Sejarah Privatisasi Air Jakarta
4.1 Sejarah Privatisasi Air Jakarta
Sejarah penyediaan air bersih di Jakarta dimulai semenjak tahun 1985. Awalnya, tugas penyediaan air bersih diurus oleh Departemen Pekerjaan Umum
48 Brainslav L. Slantchev, Introduction to International Relations Lecture 4: Bargaining and Dynamic Commitment (California: Departement of Political Science, 2005), hal 3. Melalui
http://slantchev.ucsd.edu/courses/ps12/04-bargaining-dynamic-commitment.pdf (diakses 20 Juli 2014)
49 Ibid
Pemerintah Provinsi Jakarta. Kemudian pada tahun 1977, PDAM Jakarta di dirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah No.3 tahun 1997 50 . Nama
PDAM Jakarta kemudian dirubah menjadi PAM Jaya dengan harapan kinerja perusahaan air dapat lebih baik. Pemerintah terus melakukan perbaikan pada PAM Jaya, demi meningkatkan penyediaan dan kualitas air di Jakarta.
Banyaknya jumlah penduduk karena arus urbanisasi yang semakin meningkat, membuat air bersih menjadi problem yang harus dihadapi penduduk
Jakarta 51 . Berbagai masalah terkait pemenuhan ketersediaan air bersih mulai bermunculan. Seperti hilangnya akses air bersih terhadap sebagian masyarakat,
fasilitas infrastruktur yang tidak memadai, kendala keuangan, adanya eksploitasi air tanah oleh bisnis komersial maupun industri, dan lain-lain. Berbagai permasalahan air bersih yang muncul membuktikan bahwa PAM Jaya sebagai satu-satunya unit yang menangani persediaan air bersih tidak mampu mengatasai permasalahan air bersih tersebut. Sejauh ini, PAM Jaya hanya mampu melayani sekitar 42 persen populasi yang meliputi 340.000 sambungan rumah. Sedangkan sisanya sekitar 58 persen dari sekitar 8 juta warga Jakarta masih menggunakan air
tanah sebagai sumber dari penggunaan air bersih 52 . Hal ini tentunya menunjukkan kinerja PAM Jaya yang masih belum bisa untuk memenuhi kebutuhan air bersih
penduduk Jakarta.
50 Hamong Santono, Current Situation of Jakarta Water Privatization, (Jakarta:KruHa Koalisi Rakyat Untuk Hak atas Air, 2011), hal 1
52 Ibid Dr. Jing-Sen Chang & Dr Kusbiantoro, Jakarta Water Supply: How to Implement a Sustainable
Process?, (Indonesia: Jakarta) hal 23. Melalui https://www.pecc.org/resources/1227-jakarta-water- supply-how-to- implement-a-sustainable-process-1?path= (diakses 24 Juli 2014)
Menurut Pemerintah Indonesia, permasalahan air bersih ini dapat mengganggu upaya peningkatan pendapatan per-kapita rakyat 53 sebagaimana
tercantum dalam rencana pengembangan ekonomi pembangunan jangka panjang. Hal tersebut kemudian mendorong pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan yang melibatkan sektor swasta dalam menyediakan air bersih, agar permasalahan air bersih tersebut dapat terselesaikan.
Privatisasi air bersih yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jakarta juga dipengaruhi oleh prinsip-prinsip yang dikeluarkan oleh Lembaga Internasional world bank. Pada tahun 1990, world bank mengeluarkan konsep yang menjadikan
air sebagai barang ekonomi 54 . Di Indonesia sendiri, world bank mengeluarkan Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework (IWSPF) yang berisi
beberapa poin terkait himbauan privatisasi di sektor air. Menurut Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework (IWSPF), untuk mencapai keberhasilan
di sektor air harus ada pemisahan antara pemilik dan pengelola air 55 . Sektor swasta dianggap memiliki kapasitas infrastruktur yang memadai, teknologi yang
canggih, dan pengalaman yang lebih baik dalam menghadapi problematika air bersih. Lahirnya prinsip-prinsip tersebut akhirnya semakin mendorong Pemerintah Jakarta untuk melaksanakan privatisasi pada sektor air bersih.
54 Hamong Santono, Op. Cit, hal 1
Heni kurniasih, Water Not For All: The Consequance of Water Privatisation In Jakarta, Indonesia (Melbourne:Australia,2008) hal 5. Melalui http://artsonline.monash.edu.au/mai/files/2012/07/henikurniasih.pdf (diakses 20 Juli 2014) 55
Alain Locussol, Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework (Indonesia discussion paper series: no.10,1997). Melalui http://documents.worldbank.org/curated/en/1997/10/10946540/indonesia-urban-water-supply- sector-policy-framework (diakses 8 Februari 2014)
Upaya untuk melibatkan sektor swasta dalam penyediaan air bersih di Jakarta sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1992. Tetapi, kerangka hukum yang mengatur adanya partisipasi swasta di sektor air belum memadai. Peraturan perundang-undangan terkait air bersih yang ada pada saat itu hanyalah UU penanaman modal asing dalam pasal 6 Undang-Undang PMA No 1/1967. Peraturan perundang-undangan tersebut mengatur bahwa kegiatan ekonomi yang sifatnya melibatkan hajat hidup banyak orang tidak diperkenankan dikelola
dengan modal lain termasuk modal asing 56 . Kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam
Perusahaan yang didirikan melalui penanaman modal asing 57
Sedangkan di Jakarta sendiri, terdapat 3 perusahaan swasta yang awalnya tertarik untuk bekerja sama dengan PAM Jaya dalam rangka project privatisasi air
bersih 58 . Tetapi upaya tersebut gagal karena tidak ada kesepakatan yang dapat dicapai antara Pemerintah Provinsi Jakarta dengan ketiga perusahaan tersebut.
Kegagalan kesepakatan terjadi karena tidak adanya kecocokan kompensasi yang di berikan pemerintah kepada sektor swasta terkait penjualan volume air dan
masalah kenaikan tarif air 59 . Selanjutnya, pada tahun 1995 pemerintah Jakarta sepakat untuk membagi wilayah Jakarta menjadi dua dengan menggunakan
Sungai Ciliwung sebagai garis pemisah. Satu wilayah di sisi Barat sungai Ciliwung dan satu wilayah lainnya ada di sisi timur sungai Ciliwung.
56 Sejarah Keterlibatan Swasta dalam Penyediaan Layanan Air Bersih di Indonesia, http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/11/109/Privatisasi_Air/Sejarah_Keterlibatan_Swasta_
dalam_Peyediaan_Layanan_Air_Bersih_di_Indonesia.html (diakses 21 Juli 2014) 57 Ibid
58 Hamong Santono, Op.Cit, hal 1 59 Ibid
Selanjutnya, dua perusahaan asing swasta dipilih sebagai mitra dalam privatisasi tanpa melakukan proses tender. Konsorsium yang ditunjuk adalah Thames Water Overseas asal Inggris untuk wilayah Jakarta bagian timur dan Suez Environment asal Perancis untuk wilayah bagian barat. PAM Jaya dan masing- masing konsorsium menandatangani Memorandum of Understanding (MOU)
pada tanggal 6 Oktober 1995 60 . MOU tersebut mengharuskan dua perusahaan swasta untuk mengadakan studi kelayakan yang harus diselesaikan dalam waktu 4
bulan sejak tanggal MOU diresmikan. Kesepakatan akhir kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 6 Juni 1997.
Gambar 1: Pembagian Wilayah Perusahaan Air di Jakarta 61
Sumber: Heni Kurniasih, Water Not For All: The Consequences of Water Privatisastion
in Jakarta, Indonesia, h.5
61 Hamong Santono,Loc. Cit, hal 2 Heni Kurniasih, Op.Cit hal 5
Gambar diatas menunjukkan bahwa Palyja memegang wilayah di zona 1, zona 4, dan zona 5. Sedangkan TPJ memegang wilayah di zona 2, zona 3, dan zona 6. Penjelasan mengenai zona yang dikelola oleh dua perusahaan swasta tersebut adalah sebagai berikut:
Zona 1
: Zona wilayah I terdiri dari dari daerah Gajah Mada, Gambir, Slipi, Bendungan Hilir, Taman Sari, Pekojan, Pluit, Tebet,
62 Jelambar, Setiabudi, Palmerah, dan Gelora Senayan . Dilayani oleh instalasi pengelolaan air pejompongan I (2.0001/dt) dan
Pejompongan II (3.600 l/dt).
Zona 2
: Zona wilayah II terdiri dari daerah Kramat, Menteng,
63 Cempaka Putih, Pulo Gadung, Penggilingan, dan Jatinegara . Instalasi yang digunakan adalah Instalasi Pengelolaan Air Pulo
Gadung (4.000 1/dt).
Zona 3 : Zona wilayah III terdiri dari daerah Kemayoran, Kebun Bawang, Cilincing, Tanjung Priok, Tugu, Kelapa Gading, Sunter, dan Semper. Dengan Instalasi Pengelolaan Air Buaran II
64 (3.000 l/dt) .
Zona 4 & 5 : Zona wilayah IV & V terdiri dari daerah Kapuk Muara, Kedawung, Kali Angke, Kebon Jeruk, Sukabumi Udik/Ilir,
62 Asri Fitrianti, Analisa Kinerja Privatisasi Pada PD PAM JAYA (Bandung:Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2009) hal 56. Melalui
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11235/H09afi1.pdf,jsessionid=AE91F3AE 805AF725C64ADA811E60DD5C?sequence=2 (diakses 14 Mei 2014)
63 Ibid 64 Ibid
65 Kebayoran Lama, Melawai, Mampang Prapratan, Grogol Selatan . Dengan Pusat Distribusi terletak di wilayah Lebak Bulus dan
Kebon Jeruk, dimana airnya berasal dari Instalasi Cisadane milik PDAM Tanggerang yang berkapasitas 3.000 l/dt dan disalurkan ke
66 Jakarta sebesar 2.800 l/dt .
Zona 6 : Zona wilayah VI terdiri dari daerah Klender, Cipinang, Pondok Bambu, Duren Sawit, Malaka Sari, Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, Kebon Pala, Halim Perdana Kusuma, Cipinang Melayu, Cililitan, dan Condet. Dengan Instalasi
67 pengelolaan Air Buaran I (2.000 l/dt) .