Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba

bersaing dengan pemberi waralaba atau penerima waralaba lainnya, juga tidak diperkenankan menggunakan sistem atau metode pemberi waralaba. Jika dalam pembuatan perjanjian waralaba para pihak dalam perjanjian waralaba membuat perjanjian dengan memperhatikan hal-hal yang dikemukakan oleh Martin Mendelson dan PP Waralaba di atas, maka sudah ada kejelasan dan ketegasan bagi penerima waralaba sehingga antara pemberi dan penerima waralaba tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba

Kewajiban dari pihak Franchisor adalah menyerahkan lisensi kepada franchise. Sedangkan yang menjadi haknya adalah sebagai berikut: 54 a. Logo merek dagang trade mark, nama dagang trade name dan nama baikreputasi goodwill yang terkait dengan merek atau nama tersebut. b. Formatpola usaha, yaitu suatu sistem usaha yang terekam dalam bentuk buku pegangan manual, yang sebagian isinya dalam rahasia usaha. c. Dalam kasus tertentu berupa rumus, resep, desain dan program khusus. d. Hak cipta atas sebagian dari hal diatas bisa dalam bentuk tertulis dan terlindungi dalam Undang-Undang Hak Cipta. Hak frenchisee adalah menerima lisensi, sedangkan kewajibannya adalah membayar royalty kepada franchisor dan menjaga kualitas barang dan jasa yang di franchisee. Beberapa isi perjanjian kewajiban franchisor dan franchisee, yaitu: 55 1. Kewajiban Franchisor 54 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm 17 55 Martin Mendelsohn, Op.Cit, hlm 51 Universitas Sumatera Utara Secara umum dalam perjanjian franchise kewajiban dari pihak franchisor kepada pihak franchisee hanyalah berupa penyediaan atau pemberian hak kepada franchisee untuk menggunakan merek dagang, identitas perusahaan, atau memasarkan dan menjual produk atau jasa untuk jangka waktu dan tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam perjanjian franchise. Namun secara khusus pihak franchisor memiliki kewajiban lain yaitu: a. Melakukan pembinaan terhadap usaha franchise yang dijalankan meliputi operasional, manajemen dan keuangan. b. Memberikan pedoman operasi usaha franchise yang dijalankan dan disepakati oleh para pihak. 2. Kewajiban Franchisee Secara umum dalam perjanjian franchise kewajiban pihak franchisee kepada pihak franchisor ada dua yaitu: a. Membayar fee atau royalty kepada franchisor atas penggunaan nama merek dagang atau identitas usaha milik franchisor yang bersangkutan sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati dalam perjanjian sebelumnya. b. Menjaga kualitas dan nama baik brand image franchisor, selain kedua kewajiban pokok tersebut pihak franchisee masih memiliki kewajiban-kewajiban lain yang termuat dalam klausula kontrak perjanjian, misalnya: melakukan laporan atas hasil usaha, mengikuti standar operasi dan spesifikasi yang telah ditentukan franchisor. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

WARALABA APABILA TERJADI SENGKETA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 A. Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba yang saat ini menjadi dasar hukum bagi usaha waralaba di Indonesia tidak memberikan pengertian perjanjian waralaba. Maka untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian waralaba akan dilakukan dengan memberikan pengertian yang dimaksud dengan perjanjian kemudian menjelaskan apa yang dimaksud dengan waralaba. Perjanjian menurut rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh karena itu, sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih satu orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan ini memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib memberikan prestasi dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak menerima prestasi tersebut dan masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih. Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu perjanjian cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan nama pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian, pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan Universitas Sumatera Utara