KHAZANAH LEKSIKON KEGERABAHAN GUYUB TUTUR BAHASA LIO

BAB IV KHAZANAH LEKSIKON KEGERABAHAN GUYUB TUTUR BAHASA LIO

4.1 Sumber Daya Tanah dan Kerajinan Gerabah Hubungan manusia dengan lingkungan sebagaimana terekam dalam khazanah leksikon dan tuturan tentang gerabah merepresentasikan betapa tanah sangat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan manusia, masyarakat, dan kebudayaan. Kebudayaan dalam arti cara dan hasil olahan manusia memanfaatkan sumber daya tanah adalah bahwa kebudayaan dimaknai sebagai proses verba, kata kerja dan kebudayaan sebagai nomina atau kata benda lihat Kleden, 1997. Produk budaya dapat berwujud material, benda-benda ciptaan manusia yang kasat mata seperti aneka bentuk gerabah, jikalau sudah berproses secara sistematis. Dengan demikian, kebudayaan dipahami sebagai usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setelah manusia memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam, khususnya tanah liat. Lebih daripada itu, tanah, ruang atau space adalah lokasi tempat manusia menginjakkan kakinya. Hanya jikalau berada di atas tanahlah manusia dapat berdiri untuk hidup dan melakukan apa saja. hanya dengan tanah yang disebut sebagai lahan pula manusia mengolahnya untuk bercocok tanam dan mendirikan rumah tempat tinggalnya, dan hanya di atas tanah pula manusia dapat melakukan segala usaha, termasuk mengolah gerabah dengan produknya yang juga diberi nama, setelah manusia mengenal jenis tanah seperti tana taki ‘tanah liat’, bita ‘lumpur’, ta’i faka ‘ humus yang dihasilkan oleh kotoran dari cacing’. Ta’i faka adalah juga fakta lingual-natural yang menandai entitas jenis tanah tertentu, betapa jenis cacing tanah sangat penting dan berperan dalam menjaga kesuburan tanah garapan khususnya atau lahan. Ta’i faka adalah salah satu faktor yang menjamin lahan menjadi sangat subur untuk ditanami apa saja yang dikehendaki oleh manusia. Hanya tanah garapan atau lahan untk ditanami yang menggambarkan pentingnya lingkungan ragawi yang dipiujaki oleh manusia untuk hadir dan berdiri serta bergerak. Pengenalan sifat atau karakter tanah, yang tentu pula direkam secara verbal dalam ingatan mereka. Jenis tana taki ‘tanah liat’ digunakan oleh kaum perempuan Lio, khususnya di dua kampong yakni Kampung Wolosoko di Kecamatan Wolowaru dan Kampung Wolotolo Tengah di Kecamatan Wolotolo, Kabupaten Ende. Mengolah sumber daya tana taki ‘tanah liat’ atau yang dalam guyub tutur Lio disebut ju podo kawa itu diwariskan secara turun temurun. Kendatipun dewasa ini sudah kurang diminati lagi oleh generasi muda, tradisi ini masih bertahan kuat. Secara linguistik dan ekoleksikal khususnya, pengenalan, pengetahuan, dan pemaknaan satuan-satuan atau entitas-entitas tanah secara spesifik dikodekan dalam bentuk leksikon dalam bahasa Lio. Perlu diuraikan bahwa leksikon tanah berasal dari bentuk purba etymon PAN tanaq yang diturnkan menjadi bentuk tana, atau tanah dalam bahasa Indonesia. Bandinglan dengan etmon lemaq ‘tanah’ yang dalam beberapa bahasa lokal lemah Abang atau Tanah Abang, Jakarta diturunkan sebagai bentuk lemah ‘tanah’ atau bentuk kompleks dalam bahasa Bali palemahan yang meluas maknanya menjadi lingkungan ragawi umumnya. Bahasa, secara khusus khazanah leksikon adalah representasi lingkungan, sekaligus juga representasi pengetahuan, pengalaman, dan gambaran praksis sosial-kultural dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dalam hal ini sumber daya tanah. Pengetahuan dan pengalaman sebagai praktik sosial-budaya itu diturunkan dan diwariskan antargenerasi. Kendati kadangkala merusak lingkungan namun perilaku menutup kembali lubang-luban yang bermula dari pengambilan tanah liat, penutupan kembali lubang-lubang. Baik secara sadar dilakukan maupun secara langsung oleh proses alamiah karena adanya tanaman-tanaman yang tumbuh, kondisi tanah dan lingkungan itu tidaklah mengalami kerusakan yang berarti. Pengambilan tanah liat dalam skala kecil dan terbatas, turut menjamin dan menjaga keseimbangan ekosistem. Kategori linguistik berupa nomina dengan makna referensial eksternal yang ada di sekitarnya berupa entitas-entitas tanah yang menggambarkan pengetahuan guyub tutur itu, diikuti pula dengan leksikon-leksikon dengan makna referensial eksternal yang menggambarkan produk budaya itu, diperkaya pula dengan khazanah leksikon verba konstatatif dalam mengolah tanah liat khususnya sebagai praktik budaya. Berikut uraian tentang khazanah leksikon gerabah dalam guyub tutur bahasa Lio. 4.2 Kategori Leksikon Kegerabahan Guyub Tutur Lio Secara ekolinguistik khazanah leksikon memang merepresentasikan kekayaan budaya, khususnya budaya material hasil pengelolaan sumber daya alam khususnya sumber daya tanah liat. Berdasarkan kategori ekoleksikal, berikut dirincikan tiga kategori leksikal kegerabahan yakni: 1 khazanah leksikon kategori nomina awal; 2 khazanah lekaikon kelas adjektiva, 3 khazanah leksikon kelas verba, dan leksikon kelas nomina olahan. Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan leksikon kategori nomina awal adalah nomina-nomina yang menjadi nama entitas tanah yang secara ekologis termasuk abiotic dan secara ekosemantik tergolong tak bernyawa. Pengenalan, pengetahuan, dan tentunya pengalaman berinterelasi, bahkan berinterdependensi dengan entitas tanah, pemahaman dan penyifatan atas karakter tanah mendasari penamaan yang berkategori adjektiva. Selanjutnya, pengetahuan dan pengalaman atas karakteristik liat yang diolah secara tradisional dan turun temurun itu diberi nama atau dikodekan pula secara lingual-verba, yang tergolong verba kontatatif. Kelompok verba ini mengacu pada proses atau perbuatan, atau tindakan dan aktivitas perajin gerabah. Hasil proses verba kontatatatif itulah yang memunculkan nama-nama produk khusus gerabah dalam masyarakat Lio dan guyub tutur kegerabahan khususnya. 1 Khazanah Nomina Entitas Awal Tanah Liat Sejumlah leksikon nomina yang secara semantik referensial eksternal meerujuk langsung pada entitas-entitas yang kasat mata dan ada di lingkungan dapat disimak pada uraian singkat di bawah ini. Penyajian data dalam tabel dilengkapi pula dengan pemaparan dan pembahasan tentang bentukknya secara morfologis dan makna dan fungsi sosialnya. 1 Tana taki ‘tanah liat’. Secara morfologis, leksikon tersebut dikonstruksi oleh dua leksem tana ‘tanah’ dan taki ‘liat’ sehingga menjadi bentuk majemuk. Secara ekoleksikal leksikon tana taki ‘tanah liat’ tergolong kelompok abiotic dan secara semantik tergolong tak bernyawa dan tak terhitung. Tana taki ‘tana liat’ adalah sunber daya tanah yang menjadi bahan dasar untuk pembuatan aneka jenis dan ragam gerabah. Sumber daya tanah liat memang ditemukan di tempat atau lokasi-lokasi tertentu saja seperti di kedua kampong yang dijadikan lokasi penelitian ini yakni di Kampung Wolosoko dan Kampung Wolotolo Tengah. Di beberapa lokasi memang ditemukan juga seperti di sekitar kawasan Gunung Kelimutu, Akan tetapi, kerajinan rakyat ini hanya ditemukan di kedua kampung itu. Itupun hanya terbatas pada sejumlah perempuan lanjut usia. 2 Tana mtaki ite Leksikon tana mite ‘tanah hitam’ secara morfologis tergolong kata majemuk. Secara ekologis tana mite ‘tanah hitam’ yang secara ekologis 2tergolong abiotic adalah jenis tanah yang juga digunakan dalam pembuatan aneka gerabah sebagai kerajian tradisional wanita perajin sejak dulu. Sebagai bentuk lingual yangs ecara morfologis tergolong kata majemuk itu, tana mite digunakan untuk pembuatan podo ‘periuk’, kawa ‘belanga’, pane ‘piring makan’, juga paso ‘tempayan air’. Kendatipun demikian, jenis tanah liat ini sesungguhnya krang diminati. Selain karena warnanya yang juga agak menghitam, tanah ini kurang baik dan agak sulit diolah atau dibentuk. 3 Tana Taki Kune ‘tanah liat kuning langsat’ Leksikon tana taki kune ‘tanah liat kuning langsat’ adalah salah satu jenis tana yang sangat baik mutunya untuk diolah menjadi gerabah. Di Wolotolo dan di Wolosoko, kedua jenis tanahlah yang digunakan untuk pembuatan aneka bentuk gerabah tradisional. Kandungan pasirnya pun tidak terlalu banyak. Selain itu, jikalau dicampur dengan tana taki mite ‘tanah liat hitam’ niscaya camuran itu doleh perempuan perajin dianggap lebih empuk. 2 Leksikon Turunan Hasil Proses Pembuatan Gerabah Sebelum datangnya peralatan rumah tangga yang dikenal sekarang ini, guyub tutur bahasa Lio telah memiliki peralatan rumah tangga asli dan tradisi seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Leksikon-leksikon Turunan Hasil Olahan No Nama dalam Bahasa Lio Bahasa Indonesia Makna dan Fungsi Keterangan 1. Podo Podo lo’o, Podo ria, dan Podo mbama Periuk Peiuk kecil dan periuk besar, dan periuk ritua Alat memasak nasi Podo mbama adalah periuk ukuran besar yang digunakan dalam ritual mbama 2. Kawa Kawa lo’o Kawa ria Belangabesar Belanga kecil Belanga Alat untuk memasak sayur-lauk Dipakai untuk ritual mbama dan ritual lainnya 3. Pane Pane ha’i boko Pane ha’I bewa Piring tanah Piring berkaki pendek Pring berkaki tinggi seperti piala Tempat nasi saat Pati Ka Ritual pengehormatan kepada leluhur dan Penguasa Alam 4. Pane ae Cangkir asli Tempat minum 5. Paso Tempat air Tempat air khusus saat ritual Sumber: Toni-Mbelo-Antonia Daba 70 th : Gerabah Secara morfologis bentuk-bentuk leksikon di atas ada yang tergolong bentuk dasar seperti: podo, kawa, pane, dan paso dan ada pula bentuk turinan yakni bentuk majemuk: podo lo’o ‘periuk kecil’, podo ria ‘periku besar’, podo mbama ‘periuk mbama’, kawa lo’o ‘belanga kecil’, kawa ria ‘belanga besar’, pane ha’i bewa ‘piring berkaki tinggi’, dan pane ha’i boko ‘piring berkaki pendek’, serta pane ha’i bewa ‘piring berkaki tinggi’. Secara semantik dan ekoleksikal, entitas-entitas tersebut tergolong tak bernyawa dan abiotic. Seperti tampak pada tabel di atas, peralatan rumah tangga khususnya dapur, guyub tutur bahasa Lio mengenal leksikon-leksikon podo ‘periuk’, podo lo’o ‘periuk kecil, podo ria ‘periuk besar’, kawa ‘belanga’, juga ada kawa lo’o ‘belangan kecil’ dan kawa ria ‘belanga besar’, pane ‘piring’, pane ha’i boko ‘piring berkaki pendek’, pane ha’i bewa ‘piring berkaki panjang, dan paso ‘tempat air’. Peralatan dapur dan makan itu dibuat dari tanah liat seperti diuraikan di atas. Guyub tutur bahasa Lio hingga setakat ini masih menggunakan peralatan tersebut. Tatkala melakukan ritual Pati Ka yakni memberikan makanan khas yang terdiri atas nasi asli, lauknya daging babi, ayam, atau kerbau, juga minuman berupa air putih dan arak asli, tempat yang dijadikan wadah nasi, lauk, dan air minum itu haruslah menggunakan pane ha’i bewa ukuran besar dan pane ha’i bewa ukuran lebih kecil masing-masing untuk nasi dan lauk. Sudah menjadi norma bahwa dalam melakukan ritual Pati Ka, masyarakat asli Etnik Lio harus memanfaatkan bahan makanan lokal yakni beras asli dari hasil ladangnya, demikian juga seharusnyalah daging dari hasil peliharaannya, di sisi sirih pinang bagi leluhur wanita dan rokok asli tembakau asli dengan daun lontar atau kulit buah jagung kering. Selain itu arak asli hasil irikan dari enau dijadikan minuman wajib yang harus ditaruh dalam tempurung kecil. Piring, gelas, dari keramik atau lainnya tidaklah diperkenankan. Dinamika kebudayaan material khususnya telah mengubah pula khazanah bahasa dan tentunya khazanah material yang dikodekan dalam bahasa Indonesia. Selain podo ‘periuk’, kawa ‘belanga’, pane ‘piring asli’ dan paso ‘tempat air’ , masyarakat bahasa Lio sudah mulai menggunakan panci, piring, dan gelas. Bahkan untuk menghidangkan makanan saat Pati Ka, di antara mereka sudah pula menggunakan peralatan makana mutakhir itu, tidak lagi alat-alat yang asli. Tradisi penggunaan peralatan asli sudah mulai tergeser. Meskipun demikian, sebagian besar mulai menggunakan kembali. 4.3 Khazanah Verba Kegerabahan Guyub Tutur Bahasa Lio Seperti diuraikan secara singkat di atas, interaksi dan interelasi warga guyub utur di lingkungan tertentu dengan sumber daya tertentu khususnya dengan tekstur tanah liat menjadikan tanah liat sebagai sumber daya. Sumber daya lingkungan itu diolah dengan kemampuan otak dan keterampilan tangan yang menghasilkan verba konstatatif dasar dan umum ju. Jadi, ju adalah bentuk dasar dan bersifat umum generic sebagai aktivitas kebudayaan yang tergolong kata kerja atau verba. Kekayaan leksikon kegerabahan di bawah ini menggambarkan kekayaan sumber daya tanah liat, sekaligus pola budaya dalam guyub tutur bahasa Lio ketika tanah diolah sedemikian rupa. Melalui keterampilan, kelenturan, serta keluwesan jemari dan ketangkasan tangan mengolah tanah liat itulah yang mengubah tanah liat menjadi bahan-bahan baru yang diproduksi dalam periode tertentu pula. Bahkan bahan-bahan olahan itu bernilai budaya instrumental tersendiri. Pengolahan berkaitan dengan proses dan atau tindakan sebagai bentuk aktivitas khusus untuk mengolah sesuatu, dalam hal inu mengolah tanah dalam beberapa tahapan kerja. Dengan demikian, muncullah kode-kode lingual yang menandai tindakan dan atau proses yang secara leksikon digolongkan sebagai kata kerja atau verbal. Di bawah ini dipaparkan data dan uraian serta pembahasannya. Tabel 2. Khazanah Verba Kegerabahan Guyub Tutur Bahasa Lio No. Verba Bahasa Lio Verba Bahasa Indonesia Elaborasi Proses Verba Kategori Verba Generik dan Spesifik 1 Rero rero atau gale poke e Menyerok Membuang kerikilbatu kecil yang ada di dalam gumpalan tanah liat Generik 2 Gale poke Menyeleksi Menyaring secara khusus dengaan jari tangan Spesifik 3 Gale Memilah dan memilih Memisahkan dan memilih Generik 4 Poke Membuang Membuang kerikil kecil atau bahan lain Generik 5 Koe tana Menggali Mengangkat tanah dari dalam untuk digunakan Generik 6 Wari tana Menjemur Menjemur di tempat yang teduh terlebih dahulu Generik 7 Dhe e Merendam Proses mencampur tanah liat dengan air Generik 8 Ru’bhu Didinginkan agar suhunya pas Membungkus tanah dengan kain setelah direndam Generik 9 Dhu togi Menumbuk tanah diolah jadi halus Melumatkan tanah liat hingga halus dan lembut Spesifik 10 Ju ju Pembuatan gerabah secara keseluruhan Membuat periuk, belanga, dan paso belanga, pane, paso Spesifik 11 Rewer əwe’ Membentuknya dengan jemari Istilah khusus untuk membentuk dengan menekan tanah yg sudah halus dalam proses pembuatan gerabah Spesifik 12 Pese-reme p əse rəme Istilah lebih khusus membentuk 13 Poru wiwi gego Istilah khusus membentuk dengan menekan atau memijat tanah yang halus dengan bantuan daun nangka atau daun jita agar permukaan halus Spesifik 14 Wetinggri ə Mengukir Membentuk secara khusus sesuai matif Spesifik 15 Foe Digaruk Menggaruk permukaan dan pinggiran gerabah untuk meratakan Spesifik permukaan 16 Kuma Melicinkan permukaan gerabah Menghaluskan permukaan dengan menggunakan kima atau rumah siput dan watu moso watu mos ɔ batu bulat halus Spesifik 17 Wari Menjemur Menjemur di panas matahari Generik 18 Ngga Mengangin- anginkan Mengeringkannya di tempat yang teduh Spesifik 19. Welu w əlu Memibiarkan kena angina Membiarkan di tempat yang teduh selama beberapa hari Generik 20 Sui Mengeringkan Mengeringkannya dengan panas dari asap api dapur Generik 21 Bui Membakar Membakar gerabah dengan api berbahan khusus Generik 22 Tu’a Pengujian Pengetesan mutu melalui memasak perdana hingga air mendidih dan meluap dengan menggunakan gerabah meluap pertanda gerabah tersebut layak dan bermutu sempurna dan siap digunakan Spesifik Secara morfologis leksikon-leksikon verba di atas tergolong bentuk dasar seperti: koe ‘menggali’ , gale ‘memilih’, wari ‘menjemur’ togi ‘menumbuk’, rubhu ‘membungkus dan mendinginkannya’, dhe ‘merendam dengan air’, sui ‘mengeringkannya dengan asap api dapur’, bui ‘membakar hingga matang’, dan seterusnya. Di sisi itu gale poke ‘memilih dan membuangkan’ tergolong deretan verba proses pula. Pada kolom terakhir dalam tabel di atas disebutkan pula konsep verba-verba generic dan spesifik. Kategori verba generic dimaksudkan verba-verba yang digunakan dalam ranah pakai pada umumnya di luar aktivutas dan proses pembuatan gerabah. Verba wari ‘menjemur’ dan verba dhe ‘merendam’ tergolong verba-verba generic karena dapat saja digunakan pada ranah pakai lainnya. Akan tetapi yang dikategorikan sebagai verba-verba spesifik seperti togi ‘menumbuk’, rewe ‘meremas dan membentuk’, weti nggeri ‘mengukir’, kuma ‘menghalsukan permukaan den gan kima dan batu halus’, tu’a ‘mengetes mutu gerabah agar siap pakai’ tergolong verba-verba yang sangat spesifik. Verba-verba itulah yang secara sangat khusus hanya digunakan dalam peroses pembuatan gerabah, tidak ditemukan penggunaannya dalam ranah-ranah pakai lainnya. Seperti tampak pada tabel di atas, ada 22 verba kegerabahan yang tergolong verba konstatatif dalam tindakan atau proses pembuatan gerabah atau kerajinan keramik dalam guyub tutur bahasa Lio. Kekayaan verba konstatatif itu menggambarkan proses budaya gerabah dan merupakan teknik tradisional. Tata urutnya yang menggambarkan prosedur pembuatannya sejak awal hingga akhir dapat disimak di bawah ini. Koe Rero Gale ngilo Gale poke Poke Wari Dhe Rubhu Dhu-Togi Ju Rewe Pese-reme Poru-wiwi Wetinggeri Foe Kuma Ngga Wari Welu Sui Bui Tu’a Seperti tertera pada tabel dan paparan di atas, verba koe ‘menggali’ merupakan tahapan pekerjaan yang paling awal sebelum pengolahan gerabah yakni penyediaan bahan dasar yakni tanah liat yang diperoleh melalui kegiatan koe. Secara semantik verba koe ‘menggali’ bersifat generic karena berlaku untuk menggali apa saja, dalam kegiatan melubangi tanah. Pengetahuan tentang jenis dan lokasi tanah liat yang kemudian dijunjung oleh kaum perempuan perajin gerabah. Pekerjaan ini hanya dilakuakn oleh perempuan perajin gerabah. Pengetahuan tentang jenis tanah dengan sifat tanah yang liat dan lentur di lokasi tertentu membuka dan memeprkaya pengatehuan dan pengaaman yang secara akumulatif menandai kedekatan interelasi perajin gerabah dengan unsur abiotok ini. Tabel 3. Jenis, Sifat Tanah Liat, dan Peralatan Pengelolaan Gerabah No Leksikon nomina dalam bahasa Lio Bahasa Indonesia Tekstur dan Warna Mutu Tanah Liat 1 Tana taki Tanah liat Tana taki bara Tanah liat putih Tana taki mite Tanah liat hitam Tana paba Tanah coklat kemerahan bertekstur lembut, mudah pecah Tana bita Lumpur 2 Ae Air 3 Watu Batu Watu wa Batu Batu ceper, permukaan rata, dan lebar 4 Alu Alu Biasanya sejenis bambuaur 5 Podo p ɔdɔ Periuk Podo ria Periuk besar Biasanya untuk memasak beras merah asli saat ritual adat besar Podo lo’o Periuk kecil Biasanya untuk memasak saat ritual adat khusus 6 Kawa Belanga Untuk masak sayur 7 Pane e Piring dari tanah liat Podo sarangara Sejenis periuk berukuran sedang Untuk memasak dalam porsi sedang 8 Lara Siput Untuk melicinkan permukaan gerabah 10 Kima Siput Untuk melicinkan permukaan gerabah 11 Watu moso Batu bulat sedah, agak pipih Digunakan untuk 12 Wasa Kayu pipih Kaju oja Kayu pohon oja Jenis kayu yang digunakan untuk membuat wasa dan kondisinya kering 13 Kaju mage e Kayu dari pohon asam Jenis kayu yang digunakan untuk membuat wasa dan kondisinya kering 14 Dabu Pelepah kelapa Untuk bahan pembakaran gerabah 15 Sumbu Daun kelapa yang kering Untuk bahan pembakaran gerabah 16 Ki Alang-alang Untuk bahan pembakaran gerabah 17 peri ə Bamboo Bahan pembakaran 18 Aufuro Sejenis bamboo Bahan pembakaran Tabel 4. Adjektiva Flora Guyub Tutur Lio No Adjektiva bahasa Lio Bahasa Indonesia Kategori Semantik Keterangan 1 Mite Hitam Istilah umum 2 Bara Putih Istilah umum 3 Lo’o Kecil Istilah umum 4 Ria Besar Istilah umum 5 Taki Liat Istilah umum 6 Amo Licin halus permukaan Istilah umum 7 Tu’a Keras Istilah umum 8 Tu’a Keras karena dijemur dan dibakar Produk yang sudah siap digunakan 9 Keku ə Lembut Istilah umum Tabel 5. Numeralia Flora dan Fauna Guyub Tutur Bahasa Lio No. Numeralia bahasa Lio Numeralia bahasa Indonesia Makna dan Fungsi Ekleksikal Keternagan 1 Sa Satu 2 Sabu ’a Sebongkah tanah 3 Sapodo Satu periuk 4 Sapane Satu piring tanah liat 5 Sakawa Satu periuk 6 Sapaso Satu paso

BAB V KHAZANAH LEKSIKON FLORA KEPANGANAN