Kerangka Konsep dan Operasional Variabel

II.2. Teori Agenda Setting

Agenda setting menjelaskan begitu besarnya pengaruh media--berkaitan dengan kemampuannya dalam memberitahukan kepada audiens mengenai isu - isu apa sajakah yang penting. Sedikit kilas balik ke tahun 1922, kolumnis walter lippman mengatakan bahwa media memiliki kemampuan untuk menciptakan pencitraan - pencitraan ke hadapan publik.

McCombs and Shaw melakukan analisis dan investigasi terhadap jalannya kampanye pemilihan presiden pada tahun 1968, 1972, dan 1976. Pada penelitiannya yang pertama (1968), mereka menemukan dua hal penting, yakni kesadaran dan informasi. Dalam menganalisa fungsi agenda setting media ini mereka berkesimpulan bahwa media massa memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap apa yang pemilih bicarakan mengenai kampanye politik tersebut, dan memberikan pengaruh besar terhadap isu - isu apa yang penting untuk dibicarakan.

Agenda setting merupakan penciptaan kesadaran publik dan pemilihan isu - isu mana yang dianggap penting melalui sebuah tayangan berita. Dua asumsi mendasar dari teori ini adalah (http://sulastomo.blogspot.com/2010/12/teori-

agenda-setting.html):

1. Pers dan media tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya, melainkan mereka membentuk dan mengkonstruk realitas tersebut.

2. Media menyediakan beberapa isu dan memberikan penekanan lebih kepada isu tersebut yang selanjutnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menentukan isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya.

Kekuatan media dalam mempengaruhi khalayak

Dalam agenda setting, yang menentukan kekuatan media dalam mempengaruhi khalayak dijelaskan dalam konsep need for orientation (McCombs, Maxwell & Reynolds: 2002). Konsep ini menyediakan penjelasan teoritis untuk keragaman di dalam proses agenda-setting, melampau kategori isu obtrusive (isu yang dialami langsung) dan unobtrusive (tidak dialami langsung) oleh khalayak.

Need for orientation didasarkan pada konsep psikolog Edward Tolman general theory of cognitive mapping yang menyatakan bahwa manusia membentuk peta di dalam pikirannya untuk membantu mengarahkan lingkungan ekseternalnya. Konsep ini mirip dengan gagasan Lippmann tentang pseudo- environment – lingkungan yang diciptakan oleh media. Selanjutnya konsep need for orientation juga menyatakan bahwa ada perbedaan individu dalam kebutuhannya akan orientasi terhadap isu dan juga perbedaan dalam kebutuhan Need for orientation didasarkan pada konsep psikolog Edward Tolman general theory of cognitive mapping yang menyatakan bahwa manusia membentuk peta di dalam pikirannya untuk membantu mengarahkan lingkungan ekseternalnya. Konsep ini mirip dengan gagasan Lippmann tentang pseudo- environment – lingkungan yang diciptakan oleh media. Selanjutnya konsep need for orientation juga menyatakan bahwa ada perbedaan individu dalam kebutuhannya akan orientasi terhadap isu dan juga perbedaan dalam kebutuhan

Secara konseptual, need for orientation diefinisikan dalam dua konsep, yaitu relevansi dan ketidakmenentuan; yang peran masing-masing terjadi secara berurutan. Relevansi adalah yang pertama kali menentukan apakah media akan mempengaruhi agenda atau tidak. Bila individu merasa media dianggap memiliki tingkat relevansi yang tinggi terhadap informasi yang dibutuhkan individu, besar kemungkinan media akan berpengaruh kuat terhadap individu tadi. Sedangkan pada tahap kedua, ketidakmenentuan menunjukkan apakah individu sudah memiliki/menentukan terhadap isu yang menjadi agenda media. Dalam konteks pemilihan umum, ketidakmenentuan ini bisa diligat pada posisinya sebagai decided/undecided voters . Media akan sangat berpengaruh terhadap individu yang memiliki tingkat relevansi dan ketidak menentuan yang tinggi.

Di samping faktor need for orientation itu, riset belakangan juga menunjukkan bahwa dampak agenda-setting terjadi secara kuat di kalangan yang terdidik. Di samping tingkat pendidikan, kredibilitas juga menentukan tingkat pengaruh media dalam agenda-setting.

Mengingat bahwa agenda setting berada pada domain dengan asumsi powerful media effect, maka sebenarnya efek media terhadap khalayak memang besar. Hanya saja tidak serta merta demikian. Ada faktor-faktor yang mengekskalasi tingkat kekuatan pengaruh agenda setting. Di antaranya adalah langsung-tidak langsung jenis pengalaman terhadap isu yang sedang diagendakan, tingkat need for orientation yang ada pada khalayak, tingkat pendidikan serta tingkat kredibilitas media yang melakukan setting terhadap agenda tertentu Wanta, (W & Ghanem, S, “Effects of Agenda Setting” in Preiss, R.W et. Al Eds.2007).

II.3. Media Massa dan Televisi

II.3.1. Media Massa

Media memiliki peran sentral dalam menyaring informasi dan membentuk opini masyarakat sementara peran lainnya adalah menekankan pentingnya media massa sebagai alat kontrol sosial. Dari segi makna, “media massa” adalah alat/sarana untuk menyebar-luaskan berita, analisis, opini, komentar, materi pendidikan dan hiburan. Sedangkan dari segi etimologis, “media massa” adalah “komunikasi massa” yang memiliki arti sebutan lumrah di kalangan akademis untuk studi “media massa”.

Ada beberapa bentuk media massa yang kita kenal sekarang ini, yaitu:

1. Surat Kabar Koran (dari bahasa Belanda: Krant, dari bahasa Perancis courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat

kabar juga biasa berisi karikatur yang biasanya dijadikan bahan sindiran lewat gambar berkenaan dengan masalah-masalah tertentu, komik, TTS dan hiburan lainnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Koran).

2. Majalah Tipe suatu majalah ditentukan oleh khalayak yang dituju. Artinya, sejak awal redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya 2. Majalah Tipe suatu majalah ditentukan oleh khalayak yang dituju. Artinya, sejak awal redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya

a. Penyajian lebih dalam.

b. Nilai aktualitas lebih lama, berbeda dengan surat kabar yang aktualitasnya hanya satu hari nilai aktualitas majalah bisa sampai satu minggu.

c. Gambar atau foto lebih banyak dikarenakan memiliki jumlah halaman yang lebih banyak.

d. Cover, menarik atau tidaknya suatu majalah ditentukan pada tipe dari majalahnya serta konsistensi majalah tersebut dalam menampilkan ciri khas majalahnya.

3. Radio

Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes, keunggulan radio adalah dimana saja, dan sangat beragam. Kekuatan radio dalam mempengaruhi khalayak sudah dibuktikan dari masa ke masa di berbagai negara.

4. Televisi Menurut agee dari sebuah media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Sebanyak 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekita tujuh jam dalam sehari (Ardianto, 2004:128). Sama dengan fungsi 4. Televisi Menurut agee dari sebuah media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Sebanyak 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekita tujuh jam dalam sehari (Ardianto, 2004:128). Sama dengan fungsi

5. Film Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual dibelahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Seperti halnya televisi, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi film dapat terkandung unsur informatif maupun edukatif bahkan persuasi (Ardianto, 2004:136).

6. Komputer dan Internet Menurut Laquey, internet merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang di seluruh dunia (Ardianto, 2004:142). Dewasa ini internet telah tumbuh menjadi sedemikian besar dan berdaya sebagai alat informasi dan komunikasi yang tidak dapat diabaikan (Ardianto, 2004:57-58).

II.3.2. Televisi

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele "jauh" dari bahasa Yunani dan visio ("penglihatan") dari bahasa Latin, sehingga televisi dapat diartikan sebagai “alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan.” (http://id.wikipedia.org/wiki/televisi)

Pada tahun 1884, Paul Gottlieb Nipkow, seorang mahasiswa 23 tahun di Jerman, mematenkan sistem televisi elektromekanik yang menggunakan cakram

Nipkow , sebuah cakram berputar dengan serangkaian lubang yang disusun secara spiral ke pusat cakaram yang digunakan dalam proses perasteran. (Morrisan, 2008: 6)

Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-

17 pada tanggal 17 Agustus 1962. Siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962 pukul 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari stadion utama Glora Bung Karno. (Milla Day, 2004: 16)

Pada dasarnya televisi mempunyasi sifat sebagai berikut, dapat didengar dan dilihat bila ada siaran, dapat diliaht dan didengar kembali bila diputar kembali, daya rangsang sangat tinggi, elektris, harga relatif mahal, daya jangkau besar. (Morrisan, 2008: 11)

Adapun dampak yang ditimbulkan dari media televisi adalah sebagai berikut: (Wawan, 1996: 100)

1. Dampak kognitif, yaitu kemampuan seorang individu atau pemirsa menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Contoh, acara kuis di televisi.

2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada trendi aktual yang ditayangkan televisi. Contoh, model pakaian, model rambut, dari bintang televisi yang kemudian digandrungi atau ditiru secara fisik.

3. Dampak prilaku, yakni proses tertananmya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari-hari. Contoh, tayangan Rahasia Ilahi yang mengimplementasikan kehidupan religi bagi masyarakat.

Dari teori ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, media massa secara pasti dapat mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Media membentuk opini publik untuk membawanya kepada perubahan.

II.4. Opini Publik

II.4.1. Sejarah dan Defenisi Opini Publik

Istilah Opini Publik diserap secarah utuh dari bahasa inggris – public opinion , yang kemudian disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Istilah Opini Publik itu digunakan antara lain oleh Omi Abudrrahman ( 1986 ), Kartadi Suhandang ( 1973 ) dan M.O. Tambunan ( 1994 ). Namun, pakar yang lain seperti Astrid Susanto ( 1975 ) dan Anwar Arifin ( 1998 ) lebih suka menggunakan istilah pendapat umum sebagai terjemahan dari istilah public opinion (Sunarjo, 2005:22)

Opini Publik sebagai sebuah fenomena dalam kehidupan sosial dan politik mulai banyak dikenal dan dipakai pada akhir abad ke-18 di Eropa dan Amerika Serikat. Pemakaian istilah itu terutama berkaitan dengan politik dan komunikasi politik tatkala Alquin menyerukan, “ vox populi, vox dei “ ( suara rakyat adalah suara Tuhan ).

Tedori opini publik mengusulkan bahwa jika media berita berdampak pada preferensi kebijakan publik, isi media perlu menyediakan bias arah yang konsisten. Bias arah yang konsisten dari berita ('satu-sisi arus informasi') mungkin memerlukan penekanan yang konsisten di kedua positif atau aspek-aspek negatif dari suatu peristiwa atau isu. Namun, jika seseorang terkena kedua sisi masalah, individu ini tidak mungkin akan terpengaruh oleh pesan-pesan karena mereka membatalkan satu sama lainnya. Efek ini dijuluki sebagai 'dua sisi arus informasi. Hal ini diungkapkan pada jurnal penelitian (ClaesH De Vreese, 2006:Vol 44. No

2. pp. 419–36).

Adapun beberapa faktor defenisi Pendapat umum yakni sebagai berikut (Arifin, 2010:119)

1. Adanya Isu ( Presence of an issue ). Pertama-tama harus terdapat konsensus yang sesungguhnya bahwa pendapat umum berkumpul di sekitar suatu isu ( issue ). Dalam ungkapan sehari-hari, pendapat umum sering muncul sebagai istilah yang sangat umum, yang melukiskan sesuatu seperti sikap bersama ( collective attitude ) atau suasana hati masyarakat ( public mood ). Carlyle berpendapat bahwa “ pendapat umum adalah kebohongan yang paling besar di dunia “. Untuk tujuan kita, isu dapat didefenisikan sebagai suatu situasi kontemporer dimana mungkin terdapat ketidak pastian.

2. Hakikat Masyarakat ( The Nature of Publics ). Yakni harus ada kelompok orang yang dapat dikenal yang berkepentingan dengan persoalan tersebut. Ini adalah masyarakat. Gagasan mengenai suatu masyarakat yang digunakan disini dipopulerkan oleh Jhon Dewey, terutama dalam bukunya The Public and its Problems ( Masyarakat dan Masalahnya ).

3. Kompleks Preferensi pada Masyarakat. Yakni mengacu pada totalitas pendapat para masyarakat tentang suatu isu. Hal tersebut mencakup gagasan pendistribusian pendapat menurut arah dan intervensinya ( setuju atau menolak arah tindakan yang disarankan berkaitan dengan isu tersebut. Masyarakat yang menaruh perhatian pada isu dengan sendirinya akan terbagi ke dalam dua atau lebih sudut pandang yang berbeda.

4. Ekspresi Pendapat ( Expression of Opinion ). Kata-kata yang diucapkan atau dicetak merupakan bentuk yang paling biasa dari ekspresi pendapat, tetapi sewaktu-waktu gerak-gerik - kepalan tangan, lambaian tangan, bahkan tarikan nafas orang banyak, sudah cukup untuk menunjukan ekspresi orang tersebut.

5. Jumlah Orang yang Terlibat ( Number of Persons Involved ). Adanya besaran masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu.

Adapun yang menjadi karakteristik opini publik menurut Hendley Cantril ( Gauging Public Opinion ) dalam Arifin ( 1998 : 119-120 ) dari lembaga penelitian Opini Publik dari Universitas Princeton mengumpulkan prinsip yang merupakan karakteristik opini publik adalah sebagai berikut :

1. Opini publik sangat peka ( govoeling ) terhadap peristiwa-peristiwa penting.

2. Peristiwa-peristiwa yang bersifat luar biasa dapat menggeser opini publik seketika dari suatu ekstremis yang satu ke yang lainnya. Opini publik itu baru akan mencapai stabilitasnya apabila kejadiannya dari peristiwa itu memperlihatkan garis-garis besar yang jelas.

3. Opini pada umumnya lebih banyak ditentukan oleh peristiwa- peristiwanya dari pada oleh kata-kata, kecuali kata-kata itu sendiri merupakan suatu peristiwa.

4. Pernyataan liasan dan garis-garis tindakan merupakan hal yang teramat penting dikala opini belum terbentuk dan dikala orang-orang berada dalam keadaan suggestible dan mencari keterangan dari sumber- sumber terpercaya.

5. Pada umumnya opini publik tidak mendahului keadaan-keadaan darurat, ia hanya mereaksi keadaan itu.

6. Secara psikologis, opini pada dasarnya ditentukan oleh kepentingan pribadi.

7. Opini atau pendapat tidaklah bertahan lama, kecuali jika orang-orang merasa bahwa kepentingan pribadinya benar-benar tersangkut dan jika pendapat yang dibangkitkan oleh kata-kata diperkuatkan oleh peristiwa-peristiwa.

8. Apabila kepentingan pribadi telah tersangkut, opini tidaklah mudah diubah.

9. Jika suatu pendapat didukung oleh suatu mayoritas yang tidak terlalu kuat dan jika pendapat tidak mempunyai bentuk kuat pula, maka fakta yang nyata ada kecenderungan mengalihkan pendapat dari arah penderitaan.

10. Pada saat kritis, rakyat menjadi lebih peka ( govoeling ) terhadap kemampuan pemimpinnya dan apabila mereka mempunyai kepercayaan terhadapnya, maka mereka akan rela untuk lebih banyak memberikan tanggung jawab dari pada biasanya, akan tetapi apabila kepercayaan mereka itu kurang, maka toleransi merekapun berkurang dari biasanya (Arifin 1998 : 119-120).

II.4.2. Proses Pembentukan Opini Publik

Gorge Carslake Thompson dalam “The Nature Of Public Opinion” (Sastropoetro, 1990:106) mengemukakan bahwa dalam suatu publik yang menghadapi issue dapat timbul berbagai kondisi yang berbeda-beda, yaitu :

1. Mereka dapat setuju terhadap fakta yang ada atau merekapun boleh tidak setuju.

2. Mereka dapat berbeda dalam pemikiran atau estimation, tetapi juga boleh tidak berbeda pandangan.

3. Perbedaan yang lain ialah bahwa mungkin mereka mempunyai sumber data yang berbeda-beda. Hal-hal yang diutarakan itu merupakan sebab timbulnya kontroversi

terhadap isu-isu tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa orang-orang yang terhadap isu-isu tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa orang-orang yang

Kemudian dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini publik, perlu diperhitungkan empat pokok, yaitu:

1. Difusi, apakah pendapat yang ditimbulkan merupakan suara terbanyak, akibat adanya kepentingan golongan.

2. Persistence,kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya isu karena disamping itu, pendapatpun perlu diperhitungkan.

3. Intensitas, ketajaman terhadap isu

4. Reasonableness, atau suatu pertimbangan yang tepat dan beralasan. Menurut R.P. Abelson (1998) unsur-unsur pembentukan opini adalah

sebagai berikut:

1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief)

2. Apa yang sebenarnya dirasakan untuk menjadi sikapnya (attitude)

3. Persepsi (perception), yaitu sebuah proses memberikan makna yang berakar dari beberapa faktor, yakni :

a. Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut seseorang/masyarakat.

b. Pengalaman masa lalu/kelompok tertentu menjadi landasan atau pendapat atau pandangan.

c. Nilai-nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat).

d. Berita-berita dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan berita-berita yang dipublikasikan itu dapat sebagai pembentuk opini masyarakat (Cutlip, 2006:262).

Dengan demikian maka proses pembentukan opini publik tersebut dapat dilihat melalui gambar berikut (Ruslan, 1999:56)

Gambar 2 Proses Pembentukan Opini Publik

Faktor

Proses

Penentu pembentukan - Latar belakang

budaya

Konsensus Opini Publik - Pengalaman masa

Persepsi

Opini

lalu - Nilai-nilai yang

dianut Affect - Berita yang

bercabang

Sikap

Behavior Cognitive

Pada bagan “proses pembentukan opini publik” menggambarkan mulai dari persepsi seorang sehingga terbentuknya suatu opini publik, yaitu berakar dari latar belakang budaya, pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang akan melahirkan suatu interpretasi atau pendirian seseorang, dan pada akhirnya akan terbentuk suatu opini publik, apakan nantinya mendukung, atau menentang atau berlawanan. Pendirian merupakan apa yang dirasakan seseorang dan timbul attitude sebagai sikap yang dapat tersembunyi dalam diri seseorang, dan dapat dalam bentuk simbol, bahasa tubuh, verbal, mimik muka, serta makna daru suatu warna yang dipakainya.

Opini seseorang itu kemudian secara akumulatif dapat berkembang menjadi suatu konsensus (kesepakatan), dan ter-kristalisasi jika masyarakat dalam Opini seseorang itu kemudian secara akumulatif dapat berkembang menjadi suatu konsensus (kesepakatan), dan ter-kristalisasi jika masyarakat dalam

II.4.3. Kekuatan Opini Publik

Telah dikemukan bahwa opini publik atau pendapat umum sebagai satu kesatuan pernyataan suatu hal yang besifat kontroversial, merupakan suatu penilaian sosial atau social judgement. Oleh karena itu, maka pada pendapat publik melekat beberapa kekuatan yang sangat diperhatikan (Eddy Yehuda, Drs.,M.S.-http://humasbdg.wordpress.com/2008/04/12/kekuatan-opini-publik/) :

1. Opini publik dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadap orang atau sekelompok orang yang terkena hukuman tersebut. Hukuman sosial menimpa seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa rendah diri, rasa tak berarti lagi di tengah masyarakat, menimbulkan frustasi sehingga putus asa, dan bahkan ada yang karena itu lalu bunuh diri atau mengundurkan diri dari jabatannya.

2. Opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma sopan santun dan asusila, baik antara yang muda dengan yang lebih tua, maupun antara yang muda dengan sesamanya.

3. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga dan bahkan bisa juga menghancurkan suatu lembaga.

4. Opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan suatu kebudayaan.

5. Opini publik dapat pula melestarikan norma sosial.

II.5. Berita

Menurut Hepwood memberikan pengertian berita sebagai laporan pertama dari kejadian yang penting sehingga dapat menarik perhatian umum. (Pereno, 2002:6) Secara umum berita adalah laporan kejadian yang baru saja terjadi dari kejadian yang penting dan disampaikan secara benar dan tidak memihak sehingga dapat menarik perhatian para pembaca berita.

Dalam berita juga terdapat jenis-jenis berita yaitu( Romli, 2003:3 ) :

1. Straight News: berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini, jenis berita Straight News dipilih lagi menjadi dua macam :

a. Hard News: yakni berita yang memiliki nilai lebih dari segi aktualitas dan kepentingan atau amat penting segera diketahui pembaca.

b. Soft News, nilai beritanya di bawah Hard News dan lebih merupakan berita pendukung.

2. Depth News: berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.

3. Investigation News: berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber.

4. Interpretative News: berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penelitian penulisnya/reporter.

5. Opinion News: berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para cendekiawan, sarjana, ahli, atau pejabat, mengenai suatu hal, peristiwa, kondisi poleksosbudhankam, dan sebagainya.

Unsur-Unsur Berita Dalam Berita Harus terdapat unsur-unsur berita yaitu : (8) What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa? (9) Who - siapa yang terlibat di dalamnya? (10)

Where - di mana terjadinya peristiwa itu? (11)

When - kapan terjadinya? (12)

Why - mengapa peristiwa itu terjadi? (13)

How - bagaimana terjadinya? (14)

What next - terus bagaimana?

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

III.1.1. Sejarah fakultas Ilmu Budaya – USU

Pendirian Fakultas Sastra diawali dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor: 190/1965 terhitung mulai tanggal 25 Agustus 1965. Pada awal berdirinya Fakultas Sastra belum mempunyai gedung sendiri dan masih menumpang di Fakultas Hukum, hanya memiliki 1 jurusan yakni jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan jumlah mahasiswa 45 orang. Kemudian pada awal tahun 1966 Fakultas Sastra memperoleh gedung sendiri yang terletak di bahagian depan Sekolah TK Dharma Wanita USU, tetapi gedung ini sangat kecil, setahun kemudian Fakultas Sastra mendapat tambahan gedung eks PU di Jalan Prof. Muhammad Yusuf, tetapi masih juga sangat minim dan tidak memenuhi syarat untuk perkuliahan karena ruangannya hanya 4, 2 ruang untuk perkuliahan dan 2 ruang untuk administrasi (http://fib.usu.ac.id/tentang-fakultas/sejarah-fakultas.html).

Tahun 1967 Fakultas Sastra dipindahkan ke Gedung Pancasila (sekarang pendopo USU), luasnya sudah memenuhi syarat tetapi ada kendala mengenai air dan lampu yang tidak memadai. Akhirnya pada tahun 1972 Fakultas Sastra memperoleh 3 unit gedung permanent yang setelah direnovasi 2 unit menjadi ruang perkuliahan, dan yang satu lagi di jadikan ruang Seminar (ruang Serba Guna), kemudian pada tahun 1986 Fakultas Sastra mendapat bantuan dari Pemda

Kotamadya Medan berupa 1 unit gedung untuk perkuliahan/praktek jurusan Etnomusikologi. Tahun 1990 Fakultas Sastra mendapat tambahan gedung dari Universitas Sumatera Utara berupa eks gedung BAAK dan Perpustakaan Pusat USU (http://fib.usu.ac.id/tentang-fakultas/sejarah-fakultas.html).

Terakhir pada tahun 2001 Fakultas Sastra mendapat tambahan gedung lagi yakni gedung eks USU Press yang setelah direnovasi direncanakan untuk ruang perkuliahan dan ruang Administrasi Program Studi D3 Pariwisata. Akhirnya pada kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pendiri dan pelopor berdirinya Fakultas Sastra USU (http://fib.usu.ac.id/tentang-fakultas/sejarah-fakultas.html) yakni:

Tabel II Daftar Pelopor Pendiri FIB-USU

1 Alm. Prof. Mahadi, S.H.

2 Dr. Septy Ruzui

3 Alm. Drs. Sabaruddin Ahmad

4 Alm. T. Mahmuddin

5 Dr. Rustam Amir Effendi, M.A.

6 Alm. Drs. Burhanuddin ch. Usman

7 Alm. Prof. A.Hamid Hasan Lubis

8 Alm. Drs. Chairuddin Rahman

9 Drs. Danil Ahmad, DPFE

10 Alm. Drs. Syahdan Manurung, DPFE

11 Drs. Abubakar

12 Alm. Drs. Tasrir Ismail Sumber: http://fib.usu.ac.id/tentang-fakultas/sejarah-fakultas.html

Dengan meningkatnya kebutuhan Sarjana Sastra dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan maka Fakultas Sastra USU selanjutnya membuka jurusan-jurusan/program studi Strata 1 (S1) dan Diploma 3 (D3) sebagai berikut:

- 1965, dibuka jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dengan jumlah mahasiswa 50 orang.

- 1968, dibuka jurusan Sejarah tetapi belum ada kegiatan karena mahasiswanya belum ada dan pada tahun 1970 barulah pertama kali menerima mahasiswa.

- 1979, dibuka jurusan Sastra Daerah:

a. Bahasa dan Sastra Melayu

b. Bahasa dan Sastra Batak - 1979, dibuka jurusan Etnomusikologi (satu-satunya yang ada di Indonesia sampai tahun 1989)

Jurusan ini banyak sekali mendapat perhatian dan bantuan terutama dari Ford Foundation Jakarta antara lain beasiswa bagi mahasiswa dan staf pengajar serta bantuan tenaga konsultan.

- 1980, dibuka Program Studi S1 Bahasa Arab, Jurusan Antropologi, dan Jurusan Ilmu Perpustakaan namun pada tahun 1983 Jurusan Ilmu Perpustakaan ditutup dan sebagai gantinya dibuka Program Studi D3 Perpustakaan. Sedangkan Jurusan Antropologi dipindahkan ke FISIP USU sesuai dengan SK Rektor USU Nomor: 163/PT05/SK/ O/86 tanggal 4 Mei 1986.

- 1980, dibuka Program Studi D3 Pariwisata, Bahasa Jepang, dan Bahasa Inggris, tetapi SK Pembentukan Program Studi ini baru terbit pada tahun 1987 sesuai dengan SK Dirjend. Dikti Depdikbud RI Nomor :

a. 23/Dikti/Kep/1987 tanggal 13 Juni 1987 untuk Program Studi D3 Bahasa Jepang.

b. 25/Dikti/Kep/1987 tanggal 13 Juni 1987 untuk Program Studi D3 Pariwisata.

c. 26/Dikti/Kep/1987 tanggal 13 Juni 1987 untuk Program Studi D3 Bahasa Inggris. - 1984, dibuka Program Studi D3 Perpustakaan - 2000, dibuka Program Studi S1 Sastra jepang sesuai dengan SK Ditjend. Dikti

Nomor: 295/Dikti/Kep/2000 untuk kelas Reguler dan Ekstensi. - 2001, dibuka Program Studi S1 Ilmu Perpustakaan untuk kelas Reguler dan Ekstensi. - 2007, dibuka Program Studi Sastra China, dengan jumlah mahasiswa 42 orang. Hal ini adalah hasil kerjasama Universitas Sumatera Utara dengan Jinan University Republik Rakyat China dimana pada tahun pertama ini Jinan University mengirimkan dua orang tenaga pengajar karena Departemen ini belum mempunyai dosen tetap. (http://fib.usu.ac.id/tentang- fakultas/sejarah-fakultas.html)

Adapun Visi, Misi, dan Tujuan yang dimiliki oleh Fakultas Ilmu Budaya –

USU adalah sebagai berikut:

Visi :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara menjadi

Institusi pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang terkemuka bertaraf nasional dan internasional dalam bidang kebudayaan berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa.

Misi: 1. Menyelenggarakan pendidikan dalam bidang ilmu budaya yang bermutu tinggi dan mampu bersaing baik secara nasional maupun

internasional.

2 . Mengembangkan penelitian dalam bidang ilmu budaya yang

mendorong kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang bermanfaat untuk kepentingan umat manusia

3. Melaksanakan pengabdian pada masyarakat berwawasan budaya untuk menyelesaikan masalah-masalah kemasyarakatan.

4. Menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan lembaga lainnya baik di dalam maupun di luar negeri dalam bidang kebudayaan untuk pengembangan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

5. Menyiapkan lulusan yang berwawasan dan berkompetensi budaya serta keberagamannya, berkarakter, beretika, inovatif, jujur,.berjiwa kepemimpinan dan peduli terhadap masalah-masalah kemasyarakatan.

Tujuan: 1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang ilmu bahasa, sastra, seni, sejarah, perpustakaan dan informasi, dan pariwisata, yang berkualitas dan berkarakter, dan menjunjung tinggi nilai-nilai akademik.

2. Menghasilkan penelitian yang inovatif di bidang ilmu budaya.

3. Menghasilkan karya pengabdian yang bermanfaat.

4. Membangun kerja sama dengan dunia usaha dan lembaga lainnya baik di dalam maupun di luar negeri dalam bidang kebudayaan untuk pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

5. Membangun pusat layanan informasi kebudayaan bertaraf nasional dan internasional.

6. Mengembangkan tata pamong fakultas yang transparan, akuntabel, dan demokrat.

7. Meningkatkan kemampuan pendanaan melalui kewirausahaan untuk mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

III.1.2. Departemen Etnomusikologi

A. Sejarah Departemen Etnomusikologi FIB - USU

Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara didirikan pada tahun 1979, dan merupakan yang pertama di Indonesia. Setelah berjalan selama enam tahun, eksistensi Departemen Etnomusikologi disahkan secara yuridis melalui Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 131/DIKTI/Kep/1984. Hingga sekarang Departemen Etnomusikologi adalah satu- satunya departemen yang mewadahi disiplin etnomusikologi yang operasionainya di bawah universitas di Indonesia. Sejak berdirinya sampai saat ini Departemen Etnomusikologi secara konsisten berusaha berbenah diri dalam melaksanakan fungsinya dan mewujudkan amanah untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta senantiasa berusaha untuk mampu memenuhi tuntutan dinamika perubahan di era globalisasi ini (http://etnomusikologi.usu.ac.id).

Di awal operasionainya Departemen Etnomusikologi dibantu oleh The Ford Foundation, melalui pengadaan tenaga pengajar yang ahli di bidang etnomusikologi yang berasal dari Amerika Serikat, Australia, dan Inggris. Sejak tahun 1985 Departemen Etnomusikologi mulai menerima staf pengajar dari alumninya sendiri, ditambah alumni dari STSI Denpasar Bali sebagai dosen tetap. Melalui bantuan USU dan instansi formal lainnya di dalam dan luar negeri, para dosen diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program S2 dan S3 di bidang etnomusikologi maupun bidang yang relevan dengan disiplin etnomusikologi ini, seperti antropologi dan pengkajian seni pertunjukan dan seni rupa. Hingga saat ini Departemen Etnomusikologi teiah memiliki 13 tenaga pengajar tetap dengan kualifikasi: S1 (5 orang), S2 (7 orang) dan S3 (1). Dari Di awal operasionainya Departemen Etnomusikologi dibantu oleh The Ford Foundation, melalui pengadaan tenaga pengajar yang ahli di bidang etnomusikologi yang berasal dari Amerika Serikat, Australia, dan Inggris. Sejak tahun 1985 Departemen Etnomusikologi mulai menerima staf pengajar dari alumninya sendiri, ditambah alumni dari STSI Denpasar Bali sebagai dosen tetap. Melalui bantuan USU dan instansi formal lainnya di dalam dan luar negeri, para dosen diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program S2 dan S3 di bidang etnomusikologi maupun bidang yang relevan dengan disiplin etnomusikologi ini, seperti antropologi dan pengkajian seni pertunjukan dan seni rupa. Hingga saat ini Departemen Etnomusikologi teiah memiliki 13 tenaga pengajar tetap dengan kualifikasi: S1 (5 orang), S2 (7 orang) dan S3 (1). Dari

Jumlah peminat Departemen Etnomusikologi tidaklah terialu besar. Dalam lima tahun terakhir jumlah peminat hanya mencapai 1040 orang, sementara jumlah calon mahasiswa yang diterima sebanyak 167 orang pada kurun waktu yang sama. Tingkat persaingan berada pada rata?rata 7,90%. Sedangkan yang mendaftar ulang untuk menjadi mahasiswa sebanyak 145 orang. Namun demikian peminat yang memasuki Departemen Etnomusikologi tidak hanya berasal dari Provinsi Sumatera Utara saja, akan tetapi dari provinsi lain; meskipun dalam persentase lebih kecil dari Provinsi Sumatera Utara. Rata?rata mahasiswa yang diterima dominan berasal dari Kotamadya dibandingkan dengan Kabupaten. Jumlah mahasiswa Departemen Etnomusikologi sampai saat ini yang masih aktif adalah berjumlah 115 orang.

Sementara itu akreditasi mutakhir yang diperoleh Departemen Etnomusikologi pada tahun penilaian 2004 adalah B (grade B) dan saat ini sedang dilakukan revisi untuk memperoleh akreditasi yang lebih baik ke depan, yaitu nilai A, dan berusaha menjadi institusi etnomusikologi yang terunggul di Indonesia, dengan ciri utama berbasis penelitian (http://etnomusikologi.usu.ac.id).

Rekrutmen dosen dilakukan oleh universitas melalui mekanisme seleksi dan administrasi yang sudah baku. Penerimaan dosen dilakukan secara terbuka dengan mengumurnkannya melalui media massa, dan informasi lainnya, seperti koran dinding universitas, dil. Sementara itu tenaga pendukung direkrut melalui Rekrutmen dosen dilakukan oleh universitas melalui mekanisme seleksi dan administrasi yang sudah baku. Penerimaan dosen dilakukan secara terbuka dengan mengumurnkannya melalui media massa, dan informasi lainnya, seperti koran dinding universitas, dil. Sementara itu tenaga pendukung direkrut melalui

Sebagai tindak lanjut dari hubungan tersebut, Departemen Etnomusikologi melakukan kerjasama dengan beberapa institusi dan para pakarnya, di antaranya adalah: Prof. Bob Brown (San Diego State Univ., USA); Prof. Alvin Lucer (Wesleyan Univ., USA); Prof. Melvin Strauss (Wesleyan Univ., USA); Prof. Judith Becker (Michigan Univ., USA); Mark Perlman (Wesleyan Univ., USA); Prof. Harja Susilo (Univ. of Hawaii, USA); Prof. Margareth Kartomi (Monash Univ., Australia); Dr. Yoshiko Okazaki (Univ. of Sacrted Heart, Japan); Larry Polansky (Frogpeak USA); Jody Diamond (Dartmouth College, USA); Prof. Anne Rassmussen (USA); Endo Suanda (MSPI); Ashley Turner (Monash Univ. Australia); Philip Yampolsky (Smithsonian Institute & Ford Foundation, USA); Dr. Suka Harjana (IKJ); Ratna Riantiarno (Teater Koma, Jakarta); Dr. Sal Murgianto (IKJ, Jakarta); Dr. Sri Hastanto (STSI Solo); Prof. Dr. I Made Bandem (STSI Den Pasar, Bali), Prof. Dr. R.M. Soedarsono (ISI, UGM Yogyakarta); Dr. Pudentia MPSS UI & Asosiasi Tradisi Lisan Nusantara, Jakarta; dan lain-lain (etnomusikologi.usu.ac.id).

B. Visi, Misi, Dan Tujuan Departemen Etnomusikologi FIB – USU

Visi: Program Studi Etnomusikologi FIB USU tahun 2020 menjadi institusi

pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang terkemuka, bertaraf nasional dan internasional dalam bidang budaya musik berdasarkan filsafat Pancasila dan nilai-nilai budaya bangsa.

Misi: 1. Menyelenggarkan pendidikan etnomusikologi yang berkualitas tinggi

dan mampu bersaing baik secara nasional maupun internasional.

2. Mengembangkan penelitian dalam bidang etnomusikologi yang mendorong kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang bermakna untuk kepentingan umat manusia.

3. Melaksanakan pengambdian pada masyarakat, berwawasan seni budaya untuk menyelesaikan masalah-masalah seni dan masyarakat.

4. Menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan lembaga lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri dalam bidang seni budaya untuk mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat

5. Menyiapkan lulusanyang berwawasan dan berkompetensi seni budaya serta keberagamannya, berkarakter, beretika, inovatif, jujur, berjiwa kepemimpinan, dan perduli terhadap masalah-masalah kemasyarakatan.

Tujuan:

1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang etnomusikologi yang berwawasan dan berkarakter, dan menjunjung tinggi nilai-nilai akademik.

2. Menghasilkan penelitian yang inovatif di bidang ilmu budaya.

3. Menghasilkan karya pengabdian yang bermanfaat bagi masyarakat.

4. Membangun kerja sama dengan dunia usaha dan lembaga lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri dalam bidang seni budaya untuk membangun pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

5. Membangun pusat layanan informasi seni budaya bertaraf nasional.

6. Mengembangkan tata pamong program studi yang transparan, akuntabel, dan demokratis.

C. Daftar Nama Pimpinan (2010-2014) dan Dosen Tetap Departemen Etnomusikologi FIB-USU

Ketua Departemen : Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

Sekretaris Departemen

: Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

Dosen-dosen

:1 . Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D.

2. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

3. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.

4. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.

5. Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si.

6. Drs. Kumalo Tarigan, M.A.

7. Drs. Fadlin, M.A.

8. Drs. Perikuten Tarigan, M.A.

9. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si.

10. Dra. Heristina Dewi, M.Pd

11. Drs. Bebas Sembiring, M.Si.

12. Arifni Netriroza, SST., M.A.

13. Drs. Irwansyah, M.A.

III.2. Metodologi Penelitian

III.2.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional.

Penelitian korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut tidak terdapat manipulasi variabel (Rakhmat,2004: 26)

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk meliahat sejauhmanakah pengaruh pemberitaan media tentang konflik antara Indonesia dan Malaysia yakni tentang pencaplokan lagu daerah “ Rasa Sayange “ terhadap opini mahasiswa Departemen Etnomusikologi FIB-USU.

III.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Etnomusikologi FIB-USU

Alamat: Jl. Universitas No. 19, Kampus Universitas Sumatera Utara, Padangbulan, Medan, 20155.

Telepon: (061)8952947

Website: www.etnomusikologi.usu.ac.id

III.3. Populasi dan Sampel

III.3.1. Populasi

Menurut Nawawi (2011:40) populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah mahasisw Departemen Etnomusikologi FIB-USU Stambuk 2008 – 2011 (http://dirmahasiswa.usu.ac.id/mahasiswa/index/fakultas/7).

Tabel 3 Populasi

Sumber: http://dirmahasiswa.usu.ac.id/mahasiswa/index/fakultas/7).

III.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagaian yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi, 2001:144). Sampe dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan area yakni mengambil mahasiswa yang masih aktif berkuliah di Departemen Etnomusikologi FIB-USU pada stambuk 2008-2011. Disebabkan populasi yang banyak dan tidak mungkin untuk diambil semua maka jumlah penentuan sampel dalam penelitian ini didasarkan kepada pendapat Suharsimi Arikunto yang mengatakan “Untuk mengetahui sekedar ancar-ancar maka apabila populasi kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitian itu merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya lebih dari 100 orang, maka dapat diambil 5 s/d 15% atau 20 s/d 25% atau lebih” (Arikunto, 1998:120)

Berdasarkan ketentuan di atas maka peneliti menetapkan sampel sebasar 20% dari jumlah populasi, maka sampel dari penelitian ini adalah berjumlah 33 orang.

Teknik Penarikan Sampel.

Teknik penarikan sampel yang dipilih adalah teknik yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Adapun teknik pengambilan sampel yang akan digunakan peneliti adalah :

1. Proportional Stratified Sampling, yaitu teknik penarikan sampel yang bertujuan untuk membuat sifat homogen dari populasi yang heterogen dikelompokan berdasarkan karakteristik tertentu sehingga setiap kelompok mempunyai anggota sampel yang relatif homogen. Sampel ini memungkinkan untuk memberi peluang kepada populasi yang lebih kecil untuk setiap dipilih sebagai sampel

Setelah jumlah sampel ditentukan, kemudian diproporsionalkan untuk memperoleh jumlah sampel dari setiap divisi dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2002:120), yaitu :

n = n 1 xn 2

Keterangan :

n 1 = Jumlah mahasiswa dalam setiap stambuk

n 2 = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

Tabel 4 Penarikan Sampel

Mahasiswa/Stambuk Populasi

Penarikan Sampel

67 n = 67 x 33 = 13,2

59 n = 59 x 33 = 11,6

2. Purposive Sampling Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan riset, sedangkan orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel (Kriyantono, 2006: 154).

Sehingga berdasar pada definisi diatas, peneliti juga memberikan beberapa kriteria yang dapat menjadikan seseorang tersebut dapat menjadi sampel sebagai berikut:

1. Mahasiswa Departemen Etnomusikologi, FIB-USU

2. Stambuk 2008-2011 dan masih aktif berkuliah di departemen tersebut.

3. Incidental Sampling, yaitu penelitian yang populasinya adalah individu- individu yang sulit dijumpai dengan alasan sibuk, tidak mau diganggu tidak bersedia menjadi responden, atau alasan lainnya (Bungin, 2005:126).

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dilakukan dengan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan membaca buku-buku, jurnal, dan internet yang sesuai dengan masalah yang dibahas.

2. Penelitian Lapangan (Field Research) Ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mensurvei di lokasi penelitian. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Kuesioner, adalah daftar pertanyaan yang dikirimkan kepada responden, baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara). Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu sejumlah pertanyaan yang telah ada jawabannya, jadi responden hanya perlu mencontreng atau memilih jawaban saja.

b. Wawancara, adalah tanya jawab lisan antar dua orang atau lebih secara langsung. Teknik ini diajukan terhadap sejumlah pihak-pihak yang terkait.

III.5. Teknik Analisis Data

Menurut Bodgan & Biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan orang lain (Singarimbun, 1995:263)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode korelasional, sehingga menggunakan analisis tabel tunggal, tavel silang, dan uji hipotesis.

a. Analisis Tabel Tunggal Adalah analisis yang dilakukan dengan membagi variabel-variabel penelitian kedalam jumlah frekuensi dan persentase setiap kategori. (Singarimbun, 1995:266)

b. Analisis Tabel Silang Adalah analisis dengan menggunakan teknik yang digunakan untuk mengetahui dan menganalisa variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel lainnya. Sehingga dapat diketahui variabel tersebut bernilai positif dan negatif. (Singarimbun, 2005:273)

c. Uji Hipotesis Adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji hubungan diantara c. Uji Hipotesis Adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji hubungan diantara

Rho = koefisien korelasi rank-order

d = Perbedaan antara pasangan jenjang ∑

= sigma atau jumlah N

= jumlah individu dalam sampel

1 = bilangan konstan

6 = bilangan konstan Sperman Rho koefisien adalah metode untuk menganalisis data dan untuk

melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal.

Untuk menguji tingkat signifikasi korelasi, jika n > 0, digunakan rumus t test pada tingkat signifikasi 0,05 sebagai berikut :

t= n–2 1-r

t = nilai t hitung

r = nilai koefisien n

= jumlah sampel jika t test >t hitung , maka hubungannya signifikan jika t test <t hitung , maka hubungannya tidak signifikan

Selanjutnya, untuk mengatur kekuatan derajat hubungan digunakan nilai koefisiesn korelasi sebagai berikut (Kriyantono, 2006 : 168-169), yaitu : ≤ 0,20

= hubungan rendah sekali; lemah sekali 0,20 – 0,39 = hubungan rendah tapi pasti 0,40 – 0,70 = hubungan yang cukup berarti 0,71 – 0,90 = hubungan yang tinggi; kuat ≥ 0,90

= hubungan yang sangat tinggi; kuat sekali; dapat diandalkan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Tabel Tunggal

IV.1.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden perlu disajikan untuk mengetahui latar belakang responden. Karakteristik yang dipakai adalah jenis kelamin, usia, suku, dan stambuk, selengkapnya data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5 Jenis Kelamin

No

Jenis Kelamin

P.1/FC.1

Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa responden laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan, yaitu jumlah responden laki-laki sebanyak 18 orang (54.5%), sedangkan responden perempuan sebanyak 15 orang (45.5). Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pada saat penyebaran kuisioner berlangsung, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Departemen

Etnomusikologi yang sesuai dengan stambuk yang menjadi kriteria penelitian ini adalah lebih banyak berjenis kelamin laki-laki bila dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan.

Tabel 6 Usia

P.2/FC.2

Bila dilihat dari karekteristik usianya seperti yang terlihat pada tabel 6 dapat terlihat ada 6 tingkatan usia yang masuk kedalam kriteria penelitian, dimana dapat dilihat dimulai dari usia 18 tahun yang berjumlah 1 orang (3.03%) kemudian diurutan kedua terdapat usia 19 tahun yang berjumlah 7 orang (21.2%), usia 20 tahun (39.4%), usia 21 tahun yang berjumlah 7 orang (21.2%), usia 22 tahun yang berjumlah 3 orang (9.09%) dan yang terakhir terdapat responden yang berusia 23 tahun yang berjumlah 2 orang (6.06%). Terlihat juga bahwa usia yang terbanyak yang menjadi responden adalah berusia 20 tahun dengan jumlah 13 orang dan memiliki persentasi 39.4%.

Tabel 7 Suku

Lain-lain (Betawi, Nias,

P.3/FC.3 Suku juga merupakan bagian yang ditetapkan dalam karakteristik

responden pada penelitian ini, terdapat beberapa suku yang terdata dalam kuisioner penelitian yang disebar, dapat dijelaskan berdasarkan tabel 6, ada 8 suku yang terdata dalam kuisioner responden yakni responden yang bersuku Aceh berjumlah 5 orang (15.2%), responden yang bersuku Batak berjumlah 14 orang (42.4%), responden yang bersuku Jawa berjumlah 4 orang (12.1%), bersuku Karo berjumlah 4 orang (12.1%), kemudian responden yang bersuku Melayu 2 orang (6.06%), selain suku yang memang telah ditetapkan oleh peneliti, juga ditetapkan terdapat kriteria suku lain yang terdata didalam penelitian dan suku-suku itu adalah Betawi, Nias, dan suku Padang, bila dihitung rata-rata jumlahnya adalah 4 orang dengan persentasi 12,1%.

Dapat dilihat di dalam tabel bahwa mahasiswa yang menjadi kriteria didalam penelitian ini, bila dilihat dari jumlah suku yang terbanyak adalah suku Batak dengan jumlah 14 orang dan dengan persentasi 42.4%.

Tabel 8 Stambuk

P.4/FC.4

Karakteristik responden yang terakhir adalah stambuk, dimana stambuk adalah tahun mulai atau tahun awal seorang melaksanakan perkuliahan, dilihat pada penjelasan tabel 8 terdapat 4 stambuk yang menjadi kriteria wajib yang ditetapkan oleh peneliti, yakni stambuk 2008, 2009, 2010, 2011. Dapat dijelaskan bahwa sebelumnya peneliti telah menghitung dan merumuskan jumlah mahasiswa disetiap stambuk yang berhak menerima dan menjawab kuisioner penelitian, prosedur yang dipakai adalah berdasarkan rumus arikunto dalam penarikan sampelnya.

Dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang berada di stambuk 2008 adalah berjumlah 3 orang (9.09%), mahasiswa yang berada di stambuk 2009 berjumlah 5 orang (15.2%), mahasiswa yang berada di stambuk 2010 berjumlah 13 orang (39.4%) dan yang terakhir yakni mahasiswa yang berada di stambuk 2011 berjumlah 12 orang (36.4%). Sehingga sesuai dengan jumlah sampel yang diharapkan yakni berjumlah 33 orang.

IV.1.2. Pemberitaan Media Massa (Televisi) Tentang Konflik Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan Malaysia.

Tabel variabel berikutnya adalah tentang pemberitaan yang ditayangkan. Peneliti dapat memaparkan penjelasannya dengan tabel-tabel berikut dengan penjelasannya, yakni sebagai berikut:

Tabel 9

Stasiun Televisi yang Paling Sering Ditonton Oleh Responden

Tidak Stasiun

Sangat

Total No

Sering

Jarang

pernah Televisi

4 Trans TV

6 Global TV

P.5/FC.6-16 Tabel 9 merupakan stasiun televisi yang paling sering di tonton oleh

responden, terdapat 11 stasiun televisi nasional yang masuk dalam daftar stasiun televisi pada penelitian ini, stasiun televisi yang paling sering ditonton oleh responden adalah Trans 7 dengan jumlah responden 12 orang (36.4%) diikuti oleh Metro TV dengan jumlah responden 10 orang (30.3%), diurutan ke tiga yakni Trans TV dengan jumlah responden 7 orang (21.2%), diikuti oleh SCTV degan jumlah responden 2 orang (6.06%), kemudian terdapat ANTV, Global TV, TV

One yang masing-massing diminati responden yang berjumlah 1 orang (3.03%), sedangkan TVRI, Indosiar, MNC TV, dan RCTI tidak memiliki jumlah responden yang menjawab sangat sering.

Sedangkan pada kriteria berikutnya, responden yang menjawab sering, televisi yang berada diperingkat pertama yakni TV One dengan 28 responden (84,85%), SCTV dengan 24 responden (72.73%), Metro TV dengan 19 responden (57.58%), diikuti oleh Trans TV dengan jumlah responden 17 orang (51.52%), Global TV sebanyak 15 orang (45.45%), Trans 7 dengan jumlah responden 13 orang (39.39%), dan diurutan berikutnya terdapat Indosiar dan MNC TV dengan jumlah responden masing-masing 11 orang (33.33%), dan TVRI tidak mendapatkan kriteria stasiun televisi sering ditonton oleh responden.

Televisi yang jarang ditonton oleh responden adalah Indosiar dengan jumlah responden 15 orang (45.5%), MNC TV dengan jumlah responden 14 orang (42.4%), 13 (39.4%) orang responden menjawab TVRI jarang ditonton, kemudian RCTI dengan jumlah responden 12 orang (36.4), Global TV dengan jumlah responden 10 orang (30.3%), ANTV dengan jumlah responden 4 orang (12.1%), SCTV dengan jumlah responden 3 orang (9.09%) , Trans TV dengan jumlah responden 2 orang (6.06%), dan diikuti oleh Metro TV dan Trans 7 yang berjumlah 1 orang (3.03%).

Televisi yang tidak pernah ditonton oleh responden yakni TVRI dengan jumlah responden 20 orang (60.6%), diikuti oleh MNC TV dengan 8 (24.2%) responden, kemudian Indosiar, Trans TV, ANTV, Global TV, RCTI, dan Trans 7, dijawab oleh 7 orang persentasi (21.2%), kemudian SCTV dan TV One dengan jumlah responden 4 orang (12.1%) dan Metro TV dengan jumlah responden 3 orang (9.09%).

Tabel 10

Stasiun Televisi yang Paling Sering Dipilih Responden Untuk

Menonton Berita

Tidak Stasiun

Sangat

Total No

Sering

Jarang

Pernah Televisi

4 Trans TV

6 Global TV

1 3,03 6 18,2 8 24,2 18 54,5 33 100 P.6/FC.17-27

11 Trans 7

Tabel 10 merupakan stasiun televisi yang paling sering dipilih oleh responden untuk menonton berita, stasiun televisi yang paling sering dipilih untuk menonton berita oleh responden adalah Metro TV dan TV One dengan jumlah responden 12 orang (36.4%) diikuti oleh SCTV dengan jumlah responden 1 orang (3.03%), diurutan ke tiga yakni Trans 7 dengan jumlah responden 1 orang (3.03%), diikuti oleh TVRI degan jumlah responden 1 orang (3.03%), kemudian terdapat Indosiar, MNC TV, Trans TV, ANTV, Global TV, RCTI yang masing- masing tidak dipilih oleh responden.

Sedangkan pada kriteria berikutnya, responden yang menjawab sering, televisi yang berada diperingkat pertama yakni TV One dengan 17 responden (51.5%), Metro TV dengan 16 responden (48.5%), TVRI dan SCTV masing- masing dengan 7 responden (21.2%), diikuti oleh Trans 7 dengan jumlah responden 6 orang (18.2%), dan Global TV dan RCTI yang tidak dipilih oleh responden.

Pada kriteria berikutnya yakni televisi yang jarang ditonton oleh responden adalah Indosiar dengan jumlah responden 10 orang (30.3%), MNC TV dengan jumlah responden 9 orang (27.3%), 8 (24.2%) orang responden menjawab RCTI, SCTV Dan Trans 7 jarang ditonton, kemudian ANTV dengan jumlah responden 6 orang (18.2%), Trans TV dan Global Tv dengan jumlah responden 5 orang (15.2%), dan Metro TV dengan jumlah responden 1 orang (3.03, kemudian responden tidak ada yang memilih TV One sebagai stasiun televisi yang jarang dalam menonton berita

Dan kriteria yang terakhir adalah stasiun televisi yang tidak pernah ditonton oleh responden berada di peringkat pertama yakni Global TV dengan jumlah responden 28 orang (84.8%), diikuti oleh ANTV dengan 26 (78.8%) responden, kemudian Trans TV, dan RCTI, yang masing-masing dijawab oleh 25 orang responden atau dengan persentasi (75.8%), kemudian MNC TV dengan jumlah responden 23 orang (69.7%) dan TVRI dan Indosiar dengan jumlah responden 21 orang (63.6%), Trans 7 dengan 18 respnden (24.2%), diikuti oleh SCTV dengan jumlah responden 17 orang (51.5%), dan terdapat TV One dan Metro TV yang masing-masing dengan jumlah responden 4 orang (12.1%).

Tabel 11

Stasiun Televisi yang Paling Sering Menyajikan Berita Menurut

Responden

Tidak Stasiun

Televisi Total

4 Trans TV

6 Global TV

P.7/FC.28-38

Tabel 11 merupakan stasiun televisi yang paling sering menyajikan berita berdasarkan opini responden, stasiun televisi yang paling sering menyajikan berita berdasarkan opini responden adalah TV One dengan jumlah responden 17 orang (51.5%), diikuti oleh Metro TV dengan jumlah responden 14 orang (42.4%).

Sedangkan pada kriteria berikutnya, responden yang menjawab sering, televisi yang berada diperingkat pertama yakni TV One dan Metro TV dengan 13 responden (39.4%), SCTV dengan 8 responden (24.2%), diikuti oleh TVRI dengan jumlah responden 7 orang (21.2%), Trans 7 dengan 3 orang responden (9.09%), Trans TV dengan jumlah responden 2 orang (6.06%), dan di posisi berikutnya ditempati oleh Indosiar dan ANTV dengan jumlah responden 1 orang (3.03%), sedangkan Global TV dan RCTI tidak dipilih oleh seorang responden pun.

Pada kriteria berikutnya yakni televisi yang jarang ditonton oleh responden adalah MNC TV dan RCTI dengan jumlah responden 9 orang (27.3%), Global TV dengan jumlah responden 8 orang (24.2%), 7 (21.2%) orang responden menjawab Indosiar, Trans TV, ANTV dan Trans 7 jarang ditonton, kemudian SCTV dengan jumlah responden 6 orang (18.2%), sedangkan di posisi yang terakhir ditempati oleh TV One dan Metro TV dengan masing-masing 1 orang responden (3.03%) yang menjawab stasiun televisi ini jarang menayangkan berita.

Dan kriteria yang terakhir adalah stasiun televisi yang tidak pernah ditonton oleh responden berada di peringkat pertama yakni Indosiar, ANTV dan Global TV dengan jumlah responden masing-masing 25 orang (75.8%), diikuti oleh MNC TV, Trans TV, dan RCTI dengan 24 (72.7%) responden, kemudian Trans7 dengan jumlah responden 23 orang (69.7%), kemudianTVRI dengan jumlah responden 22 orang (66.7%) dan SCTV dengan jumlah responden 19 orang (57.6%), Metron TV dengan 5 responden (15.2%), diikuti di posisi terakhir yakni TV One dengan jumlah responden 2 orang (6.06%)

Tabel 12

Stasiun Televisi yang Paling Sering Menayangkan Pemberitaan Konflik Antara Indonesia dan Malaysia

Tidak Stasiun

Pernah Total Televisi

Sering

F % F % F % 1 TVRI

4 Trans TV

6 Global TV

P.8/FC.39-49 Berdasarkan tabel 12 yang merupakan stasiun televisi yang paling sering menayangkan pemberitaan konflik antara Indonesia dan Malaysia berdasarkan opini responden, adalah sebagai berikut Metro TV dengan jumlah responden 6 orang (18.2%) diikuti oleh TV One dengan jumlah responden 5 orang (15.2%), kemudian Trans 7 dengan jumlah responden 1 orang (3.03%), sedangkan stasiun televisi yang lainnya tidak dipilih oleh responden.

Sedangkan pada kriteria berikutnya, responden yang menjawab sering, televisi yang berada diperingkat pertama yakni Metro TV dengan 18 responden (54.5%), TV One dengan 17 responden (51.5%), diikuti oleh TVRI dan SCTV dengan jumlah responden 1 orang (3.03%) dan sedangkan stasiun televisi yang lainnya tidak dipilih oleh responden.

Pada kriteria berikutnya yakni televisi yang jarang ditonton oleh responden adalah SCTV dengan jumlah responden 10 orang (30.3%), TVRI dengan jumlah responden 5 orang (15.2%), dan 3 orang responden menjawab ANTV, 4 (12.1%) orang responden menjawab TV One dan Metro TV jarang ditonton, kemudian Indosiar, MNC TV, Trans TV, Global TV, RCTI dan Trans 7 dengan jumlah responden 2 orang (6.06%).

Dan kriteria yang terakhir adalah stasiun televisi yang tidak pernah ditonton oleh responden berada di peringkat pertama yakni Indosiar, MNC TV, Trans TV, Global TV, RCTI dengan jumlah responden masing-masing 31 orang (93.9%), diikuti oleh ANTV dan Trans 7 dengan 30 (90.9%) responden, kemudian TVRI dengan jumlah responden 27 orang (81.8%), kemudian SCTV dengan jumlah responden 22 orang (66.7%) dan TV One dengan jumlah responden 7 orang (21.2%), dan di posisi terakhir terdapat Metron TV dengan 5 responden (15.2%).

Tabel 13

Pernah Atau Tidak Pernahkah Responden Melihat Pemberitaan Konflik Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan Oleh

Malaysia

No

Pernah/Tidakpernah

1 Pernah

33 100

2 Tidak Pernah

Total

33 0

P.9/FC.50 Berdasarkan tabel 13 dipaparkan penjelasan bahwa 33 (100%) responden

menyatakan pernah melihat pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia, hal ini menandakan bahwa seluruh responden pernah melihat pemberitaan tersebut.

Tabel 14

Tingkat Keseringan Stasiun Televisi yang Dipilih Oleh Responden Dalam Menayangkan Pemberitaan Konflik Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan Oleh Malaysia

Total No

Sering

Jarang

Pernah Televisi

4 Trans TV

5 ANTV

6 Global TV

P.10/FC.51-61 Berdasarkan tabel 15 dapat dijelaskan bahwa tingkat keseringan stasiun

televisi yang dipilih oleh responden dalam menayangkan pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia adalah sebagai berikut, pada kategori sangat sering yang dipilih oleh responden adalah stasiun televisi Metro TV dan TVRI yang masing-masing dengan 2 (6.06%) responden, dan selanjutnya TV One yakni dengan 1 (3.03%) responden, sedangkan stasiun televisi lain yang terdapat didalam tabel tidak dipilih oleh responden dalam kriteria ini.

Sedangkan pada kriteria berikutnya yakni stasiun televisi mana yang sering menayangkan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia adalah TV One dengan 7 (18%) orang responden, dan yang terakhir adalah stasiun televisi SCTV dengan 2 (6.1%) orang responden, dan tentunya stasiun televisi lain tidak dipilih oleh responden.

Pada kriteria televisi yang jarang menayangkan pemberitaan menayangkan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia terdapat stasiun televisi SCTV dan TV One dengan masing-masing 4 (12.1%) responden yang memilih, kemudian terdapat Metro TV dan TVRI dengan masing- masing 3 (9.09%) orang responden, sedangkan Trans 7 hanya dipilih oleh 1 (3.03%) orang responden.

Dan pada kriteria terakhir yakni stasiun televisi yang tidak pernah menayangkan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia, dimana Trans 7 dengan 32 (97%) orang responden, TVRI 28 (84.8%), SCTV 27 (81.8%) orang responden, Metro TV 22 (66.7%) orang responden, dan yang terakhir adalah TV One dengan 21 (63.6%) responden.

Pada penjelasan tabel ini dapat ditarik kesimpulan bahwa metro TV yang dipilih sebagai stasiun televisi yang paling sering menayangkan pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia. dan TVRI sebagai stasiun televisi yang paling banyak dipilih dalam kategori tidak pernah menayangkan pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia. Hal tersebut tentunya diambil berdasarkan tabel

14, dimana berdasarkan stasiun televisi dimana stasiun tersebut pernah menayangkan pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia dan pemberitaannya dilihat oleh responden.

Tabel 15

Tingkat Kejelasan Isi Berita yang Disampaikan

Sangat

Tidak

Total No

Jenis Media

4 Trans TV

5 ANTV

6 Global TV

P.11/FC.62-72 Penjelasan pada tabel 16 yakni tingkat kejelasan isi berita yang

disampaikan oleh stasiun televisi yang dipilih responden, pada kriteria sangat jelas adalah sebagai berikut dimana sebanyak 6 (18.2%) responden memilih Metro TV, TV One dengan responden 4 (12.1%), dan TVRI dan SCTV dengan responden 1 (3.03%) orang. Pada kriteria selanjutnya yakni kriteria responden yang merasa jelas terdapat sebanyak 9 (27%) orang responden memilih TV One, kemudian Metro TV dengan 7 (21%) orang responden, SCTV 5 (15%) responden, TVRI dengan 2 (6.1%) responden, dan diposisi terakhir yakni Trans 7 dipilih oleh 1 (3%) responden.

Dan pada kriteria yang terakhir atau responden yang memilih tidak jelas dapat dipaparkan bahwa sebanyak 32 (97%) orang responden memilih Trans 7, selanjutnya terdapat TVRI dengan 30 (90.9%) orang responden, SCTV dengan responden 27 (81.8%) orang, dan diposisi terakhir adalah TV One dan Metro TV dengan responden masing-masing 20 (60.6%) orang.

Tabel 16

Tingkat Kemenarikan Isi Berita yang Disampaikan Menurut Responden Jenis

Total No

Menarik

Menarik menarik Televisi

4 Trans TV

5 ANTV

6 Global TV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P.12/FC.73-83 Penjelasan pada tabel 17 yakni tingkat kemenarikan isi berita yang

disampaikan oleh stasiun televisi yang dipilih responden, pada kriteria sangat menarik adalah sebagai berikut dimana sebanyak 6 (18.2%) responden memilih Metro TV, TV One dengan responden 4 (12.1%), dan TVRI dan SCTV dengan responden 1 (3.03%) orang. Pada kriteria selanjutnya yakni kriteria responden yang merasa berita yang disampaikan menarik terdapat sebanyak 8 (24.24%) orang responden memilih TV One, kemudian Metro TV dengan 6 (18.18%) orang responden, SCTV 5 (15.15%) responden, TVRI dengan 1 (3.03%) responden, dan diposisi terakhir yakni Trans 7 dipilih oleh 1 (3.03%) responden. Sebaliknya pada kriteria selanjutnya yakni kurang menarik, responden tidak ada yang memilih satu responden pun. Namun pada kriteria yang terakhir atau responden yang memilih tidak menarik dapat dipaparkan bahwa sebanyak 32 (97%) orang responden memilih Trans 7, selanjutnya terdapat TVRI dengan 30 (90.9%) orang responden, SCTV dengan responden 27 (81.8%) orang, dan diposisi terakhir adalah TV One dan Metro TV dengan responden masing-masing 21 (63.6%) orang.

Tabel 17

Tingkat Kepahaman Responden Terhadap Berita yang Disampaikan Jenis

Total No

Paham

Paham Televisi

4 Trans TV

5 ANTV

6 Global TV

P.13/FC.84-94 Penjelasan berikutnya yakni pada tabel 18 merupakan tingkat kepahaman

responden terhadap isi berita yang disampaikan oleh stasiun televisi yang dipilih responden, pada kriteria sangat paham dapat dijelaskan sebagai berikut dimana sebanyak 3 (9.09%) responden memilih Metro TV, TV One dengan responden 2 (6.06%), dan TVRI dan SCTV dengan responden 1 (3.03%) orang.

Pada kriteria selanjutnya yakni kriteria responden yang merasa paham dengan berita yang disampaikan terdapat sebanyak 10 (30.3%) orang responden memilih Metro TV, kemudian SCTV dengan 4 (12.12%) orang responden, TV One dan TVRI dengan masing-masing 2 (6.06%) responden, dan diposisi terakhir yakni Trans 7 dipilih oleh 1 (3.03%) responden.

Terdapat juga pada kriteria berikutnya, responden yang merasa kurang paham terdapat pada stasiun televisi SCTV dan Metro TV dengan masing-masing

1 (3.03%) orang responden.

Namun pada kriteria yang terakhir atau responden yang memilih tidak menarik dapat dipaparkan bahwa sebanyak 30 (90.9%) orang responden memilih TVRI, selanjutnya terdapat Trans 7 dengan 32 (97%) orang responden, SCTV dengan responden 27 (81.8%) orang, selanjutnya yakni TV One sebanyak 23 (69.7%), dan diposisi terakhir terdapat Metro TV dengan jumlah responden 19 (57.6%).

IV.1.3. Opini Mahasiswa Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya-USU.

Tabel 18

Tingkat Kepercayaan Responden terhadap Berita yang Disampaikan Jenis

Total No

Percaya

Percaya Percaya Televisi

4 Trans TV

5 ANTV

6 Global TV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 6,9 0 0 0 0 31 93,1 33 100 P.14/FC.95-105

11 Trans 7

Yang menjadi variabel (Y) dalam penelitian ini adalah opini mahasiswa Departemen Etnomusikologi Fakultas Imu Budaya-USU, terhadap pemberitaan media televisi tentang konflik pencaplokan lagu daerah rasa sayange yang dilakukan oleh Malaysia, pada tabel 19 yakni merupakan tabel tingkat kepercayaan responden terhadap berita yang di sampaikan oleh media televisi yang dipilih oleh responden, dapat dijabarkan penjelasan sebagai berikut. Pada kriteria pertama yakni responden yang sangat percaya kepada stasiun televisi yang menyampaikan berita terdapat pada stasiun televisi TV One dengan 4 (12.1%) orang responden, kemudian terdapat stasiun televisi TVRI, dan Metro TV dengan

2 (6.06%) orang responden, berikutnya Trans 7 dengan 2 (6.9%) orang responden, dan di posisi terakhir terdapat SCTV dengan 1 (3.03%) orang responden.

Pada kriteria selanjutnya yakni kriteria responden yang merasa percaya dengan berita yang disampaikan terdapat sebanyak 9 (27.3%) orang responden memilih Metro TV, kemudian TV One dengan 8 (24.2%) orang responden, SCTV dengan 5 (15.2%) responden, dan diposisi terakhir yakni TVRI dipilih oleh

1 (3.03%) responden.

Terdapat juga pada kriteria berikutnya, responden yang merasa kurang percaya terdapat hanya pada stasiun televisi Metro TV dengan 1 (3.03%) orang responden.

Pada kriteria yang terakhir atau responden yang memilih percaya dapat dipaparkan bahwa sebanyak 30 (90.9%) orang responden memilih TVRI, selanjutnya terdapat Trans 7 dengan 31 (93.1%) orang responden, SCTV dengan responden 27 (81.8%) orang, selanjutnya yakni TV One dan Metro TV yang masing-masing dengan 21 (63.6%) orang responden.

Tabel 19

Perasaan Responden Ketika Melihat Pemberitaan Konflik Pencaplokan Lagu Daera Rasa Sayange yang Dilakukan oleh Malaysia

P.15/FC.106

Pada tabel 20 peneliti menyebutnya sebagai tabel perasaan, hal ini dikarenakan pada tabel ini berisi perasaan seluruh responden ketika melihat atau menonton tayangan pemberitaan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia. Dapat di jelaskan berdasarkan tabel di atas bahwa responden yang merasa marah ketika melihat pemberitaan tersebut terdapat 23 (69.7%) responden, kemudian responden yang merasa sedih ketika melihat pemberitaan tersebut terdapat 5 (15.2%) responden, dan merasa khawatir yakni memiliki jumlah responden yang sama dengan responden yang merasa sedih, yakni 5 (15.2%), dan tidak ada responden yang merasa kegirangan dengan adanya pemberitaan ini.

Berdasarkan analisis tabel 20 dapat ditarik kesimpulan bahwa 69.7 % responden atau hampir seluruhnya merasa marah dengan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia, ketika peristiwa tersebut di liput dan diberitakan oleh media televisi.

Tabel 20

Tindakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan oleh

Malaysia Menurut Responden

No

Jenis Tindakan

3 Dialog Diplomatis

P.16/FC.107 Pada tabel 21 ini peneliti sengaja memberikan beberapa pilihan tindakan

yang dapat diambil oleh pemerintah Repiblik Indonesia dalam menangani kasus konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange. Dan apabila beberapa tidakan tersebut dapat dipilih yang terbaik menurut responden, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, tindakan dialog diplomatis dipilih sebanyak 22 (66.7%) responden, tindakan mediasi dipilih oleh 6 (18.2%) responden, dan tidakan yang terakhir yakni perang, dimana tidakan ini dipilih oleh 5 (15.2%) responden.

Dapat diketahui berdasarkan penjelasan di atas, bahwa responden lebih banyak memilih tindakan dialog diplomatis dengan 66.7% responden, sebagai langakah yang terbaik dalam pemerintah menangani kasus konflik ini. Hal ini ditandai dengan hampir seluruhnya responden memilih tindakan dialog diplomatis, sedangkan untuk mediasi dan perang memiliki responden yang hampir sama namun hanya berbanding 1 responden atau den dengan persentasi selisih hanya 3%.

Tabel 21

Ada atau Tidak kah Tindakan yang Dilakukan oleh Pemerintah dalam Menangani Kasus Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan

oleh Malaysia Menurut responden

No

Ada/Tidak Ada

1 Ada

2 Tidak Ada

P.17/FC.108

Pada tabel 22 merupakan tabel dimana responden mengungkapkan opininya mengenai ada atau tidak kah tindakan yang selama ini diambil atau dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia.

Berdasarkan tabel diatas dapat dianaliasis sebagai berikut, bahwa sebanyak 19 (57.6%) responden menjawab bahwa pemerintah melakukan tindakan sebagai penanganan kasus yang dihadapi, dan sebanyak 14 (42.4%) responden menjawab pemerintah sama sekali tidak melakukan tindakan apapun dalam menangani kasus pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange dan objek kebudayaan lainnya yang dilakukan oleh Malaysia.

Tabel 22

Tingkat Ketegasan Pemerintah Indonesia dalam Merespon, Menghadapi, atau Menangani Kasus Konflik Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange

yang Dilakukan oleh Malaysia Menurut Responden

No

Tingkat Ketegasan

1 Sangat Tegas

2 Tegas

3 Kurang Tegas

4 Tidak Tegas

P.18/FC.109

Tabel 23 merupakan cerminan tingkat ketegasan pemerintah dalam merespon, menghadapi, atau menangani kasus pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia, yang tentunya hal ini adalah menurut atau berdasarkan opini responden.

Berdasarkan tabel diatas, responden menjawab sangat tegas hanya 1 (3.03%) responden, sedangkan yang menjawab tegas tidak dijawab oleh satu orang pun responden, kemudian sebanyak 13 (39.4%) responden menjawab pemerintah kurang tegas, dan yang terakhir yang menjawab bahwa pemerintah tidak tegas dalam merespon, mengahdapi, dan menangani kasus pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange sebanyak 19 (57.6%) responden.

Hal ini menunjukan kesimpulan bahwa dengan mayoritas responden menjawab bahwa pemerintah tidak tegas dalam merespon, menghadapi, dan menangani kasus pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia, hal ini dengan dapat terlihatnya indikator responden yang menjawab tidak tegas, dengan nilai persentasi 57.6%.

Tabel 23

Asal Penyebab Terciptanya Konflik Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan oleh Malaysia Menurut Responden

No

Asal Konflik

1 Pemerintah Indonesia

2 Pemerintah Malaysia

3 Tidak Mengetahui

P.19/FC.110

Pada tabel 24 ini merupakan tabel indikator dimana peneliti mencoba mengetahui darimanakah sebenarnya asal konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange, oleh sebab itu berdasarkan pemikiran peneliti timbulah 2 pilihan permasalahan asal konflik tersebut terjadi. Dimana asal penyebab yang pertama, yakni berasal dari pemerintah Indonesia sendiri, diantaranya, pemerintah yang seakan-akan kurang peduli dengan aset budaya bangsa, dengan tidak memberikan label hak paten terhadap budaya tersebut, jadi dengan mudah bangsa lain mencaplok atau merebut dan mengakui kebudayaan seperti halnya lagu daerah Rasa Sayange seperti yang dilakukan Malaysia. Dari faktor kedua yakni berasal dari pemerintah Malaysia yang dengan sengaja atau tidak sengaja mencaplok, merebut, dan mengakui salah satu aset budaya Indonesia yakni lagu daerah Rasa Sayange sebagai lagu bangasa Malaysia, hal ini tentunya memicu konflik antara Indonesia dan Malaysia.

Berdasarkan opsi asal penyebab terciptanya konflik yang terdapat di tabel diatas, dapat dianalisa bahwa responden yang menjawab konflik justru berasal dari pemerintah Indonsesia sendiri yang tidak memelihara aset budaya bangsa berjumlah 21 (63.6%) responden, dan sebanyak 8 (24.2%) responden menjawab Berdasarkan opsi asal penyebab terciptanya konflik yang terdapat di tabel diatas, dapat dianalisa bahwa responden yang menjawab konflik justru berasal dari pemerintah Indonsesia sendiri yang tidak memelihara aset budaya bangsa berjumlah 21 (63.6%) responden, dan sebanyak 8 (24.2%) responden menjawab

Berdasarkan analisa tabel diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa asal mula terjadinya konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia yakni berasal dari pemerintah Indonesia yang seakan-akan tidak peduli dengan aset-aset kebudayaan bangsa, hal ini tentunya dikutip berdasarkan opini responden dengan jumlah persentasi terbanyak yakni mencapai 63.6%.

Tabel 24

Pihak yang Patut Disalahkan Atas Terjadinya Pencaplokan Lagu Daerah Rasa Sayange yang Dilakukan oleh Malaysia Menurut Responden

No

Pihak Yang Disalahkan

1 Pihak Pemerintah Indonesia

2 Pihak Pemerintah Malaysia

3 Tidak Mengetahui

P.20/FC.111

Berawal dari pertanyaan yang dirangkum menjadi tabel 24, kini muncul pertanyaan yang disusun dalam tabel 25, dimana pernyataan dalam tabel 25 adalah pihak manakah yang patut disalahkan atas terjadinya pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia yang tentunya hasilnya berdasarkan opini responden.

Di dalam tabel diatas terdapat juga dua opsi yakni, pihak pemerintah Indonesia yang seakan tidak peduli oleh aset kebudayaan bangsa sendiri dengan tidak melindungi aset kebudayaan tersebut. Dan juga pihak pemerintah Malaysia yang semena-mena telah melakukan pencaplokan, perebutan, dan pengakuan objek budaya Indonesia dalam hal ini lagu daerah Rasa Sayange.

Berdasarkan opsi pada tabel tersebut, didapat jawaban-jawaban responden, yakni sebagai berikut, bahwa sebanyak 21 (63.6%) responden menjawab pemerinta Indonesia lah yang patut disalahkan akan terjadinya konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange, dan sebanyak 8 (24.2%) responden menjawab justru pemerintah Malaysia lah yang patut disalahkan atas terjadinya pencaplokan lagu Rasa Sayange, sedangkan sisanya sebanyak 4 (12.1%) responden menjawab tidak mengetahui.

Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa, dengan raihan nilai 63.6% maka pemerintah Indonesia lah yang patut disalahkan atas terjadinya konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia berdasarkan opini responden.

Tabel 25

Dapat Berakhir atau Tidak Dapat Berakhirkah Konflik Antara Indonesia dan Malaysia Di Masa yang Akan Datang Menurut Responden

No

Pendapat

1 Dapat berakhir

2 Tidak dapat berakhir

P.21/FC.112

Pada tabel 26 yang juga merupakan tabel terkahir dalam analisis tabel tunggal pada penelitian ini, peneliti menanyakan kepada responden apakah konflik antara Indonesia dan Malaysia dapat berakhir dimasa yang akan datang? Didalam pertanyaan terakhir dalam kuisioner ini peneliti memasukan dua opsi yakni dapat berakhir dan tidak dapat berakhir.

Berdasarkan tabel 26 dan berdasarkan jawaban yang telah di akumulasikan, bahwa sebanyak 22 (66.7%) responden menjawab bahwa konflik antara Indonesia dan Malaysia dapat berakhir dimasa yang akan datang, dan sebanyak 11 (33.3%) responden menjawab konflik antara Indonesia dan Malaysia tidak dapat berakhir.

Jadi berdasarkan analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas responden menjawab bahwa konflik antara Indonesia dengan Malaysia dapat berakhir dimasa depan, hal ini didasarkan pada jumlah persentasi sebanyak 66.7% responden.

IV.2. Analisis Tabel Silang

Kumpulan data yang akan disajikan dan dianalisa dalam tabel silang adalah sebagai berikuit:

Tabel 26

Hubungan Tingkat Kepahaman Responden Penelitian Dengan Perasaan

Responden

Perasaan Responden Total

Marah Tingkat

Khawatir

Sedih

Sangat Paham

responden terhadap penyajian berita

Kurang Paham

Metro TV

Tidak Paham

Total 5 5 23 33

P.13/FC.84-94 dan P.15/FC.106

Pada tabel 28 ini peneliti mencoba mengkaitkan hubungan antara varianel

X dan varibel Y, dimana variabel X adalah tingkat kepahaman responden terhadap berita yang disampaikan, dan variabel Y adalah opini responden mengenai perasaan responden ketika melihat pemberitaan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh mahasiswa.

Di dalam tabel silang tersebut dapat dilihat bahwa responden yang merasa tidak memahami pemberitaan yang disampaikan oleh stasiun televisi Metro TV merasa marah dengan angka yang signifikan hingga mencapai 15 orang, dan merasa sedih sebanyakn 3 orang dan khawatir 1 orang. Sedangkan responden yang kurang paham hanya 1 orang yang merasa khawatir. Responden berikutnya yang paham dengan pemberitaan yang disampaikan, terdiri dari 7 orang yang merasa marah dan 3 orang yang merasa khawatir akan adanya pemberitaan itu, sedangkan responden yang sangat paham dengan pemberitaan yang disampaikan terdapat 1 orang yang merasa marah dan 2 orang yang merasa sedih.

Tabel 27

Hubungan Antara Stambuk Responden Penelitian Dengan Opini Responden Mengenai Pihak Mana Yang Patut Disalahkan Terkait Konflik Pencaplokan

Lagu Daerah Rasa Sayange Yang Dilakukan Oleh Malaysia

Pihak Yang Patut Disalahkan Pemerintah

P.4/FC.4 dan P.20/FC.111

Tabel 29 merupakan tabel silang dari hubungan antara stambuk responden penelitian (Z) dengan opini responden mengenai pihak mana yang patut disalahkan terkait konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia (X).

Didalam tabel diatas dapat dijelaskan bahwa hasil dari persilangan kedua variabel diatas adalah menunjukan bahwa hampir seluruh responden atau 22 responden yang berasal dari seluruh stambuk yang menjadi kriteria penelitian beropini bahwa pemerintah Indonesia lah yang patut disalahkan dengan adanya peristiwa konflik pencaplokan lagu Daerah rasa Sayange ini, hal ini dikarenakan pemerintah yang tidak atau terlambat melindungi aset-aset kebudayaan bangsa yang begitu berharga. Sedangkan responden yang menjawab bahwa pemerintah Malaysia lah yang bersalah hanya terdiri dari 7 responden, dan responden yang memilih opsi tidak tahu adalah terdiri dari 4 orang.

Tabel 28

Tingkat kredibilitas Stasiun Televisi dan Ada atau Tidakkah Tindakan yang Dilakukan Pemerintah Indonesia

Apakah ada Total tindakan yang

dilakukan pemerintah

Indonesia Tidak ada Ada

Bagaimana

Tidak percaya

kredibilitas berita TV One

Sangat percaya

Total

P.14/FC.95-105 dan P.17/FC.108

Tabel silang pada tabel 28 dapat dilihat dan dijelaskan bahwa peneliti memilih stasiun TV One sebagai variabel stasiun TV yang dipakai untuk disilangkan dengan variabel tindakan pemerintah Indonsia, hal ini dikarenakan stasiun televisi TV One adalah stasiun yang memiliki responden dengan tingkat kredibilitas terbanyak diantara stasiun televisi yang dipilih.

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pada responden yang tidak percaya dengan pemberitaan menjawab 14 responden mengatakan bahwa pemerinta ada melakukan tindakan dan 7 orang mengatakan tidak ada. Kemudian responden yang percaya dengan pemberitaan tersebut, sebanyak 4 orang responden menyatakan percaya dan 4 orang menyatakan tidak percaya, kemudian yang terakhir, yakni responden yang sangat percaya pada pemberitaan tersebut sebanyak 1 orang menyatakan bahwa pemerintah ada melakukan tindakan dan 3 orang menyatakan bahwa pemerintah tidak melakukan tindakan apapun dalam mengatasi kasus pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange.

IV.3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesa adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Sebelum melakukan uji hipotesa, terlebih dahulu menguji tingkat hubungan antara kedua variabel yang dikorelasikan, dengan menggunakan rumus koefisien oleh Spearman yaitu :

Rho = 1 2 6 ∑d

2 – 1) N (N

Dengan menggunakan analisa Spearman melalui aplikasi SPSS 13.0, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 29 Hasil Uji Hipotesis

Correlations Pemberitaan

Media Massa (Televisi) Tentang Konflik Pencaplokan Lagu Daerah

Rasa Sayange yang Dilakukan Opini Malaysia. Mahasiswa

Spearman's rho Pemberitaan Media Correlation Coefficient

Massa (Televisi) Tentang 1,000 -,101

Konflik Pencaplokan Lagu Sig. (2-tailed)

Daerah Rasa Sayange . ,577

yang Dilakukan Malaysia. N 33 33

Opini Mahasiswa Correlation Coefficient -,101 1,000 Sig. (2-tailed) ,577 . N 33 33

SPSS Series 13.0

Hubungan dinyatakan signifikan bila mencapai nilai 95% - 100%. Berdasarkan tabel nilai diperoleh dengan r s -0.10 signifikansi dengan angka 0.577 (57.7%) sehingga nilai signifikansinya 100% - 57.7% = 42.3% yakni dibawah 95% maka Ho diterima. Sehingga tidak terdapat pengaruh hubungan pemberitaan pada media televisi terhadap opini mahasiswa.

Bila dilihat berdasarkan tingkat signifikansi dari hasil uji korelasi Spearman terdapat hasil 0.577, dimana dapat dijelaskan bahwa tidak terdapatnya pengaruh hubungan antara pemberitaan televisi mengenai pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia (X) dengan opini mahasiswa Departemen Etnomusikologi, FIB-USU (Y).

Sedangkan untuk peramalan indeks korelasi yang menentukan besar hubungan variabel X (pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia) terhadap variabel Y (opini mahasiwa Departemen Etnomusikologi FIB-USU), digunakan rumus :

Kp = (rs)² x 100% Kp = (-0,101)² x 100% Kp = 0.010 x 100% Kp = 1.02 %.

Maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan pengaruh variabel X terhadap variabel Y dalam penelitian ini adalah sebesar 1.02% dan terdapat 98.98% faktor – faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

IV.4. Pembahasan

Pemberitaan pada dasarnya merupakan suatu penyampaian informasi mengenai peristiwa-peristiwa atau kejadian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dimana berita tersebut disampaikan melalui berbagai media yang diciptakan, seperti media televisi, radio, hingga media cetak. Khusus pada penelitian ini peneliti mengangkat pemberitaan pada media televisi.

Televisi sebagai suatu media yang sangat pesat perkembangannya dari zaman ke zaman, hal ini ditandai dengan begitu banyaknya masyarakat yang kini memiliki media ini di setiap rumah, gabungan antara audio dan visual merupakan kelebihan yang dimiliki oleh media ini, sehingga audiens tidak hanya menghayal bagaimana bentuk gambarnya, namun juga dapat langsung melihat bentuk informasi yang disampaikan.

Dan khusus pada penelitian ini, peneliti mengangkat pemberitaan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange pada media televisi, yang tentunya kita semua sudah mengenal peristiwa yang dilakukan oleh negeri tetangga yakni Malaysia sempat membuat heboh tanah air, dan tidak hanya lagu daerah Rasa Sayange yang menjadi objek pemberitaan, namun bentuk-bentuk kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh Indonesia juga dijadikan objek pencaplokan oleh Malaysia. Tentunya dari berbagai pemberitaan yang disampaikan di tanah air dapat memicu arus opini publik.

Banyak yang berpendapat dan beropini mengenai pemberitaan itu, baik itu berpendapat langsung maupun tidak langsung, hingga memicu emosional bangsa Indonesia sendiri, itulah dampak yang dihasilkan oleh media televisi yang melakukan pemberitaan peristiwa tersebut.

Mahasiswa yang merupakan masyarakat intelektual juga tidak ketinggalan dalam menyampaikan opini, dan tentunya dengan berbagai analisa yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Pada penelitian mengenai pemberitaan ini peneliti mengadakan penelitian di Departemen Etnomusikologi, FIB-USU dengan responden ialah mahasiswa-mahasiswi yang berasal dari departemen tersebut dan stambuk 2008-2011.

Dari hasi penelitian dapat dirangkum bahwa seluruh mahasiswa Departemen Etnomusikologi, FIB-USU pernah melihat pemberitaan tersebut dan memilih stasiun televisi TVRI, SCTV, TV One, Metro TV dan Trans 7 untuk menonton pemberitaan mengenai pencaplokan lagu daera Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia. Bila dilihat dari tingkat keseringan responden lebih memilih TV One dan Metro TV sebagai stasiun televisi yang paling sering dilihat untuk menonton pemberitaan tersebut. Kemudian stasiun televisi Metro TV sebagai stasiun televisi yang paling banyak dipilih responden dalam hal memahami isi berita yang disampaikan. Dari segi opini responden berdasarkan analisa tabel tunggal responden lebih memilih TV One dalam mempercayai isi berita yang disampaikan dan marah adalah perasaan yang banyak dialami oleh responden ketika melihat pemberitaan tersebut. Adapun cara yang dapat diambil oleh pemerintah bila cara ini diajukan, responden lebih banyak memilih dialog diplomatis sebagai cara untuk mengatasi konflik permasalahaan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia tersebut. Adapun bila ditanya mengenai ada atau tidak kah pemerintah mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersesebut responden beropini bahwa pemerintah Indonesia ada melakukan penanganan dalam masalah konflik tersebut. Namun bila pertanyaan mengenai tingkat ketegasan pemerintah, maka opini responden terbanyak adalah Dari hasi penelitian dapat dirangkum bahwa seluruh mahasiswa Departemen Etnomusikologi, FIB-USU pernah melihat pemberitaan tersebut dan memilih stasiun televisi TVRI, SCTV, TV One, Metro TV dan Trans 7 untuk menonton pemberitaan mengenai pencaplokan lagu daera Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia. Bila dilihat dari tingkat keseringan responden lebih memilih TV One dan Metro TV sebagai stasiun televisi yang paling sering dilihat untuk menonton pemberitaan tersebut. Kemudian stasiun televisi Metro TV sebagai stasiun televisi yang paling banyak dipilih responden dalam hal memahami isi berita yang disampaikan. Dari segi opini responden berdasarkan analisa tabel tunggal responden lebih memilih TV One dalam mempercayai isi berita yang disampaikan dan marah adalah perasaan yang banyak dialami oleh responden ketika melihat pemberitaan tersebut. Adapun cara yang dapat diambil oleh pemerintah bila cara ini diajukan, responden lebih banyak memilih dialog diplomatis sebagai cara untuk mengatasi konflik permasalahaan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia tersebut. Adapun bila ditanya mengenai ada atau tidak kah pemerintah mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersesebut responden beropini bahwa pemerintah Indonesia ada melakukan penanganan dalam masalah konflik tersebut. Namun bila pertanyaan mengenai tingkat ketegasan pemerintah, maka opini responden terbanyak adalah

Berdasarkan hasil uji hipotesis tingkat signifikansi dari penelitian ini adalah 0.57 dan korelasi koefisien yakni -1.01 yang berarti tingkat hubungannya tidak ada dan sangat lemah sekali, ini menandakan bahwa hubungan antara kedua variabel tidak ada, dan setelah peneliti mengkaji ulang beberapa kali terhadap hasil penelitian ini, peneliti memperoleh jawaban yang sangat mencengangkan, berdasarkan hasil analisis tabel silang antara tingkat kepahaman dalam memahami berita yang disampaikan dengan perasaan yang dialami oleh responden, justru menunjukan responden yang tidak paham lah yang merasa marah dengan pemberitaan tersebut, dan justru responden yang paham malah hanya merasa sedih dengan adanya pemberitaan tersebut, dan peneliti kembali kembali menyilangkan antara stambuk responden dengan pihak mana yang patut disalahkan atas terjadinya konflik tersebut, responden justru lebih banyak menyalahkan pihak pemerintah Indonesia. Setelah peneliti menganalisa kenapa responden yang merasa sangat paham dengan pemberitaan justru tidak marah, hal ini dikarenakan responden telah banyak memperoleh informasi mengenai isu konflik pencaplokan lagu daerah tersebut yang tentunya diperoleh dari berbagai sumber misalkan tidak hanya berasal dari sumber televisi saja, responden juga Berdasarkan hasil uji hipotesis tingkat signifikansi dari penelitian ini adalah 0.57 dan korelasi koefisien yakni -1.01 yang berarti tingkat hubungannya tidak ada dan sangat lemah sekali, ini menandakan bahwa hubungan antara kedua variabel tidak ada, dan setelah peneliti mengkaji ulang beberapa kali terhadap hasil penelitian ini, peneliti memperoleh jawaban yang sangat mencengangkan, berdasarkan hasil analisis tabel silang antara tingkat kepahaman dalam memahami berita yang disampaikan dengan perasaan yang dialami oleh responden, justru menunjukan responden yang tidak paham lah yang merasa marah dengan pemberitaan tersebut, dan justru responden yang paham malah hanya merasa sedih dengan adanya pemberitaan tersebut, dan peneliti kembali kembali menyilangkan antara stambuk responden dengan pihak mana yang patut disalahkan atas terjadinya konflik tersebut, responden justru lebih banyak menyalahkan pihak pemerintah Indonesia. Setelah peneliti menganalisa kenapa responden yang merasa sangat paham dengan pemberitaan justru tidak marah, hal ini dikarenakan responden telah banyak memperoleh informasi mengenai isu konflik pencaplokan lagu daerah tersebut yang tentunya diperoleh dari berbagai sumber misalkan tidak hanya berasal dari sumber televisi saja, responden juga

Dan juga terkait dengan opini responden yang banyak menyatakan bahwa pemerintah Indonesia lah yang patut disalahkan atas terjadinya pencaplokan aset budaya bangsa tersebut, dikarenakan bahwa responden sangat memahami betul duduk perkara yang terjadi, misalnya saja mereka beropini bahwa pemerintah Indonesia yang sengaja atau tidak sengaja tidak melakukan tindakan pelindungan terhadap aset kebudayaan bangsa, yang memiliki sikap yang tidak tegas terhadap kelestarian aset budaya tersebut.

Disinilah kelemahan agenda setting yang ada pada media, media khususnya pada media televisi sendiri yang berusaha membentuk konstruktivitas kerangka berfikir responden dan ingin membentuk pola opini pada responden tersebut namun media tidak berhasil, hal tersebut dikarenakan responden yang menjadi khalayak telah berfikir cerdas dan memahami betul duduk permasalahan yang terjadi terkait dengan pemberitaan tersebut. Inilah yang menyebabkan media gagal dalam membentuk pola kerangka berfikir yang dengan harapan juga dapat membentuk opini responden atau khalayak. Sehingga bila dikaitkan dengan hasil penghitungan pada tabel SPSS hasil yang didapat adalah -1.01.

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang dituntut dan telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. 100% responden menyatakan pernah melihat pemberitaan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia, hal ini menandakan bahwa seluruh responden pernah melihat pemberitaan tersebut.

2. Metro TV adalah stasiun televisi yang paling banyak dipilih oleh responden untuk menonton pemberitaan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia.

3. TV One adalah stasiun televisi yang paling dipercaya, baik isi, proses, dan penyampaian beritanya oleh kebanyakan responden dalam memberitakan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia.

4. Hampir secara keseluruhan atau sekitar 69.7% responden merasa marah dengan terjadinya peristiwa pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia yang diberitakan dan dilihat melalui media televisi dan memilih jalan keluar dengan cara dialog diplomatis sebagai cara terbanyak yang dipilih oleh responden untuk menyelesaikan konflik tersebut.

5. 57.6% responden beropini bahwa pemerintah Indonesia tidak tegas dalam menyikapi dan menangani permasalahan konflik pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange dan pencaplokan objek-objek kebudayaan lainnya yang dilakukan oleh Malaysia tersebut.

6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan dan terdapat signifikansi yang sangat lemah diantara pemberitaan media televisi mengenai pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange terhadap opini mahasiswa Departemen Etnomusikologi, FIB-USU. Hal ini dikarenakan bahwa berdasarkan hasil analisis tabel silang diperoleh jawaban bahwa justru mahasiswa yang tidak paham dengan pemberitaan dan kenyataan yang ada malah merasa marah dengan peristiwa tersebut, dan hal sebaliknya yang sangat mencengangkan bahwa mahasiswa yang sangat paham dengan pemberitaan tersebut hanya merasa sedih atas peristiwa tersebut.

7. Berdasarkan pertimbangan dan analisis yang dilakukan oleh peneliti dapat diperoleh mengapa variabel dalam penelitian ini tingkat signifikansinya sangat lemah, dikarenakan mahasiswa yang merasa paham dan mengerti tentang pemberitaan dan bahkan dengan kenyataan yang ada, tidak merasa marah dengan pemberitaan tersebut, karena mahasiswa menilai bahwa justru permasalahannya terletak kondisi internal di negara Indonesia, yang pemerintahnya seakan-akan tidak sadar betapa pentingnya aset kebudayaan bangsa yang harus dijaga hingga kejadian seperti pencaplokan yang dilakukan oleh Malaysia tidak dapat terjadi. Itulah mengapa responden/atau mahasiswa tidak merasa marah namun hanya merasa miris atau bersedih dengan adanya peristiwa tersebut.

V.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah peneliti peroleh selama melakukan penelitian, maka peneliti mengajukan sejumlah saran sebagai berikut:

1. Bagi pihak pemerintah Indonesia khususnya pada kementrian terkait, agar kiranya dapat lebih menjaga aset kebudayaan negara Indonesia dan bukan hanya menjaganya namun melakukan suatu tindakan yang nyata misalnya mem-patenkan hak pada objek kebudayaan Indonesia. Dan lebih bersikap tegas dalam menghadapi, menanggulangi, dan menangani kasus-kasus seperti pencaplokan objek-objek kebudayan bangsa.

2. Bagi mahasiswa Departemen Etnomusikologi agar kiranya sebagai mahasiswa yang merupakan calon masyarakat intelek bangsa yang juga generasi muda bangsa Indonesia yang pintar, agar kiranya lebih responsif terhadap pristiwa yang ada, apa lagi yang menyangkut dengan permasalahan kepentingan bangsa.

3. Serta lebih memahami, mengerti dan memilah dengan pemberitaan yang ada, hal ini dikarenakan bahwa penonton yang pintar adalah penonton bijak dalam mengkonsumsi pemberitaan media.