Pertanggungjawaban Pidana PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

PELAKU ILLEGAL LOGGING

A. Pertanggungjawaban Pidana

Membicarakan pertanggungjawaban pidana tidak bisa terlepas dari perbuatan pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban tanpa terlebih dahulu ia melakukan tindak pidana. 102 Dalam hukum pidana harus ada syarat untuk menimbulkan pertanggungjawaban pidanya, yaitu harus ada kesalahan dan ada subjek yang dapat dipertanggungjawabkan. Aturan hukum mengenai tindak pidana berfungsi sebagai pembeda antara perbuatan yang terlarang dalam hukum pidana dan perbuatan-perbuatan lain di luar kategori tersebut. Sedangkan aturan hukum mengenai pertanggungjawaban pidana berfungsi sebagai penentu syarat-syarat yang harus ada pada diri seseorang sehingga sah jika dijatuhi pidana. Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, harus terbuka kemungkinan bagi pembuat untuk menjelaskan mengapa dia berbuat demikian. Pertanggungjawaban pidana haruslah dapat dihubungkan dengan fungsi preventif hukum pidana. Pada konsep tersebut harus terbuka kemungkinan untuk sedini mungkin pembuat menyadari sepenuhnya tentang konsekuensi hukum dari perbuatannya dan hal ini berkenaan dengan mekanisme yang menentukan dapat tidaknya si pembuat dipidana. 102 S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cetakan IV Jakarta: Alumni Ahaem-Peteheam, 1996, Hal. 245 Universitas Sumatera Utara Agar seseorang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 tiga unsur 103 yaitu: 1. adanya kemampuan bertanggungjawab, 2. mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan, 3. tidak adanya alasan penghapus kesalahan alasan pemaaf. Negara civil law maupun common law, umumnya pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif. Dimana undang-undang merumuskan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan pembuat tidak dipertanggungjawabkan. 104 Dengan demikian yang diatur adalah keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan pembuat tidak dipidana strafuitsluitingsgronden, yang untuk sebagian adalah alasan penghapus kesalahan. Sedangkan dalam praktik peradilan di negara-negara common law, diterima berbagai alasan umum pembelaan general defense ataupun alasan umum peniadaan pertanggungjawaban general excusing of liability. Perumusan pertanggungjawaban pidana secara negatif dapat dilihat dari ketentuan Pasal 44 angka 1 KUHP 105 yang merumuskan hal-hal yang dapat mengecualikan pembuat dari pengenaan pidana. Sedikit berbeda dengan Rancangan KUHP yang akan menggunakan pendekatan campuran dalam pertanggungjawaban pidana. Sebagian hal berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif seperti Pasal 38, 39, 40, 41, 42, dan 43. Sementara ada bahagian yang dirumuskan secara positif seperti 103 Tongat, Dasar-dasar Pidana Indonesia Dalam Persfektif Pembaharuan, Malang: UMM Press, 2009, Hal. 225 104 Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1983, Hal. 260 105 Pasal 44 angka 1 KUHP menyatakan : “Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum.” Universitas Sumatera Utara Pasal 35, 36, 44, dan 45 Rancangan KUHP. Pertanggungjawaban pidana yang dirumuskan secara positif itu ditentukannya keadaan-keadaan tertentu yang justru harus ada pada diri seseorang atau korporasi, untuk dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. 106 Adanya pertanggungjawaban pidana juga diminta apabila tidak ada alasan penghapus pidana. Artinya agar seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana, sehingga karenanya dapat dipidana, maka salah satu syaratnya adalah tidak adanya alasan penghapus kesalahan. 107 Moeljatno menarik kesimpulan tentang adanya kemampuan bertanggungjawab 108 , yaitu: 1. harus adanya kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum; 2. harus adanya kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruk perbuatannya tadi.

B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Illegal Logging

Dokumen yang terkait

Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

13 221 146

Implementasi Hukum Pidana Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Pembalakan Liar (Illegal Logging) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlin

0 18 106

KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

1 1 11

PENDAHULUAN KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

0 1 15

PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DI PENGADILAN NEGERI REMBANG.

0 1 64

PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN | AFANDI | Legal Opinion 6225 20586 1 PB

0 0 15

APBI-ICMA Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan uu no 41 th 1999

0 0 27

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

0 0 5

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR DI KABUPATEN BANGKA SKRIPSI

0 0 15

PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DI PENGADILAN NEGERI REMBANG

0 0 41