MODEL PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN WAY KANAN (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Negeri Agung)

(1)

Negeri Agung)

(TESIS)

Oleh: KETUT ARTIKE

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUG


(2)

Pencatatan jumlah penduduk Provinsi Lampung mengalami perbedaan antara Badan pusa statistik (BPS) dengan pemerintah Provinsi Lampung. Pada BPS tercatat jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 7.608.405 jiwa, sedangkan pemerintah Provinsi Lampung melalui Biro Tata Pemerintahan Umum (Tapum) jumlah penduduk Provinsi Lampung tahun 2010 sebanyak 8.763.476 jiwa. Perbadaan jumlah penduduk yang sangat besar mencapai selisih 1.155.071 jiwa menunjukkan data kependudukan di Provinsi Lampung tidak akurat. Keakuratan data kependudukan akan bisa diperoleh apabila pencatatan jumlah penduduk berawal dari pemerintahan yang paling bawah yaitu Desa, dimana dalam pemberian pelayanan pemerintahan desa langsung bersentuhan dengan masyarakat. Tesis ini meneliti “Model Pelayanan Adminitrasi Kependudukan di Kabupaten Way Kanan (Studi pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pelayanan administrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode eksploratif dengan pendekat induktif. penelitian eskploratif merupankan penelitian yang bertujuan untuk menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Wawancara, Dokumentasi serta Observasi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pelayanan administrasi kependudukan di Kecamatan Negeri Agung masih dalam pola tradisional yaitu pelayanan yang diberikan lebih bersifat kekeluargaan kepada masyarakat desa terutama pelayanan administrasi kependudukan. Walaupun pelayan masih bersifat tradisional masih terdapat beberapa oknum yang mempunyai kepentingan lain, penyebabnya adalah pola managemen dalam pelayanan administrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung belum dilakukan secara transparan. Perjalanan kedepannya akan terjadi transisi/pergeseran pelayanan administrasi kependudukan dari pola pelayanan tradisional ke pola pelayanan modern melalui administrasi kependudukan yang berbasis elektronik.


(3)

Recording the number of people in Lampung province come through the difference between Statistical Cent Agency (BPS) with the government of the province of Lampung. At BPS recorded a population in 2010 as of 7,608,405 persons, while the Lampung provincial government through the Bureau of Public Governance (Tapum) Lampung provincial population in 2010 as 8,763,476 people. Each distinction in a very large population reached 1,155,071 souls difference shows demographic data in Lampung Province inaccurate. The accuracy of population data would be obtained if the record number of people came from the government under the village, where the village government in the provision of services directly in contact with the public. This thesis examines "Administrative Services Model Residential in The Way Kanan District (Studies in villages in the Negeri Agung Sub-District )".

This research aims to ascertain the model of administrative services towards rural population in the Negeri Agung Sub-District .The method used by the researcher is explorative method with an inductive approach. Explorative research is a study aimed to explore extensively on the causes or matters that affect the occurrence of something. Data collection techniques used in this study is the researcher interviews, documentation and observation.

The conclusion of this research is a model of administrative services in the Negeri Agung Sub-District population is still in the traditional patterns of service provided to the community more family-oriented, primarily administrative services the rural of population. Although it is still a traditional services there are some personality who have a prominence in others, the cause was a pattern in the management of administrative services in the rural population in the Negeri Agung Sub-District has not done in a transparent manner. For future there will be a transition / friction administrative service population of the traditional service patterns to the patterns of modern services through electronic-based population administration.


(4)

DAFTAR TABEL... I DAFTAR GAMBAR... I BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Kegunaan Penelitian... 11

1. Kegunaan Teoritis... 12

2. Kegunaan Praktis... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemerintahan Desa... 13

B. Model ... 19

C. Kinerja ... 20

1. Kinerja Sumber Daya Aparatur... 24

2. Faktor Internal Organisasi... 29

2.1 Mekanisme Hubungan Kerja dalam Organisasi... 29

2.2 Sumber Daya Manusia ... 29

2.3 Sarana dan Prasarana... 30

3. Faktor Eksternal Organisasi... 31

D. Pelayanan Publik... 32

E. Good Governance... 39

F. Kerangka Pikir... 41

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 43

B. Fokus Penelitian... 46

C. Sumber Data... 47

D. Lokasi dan Jadwal Penelitian... 48

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Peneliti... 49

F. Keabsahan Data... 51

G. Teknik Pengolahan Data... 52


(5)

a. Tupoksi Unsur Dinas Kependudukan

Dan Catatan Sipil Bidang Kependudukan... 58

b. Seksi Administrasi Kependudukan... 59

c. Seksi Registrasi Penduduk... 60

C. Badan Pemberdayaan dan Pemerintahan Kampung... 61

a. Bidang Pemerintahan Kampung dan Kelurahan... 62

b. Sub Bidang Pemerintahan dan Aparatur... 63

c. Sub Bidang Pengembangan Kekayaan Kampung... 64

D. Keadaan Sekdes di Kecamatan Negeri Agung... 65

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 67

1. Model pelayanan Administrasi Kependudukan... 67

a. Proses Pembutan Administrasi Kependudukan... 67

b. Waktu yang Dibutuhkan untuk Pengurusan Administrasi Kependudukan... 72

c. Biaya Pelayanan Administrasi Kependudukan... 74

d. Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Sekdes... 76

e. Lokasi dan peralatan Pemberian Pelayanan... 82

2. Factor Penghambat Pelayanan Administrasi Kependudukan... 86

B. Pembahasan... 88

1. Model pelayanan Administrasi Kependudukan... 88

a. Proses Pembutan Administrasi Kependudukan... 88

b. Waktu yang Dibutuhkan untuk Pengurusan Administrasi Kependudukan... 91

c. Biaya Pelayanan Administrasi Kependudukan... 92

d. Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Sekdes... 94

e. Lokasi dan peralatan Pemberian Pelayanan... 97

2. Factor Penghambat Pelayanan Administrasi Kependudukan... 99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 101

B. Saran... 103

Daftar Pustaka. ... 106 LAMPIRAN

Ijin Penelitian Hasil Wawancara


(6)

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang sistem pemerintahannya di bagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota. Sejak awal terbentuknya desa telah memiliki otonomi karena keberadaan desa telah ada sebelum Indonesia merdeka. Desa memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengelola sumber sumber daya yang ada untuk kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Selain itu desa juga mampu memahami aspirasi masyarakat, karena posisi desa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat suatu desa. Selain itu masyarakat juga berinteraksi langsung dengan aparat pemerintahan desa, karena dalam kehidupan sehari-hari aparat pemerintahan desa berada dan bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Kebijakan Otonomi Daerah, telah mendorong daerah untuk berlomba-lomba untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya melalui peningkatan pajak dan retribusi daerah. Upaya ini berdampak kepada semakin beratnya beban yang dihadapi masyarakat desa. Fokus pemerintah daerah lebih cenderung kepada peningkatan pendapatan daerah, sementara Pelayanan yang diberikan kepada


(7)

masyarakat desa sangat rendah dan kurang mendapat perhatian, terutama pada pelayanan administrasi desa.

Bentuk pelayanan administrasi yang diberikan oleh pemerintahan desa nantinya akan menjadi sumber data yang akurat, dimana data tersebut dikumpulkan dari pemerintahan yang paling kecil. Data kependudukan sangat penting dikarenakan, pengguna data dalam hal ini pembuat kebijakan yang meliputi kebijakan mengenai pendidikan, kesehatan dan masih banyak lagi bentuk kebijakan yang sangat memerlukan data kependudukan yang akurat.

Kabupaten Way Kanan terdiri dari 14 kecamatan, Peneliti membatasi wilayah pada Kecamatan Negeri Agung, yang terdiri dari 18 desa, yaitu:

1. Desa Bandar Dalam 2. Desa Bandar Kasih

3. Desa Gedong/Gedung Jaya 4. Desa Gedung Harapan 5. Desa Gedung Menong 6. Desa Kali Papan 7. Desa Karya Agung 8. Desa Kota Baru

9. Desa Kotabumi Way Kanan

10. Desa Mulyo/Mulya Sari 11. Desa Negeri Agung 12. Desa Penengahan 13. Desa Pulau Batu 14. Desa Rejosasi 15. Desa Sumber Rejeki 16. Desa Sungsang 17. Desa Tanjung Rejo 18. Desa Way Limau


(8)

Kualitas Pelayanan pada tingkat desa perlu terus diperbaiki mengingat posisi desa yang sangat strategis sebagai terdepan dalam melaksanakan pemerintahan yang baik. Desa sebagai unit pelayanan terendah harus disiapkan sebaik-baiknya, baik sarana, dan prasarana, lebih-lebih SDMnya (Ndraha, 2003:128). Penyiapan aparat pemerintahan desa dapat ditingkatkan, sehingga masyarakat atau SKS (Struktur sosial) dapat lebih diberdayakan (Ndraha, 2003:128).

Salah satu aparat pemerintah desa adalah sekretaris desa, Pelayanan yang diberikan oleh sekretaris desa adalah lebih bersifat administrasi. Mengingat pentingnya pelayanan sekretaris desa, maka pemerintah pusat mengambil kebijakan untuk mengangkat Sekdes menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang persyaratan dan tata cara pengangkatan sekretaris desa menjadi PNS. Pelaksanaan kebijakan ini diharapkan sekretaris desa dapat melakukan tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran aktif sekretaris desa sangat diharapkan oleh pemerintah diatasnya terutama pada pelayanan dan pemuktahiran data administrasi desa.

Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan beberapa kaur yang menangani urusan masing-masing. sekretaris desa adalah perangkat desa yang bertugas membantu kepala desa dalam bidang tertib administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam penjelasan pasal 6 Permendagri Nomor 50 tahun 2007 dijelaskan bahwa sekretaris desa melaksanakan tugas membantu kepala desa dalam perumusan perencanaan pembangunan desa, penerbitan


(9)

administrasi keuangan, administrasi perkantoran, perumusan peraturan desa, dan pelayanan kepada masyarakat.

Administrasi desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa pada buku administrasi desa.

Administrasi desa terdiri dari:

1. Administrasi umum; 2. Administrasi Penduduk; 3. Administrasi Keuangan; 4. Administrasi Pembangunan; 5. Administrasi BPD ;

6. Administrasi Lainnya.

Administrasi penduduk adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penduduk dan mutasi penduduk pada buku administrasi penduduk. Buku administrasi penduduk terdiri dari:

a. Buku data induk penduduk desa; b. Buku data mutasi penduduk desa;

c. Buku data rekapitulasi jumlah penduduk akhir bulan; dan d. Buku data penduduk sementara.

Pelaksanaan Permendagri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Desa akan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat karena pelayanan admistrasi


(10)

desa ini langsung bersentuhan kepada masyarakat. Pencatatan data penduduk, baik dalam pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) selain itu pencatatan penduduk juga dilakukan pada seseorang yang tinggal sementara atau menetap pada suatu desa. Pencatatan kelahiran dan kematian juga dilakukan untuk pemutakhiran data dan setiap akhir bulan dibuat buku rekapitulasi jumlah penduduk. Keakuratan data pada suatu desa sangat berguna bagi pemerintah di atasnya, karena dalam penyusunan dan pelaksanaan program yang tepat akan didukung oleh data yang akurat.

Pencatatan jumlah penduduk Provinsi Lampung mengalami perbedaan antara Badan pusa statistik (BPS) dengan pemerintah Provinsi Lampung. Pada BPS tercatat jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 7.608.405 jiwa, sedangkan pemerintah Provinsi Lampung melalui Biro Tata Pemerintahan Umum (Tapum) jumlah penduduk Provinsi Lampung tahun 2010 sebanyak 8.763.476 jiwa. Perbadaan jumlah penduduk yang sangat besar mencapai selisih 1.155.071 jiwa menunjukkan data kependudukan di Provinsi Lampung tidak akurat.

Keakuratan data kependudukan akan bisa diperoleh apabila pencatatan jumlah penduduk berawal dari pemerintahan yang paling bawah yaitu Desa, dimana dalam pemberian pelayanan pemerintahan desa langsung bersentuhan dengan masyarakat desa serta lebih tahu keadaan yang berada pada pemerintahan desa. mengingat perubahan jumlah penduduk yang selalu mengalami perubahan, diharapakan sekretaris desa menjadi solusi dalam pemecahan masalah kependudukan di Provinsi Lampung, mengingat sekdes merupakan birokrat/PNS yang berada pada pemerintahan desa.


(11)

Selain itu pada tribun Lampung hari Minggu 29 mei 2011 disebutkan bahwa ” Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Tulangbawang menemukan 40 ribu jiwa penduduk wilayah setempat yang memiliki KTP lebih dari satu domisili alias ganda”. Dengan adanya KTP ganda tersebut juga akan menyebabkan jumlah penduduk yang tidak akurat, dikarenakan 1 (satu) orang tercatat 2 (dua) atau lebih sebagai wajib KTP.

Program pemerintah melalui e-KTP merupakan salah satu solusi agar tidak menjadikan data kependudukan yang ganda namun juga terdapat kelemahan dalam pencatatan melalui e-KTP. Kelemahan yang dimaksud adalah pencatatan hanya dilakukan kepada masyarakat yang memenuhi syarat dalam pembuatan e-KTP seperti usia atau status pernikahan. Administrasi kependudukan tidak hanya pencatatan penduduk melalui KTP, tetapi masyarakat mulai dari lahir sampai dengan masyarakat yang meninggal dunia perlu dilakukan pencatatan. Orang yang telah memiliki e-KTP dan meninggal tetapi tidak melapor kepada dinas Capil, maka tidak akan tercatat pengurangan penduduk pada data base kependudukan. Kejadian seperti pencatatan jumlah penduduk mulai dari lahir sampai dengan meninggal,diharapkan peran aktif sekretaris desa sebagai aparat pemerintah untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sehingga pencatatan administrasi kependudukan benar-benar akurat. Keakuratan jumlah penduduk berdasarkan usia yang tersedia dan akurat akan memudah pemerintah dalam penyusunan program pemerintah yang berhubuungan dengan pendidikan, kesehatan dan yang berhubungan dengan usia penduduk pada suatu pemerintahan.


(12)

Administrasi kependudukan kurang dianggap penting oleh pemerintah desa, hal ini terbukti dalam pelaksaan pra penelitian yang dilakukan peneliti dari tanggal 16 sampai dengan 20 Maret 2012, peneliti mengambil contoh pada desa Mulyasari, kurang lebih 80 % penduduk yang bepergian keluar desa baik yang melaksanakan pendidikan maupun bekerja di luar Desa Mulyasari tidak tercatat dalam buku mutasi penduduk, selain itu pencatatan bayi yang lahir hanya dilakukan oleh bidan PTT.

Berbagai permasalahan pemerintahan desa menjadikan sekretaris desa kurang memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, akibatnya pelayanan administrasi terutama bidang kependudukan masih belum maksimal. Belum maksimalnya pelayanan administrasi desa terlihat masih banyak penduduk di Kecamatan Negeri Agung yang belum memilki kartu tanda penduduk (KTP) yang tidak tercatat dalam buku adminstrasi desa, keadaan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(13)

Tabel 1.1 Jumlah Wajib KTP pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung

No Desa/Kelurahan

Kartu Tanda penduduk Jmlah Wajib

KTP

yang telah memiliki KTP

Siak

Yang Belum Memiliki KTP

1 Negeri Agung 939 580 359

2 Bandar Dalam 1.917 1.136 781

3 Pulau Batu 749 392 357

4 Penengahan 494 297 197

5 Karya Agung 992 403 589

6 Sunsang 1.330 636 694

7 Kota Baru 918 393 525

8 Kotabumi Way kanan 1.070 433 637

9 Gedung Menong 1.003 362 641

10 Gedung Harapan 1.522 809 713

11 Tanjung rejo 3.783 1.831 1.952

12 Kali Papan 4.183 2.708 1.475

13 Mulya Sari 2.651 1.738 913

14 Way Limau 446 281 165

15 Gedung Jaya 640 333 307

16 Rejosari 1.290 764 526

17 Bandar Kasih 865 469 396

18 Sumber Rejeki 1.056 681 375

Jumlah 25.848 14.246 11.602

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Way Kanan tahun 2012 triwulan I (bulan Jnuari, Februari dan Maret)

Berdasarkan data di atas, jumlah penduduk yang telah tercatat pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Way Kanan berjumlah 14.264 orang pada Kecamatan Negeri Agung, sedangkan jumlah penduduk yang wajib KTP pada Kecamatan Negeri Agung adalah sebanyak 25848 orang, sedangkan yang belum tercatat mempunyai KTP sebanyak 11.602 orang. Salah satu penyebab banyaknya wajib KTP yang belum mempunyai KTP adalah jarak Kecamatan


(14)

Negeri Agung yang berada jauh dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Way Kanan, jarak yang harus ditempuh kurang lebih 60 kilometer serta infrastruktur jalan yang sangat buruk sehingga diperlukan waktu tidak kurang dari 2 (dua) jam untuk sampai pada pusat pemerintahan selain itu ketidakjelasan waktu dalam pengurusan administrasi kependudukan.

Jumlah ini lebih baik dibandingkan data yang tercatat pada desa yang berada pada Kecamatan Negeri Agung, dari Desa Mulyasari dan Desa Tanjung Rejo kurang lebih 45 % tidak tercatat sebagai wajib KTP pada buku administrasi kependudukan di desa tersebut, ini dikarenakan dalam proses pembuatan KTP tidak melalui prosedur yang berlaku, kebanyakan dari wajib KTP langsung mengurus pembuatan KTP ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Way Kanan tanpa pengantar dari desa, sehingga data kependudukan pada tingkat desa tidak akurat.

Menurut penelitian Aris Hutapea (2003) mengenai pengaruh pemberdayaan aparatur terhadap efektifitas pelayanan kepada masyarakat melalui produktifitas kerja. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bandung. Penelitian yang dilakukan bukan pada tingkat desa. Pelayanan yang diberikan pemerintah Kabupaten/Kota berawal dari pelayanan yang dilakukan pada tingkat desa atau kelurahan, yang merupakan ujung tombak pemberi pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat desa.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, terkait dengan penyelengaraan pemerintahan desa adalah Desertasi Agus Fatoni (2009). Agus Fatoni melakukan penelitian tentang pengaruh pemberdayaan aparat pemerintahan desa terhadap


(15)

kualitas pelayanan kepada masyarakat di Provinsi Lampung. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberdayaan aparat pemerintah desa terhadap kualitas pelayanan kepada masyarakat menunjukkan pengaruh yang bermakna dan signifikan serta ditentukan oleh peningkatan kemampuan, memperlancar, memberikan konsultasi, melakukan kerjasama, membimbing dan memberi dukungan.

Penelitian lainnya menyangkut penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh Syarif Makmur (2005) di Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan untuk mengamati pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia pemerintahan desa terhadap efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemberdayaan sumber daya manusia pemerintahan desa memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa.

Melihat hasil penelitian di atas, tidak harus berhenti disini namun harus dilanjutkan kepada kinerja aparatur dalam pemberian pelayanan administrasi kependudukan yang dilaksanakan oleh sekretaris desa, mengingat sekretaris desa adalah PNS.

Bedasarkan latar belakang dan fakta serta penelian terdahulu yang telah dirumuskan di atas, peneliti mengambil judul penelitian untuk tesis ini “ Model pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Way kanan (studi pada desa-desa di Kecamatan Negeri agung)”.


(16)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model pelayanan Adminitrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung?

2. Apa yang menjadi faktor penghambat pelayanan Adminitrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui model pelayanan Administrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung

2. Mengetahui faktor penghambat dalam pelayanan Administrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri Agung.


(17)

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu, terutama ilmu pemerintahan dimana pelayanan merupakan fungsi dari pemerintahan.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan mengetahui model pelayanan yang diberikan aparat pemerintah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga nantinya kualitas pelayanan dapat ditingkatkan lagi.


(18)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemerintahan Desa

Pada masa reformasi Pemerintahan Desa diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 yang diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada Bab XI pasal 200 sampai dengan 216. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 20004, desa atau disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yg diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakt dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa, yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara


(19)

Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa inilah sebagai ujung tombak pemerintahan yang terdepan. Pelaksaaan otonomi desa yang bercirikan pelayanan yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat yang memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan dengan biaya yang terjangkau, oleh karena itu pelaksanaan di lapangan harus didukung oleh faktor-faktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan tentang Desa tersebut. Posisi Pemerintahan Desa yang paling dekat dengan masyarakat adalah Pemerintah Desa selaku pembina, pengayom, dan pelayanan masyarakat sangat berperan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan Desa. Penyelenggaraaan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Nasional, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Pelaksanaan kebijakan tentang Desa ini perlu diperhatikan berbagai permasalahan seperti halnya HAW Widjaja (2001: 43):

a. Sumber Pendapatan Asli Desa (keuangan desa);

b. Penduduk, keahlian dan ketrampilan yang tidak seimbang (sumber daya manusia desa yang masih rendah) yang berakibat terhadap lembaga-lembaga Desa lainnya selain Pemerintahan Desa seperti halnya Badan Perwakilan Desa (BPD), lembaga musyawarah Desa dan beberapa lembaga adat lainnya;

c. Potensi desa seperti halnya potensi pertambangan, potensi perikanan, wisata, industi kerajinan, hutan larangan atau suaka alam, hutan lindung, hutan industri, perkebunan, hutan produksi, hutan konservasi, dan hutan tujuan khusus.

Beberapa permasalahan di atas perlu kiranya untuk dicermati dalam pelaksanaan di lapangan, karena seringkali ketiga hal tersebut merupakan batu sandungan


(20)

dalam pelaksanaan otonomisasi desa, sehingga tujuan yang ingin dicapai hanya berjalan di tempat.

Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa serta menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati, namun meskipun demikian laporan tersebut harus ditembuskan terlebih dahulu kepada Camat. Pelaksanaan tugas serta pertanggungjawaban Kepala Desa inilah sering muncul permasalahan di lapangan, hal ini dikarenakan Kepala Desa memiliki wewenang yang semula belum ada dan sekarang relatif besar. Selain itu seorang Kepala Desa tidak lagi dibawah Camat, sehingga sangat mudah bagi seorang Kepala Desa untuk tidak menghiraukan keberadaan Camat selaku koordinator administrasi di wilayah Kecamatan.

Badan Perwakilan Desa (BPD) berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Pembentukan Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dilakukan oleh masyarakat.

Adapun fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan Kepala Desa. Sedangkan keanggotaan Badan Perwakilan Desa tersebut dipilih oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan. Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota. Kemudian BPD bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. Peraturan Desa yang telah dibuat bersama tersebut tidak memerlukan pengesahan Bupati, tetapi wajib disampaikan


(21)

kepadanya selambat-lambatnya dua minggu setelah ditetapkan dengan tembusan kepada Camat.

Adapun sumber pendapatan desa dapat berasal dari: 1. Pendapatan Asli Desa:

a. hasil usaha desa; b. hasil kekayaan desa;

c. hasil dar swadaya dan partisipasi; d. hasil gotong-royong;

e. lain-lain pendapatan asli desa yg sah. 2. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten:

a. bagian dari perolehan pajak dan retribusi daerah;

b. bagian dari dana perimbangan keuangan daerah pusat dan daerah yang diterima Pemerintah kabupaten.

3. Bantuan dar Pemerintah dan Pemerintah Propinsi; 4. Sumbangan dari pihak ketiga; dan

5. Pinjaman Desa.

Sumber pendapatan desa tersebut, yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pemberdayaan Desa dalam meningkatkan pendapatan desa dilakukan antara lain dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa, kerjasama dengan pihak ketiga, dan kewenangan melakukan pinjaman. Sedangkan sumber pendapatan daerah yang berada di Desa, baik pajak mapun retribusi yang sudah dipungut oleh Daerah Kabupaten tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa. Pendapatan Daerah dari sumber tersebut harus diberikan kepada Desa yang


(22)

bersangkutan dengan pembagian secara proporsional dan adil. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan beban biaya ekonomi tinggi dan dampak lainnya.

Selanjutnya sumber pendapatan Desa tersebut dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Kegiatan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan setiap tahun, dengan meliputi penyusunan anggaran, pelaksanaan tata usaha keuangan, dan perubahan serta penghitungan anggaran. Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Adapun pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tersebut ditetapkan oleh Bupati, sedangkan tata cara dan pungutan objek pendapatan dan belanja Desa ditetapkan bersama antara kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa. Selanjutnya keuangan Desa selain didapat dari sumber-sumber yang telah disebutkan di atas, juga dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Beberapa Desa dapat mengadakan kerjasama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Kerjasama antar desa yang didalamnya member beban kepada masyarakat harus mendapatkan persetujuan dari Badan Perwakilan Desa. Untuk lebih memudahkan proses dan kerja antar desa dalam melakukan kerjasama maka dapat dibentuk badan kerjasama Desa. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga yang merencanakan pembangunan bagian wilayah Desa menjadi wilayah pemukiman, industri, dan jasa wajib mengikutsertakan pemerintah Desa dan Badan Perwakilan


(23)

Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya. Langkah selanjutnya dalam hal pengaturan tentang Desa ditetapkan dalam peraturan Daerah kabupaten masing-masing sesuai dengan pedoman umum yang ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah yang dimaksud, tidak boleh bertentangan dengan asal-usul yaitu asal-usul terbentuknya desa yang bersangkutan. Dengan demikian sangat jelas bahwa undang-undang ini memberikan dasar menuju self governing community yaitu suatu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sesuai kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, karena dengan otonomi desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan otonomi daerah.

Pemerintahan desa akan dinilai baik apabila semua fungsi pemerintahan telah dilaksanakan dengan baik, seperti fungsi pengaturan, pelayanan dan pemberdayaan. Salah satu fungsi pemerintahan adalah pelayanan, dimana pelayanan yang dilakukan oleh pemerintahan desa langsung bersentuhan dengan masyarakat, oleh sebab itu Pemerintah desa harus memberikan pelayanan yang baik dengan cara memberdayakan sumber daya manusia yang ada dalam hal ini adalah Sekretaris desa dan perangkat desa yang lainnya. Sekretaris desa yang sudah di isi oleh pegawai negeri sipil (PNS) diharapkan administrasi kependudukan lebih mutakhir.


(24)

B. Model

Definisi dari model adalah abstraksidari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1985: ix – xii). Model dibagi menurut fungsi, referensi waktu dan struktur. Menurut funsinya model dibagi menjadi

1. model deskriptif yaitu model yang hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan.

2. model prediktif yaitu model yang hanya menunjukkan apa yang akan terjadi bila sesuatu terjadi.

3. model normative yaitu model yang menyediakan jawaban yang terbaik terhadap suatu persoalan.

Menurut referensi waktu model dibagi menjadi:

1. model statis yaitu model yang tidak dimasukkan factor waktu dalam perumusannya.

2. model dinamis yaitu model yang mempunyai unsure waktu dalam perumusannya.

Menurut strukturnya model dibagi menjadi:

1. model ikonik adalah model yang meniru system aslinya tapi ada skala tertentu.


(25)

2. model analog adalah model yang meniru system aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan benda atau system lain secara analog.

3. model simbolik adalah model yang menggambarkan system yang ditinjau dengan symbol-simbol matematika. Dalam hal ini system diwakili oleh variable-variabel dari karakteristik system yang ditinjau.

Berdasarkan pembagian model diatas, pengembangan penelitian ini termasuk model normative yaitu model yang menyediakan jawaban yang terbaik terhadap suatu persoalan, dalam hal ini pelayanan administrasi kependudukan pada desa-desa di Kecamatan Negeri agung Kabupaten way Kanan.

C. Kinerja

Berbicara tentang kinerja berarti menilai hasil kerja yang dicapai Oleh orang, kelompok atau unit kerja. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002:570) mengemukakan bahwa “kinerja adalah sesuatu yang dicapai,prestasi yang diperlihatkan,kemampuan kerja”. Prawirosentono dalam Widodo (2001:206) mengemukakan bahwa “kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”.

Kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. ”Kinerja dimaknai


(26)

dengan prestasi kerja dalam hal pelaksanaan tugas atau perintah, fungsinya, kewajiban untuk menepati janji serta proses tindakan yang diambil menurut kepuasan batin berdasarkan pikiran bebas pelaku pemerintahan yang bersangkutan dan kesiapan memikul segala resiko dan konsekuensi” (lexie, 2005 : 168).

Menurut Simanjuntak (2005:1), kinerja adalah “tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu”. Peningkatan kinerja suatu organisasi dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja masing-masing individu.

Istilah pekerja berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Dalam bahasa inggris kata kinerja berarti performance, yang berasal dari kata to perform

yang artinya melakukan kegiatan sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan, sedangkan arti performance adalah thing to do atau sesuatu yang dikerjakan. Kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Oleh karena itu, upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja dalam suatu organisasi merupakan hal yang penting.

Definisi mengenai kinerja organisasi dikemukakan oleh Bastia dalam Tankilisan (2005:175) “sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi tersebut”. Smith dalam Sendarmayanti (2001:50 mengemukakan bahwa performance atau kinerja adalah “outputs drive from processes, human or otherwise”, yang artinya Kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.


(27)

Agust W. Smith (Sedarmayanti,2001:50, mengemukakan bahwa performance atau kinerja adalah “output drive from processes, human or otherwise“, (kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu dari proses).

Pengertian Kinerja menurut Lembaga Adsminitrasi Negara dalam Sedarmayanti (2001:50) adalah “prestasi kerja, pelaksana kerja, pencapaian kerja/hasil kerja/penyampaian kerja yang diterjemahkan dari performance”.

Menurut Mangkunegara (2001:67) pengertian kinerja adalah “ hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya” Bemardian, John H. Dan Joyce E.A Russel ( Sedarmayanti, 2001:4), mengutarakan bahwa kinerja adalah terjemahan dari ”performance”, yang berarti perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan yang berdaya guna. Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job function or activity during a specific time period. Artinya kinerja didefinisikan sebagai catatan mengenai outcomes yang dihasilkan dari suatu aktifitas tertentu selama kurun waktu tertentu pula.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan(1996:563) kinerja berarti (1) sesuatu yang dicapai (2) prestasi yang diperlihatkan (3) kemampuan kerja.


(28)

Menurut Iwan, Prasetya (Sedarmayanti, 2002:148) mengatakan ada beberapa kata kunci dari definisi kinerja yaitu:

1. Hasil kerja pekerja 2. Proses atau organisasi 3. Terbukti secara konkrit 4. Dapat diukur dan/atau

5. Dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam kinerja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, Keith Devis (Sedarmayanti,2001:5) merumuskan:

Performance = Ability + motivation Ability = Knowledge + skill Motivation = Attitude + situation

Perumusan di atas menunjukan bahwa kinerja seseorang sangat terkait dengan kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Kemampuan sendiri dilatarbelakangi oleh factor pendidikan (knowledge) dan factor keterampilan

(skill) sedangkan motivasi terkait dengan sikap (attitude) dan situasi (situation)

yang akan menggerakan seseorang menuju pencapaian tujuan.

Robbins (2001) berpendapat bahwa kinerja merupakan fungsi interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity).


(29)

kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tidak adanya rintangan yang mengendalakan pegawai. Jadi kenerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Berdasarkan pengertian singkat ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kinerja meliputi dua hal pokok yaitu:

a. Kemampuan menunjukan mekanisme kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan

b. Produk yang dihasilkan.

1. Kinerja Sumber Daya Aparatur

Kinerja sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata job performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan oleh Kusriyanto dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2007:9) menyimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah” perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu(lazimnya per jam)”. Oleh karena itu A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2007:9) menyimpulkan bahwa kinerja sumberdaya manusia adalah “prestasi kerja atau hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumberdaya manusia persatuan periode


(30)

waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kinerja seseorang dan produktivitas kerjanya ditentukan oleh tiga faktor utama, Siagian(2002:40) adalah sebagai berikut:

1. Motivasinya, yang dimaksud dengan motivasi adalah daya dorong yang dimiliki, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik yang membuatnya mau dan rela untuk bekerja sekuat tenaga dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaranya. Keberhasilan organisasi memungkinkan yang bersangkutan untuk mencapai tujuan pribadinya berupa harapan, keinginan, cita-cita dan berbagai jenis kebutuhannya.

2. Kemampuan. Ada kemampuan yang bersifat fisik, dan ini lebih diperlakukan oleh karyawan yang dalam pelaksanaan tugasnya lebih banyak menggunakan otot. Dilain pihak ada kemampuan yang bersifat mental intelektual,yang lebih banyak dituntut oleh penyelesaian tugas dengan menggunakan otak. Sudah barang tentu mereka yang lebih banyak menggunakan otot tetap harus menggunakan otak; dan sebaliknya, mereka yang lebih banyak menggunakan otak, tetap dituntut memiliki kemampuan fisik.

3. Ketepatan penugasan. Dengan penempatan yang tidak tepat, kinerja seseorang tidak sesuai dengan harapan manajemen dan tuntutan organisasi; dengan demikian mereka menampilkan produktivitas yang rendah. Karena itu seorang manajer perlu berpegangan pada rumus berikut: P= M X K X T, dimana P adalah performance atau kinerja, M adalah Motivasi dan T adalah tugas yang tepat. Itulah sebabnya dalam manajemen sumberdaya manusia terdapat rumus: The tight man in the right place, doing the right job at the right time, and getting the right pay. Hasil penerapan rumus tersebut bukan hanya terhindarnya para karyawan dari pelaksanaan tugas pekerjaan yang rutinistik,terlalu repetitif, dan mekanistik yang pada gilirannya dapat berakibat pada kejenuhan dan kebosanan. Juga untuk meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya akan bermuara pada kesediaan meningkatkan produktivitas kerja.

Amstrong dan Baron dalam Wibowo (1998 : 275) mengatakan ukuran kinerja bagi individu dapat ditetapkan dalam kriteria kuantitas, kualitas, produktivitas, ketepatan waktu dan efektifitas biaya.


(31)

Berbicara tentang indikator atau tolak ukur kinerja, maka sedarmayanti (2001;51) dalam bukunya Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kinerja suatu organisasi meningkat dapat dilihat dari beberapa aspek yang juga dikemukiakan oleh T.K. Mitchel yaitu:

1. Kualitas hasil pekerjaan (Quality of work)

2. Kelancaran dan ketepatan waktu (promptness)

3. Kecakapan kemampuan (capability)

4. Prakarsa atsu inisiatif (initiative)

5. Komunikasi yang baek dan efektif (communication)

Dwiyanto dalam Tangkilisan (2005:170)menyatakan bahwa: “ kesulitan dalam mengukur kinerja organisasi pelayanan umum sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi public acapkali tidak hanya sangat kabur, akan tetapi juga bersifat multidimensional”. Whittaker dalam tangkilisan (2005:171) menyebutkan bahwa “pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas”. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives).

Penilaian kinerja mencakup tiga factor penting,yaitu:

a. Pengamatan, kegiatan ini merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang telah ditentukan oleh tim kerja.

b. Ukuran, alat ukur dan indicator yang digunakan untuk mengukur kinerja seseorang personil dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan bagi personil tersebut.


(32)

c. Pengembangan, kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi personil agar mengatasi kekurangannya dan mendorongnya mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

Kinerja dari organisasi tersebut tidak saja dipengaruhi oleh factor-faktor internal, tetapi juga factor-faktor eksternalnya. Dengan kata lain, tingkat pencapaian suatu tujuan organisasi sangat didukung oleh faktor – faktor baik dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.

Menurut Steers ( 1985 : 9 ) faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya ada tiga kelompok, yaitu :

a. Kelompok organisasi, yang meliputi struktur dan teknologi organisasi. Yang dimaksud dengan struktur yaitu hubungan yang relatif tetapi tetap sifatnya seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan sumber daya manusia, sedangkan yang dimaksud dengan teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi hasil yang nyata.

b. Organisasi mencakup dua aspek yang walaupun berbeda, namun berhubungan. Yang pertama: lingkungan eksternal yaitu semua kekuatan yang timbul diluar batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan dalam organisasi, misalnya peraturan pemerintah. Yang kedua adalah lingkungan internal yang umum dikenal dengan iklim organisasi, dimana hal itu meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja, seperti pekerja sentries, orientasi pada prestasi karakteristik lingkungan dari organisasi yang bersangkutan dengan lingkungan.

c. Karakteristik pekerja, menyangkut bagaimana perbedaan diantara individu dalam suatu lingkungan kerja terpengaruhi terhadapa proses pencapaian tujuan organisasi.


(33)

Sementara Thoha( 1992 : 63 ) menjelaskan bahwa ada dua faktor penting yang dapat menunjang kinerja suatu organisasi yaitu faktor lingkungan organisasi

(Environment) dan dukungan sumber-sumber daya organisasi (Resources).

Faktor penting dapat dipengaruhi kinerja organisasi dalam pengertian dinamis, yaitu : Faktor ketersediaan sumber daya organisasi (resources) yang mencakup sumber daya manusia, sumber daya keuangan (Financial) dan sarana prasarana, dan faktor lingkungan (Environment) yang mencakup lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Ecology).

Menurut Thoha ( 1992 : 63 ) kemampuan organisasi melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan akan banyak tergantung pada sumber daya organisasi yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh sumber daya organisasi yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Sedangkan sumber daya organisasi umumnya dikelompokkan dalam 3 bahagian besar, yaitu : Sumber daya manusia, sumber dana atau anggaran, sarana dan prasarana atau peralatan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan organisasi.

Berdasarkan rangkaian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi meliputi variabel internal dan eksternal organisasi.

2. Faktor Internal Organisasi

Variabel internal yang mempengaruhi kinerja aparatur pemerintahan dalam hal ini meliputi :


(34)

Dalam hal ini menyangkut bagaimana struktur dan pola hubungan di dalam organisasi kantor pemerintah yang mempengaruhi kinerjanya. Berdasarkan hal tersebut, organisasi dilihat sebagai suatu sistem individu yang stabil yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama lewat suatu struktur dan pembagian kerja Thoha ( 1996 : 162 ) dalam suatu organisasi tradisional semacam itu, ada dua pola hubungan kerja yang menjadi karakteristiknya, yaitu :

a. Hubungan antara atasan dengan bawahan dan

b. Hubungan antar personil yang berkedudukan sederajad.

2.2 Sumber Daya Manusia

Salah satu sumber daya yang paling penting bagi organisasi adalah manusia yang berkedudukan sebagai karyawan, pegawai, buruh atau pekerja. Bagaimanapun majunya teknologi dewasa ini belum mampu menggantikan bagian terbesar dari tenaga kerja manusia. Masih banyak kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh mesin ataupun teknologi yang dimiliki oleh sebuah organisasi, Zainun (1995:6). Jelas bahwa dalam setiap organisasi peranan sumber daya manusia sengatlah penting. Namun demikian tentulah yang diharapkan adalah sumber daya manusia yang berkualitas, dalam artian memiliki kemampuan dan kecakapan serta ketrampilan dalam melaksanakan tugas sehingga pelayan publik dapat diselenggarakan dengan tertib dan lancar. Kegiatan mengenai hal ini, Zainun (1995 : 43)


(35)

menjelaskan bahwa “Sumber Daya Manusia yang berkualitas dalam artian yang sebenarnya adalah pekerjaan yang dikerjakan akan menghasilkan sesuatu yang memang dikehendaki dari pekerja tersebut”.

2.3 Sarana dan Prasarana

Menurut Thoha, (1996 ; 82), faktor sarana dan prasarana disamping sumber daya manusia dan dana yang merupakan faktor yang sangat penting dan sangat menentukan bagi keberhasilan manajemen dalam mencapai tujuan, sehingga ketersediaan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan tugas-tugas sangat berperan penting dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Sarana dan prasarana dalam pelayanan di sini menyangkut segala peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lainnya yang berfungsi sebagai alat utama / pembantu dalam melaksanakan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja tersebut.

3. Faktor Eksternal Organisasi

Lingkungan eksternal yaitu semua kekuatan yang timbul diluar batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan dalam organisasi. Dalam kaitan dengan penelitian ini, faktor eksternal tersebut berupa masalah hubungan atau komunikasi dengan pihak-pihak diluar organisasi, yang dalam hal ini adalah :


(36)

a. Hubungan Aparatur dengan masyarakat pemohon pelayanan

b. Hubungan dengan instansi lain baik yang vertical maupun horizontal

Menurut SK Kepala LAN No.589/IX/6/1999: Pedoman Penyusunan LAKIP; untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja instansi pemerintah,kinerja adalah: Gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi, adapun variabel kinerjanya adalah:

1. Kelompok Indikator Masukan (Inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana material, waktu, teknologi dan sebagainya.

2. Kelompok indikator keluaran(outputs), adalah segala sesuatu yang berupa produk/jasa (fisik dan/atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukkan yang digunakan.

3. Kelompok indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.

Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat

4. Kelompok Indikator manfaat (Benefits), adalah kegunaan suatu keluaran(Outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang diakses oleh publik

5. Kelompok Indikator Dampak (Impacts), adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau capaian kinerja setiap indikator dalam sesuatu kegiatan.

D. Pelayanan Publik

Pelayanan berasal dari kata service yang berarti melayani. Pengertian pelayanan adalah aktivitas/manfaat yang ditawarkan oleh organisasi atau perseorangan kepada konsumen (yang dilayani), yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. (Endang dalam Jurnal Ilmu Administrasi No. 1 Volume 1 2004).


(37)

Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997: 448) “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan”.

Gronroos dalam Ratminto dkk (2006: 2) menjelaskan bahwa pelayanan adalah usaha aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.

Berdasarkan pengertian pelayanan tersebut terkandung di dalamnya yakni “…

whatever enchances customer satisfaction”. (Davidow Uttal) bahwa pelayanan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepuasaan pelanggan. Dalam pelayanan yang disebut customer (konsumen) adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau petugas dari organisasi pemberi layanan tersebut. Dengan demikian, pelayanan berarti serangkaian aktivitas untuk melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain, baik yang dapat diraba maupun tidak dapat diraba yang diberikan oleh pemberi pelayanan kepada penerima layanan. Atau pelayanan adalah aktivitas/manfaat yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen (yang dilayani), yang bersifat tidak berwujud.

Dengan demikian, dalam pemahaman pelayanan tersebut, berarti ada dua sisi atau pihak dalam hal ini, yaitu sisi/pihak pemberi pelayanan dan sisi/pihak penerima pelayanan. Dari sisi pemberi pelayanan memberikan tekanan bahwa pelayanan


(38)

adalah aktivitas yang dilakukan untuk membuat si penerima layanan merasakan puas terhadap layanan yang diberikan. Dan dari sisi penerima layanan adalah aktivitas merasakan tentang layanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Dalam pelayanan yang disebut konsumen (customer), adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau petugas dari organisasi pemberi layanan tersebut. Pelayanan yang dikatakan tidak berwujud tersebut berarti bahwa pelayanan itu hanya dapat dirasakan.

Seperti dijelaskan di atas, bahwa pelayanan tidak dapat berwujud berarti mengandung arti pelayanan itu hanya dapat dirasakan. Karenanya menurut Norman dalam Endang (Jurnal Ilmu Administrasi, Nomor 1 Nol 1, 2004) memberikan karakteristik tentang pelayanan:

1. Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.

2. pelayanan itu kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah tindak social

3. produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya kejadian bersamaan dan terjadi di tempat-tempat yang sama.

Dalam penyelenggaraan pelayanan public dilakukan berdasarkan pada asas-asas umum Kepemerintahan yang baik, Surjadi (2009:12) adalah sebagai berikut:

1. Kepastian hukum dimaksudkan adaanya peraturan perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan public yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.

2. Keterbukaan dimaksudkan bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.


(39)

3. Partisipasif dimaksudkan untuk mendorong peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan public dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dah harapan masyarakat.

4. Akuntabilitas dimaksudkan bahwa proses penyelenggaraan pelayanan public harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Kepentingan umum dimaksudkan bahwa dalam pemberian pelayanan public tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.

6. Profesionalisme dimaksudkan bahwa aparat penyelenggara pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya.

7. Kesamaan hak dimaksud bahwa dalam pemberian pelayanan public tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

8. Keseimbangan hak dan kewajiban dimaksudkan bahwa pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan. Baik oleh pemberi, maupun penerima pelayanan.

Menurut Tjiptono dalam Surjadi (2009:49) Konsep kepuasan pelanggan adalah titik pertemuan antara tujuan organisasi (pemberi pelayanan) dengan kebutuhan dan keingnan pelanggan (Penerima pelayanan).

Pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi Negara. Eksistensi lembaga negara termasuk di dalamnya pada hakekatnya pelayan masyarakat, ia tidak dimaksudkan untuk melayani dirinya sendiri, namun untuk memberikan atau melayani masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik yang baik dan profesional.


(40)

Berdasarkan beberapa pengertian pelayanan publik yang telah dijelaskan oleh beberapa pakar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh para pejabat, penyelenggara negara atau pemerintah mulai dari pemerintah pusat sampai kelurahan/desa, dalam bentuk barang dan jasa, sifatnya langsung maupun tidak langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian aparat pemerintah, baik pada pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, maupun pemerintahan desa sering disebut aparatur pemerintah yang berada pada lingkungan eksekutif telah memperoleh predikat sebagai pelayan masyarakat. Dalam pelayanan publik pada umumnya pemerintah melakukan pengaturan terhadap pelayanan jasa dan barang. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 telah dijelaskan bahwa pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan kebutuhan peraturan perundang-undangan.

Dalam pelayanan publik, efektifitas dan efisiensi saja tidak dapat dijadikan patokan. Diperlukan ukuran lain yaitu keadilan, sebab tanpa ukuran ini ketimpangan pelayanan tidak dapat dihindari. Pentingnya ukuran ini juga memperlihatkan bahwa birokrasi publik cenderung menetapkan target dan dalam pencapaian target, mereka cenderung menghindari kelompok miskin, rentan dan terpencil. Hal inilah yang menjadi fokus utama dalam menyikapi masalah yang ada dalam masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik dari instansi yang


(41)

berwenang. Menurut Kotler (dalam buku Pelayanan Publik dan Customer Satisfaction, Dr. Paimin Napitupulu,M.Si, 2007: 164) menyebutkan sejumlah karakteristik pelayanan sebagai berikut :

1. Intangibility (tidak berwujud) yaitu tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum ada transaksi. Pemebli tidak mengetahui dengan pasti atau dengan baik hasil pelayanan sebelum pelayanan dikonsumsikan. 2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) yaitu dijual lalu diproduksikan dan

dikonsumsikan secara bersama karena tidak dapat dipisahkan. Karena itu, konsumen ikut berpartisipasi menghasilkan jasa layanan. Dengan adanya kahadiran konsumen, pemberi pelayanan berhati-hati terhadap interaksi yang terjadi antara penyedia dan pembeli. Keduanya mempengaruhi hasil layanan. 3. Variability (berubah-ubah dan bervariasi) yaitu jasa beragam, selalu

mengalami perubahan, tidak selalu sama kualitasnya bergantung kepada siapa yang menyediakannya kapan serta dimana disediakan.

4. Perishability (cepat hilang, tidak tahan lama) yaitu jasa tidak dapat disimpan dan permintaannya berfluktuasi. Daya tahan suatu jasa layanan bergantung kepada situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor.

Posisi pemerintahan desa dalam struktur pemerintahan Indonesia strategis terutama dalam menjalankan fungsi pemerintahan, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah desa sebagai garis depan, bertugas memberikan pelayanan awal sebelum proses lebih lanjut sehingga pemerintahan desa dapat menjadi filter dalam memberikan pelayanan. Ini karena posisi pemerintahan desa dapat memberikan rekomendasi awal suatu pelayanan.

Kualitas pelayanan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari persepsi yang memberikan pelayanan dan dari persepsi yang menerima pelayanan. Menurut Wibowo (2007:272) untuk memahami makna kualitas dapat dilihat dari perspektif produsen dan konsumen. Saefullah (1999:9) berpendapat, penilaian tentang


(42)

kualitas tidak berdasarkan pada pengakuan dari pemberi pelayanan, tetapi diberikan oleh langganan atau pihak yang menerima pelayanan. Hasil penelitian disertasi Agus Fatoni (2009) menjukkan bahwa sebuah pelayanan yang berkualitas harus dapat diterima oleh masyarakat. Bukti penerimaan masyarakat terhadap pemerintah ditandai dengan kepatuhan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah. Sehingga ada hubungan timbal balik antara masyarakat dan pemerintah.

Parasuraman sebagaimana dikutip Spillane (2006:19), memaknai pengertian sebagai mengerti kebutuhan konsumen. Pengertian dalam memberikan pelayanan antara lain ditandai dengan:

1. Mempelajari syarat-syarat(requirements) spesipik dari koonsumen. 2. Memberikan perhatian yang diindividualisasikan (individualized)

3. Mengenal atau menghafal nama langganan yang sering dilayani

(regular customer)

Tanggung jawab merupakan salah satu prinsip yang ditawarkan oleh Viljoen (1997:253) dalam manajemen pelayanan. Dikatakan bahwa dalam memberikan pelayanan, diusahakan agar semua orang atau karyawan bertanggungjawab terhadap kualitas pelayanan. Tanggung jawab tidak hanya menjadi tanggung jawab karyawan yang berhadapan langsung dengan pelanggan, tetapi juga merupakan tanggung jawab pimpinan dan seluruh pegawai diunit layan tersebut.


(43)

Menurut ndraha (2003:113) rasa tanggung jawab sebagai accountability berkaitan dengan perintah dan laporan. Dengan demikian sekdes yang bertanggung jawab berarti sekdes yang melaksanakan perintah yang diberikan kepadanya. Pegawai yang segera menuntaskan pekerjaan yang dihadapi merupakan bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Dalam memberikan pelayanan, apabila pekerjaannya segera dapat dituntaskan, akan mempercepat pelayanan yang diberikan.

Berdasakan Keptusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tertulis bahwa hakikat pelayanan public adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Berdasarkan Keputusan MENPAN No. 63 Tahun 2003 membedakan jenis pelayanan menjadi tiga kelompok yaitu yang terdiri dari :

1. Kelompok Pelayanan Administrasi yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilikan Kenderaan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kenderaan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.

2. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

3. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan trasportasi, pos dan sebagainya.


(44)

E.Good Governance

Menurut UNDP melalui LAN yang dikutip Tingkilisan (2005:115) menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara Negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok karakteristik Good Governance, yaitu:

a. Partisipasi (Participation)

Setiap warga Negara mempunyai suara dalam formulasi keputusa, baik secara langsung maupun intermediasi institusi legitimasi yang mmewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibanguna atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif

b. Penerapan Hukum (Fairness).

Kerangka hokum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama ukum untuk hak azasi manusia.

c. Transparansi (Transparency)

Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang mambutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

d. Responsivitas (Responsiveness)

Lembaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setipa stakeholders.

e. Orientasi (Consensus Oreintation)

Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

f. Keadilan (Equity)

Semua warga Negara, baik laki-laki mapuin permpuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan.

g. Efektivitas (Effectivness)

Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

h. Akuntabilitas (Acoountability)

Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society) bertanggungjawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.


(45)

i. Strategi visi (Strategic vision)

Para pemimpin dan public harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam hal pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan control dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang dikehendaki stakeholders. Penerapan Good Governance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakt memastikan mandat, wewenanang, hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Kualitas pelayanan akan terlihat apabila prinsip good governance terpenuhi, karena prinsip tersebut menjadi tolak ukur baik buruknya kinerja yang dilakukan oleh instansi maupun birokrat pemerintah. Desa sebagai pemerintahan yang paling bawah dan lengsung bersentuhan degan pelayanan masyarakat, diharapkanmampu menerapkan prinsip good governance. Walaupun sebagai penyaring pelayanan selanjutnya apabila pelayanan pada tingkat desa memuaskan bagi masyarakat, diharapkan ada kepatuhan dari masyarakat untuk pengurusan administrasi yang sesuai dengan prosedur.


(46)

F. Kerangka Pikir

Perbadaan dalam pencatatan jumlah penduduk yang dilakukan oleh badan pusat statistik dengan Pemerintah Provinsi Lampung yaitu mencapai selisih 1.155.071 jiwa, dimana BPS mencatat jumlah penduduk Provinsi Lampung tahun 2010 sebanyak 7.608. 405, sedangkan Pemerintah Provinsi Lampung melalui Biro Tata Pemerintahan Umum mencatat jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 8.763.476 jiwa. Data ini menujukkan bahwa jumlah penduduk di Provinsi Lampung tidak akurat.

Ketidakakuratan data kependudukan di Provinsi Lampung karena data yang diperoleh dari pemerintahan yang berada dibawahnya kurang bekerja secara maksimal. Pada tingkat pemerintahan desa, pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negari nomor 32 tahun 2006 tentang pedoman administrasi desa, dimana salah satu buku yang harus diisi adalah pedoman adminitrasi penduduk. Birokrat/PNS yang berada pada tingkat desa adalah sekretaris desa, diharapkan sekdes dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada masyarakat terutama masalah kependudukan, mengingat jumlah penduduk yang setiap hari mengalami perubahan. Apabila pelayanan yang diberikan oleh sekretaris desa baik, maka masyarakat akan patuh dalam pemutakhiran data kependudukan, sehingga nantinya diperoleh data jumlah penduduk yang akurat yang kemudian program dari pemerintah tepat pada sasaran yang diiginkan.

Kualitas pelayanan sekdes dapat terlihat melalui kinerja, baik dari transparansi, responsivitas dan efektivitas.


(47)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Perbedaan data antara BPS Provinsi dan Pemerintah

Provinsi Lampung yang mencapai 1.155.071 jiwa.

Kinerja dari aparat pemerintah daerah belum

maksimal, pencatatan jumlah penduduk akan akurat apabila pencatatan dimulai dari Desa melalui sekdes yang berpedoman dengan Kepmendagri No. 32 Tahun 2006. Pelayanan

pada tingkat desa merupakan penyaring

untuk pelayanan berikutnya.

Transparansi - Biaya - Waktu

Responsivitas - Penghambat - Pendukung

Efektivitas

- Proses - Mekanisme - SDM

Kualitas Pelayanan administrasi kependudukan


(48)

III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara berpikir ,berbuat yang dipersiapkan secara baik untuk mengandakan penelitian dan mencapai sesuatu tujuan penelitian.berdasarkan Sugiyono (2009:3);

“Setiap penelitan mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui..pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan tehadap informasi atau pengetahuan tertentu dan pengembangan berarti memperdalam dan pemperluas pengetahuan yang telah ada”

Metode penelitian memandu si peneliti tentang urutan-urutan bagaiman penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode eksploratif dengan pendekat induktif. Arikunto (2006:7) menjelaskam ”penelitian eskploratif merupankan penelitian yang bertujuan untuk menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu”


(49)

Metode penelitian eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk mematakan suatu objek secara relatif mendalam atau dengan kata lain penelitian eksploratif adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu dan dipakai manakala kita belum mengetahui secara persis dan specifik mengenai objek penelitian kita. Peneliti mengungkapkan penelitian eksploratif ini secara kualitatif. Sugiyono (2007:49) menyatakan

“dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi oleh spradley dalam Sugiyono (2007:49) dinamakan social situation atau situasi soaial yang terdiri dari tiga elemen yaitu: tempat, pelaku dan aktifitas. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini penelitian dapat mengamati secara mendalam aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu”

Sugiyono(2007:50) menyatakan bahwa sebenarnya dalam obyek penelitian bukan semata-mata pada situasi social yang terdiri atas tiga elemen tersebut, tetapi bisa berupa peristiwa alam, kendaraan dan lain-lain.

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif, yaitu suatu pendekatan dengan mengambil suatu kesimpulan secara umum dari fakta-fakta nyata yang ada di lapangan. Induktif merupakan cara berpikir, dimana ditarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penarikan kesimpulan secara induktif dimulai dengan menyatukan pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.


(1)

7

Mekanisme pelayanannya

berbelit atau sesuai

prosedur pak?

Berbelit sih tidak pak, kalau dibilang sesuai

prosedur juga tidak pak, kalau sesuai prosedur

saya ga bisa nitip dong buat KTP atau KK nya

lewat pak carik(sekdes).

8

Jadi pelayanan yang

diberikan membantu

bapak ya?

Kalau ditanya begitu bingung juga dek,

soalnya kalau kita urus sendiri capek

bolak-balik, kalau nitip agak lama terus kena biaya

juga, kayanya kalau ada solusi lain yang lebih

baik mending mencari cara lain, biar kami

tidak terlalu susah dibuatnya.

9

Kenapa pak?

Ya carik (Sekdes) sekarangkan sudah

pegawai(PNS) sudah digaji, tapi kantor ga

pernah buka, malah kantor desa kotor bener

karena tidak ditempatin, kalau kita cari

kerumah siang, kadang tidak ada. Ya kalau

bisa maunya ya dibuka, hari apa gitu, ga harus

full seminggu gitu, jadi kantor kaya ada yang

nempatin dan tidak kotor seperti sekarang.

Hasil wawancara masyarakat Desa Penengahan (10 Agustus 2012)

Bapak Hermanto

No

Pertanyaan

Tanggapan

1

Kalau pembuatan KTP

dan KK sulit tidak pak?

Tidak sulit sih, biasanya kami minta tolong

sama sekdes, dari pada urus sendiri jauh sekali

mas.

2

Kalau mau membuat KTP

atau KK tempatnya di

mana ya pak?

Kalau mau buat KTP dan KK ya saya

ngurusnya ke rumah sekdesnya soalnya

kantornya tidak pernah buka mas.

3

Kalau pembuatannya

biayanya berapa pak?

Kalau buat di sekdes saya kasih Rp. 50.000,-

buat KTP, kalau urus sendiri saya kurang tahu.

4

Berapa lama biasanya

pak?

Paling seminggu sampe 2 (dua) minggu waktu

saya urus kemaren.

5

Mekanisme pelayanannya

berbelit atau sesuai

prosedur pak?

Kurang tahu saya, pokoknya setahu saya, saya

nitip saja, di suruh nunggu sampai jadi ya saya

tunggu aja, kalau sudah jadi ya di kabarin oleh

sekdesnya mas.

6

Jadi pelayanan yang

diberikan membantu

bapak ya?

Kalau membantu sih membantu juga mas, tapi

kalau bisa ya bayarnya jangan mahal lah, tapi

kalau disuruh buat sendiri mendingan saya

nitip aja lah mas.

7

Menurut bapak kinerja

sekdes didesa mulyasari

ini bagaimana pak?

Kalau menurut saya masih kurang mas, saya

lihat dari kantornya tidak pernah buka. Padahal

setahu saya sekdes sudah PNS.


(2)

Hasil Observasi

Kelengkapan peralatan kantor yang mendukung kinerja Sekretaris Desa

pada Desa Kali papan

No

Aspek yang diamati

Hasil Pengamatan

Keterangan

Ada

Tidak ada

1

Buku Agenda Surat

Berada di kantor

2

Mesin tik

Berada dirumah

3

Komputer

Berada dirumah

4

Printer

Berada dirumah

Keadaan printer

rusak, tidak bisa

digunakan

5

Kantor

Keadaan kantor baik,

karena masih sering

dibuka.

6

Buku salinan jumlah

penduduk (LAPID)

Tidak pernah

dilakukan pencatatan

untuk yang lahir

maupun meninggal

1.

Kelengkapan peralatan kantor yang mendukung kinerja Sekretaris Desa

pada Desa Mulya sari

No

Aspek yang diamati

Hasil Pengamatan

Keterangan

Ada

Tidak ada

1

Buku Agenda Surat

Berada di rumah

sekdes

2

Mesin tik

Berada dirumah

Sekdes

3

Komputer

Berada dirumah

sekdes

4

Printer

Berada di rumah

Keadaan printer

rusak, tidak bisa

digunakan

5

Kantor

Keadaan kantor


(3)

tidak pernah dipakai.

6

Buku salinan jumlah

penduduk (LAPID)

Tidak pernah

dilakukan pencatatan

untuk yang lahir

maupun meninggal

Kelengkapan peralatan kantor yang mendukung kinerja Sekretaris Desa

pada Desa Penengahan

No

Aspek yang diamati

Hasil Pengamatan

Keterangan

Ada

Tidak ada

1

Buku Agenda Surat

Berada di rumah

Sekdes

2

Mesin tik

Berada dirumah

sekdes

3

Komputer

4

Printer

5

Kantor

Keadaan kantor

kurang baik,

karena tidak

pernah dipakai.

6

Buku salinan jumlah penduduk

(LAPID)

Tidak pernah

dilakukan

pencatatan

untuk yang lahir

maupun


(4)

Dokumentasi

Rekapitulasi Laporan Perkembangan Penduduk Kabupaten Way Kanan Triwulan I Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah

KK

Penduduk Awal Bulan ini Lahir Bulan Ini Mati Bulan ini Pendatang Bulan ini Pindah Bulan ini Penduduk Akhir Bulan ini

L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P

1 Blambangan Umpu 16,669 33,926 32,192 66,118 15 54 69 17 19 36 28 78 106 30 26 56 33,922 32,279 66,201 2 Kasui 9,089 17,883 16,899 34,782 121 108 229 9 10 19 184 161 345 16 14 30 18,163 17,144 35,307 3 Banjit 11,737 24,729 23,376 48,105 10 40 50 12 14 26 19 58 77 22 19 41 24,724 23,441 48,165 4 Baradatu 10,598 21,727 21,104 42,831 8 12 20 152 139 291 11 17 28 227 207 434 21,367 20,787 42,154 5 Bahuga 2,869 5,691 5,430 11,121 4 2 6 39 34 73 5 8 13 57 56 113 5,604 5,350 10,954

6 Pakuan Ratu

11,437 22,238 20,793 43,031 94 162 256 11 13 24 144 241 385 20 16 36 22,445 21,167 43,612

7 Negeri Agung

9,659 19,265 18,323 37,588 5 7 12 72 52 124 3 4 7 104 71 175 19,097 18,211 37,308

8 Way Tuba

6,033 11,842 11,118 22,960 16 10 26 16 7 23 25 14 39 11 8 19 11,856 11,127 22,983 9 Rebang Tangkas 6,384 12,963 11,690 24,653 18 37 55 18 7 25 29 55 84 12 10 22 12,980 11,765 24,745 10 Gunung Labuhan 7,277 15,273 15,050 30,323 7 5 12 96 84 180 8 5 13 142 124 266 15,050 14,852 29,902

11 Negara Batin

9,265 16,825 15,822 32,647 213 221 434 213 10 223 322 330 652 16 12 28 17,131 16,351 33,482

12 Negeri Besar

6,579 12,949 12,240 25,189 39 70 109 39 7 46 60 104 164 12 11 23 12,997 12,396 25,393

13 Buay Bahuga

5,620 10,696 9,896 20,592 2 3 5 84 77 161 3 5 8 126 117 243 10,491 9,710 20,201

14 Bumi Agung

7,517 14,690 13,758 28,448 4 2 6 61 53 114 1 3 4 86 80 166 14,548 13,630 28,178 Jumlah 120,733 240,697 227,691 468,388 556 733 1,289 839 526 1,365 842 1,083 1,925 880 771 1,652 240,634 228,209 468,843


(5)

Jumlah Penyebaran dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Way Kanan Triwulan ke I

No

Desa/Kelurahan

Jumlah

KK

PENDUDUK (jiwa)

Luas

Wilayah

(km)

Kepadatan

Penduduk

(Jiwa/Km)

Kartu Tanda penduduk

Jumlah DP4

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

Jmlah

Wajib KTP

yang telah

memiliki

KTP Siak

Yang Belum

Memiliki

KTP

1

Negeri Agung

351

733

694

1,427

2,500

57

939

580

359

1,061

2

Bandar Dalam

740

1,444

1,394

2,838

2,400

118

1,917

1,136

781

1,941

3

Pulau Batu

288

570

562

1,132

1,500

75

749

392

357

679

4

Penengahan

181

386

357

743

1,500

50

494

297

197

561

5

Karya Agung

400

733

688

1,421

1,000

142

992

403

589

882

6

Sunsang

460

951

955

1,906

2,000

95

1,330

636

694

1,135

7

Kota Baru

322

653

688

1,341

1,000

134

918

393

525

1,181

8

Kotabumi Way kanan

385

812

775

1,587

2,500

63

1,070

433

637

1,061

9

Gedung Menong

360

677

636

1,313

4,025

33

1,003

362

641

897

10

Gedung Harapan

588

1,104

1,076

2,180

1,200

182

1,522

809

713

1,482

11

Tanjung rejo

1,357

2,727

2,550

5,277

1,224

431

3,783

1,831

1,952

3,617

12

Kali Papan

1,612

3,117

3,007

6,124

4,176

148

4,183

2,708

1,475

4,240

13

Mulya Sari

929

1,931

1,801

3,732

1,000

373

2,651

1,738

913

2,619

14

Way Limau

176

324

324

648

1,596

41

446

281

165

412

15

Gedung Jaya

220

466

456

922

1,700

54

640

333

307

664

16

Rejosari

498

974

893

1,867

1,000

187

1,290

764

526

1,311

17

Bandar Kasih

328

663

617

1,280

1,900

67

865

469

396

1,646

18

Sumber Rejeki

416

769

737

1,506

1,950

77

1,056

681

375

993


(6)