sebagai  biaya  cost  bagi perusahaan    namun  saat  ini  sumber  daya  manusia  merupakan  aset  asset  bagi
perusahaan. Human  capital  merupakan  bagian  dari  sumber  daya  manusia.  Human
capital  yakni    human  adalah  manusia  sedangkan  capital  adalah  modal,    yang dapat  diartikan  secara  harafiah  bahwa  manusia  merupakan  suatu  modal.    Modal
dimaksudkan  yaitu  nilai  tambah  value  added  sumber  daya  manusia.  Investasi dalam    modal  manusia  menghasilkan  return  pengembalian  di  masa  depan  bagi
perusahaan. Pidato  Theodore  W.  Schultz  tahun  1960  yang  berjudul  Investment  in
Human  Capital  merupakan  peletak  dasar  teori  human  capital.  Menurut  Badan Pendidikan  dan  Pelatihan  Keuangan  BPPK  teori  Schultz    menyatakan  bahwa
manusia  merupakan  suatu  bentuk  modal  atau  kapital,  seperti  bentuk  kapital lainnya  yaitu  mesin,  teknologi,  tanah,  uang  dan  juga  material.  Pendapat  Shultz
tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Becker. Menurut bukunya Human Capital
:  “A Theoretical
and  Empirical  Analysis,  with  Special  Reference  to Education”  Becker  menyatakan  bahwa
human  capital  tentang  bagaimana investasi dalam pendidikan individu dan pelatihan mirip dengan investasi bisnis di
peralatan.  Manusia  bukan  sekedar  sumber  daya  namun  juga  merupakan  modal
yang  menghasilkan  pengembalian  dan  pengeluarannya  dilakukan  untuk mengembangkan kualitas dan kuantitas manusia.
Ada  beberapa  penelitian  yang  meneliti  tentang  faktor-faktor  yang mempengaruhi  kualitas  auditor.  Deis  dan  Giroux  1992  dalam  jurnalnya
“Determinants  of  audit  quality  in  the  public  sector”  menyatakan  bahwa pendidikan, pendidikan perkembangan profesi dan profesionalitas mempengaruhi
kualitas auditor. Pendapat Deis dan Giroux ini diperkuat pula oleh Liu. Liu 1997 dalam  Cheng  2009    mengamati  peran  human  capital  dan  menyatakan  bahwa
pendidikan,  pengalaman  kerja,  dan  sertifikasi  profesional  harus  dipertimbangkan karena  faktor  tersebut  merupakan  faktor  utama  dalam  pengaruhnya  terhadap
kualitas auditor. Selanjutnya  ada  Duff  2004  yang  mengukur  kualitas  auditor  dengan
sembilan  elemen  yaitu  reputasi,  kapabilitas,  jaminan  assurance,  independensi, keahlian, pengalaman, empati, kemampuan merespon dan jasa bukan audit. Salah
satu  elemen  tersebut  yaitu  pengalaman  menjadi  faktor  yang  mempengaruhi kualitas  auditor,  hal  ini  sejalan  dengan  yang  diungkapkan  oleh  Cheng,  Liu  dan
Chu.  Cheng  2009    menyatakan  bahwa  terdapat  hubungan  yang  positif  antara human  capital  dengan  kualitas  auditor.  Human  capital  dalam  penelitian  Cheng
direpresentasikan dengan 4 variabel yakni tingkat pendidikan formal, pengalaman kerja, ingkat kualifikasi profesi dan continuing professional development.
Namun  ada  juga  penelitian  yang  bertentangan  dengan  penelitian  yang menyatakan bahwa human capital memiliki pengaruh terhadap kualitas auditor.
Carcello  2008  menyatakan  “The  HC  challenges  facing  the  profession  make  it less  likely  that  the  profession  can  effectively  serve  the  interest  of  the  investing
public  in  the  future”.    Selanjutnya  Carcello  2008  juga  menyatakan  “In  the section  below,  I  consider  the  quantity  and  quality  of  accounting  graduates”.
Menurut  Carcello  kecil  kemungkinannya  bahwa  profesi  secara  efektif  dapat melayani  kepentingan  masyarakat  untuk  berinvestasi  di  masa  depan.  Carcello
menambahkan  bahwa  Carcello  mempertimbangkan  kuantitas  dan  kualitas  dalam lulusan  akuntansi.    Hal  ini  menyimpulkan  bahwa  Carcello  masih  meragukan
kemampuan kualifikasi profesi akuntansi dalam pengaruhnya terhadap kualitas. Pradita  2010  juga  menunjukkan  secara  parsial  ada  beberapa  komponen
human  capital  yang disebutkan  dalam  Cheng  2009  tidak  berpengaruh  terhadap kualitas  auditor.  Penelitian  Pradita  yang  meneliti  human  capital  pada  BPK  dan
BPKP di Semarang dan DIY menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal dan tingkat kualifikasi profesi tidak berpengaruh terhadap kualitas auditor.
Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hasil yang saling bertentangan  mengenai  pengaruh  human  capital.  Hasil  penelitian  yang  beragam
dan  seringkali  kontradiktif  mengenai  human  capital  menunjukkan  bahwa  masih terjadi  research  gap  dalam  penelitian  mengenai  human  capital  dan  kualitas
auditor. Hal ini semakin menguatkan bahwa penelitian lebih lanjut penting untuk dilakukan  terutama  penelitian  yang  dilakukan  di  Indonesia.  Hal  ini  didukung
dengan semakin pentingnya peran kualitas auditor  dalam Kantor Akuntan Publik dalam  hubungannya  dengan  human  capital  sebagai  bagian  dari  intangible  asset
yang  ada  di  Kantor  akuntan  Publik.  Human  capital    yang  semula  dianggap sebagai biaya sekarang sudah dianggap sebagai aset penting dalam perusahaan.
Penelitian  ini  mereplikasi  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Cheng  2009 dengan  beberapa  penyesuaian.  Namun  demikian,  penelitian  ini  berbeda  dengan
penelitian Cheng 2009 dengan letak perbedaannya adalah subjek penelitian yaitu auditor  yang  bekerja  pada  KAP  di  Semarang,  Indonesia,  penambahan  dan
pengembangan  pada  indikator  masing-masing  variabel,  dan  penggunaan  data primer dalam pengumpulan data.
Berdasarkan  uraian  latar  belakang  di  atas,  maka  penelitian  ini  berjudul
“Pengaruh Human Capital terhadap Kualitas Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Semarang”.
1.2 Rumusan Masalah