PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ALVEOLUS PARU-PARU TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN

DEWASA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL 50% (Skripsi)

Oleh

Prataganta Iradat

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

(3)

(4)

PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) JANTAN

DEWASA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL 50%

Oleh

PRATAGANTA IRADAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

Judul Skripsi : PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH

(Rattus Norvegicus) JANTAN DEWASA

GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL 50%

Nama Mahasiswa : Prataganta Iradat

Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011015

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

dr.Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed dr.Ety Apriliana, M.Biomed

NIP 198010182006042001 NIP 197804292002122002

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Dr.Sutyarso, M.Biomed


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr.Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed

Sekretaris : dr.Ety Apriliana, M.Biomed

Penguji Bukan

Pembimbing : dr.Muhartono, M.Kes, Sp.PA

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed

NIP 195704241987031001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 20 Maret 1991, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Jasumbai Tamsil Rusmania dan Ibu Hartati.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 81/II Muara Bungo pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP) di SLTPN 1 Muara Bungo pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2009.

Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di organisasi GEN-C FK Unila sebagai Ketua Umum periode 2010-2011, dan PMPATD PAKIS Rescue Team FK Unila Sebagai Kepala Divisi Diklat periode 2010-2011.


(8)

SANWACANA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul ” Pengaruh Pemberian Propolis Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Galur Sprague dawley Yang Diinduksi Etanol 50%” ini disusun merupakan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada :

1. Kedua orang tua, Mamah (Hartati) yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan ananda dengan penuh kasih sayang serta Papah (Jasumbai Tamsil Rusmania) yang senantiasa memberikan nasihat dan


(9)

pelajaran berharga tentang pentingnya arti kehidupan. Tiada bosan-bosannya lantunan doa terucap dari mulut papah dan mamah demi kesuksesan ananda. Terima kasih atas spirit, dukungan, do’a, motivasi, serta inspirasinya selama ini;

2. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed selaku Pembimbing Pertama atas semua saran, motivasi, bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini;

4. dr. Ety Apriliana, M.Biomed selaku Pembimbing Kedua atas semua bantuan, bimbingan, saran, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini; 5. dr. Muhartono, M. Kes., Sp.PA selaku pembahas yang telah banyak

memberikan kritik dan saran yang membangun selama penyelesaian skripsi ini;

6. dr. Oktadoni Saputra dan dr. Risal Wintoko selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama 3,5 tahun perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini;

7. Saudara perempuan tercinta Andueriganta Fadhlihi yang selalu menjadi adik sekaligus teman terdekat bagi penulis selama ini. Terima kasih atas dukungan dan doanya;

8. Keluarga besar H. RM Nawawi (Keluarga Besar Tamin) yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas canda dan tawanya selama ini;


(10)

9. Kelluarga H. Usman Zahri yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya. Terima kasih atas spirit dan motivasi yang telah diberikan selama inil;

10.Seluruh staff Dosen FK Universitas Lampung, terima kasih telah banyak memberikan pemahaman dan tambahan wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk mencapai cita-cita;

11.Bapak dan Ibu Staff Pegawai dan Karyawan FK Unila, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini;

12.Cyntia Amanda sebagai teman terdekat, tempat bertukar pikiran dan tempat berkeluh kesah. Terima kasih atas saran, motivasi dan dukungannya;

13.Teman satu tim penelitian, M. Iqbal Tafwid. Terima kasih atas keringat, kerja keras dan tanggung jawab selama penelitian berlangsung;

14.Teman-teman yang telah mengajarkan pentingnya arti persahabatan M. Iqbal Tafwid (Ibal), M. Pasca Yogatama (pascum), M. Aprimond Syuhar (Emon Rollick), Hario Tri Hendroko (Iok Tolso), Achmad Fariz R (Ais). Terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin selama perkuliahan ini. Semoga persahabatan ini akan terus terjalin hingga akhir hayat.

15.Charla Gutri, Vindita Mentari, Widhi Astuti, Nurul Hidayah atas keakraban, semangat, nasihat, dukungan dan doa yang telah kalian berikan;

16.Saudara-saudara baru KKN Pugung Raharjo (Kyay Hadi, Ardi, Nisa,


(11)

keakrabannya sehingga menjadikan kita sebagai keluarga baru yang luar biasa;

17.Teman-teman kos Sawah Baru Kyay Hadi, Edol, Bang Anda, Bang Andi, Bangun, Agung. Terima kasih atas persahabatan singkat yang baru saja terjalin, akan tetapi telah banyak memberikan manfaat;

18.Sahabat-sahabat Alumni SMAN 3 Bandar Lampung, Rully, Isti, Obi, Dedi, Aris, Arief (Alm.), Aziz, Binsar, Yaik, Wadon dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas cinta, persaudaraan, pengalaman dan dukungannya;

19.Teman-teman FK Unila angkatan 2009 (DORLAN) yang tak bisa disebutkan satu per satu, baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu selama proses perkuliahan. Terima kasih atas inspirasi, kebersamaan, keakraban, dukungan dan motivasi selama ini.

20.Seluruh sejawat Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku angkatan 2002-2012 FK Unila yang tidak dapat disebutkan satu–persatu atas kebersamaan dalam satu kedokteran.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Demikianlah, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.

Bandar Lampung, Januari 2013


(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Propolis atau lem lebah adalah suatu zat yang dihasilkan oleh lebah madu. Dikumpulkan oleh lebah dari pucuk daun-daun yang muda untuk kemudian dicampur dengan air liurnya digunakan untuk menambal dan mensterilkan sarang (Anonim, 2010). Propolis atau lem lebah merupakan produk alami dari lebah madu yang mempunyai potensi antioksidan yang tinggi (Gheldof et al, 2002). Propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan oksidan dan radikal bebas dibandingkan dengan hasil produk lebah lainnya (Nakajima et al, 2009). Kandungan flavonoid di dalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas (Mot et al, 2009).

Komponen utama dari propolis adalah flavanoid dan asam fenolat, termasuk

Caffeic acid phenetyl ester (CAPE) yang kandungan nya hampir 50% dari seluruh komposisi. Flavanoid hampir terdapat di spesies bunga. Flavanoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh tumbuhan (Franz, 2008).


(19)

2

Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat meningkatkan ekspresi glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD) yang didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E. Caffeic acid mempunyai aktivitas antioksidan 4-6 kali lebih kuat terhadap oksidan dan H2O2

dan radikal bebas O2, dibandingkan vitamin C dan N-acetyl-cystein (NAC)

(Nakajima et al, 2009). Manfaat propolis selain sebagai antioksidan adalah antibakteri, antiinflamasi, antiviral, hepatoprotektif, antitumor, mencegah terjadinya ulkus dan vasodilator (Viuda et al, 2008; Nakajima et al, 2009).

Salah satu oksidan yang dapat menimbulkan stres oksidatif adalah etanol. Etanol dipilih sebagai oksidan mengingat penyalahgunaan etanol telah menjadi permasalahan sosial di seluruh dunia (Brunton et al, 2008). Jumlah total kematian akibat konsumsi etanol di dunia diperkirakan sekitar 2,25 juta pada tahun 2004. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah kematian akibat HIV/AIDS dan TBC. Secara umum, 6,2% dari semua kematian pada pria berhubungan dengan etanol, sedangkan pada wanita etanol menyebabkan kematian sebesar 1,1% (WHO, 2011).

Pada peminum alkohol kronis terjadi peningkatan radikal bebas. Menurut Kono,

et al (2001), diperkirakan sumber dari radikal bebas tersebut adalah xanthin oxidase dan NADPH sebab penghambatan enzim tersebut dapat menurunkan produksi radikal bebas pada tikus yang diberikan etanol. Pada penelitian lain juga


(20)

3

menyebutkan, peningkatan radikal bebas akibat pemberian alkohol akan mengaktifkan nuclear factor yang akan meningkatkan tumor necrosis factor

(TNF α) yang berperan terhadap nekrosis dan inflamasi pada hati (Nanji, 2003).

Hati merupakan organ tubuh yang penting untuk mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan tubuh, termasuk alkohol/etanol. Proses detoksifikasi dari etanol di hepar terjadi di dalam peroxisome melalui proses reaksi

peroxidative dengan bantuan enzim peroxisomal catalase dengan menggunakan H2O2 ( Thannickal and Fanburg, 2000).

Konsumsi alkohol (etanol) yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai efek samping. Namun, yang dampaknya besar adalah tiga bentuk penyakit hati yaitu: (1) steatosis hati (perlemakan hati), (2) hepatitis alkoholik, dan (3) sirosis, yang secara bersama-sama disebut sebagai penyakit hati alkoholik. Paling sedikit, 80% dari peminum berat mengalami perlemakan hati (steatosis), 10% hingga 15% mengalami hepatitis alkoholik dan sekitar 10% terjangkit sirosis (Robbins et al, 2007).

Penelitian mengenai efek propolis melawan zat-zat yang menyebabkan stres oksidatif pada hepar masih jarang dilakukan di Indonesia. Melihat fakta tersebut dan mengingat penelitian mengenai pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar tikus yang diinduksi etanol masih jarang dilakukan, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini.


(21)

4

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi etanol 50%?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi etanol 50%. 2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian untuk untuk melihat adanya pengaruh pemberian propolis terhadap perbaikan gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi etanol 50%.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan sehingga dapat mengembangkan khasanah keilmuan peneliti terutama pengetahuan mengenai pengaruh pemberian propolis terhadap hepar.


(22)

5

2. Bagi Bidang Kedokteran

Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk mengkonsumsi propolis secara rutin demi menjaga kesehatan tubuh. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberikan gambaran kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang fokus serupa.

E. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teori

Pada peminum alkohol kronis terjadi peningkatan radikal bebas. Menurut Kono, et al (2001), diperkirakan sumber dari radikal bebas tersebut adalah

xanthin oxidase dan NADPH sebab penghambatan enzim tersebut dapat menurunkan produksi radikal bebas pada tikus yang diberikan etanol. Pada penelitian lain juga menyebutkan, peningkatan radikal bebas akibat pemberian alkohol akan mengaktifkan nuclear factor yang akan meningkatkan tumor

necrosis factor (TNF α) yang berperan terhadap nekrosis dan inflamasi pada hati (Nanji, 2003).


(23)

6

Propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan oksidan dan radikal bebas dibandingkan dengan hasil produk lebah lainnya (Nakajima et al, 2009). Kandungan flavonoid di dalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas (Mot et al, 2009). Salah satu ikatan fenol yang ada dalam propolis yaitu CAPE (Viuda et al, 2008). CAPE merupakan sisi aktif flavonoid yang bekerja untuk memaksimalkan aktivitas scavenger terhadap radikal bebas, dengan cara menurunkan aktivitas radikal hidroksil (OH) sehingga tidak terlalu reaktif lagi (Cadenas and Packer, 2002).

Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat meningkatkan ekspresi glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD) yang didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E.

Caffeic acid mempunyai aktivitas antioksidan 4-6 kali lebih kuat terhadap

oksidan dan H2O2 dan radikal bebasO2-, dibandingkan vitamin C dan


(24)

7

Berikut ini adalah diagram kerangka teori pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar

Keterangan:

: Meningkatkan : Menyebabkan : Mengandung : Menghambat

Gambar 1. kerangka teori

propolis

Nekrosis dan inflamasi

TNF α (Tumor

Nekrosis Faktor α

radikal bebas NADPH

induksi mikrosom sitokrom p-450

alkohol

CAPE (Caffeic Acid Phenetyl Ester)

G6PD

Nekrosis dan inflamasi hati


(25)

8

2. Kerangka Konsep

Berikut ini adalah diagram kerangka konsep pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar.

Gambar 2 .Diagram kerangka konsep pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar

Variabel bebas: Propolis

Variabel terikat: Gambaran

histopatologi hepar (degenerasi lemak yang terjadi pada hepatosit)


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Propolis

1. Pengertian propolis

Propolis adalah bahan resin yang dikumpulkan oleh lebah dari eksudat dan tunas tanaman, dicampur dengan lilin dan enzim lebah. Propolis kata bahasa Yunani (pro = dalam pertahanan atau untuk, dan polis = kota). Pentingnya propolis bagi lebah, karena mereka menggunakannya untuk melicinkan dinding sarang, serta untuk melindungi koloni dari penyakit dan untuk menutupi bangkai penyusup yang meninggal dalam sarang, mencegah pembusukan bangkai penyusup tersebut. (Bankova et al, 2000). Asal tanaman penghasil propolis belum dapat diketahui semuanya, yang saat ini diketahui adalah berasal dari getah resin tanaman kelompok pinus dan akasia (Salatino et al, 2005)

2. Komposisi Propolis

Propolis terdiri dari resin (50%), wax (30%), essential oils (10%), pollen (5%), dan komponen organik (5%) (Gomez et al., 2006). Resin


(27)

10

mengandung flavonoid, fenol, dan berbagai bentuk asam (Borelli et al., 2002). Salah satu ikatan fenol yang ada dalam propolis yaitu Caffeic Acid

Phenethyl Ester (CAPE) (Viuda et al, 2008).

Komposisi propolis kimia propolis terdiri dari flavanoid yang meliputi hampir 50%,selain itu asam kafeat/caffeic acid phnetyl ester (CAPE),asam ferulat dan mineral dalam jumlah kecil.Berikut beberapa komposisi dari propolis:

Tabel 1. Komposisi propolis (Franz, 2008)

Kelas Komponen

Grup Komponen Presentase(%)

Resin Flavonoid,Asam fenolat ester(CAPE) 45-55

Asam lemak,

lilin Lilin lebah dan zat lain yang berasal dari tumbuhan 25-35

Minyak esensial

Zat yang mudah menguap 10

Polen Protein(16 asam amino bebas,>1%) arginin,dan

prolin sebanyak 46% 5

Bahan organic dan mineral lain

14 mineral(besi, seng, keton, lakton, quinon,

steroid, asam benzoic,vitamin,gula) 5

Komponen utama dari propolis adalah flavanoid dan asam fenolat,termasuk CAPE yang kandungan nya hampir 50% dari seluruh komposisi. Flavanoid hamper terdapat di spesies bunga. Flavanoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh tumbuhan (Franz, 2008).


(28)

11

Gambar 3. Struktur kimia propolis.

3. Manfaat Propolis

Caffeic acid phenethyl ester (CAPE), komponen biologis aktif dari propolis lebah dan memililiki kesamaan struktur dengan flavonoid telah digunakan sebagai obat tradisional dengan tidak terdapatnya efek samping yang berbahaya terhadap sel normal (Ilhan et al, 1999). Hal tersebut diakui telah digunakan sebagai antioksidan terhadap berbagai proses oksidatif pada hewan sebagai modelnya dan memperlihatkan aktifitas biologi seperti antiviral, anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-mitogenic, dan immunomodulator. Efek farmakologi dan fisiologis telah ditelusuri baik secara invivo dan invitro. Hubungan struktur-aktivitas telah diidentifikasi dengan menggabungkan potensi sampah radikal bebas (Wu et al, 2007).

Menurut Sforcin and Bankova (2011), beberapa manfaat propolis bagi tubuh antara lain :

a. Sebagai immunomodulator b. Antitumor


(29)

12

c. Antimikroba

d. Anti-alergi, rhinitis, dan asma e. Terapi pada Diabetes Melitus.

B. Hepar

1. Anatomi Hepar

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh (Moore and Agur, 2002) dan memiliki banyak fungsinya (Snell, 2006). Hepar terlindungi oleh costae bagian bawah dan sebagian besar massanya terletak di sisi kanan atas (Snell, 2006).

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas

abdominalis tepat di bawah diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006)


(30)

13

Gambar 4. Topografi hepar dilihat dari anterior dan posterior (Netter, 2002)

Hepar memiliki facies diaphragmatica dan facies visceralis (dorsokaudal) yang dibatasi oleh tepi kaudal hepar. Facies diaphragmatica licin dan berbentuk kubah sesuai dengan cekungan permukaan kaudal diaphragma, tetapi sebagian besar terpisah dari diaphragma karena recessus

subphrenicus cavitas peritonealis. Facies visceralis tertutup oleh peritoneum, kecuali pada vesica biliaris dan porta hepatis (Moore and Agur, 2002).

Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat di facies visceralis dan terletak di antara lobus caudatus dan lobus quadratus. Pada tempat ini terdapat ductus


(31)

14

vena portae hepatis, dan serabut saraf simpatis dan parasimpatis (Snell, 2006).

Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dexter dan lobus hepatis sinister yang masing-masing berfungsi secara mandiri. Lobus hepatis dexter dibatasi terhadap lobus hepatis sinister oleh fossa vesicae biliaris dan sulcus venae cavae pada fascies visceralis hepatis, dan oleh sebuah garis khayal pada permukaan diaphragmatic yang melintas dari fundus vesica billiaris ke vena cava inferior. (Moore and Agur 2002).

Gambar 5. Anatomi hepar dilihat dari (b) anterior dan (c) inferior (Saladin, 2003)

Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang


(32)

15

ductus choledochus (trias hepatis). Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis (Snell, 2006).

2. Fisiologi hati

Hepar adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Selain itu, hepar juga merupakan organ yang paling rumit dan memiliki beragam fungsi. Hepar sangat penting untuk mempertahankan hidup, berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda (Sherwood, 2001; Price and Wilson, 2006).

Menurut Guyton and Hall (2006), hati memiliki beberapa fungsi metabolic yaitu:

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi penting hati terutama untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hati mengambil kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi gula darah mulai turun terlalu rendah.

b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme asam lemak, antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh


(33)

16

yang lain, pembentukan kolesterol dan fosfolipid, pembentukan sebagian besar lipoprotein, serta pembentukan lemak dari protein dan karbohidrat.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein, antara lain: deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan pembentukan beragam asam amino.

d. Fungsi hati yang berkaitan dengan proses pembekuan darah

Zat-zat yang dibentuk di hepar yang digunakan pada proses koagulasi meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan vitamin K. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

e. Penyimpan vitamin, zat besi, dan detoksikasi obat-obatan, hormon atau zat lain dalam tubuh serta sebagai fagositosis dan imunitas.

Walaupun fungsinya sangat beragam, spesialisasi sel-sel dalam hati dalam hati sangat sedikit. Tiap-tiap sel hati atau hepatosit tampaknya mampu melaksanakan berbagai tugas metabolic diatas, kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen atau yang lebih dikenal dengan sel Kuppfer ( Sherwood, 2001).


(34)

17

3. Histologi Hepar

Hepar dibungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat (kapsula Glisson) yang menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki hepar dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hepar. Pembuluh-pembuluh dan duktus ini dikelilingi jaringan ikat di sepanjang perjalanannya ke bagian ujung (atau bagian asal) didalam celah portal antar lobuli hati. Di tempat ini terbentuk serat retikulin halus yang menopang hepatosit dan sel endotel sinusoid di lobulus hepar (Junqueira

and Carneiro, 2007).

Gambar 6. Skematis struktur hepar (Junqueira and Carneiro, 2007).

Hati terdiri atas satuan heksagonal disebut lobulus hati. Di pusat setiap lobulus, terdapat sebuah vena sentral yang dikelilingi lempeng-lempeng sel hati, yaitu hepatosit dan sinusoid secara radial. Jaringan ikat di sini


(35)

18

membentuk triad porta atau daerah porta, tempat cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan cabang duktus biliaris. Darah arteri dan darah vena mula mula bercampur disinusoid hepar saat mengalir ke vena sentral. Dari sini darah memasuki sirkulasi umum melalui vena hepatika (Eroschenko, 2003).

Hepar manusia mengandung 3-6 celah portal per lobulus. Masing-masing celah portal terdapat sebuah venula cabang vena porta, sebuah arteriol cabang arteri hepatika, sebuah duktus sebagai bagian dari sistem duktus biliaris, dan pembuluh limfe (Junqueira and Carneiro, 2007).

Gambar 7. Tiga dimensi hepar normal (Junqueira and Carneiro, 2007).

Sinusoid hepar adalah saluran darah yang berliku-liku dan melebar, dengan diameter tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat tidak utuh, yang dipisahkan dari hepatosit di bawahnya oleh ruang perisinusoidal. Akibatnya


(36)

19

zat makanan yang mengalir di dalam sinusoid yang berliku-liku, menembus dinding endotel yang tidak utuh dan berkontak langsung dengan hepatosit (Eroschenko, 2003).

Gambar 8. Histologi hati tikus dengan pembesaran 20 (Ownby, 2002)

4. Histopatologi Hepar

Dari sudut pandang patologik, hepar adalah organ yang secara inheren sederhana dengan berbagai respons yang terbatas terhadap cedera. Secara umum terdapat lima respons hepar terhadap cedera, yaitu (Robbins et al, 2007):

a. Peradangan

Cedera hepatosit yang menyebabkan influks sel radang akut atau kronis ke hepar disebut hepatitis. Serangan terhadap hepatosit hidup yang


(37)

20

mengekspresikan antigen oleh sel T yang telah tersensitisasi merupakan penyebab umum kerusakan hepar. Peradangan mungkin terbatas di saluran porta atau mungkin meluas ke parenkim.

Gambar 9. Hepatosit ground-glass (tanda panah) pada hepatitis B kronik (Robbins et al, 2007).

b. Degenerasi

Kerusakan akibat gangguan toksik atau imunologis dapat menyebabkan hepatosit membengkak, tampak edematosa (degenerasi balon), dengan sitoplasma iregular bergumpal dan rongga-rongga jernih yang lebar. Selain itu, bahan empedu yang tertahan dapat menyebabkan hepatosit tampak membengkak seperti berbusa (degenerasi busa). Akumulasi butiran lemak di dalam hepatosit disebut steatosis. Butir-butir halus yang tidak menyebabkan nukleus tergeser disebut steatosis

mikrovesikular dan ditemukan pada keadaan-keadaan seperti penyakit hati alkoholik, sindrom Reye, dan perlemakan hati akut pada kehamilan.


(38)

21

Gambar 10. Mekanisme yang menyebabkan akumulasi trigliserida pada perlemakan hepar (Robbins et al, 2007).

Gambar 11. Perlemakan hepar (Robbins et al, 2007).

c. Kematian sel (nekrosis)

Pada nekrosis, tersisa hepatosit yang mengalami mumifikasi dan kurang terwarnai, umumnya akibat iskemia atau nekrosis koagulasi. Kematian sel yang bersifat toksik atau diperantarai oleh sistem imun terjadi melalui apoptosis, yang hepatositnya menjadi ciut, piknotik, dan sangat eosinofilik. Selain itu, hepatosit dapat mengalami


(39)

22

pembengkakan osmotik dan pecah yang disebut degenerasi hidropik atau nekrosis litik.

d. Fibrosis

Jaringan fibrosis terbentuk sebagai respons terhadap peradangan atau gangguan toksik langsung ke hepar. Pengendapan kolagen menimbulkan dampak permanen pada pola aliran darah hepar dan perfusi hepatosit. Pada tahap awal, fibrosis muncul di dalam atau sekitar saluran porta atau vena sentralis, atau mengendap langsung di dalam sinusoid. Lambat laun jaringan fibrosa menghubungkan regio hepar dari porta-ke-porta, porta-ke-sentral, atau sentral-ke-sentral yang disebut bridging fibrosis.

e. Sirosis

Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan hepar terbagi-bagi menjadi nodus hepatosit yang mengalami regenerasi dan dikelilingi oleh jaringan parut. Jaringan parut ini disebut sirosis.


(40)

23

C. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley

Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, yang mana manusia juga merupakan dari

golongan mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan

nutrisi, metabolisme bio-kimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresi menyerupai manusia (Sinar Harapan, 2002).

Tikus putih (R. norvegicus) yang memiliki nama lain Norway rat, termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada umur duabelas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikusmemiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois 2005).

1. Klasifikasi

Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) menurut Myers and Armitage (2004).

Kingdom : Animalia


(41)

24

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Sciurognathi

Famili : Muridae

Sub-Famili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus Galur/Strain : Sprague dawley

2. Jenis

Tikus putih atau tikus albino galur outbred lebih sering digunakan untuk penelitian di laboratorium dibandingkan galur inbred. Beberapa contoh jenis tikus putih galur outbred adalah Wistar, Sprague dawley, yang lebih cepat tumbuh dibandingkan tikus Wistar, dan Long Evans, yang lebih kecil dibandingkan tikus Wistar atau Sprague dawley. Galur Fisher 344 dan Lewis adalah tikus putih galur inbred yang paling banyak digunakan dalam penelitian (Animal Care Program, 2011).

Tikus Sprague Dawley yang merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna digunakan secara ekstensif dalam riset medis. Rata-rata ukuran berat tubuh tikus Sprague Dawley adalah 10.5. Berat badan dewasa adalah


(42)

25

250-300g bagi betina, dan 450-520g untuk jantan. Hidup yang khas adalah 2,5-3,5 tahun.

3. Biologi Tikus Putih

Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan tikus besar. Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram (FKH UGM, 2006).

D. Etanol

Etanol (etil alkohol, grain alkohol) adalah cairan bening dengan warna yang memiliki karakteristik dan bau yang khas. Etanol,CH3CH2OH, adalah alkohol, sekelompok senyawa kimia yang molekulnya mengandung gugus hidroksil,-OH, terikat dengan sebuah atom karbon (Sakhasiri, 2009). Lebih dari 90 % alkohol yang dikonsumsi dioksidasi dalam hati, sisanya diekskresikan dalam paru-paru dan urin (Katzung et al, 2007).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2011, tercatat 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat alkohol dan 9% kematian tersebut terjadi pada orang muda (15-29 tahun).


(43)

26

1. Absorsbsi dan Distribusi Etanol

Alkohol yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diabsorbsi melalui mukosa mulut dan epitel gastrointestinal dan sebagian besar (80%) diabsorbsi di usus halus, sisanya diabsorbsi di kolon. Setelah dikonsumsi, etanol diserap tanpa diubah dalam lambung dan usus halus. Zat ini kemudian tersebar kesemua jaringan dan cairan tubuh sesuai kadar dalam tubuh (Robbins et al, 2007, Zakhari, 2006).

Kecepatan absorbsi tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol diminum dan dimasukkan dalam lambung yang kosong maka kadar puncak dalam darah telah dapat dideteksi pada 30 - 90 menit sesudahnya (Zakhari, 2006). Dalam keadaan puasa, alkohol yang ditelan mencapai kadar puncak dalam darah selama 30 menit (Katzung et al, 2007).

Setelah diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Sekitar 90 - 98% alkohol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi, sedangkan 2-10%nya diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu dan air ludah (Darmono, 2000 ).


(44)

27

2. Metabolisme Etanol

Hepatosit memiliki tiga jalur metabolisme alkohol, yang masing-masing terletak pada bagian yang berlainan. Jalur yang utama adalah jalur alkohol dehidrogenase (ADH) yang mengandung seng dan mengkatalis perubahan alkohol menjadi aldehid. (Boogan, 2003; Katzung et al, 2007).

C2H5OH + NAD+ CH3CHO + NADH + H+

Gambar 12. Metabolisme etanol jalur ADH (Katzung et al, 2007).

Dalam keadaan fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang berasal dari fermentasi dalam saluran cerna dan juga untuk proses dehidrogenase steroid dan omega oksidasi asam lemak. ADH memecah alkohol menjadi hidrogen dan asetaldehida (Anonymous, 2011). Asetaldehida umumnya memiliki waktu singkat, dengan cepat dipecah oleh enzim lain yang disebut aldehida dehidrogenase (ALDH) menjadi senyawa yang kurang toksik yang disebut asetat (CH 3 COO -) oleh enzim lain yang disebut aldehida dehidrogenase

(ALDH). Asetat kemudian dipecah menjadi karbondioksida dan air, terutama di jaringan selain hati. (NIAAA, 2007).

Gambar 13. Metabolisme Etanol (NIAAA, 2007) ADH


(45)

28

Menurut Boogan (2007) sistem lain di hati yang mengoksidasi etanol melalui enzim sitokrom P450IIE1 (CYP2E1) disebut sistem Meos (Microsomal Ethanol Oxidizing System). Reaksi dikatalisis oleh Meos adalah:

CH 3 CH 2 OH + NADPH + O 2 CH 3 CHO + NADP + + H 2 O.

Gambar 14. Sistem oksidasi eranol yang dikatalis oleh MEOS (Boogan, 2007).

Meskipun signifikansi kecil dibandingkan dengan metabolisme ADH etanol, sistem Meos tampaknya memainkan peran yang semakin penting pada konsentrasi yang lebih tinggi dari etanol. Hal ini tidak mengherankan bahwa ada variasi dalam enzim P450E1 yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat metabolisme etanol. Hal ini mungkin memiliki implikasi untuk kerusakan jaringan dari etanol, khususnya di hati.

Sebagian besar alkohol dalam darah mengalami biotransformasi menjadi asetildehida oleh alkohol dehidrogenase dalam sitosol sel hati dan mukosa lambung dan bila kadar dalam darah meningkat juga oleh sitokrom P-450 (CYP2E1) dan katalase di hati. Dalam reaksi tersebut, nikotinamid adenine dinukleotida (NAD) mengalami reduksi menjadi NADH. Asetildehid kemudian diubah menjadi asam asetat (Robbins et al, 2007).


(46)

29

Gambar15. Metabolisme etanol. ADH, alkohol dehidrogenase; ALDH, aldehida dehidrogenase (Robbins et al, 2007).

3. Eksresi etanol

Lebih dari 90% alkohol yang dikonsumsi dioksidasi dalam hati, sisanya diekskresikan tanpa diubah melalui paru-paru , urine, dan keringat (Katzung

et al, 2007; Robbins et al, 2007).

4. Pengaruh Etanol terhadap Tubuh.

Menurut Robbins et al (2007) beberapa pengaruh dari etanol terhadap tubuh antara lain


(47)

30

a. Hepar

Tiga bentuk penyakit hati akibat alkohol kronis yaitu : 1. Steatosis hati (perlemakan hati), 2. Hepatitis alkoholik dan 3. Sirosis hati, yang secara bersamaan disebut penyakit hati alkoholik

Gambar16. Hubungan antara steatosis hati, hepatitis, dan sirosis penyakit hati alkoholik.

b. Saluran cerna.

Perdarahan massif dari gastritis, tukak lambung, atau varises esophagus.

c. Sistem saraf pusat.

Defisiensi tiamin sering terjadi pada pecandu alkohol. Kelainan utama pada defisiensi ini adalah neuropati perifer dan sindrom Wernicke-Korsakoff. Atrofi cerebrum, degenerasi serebelum, dan neuropati optic juga dapat terjadi, mungkin berkaitan langsung dengan alkohol atau produknya.


(48)

31

d. Sistem kardiovaskular

Alkohol menimbulkan beragam efek pada jantung. Cedera langsung miokardium dapat menyebabkan kardiomiopati kongestif dilatatif. Di lain pihak, alkohol dalam jumlah sedang (sekali minum/hari) dilaporkan meningkatkan kadar HDL dan menghambat agregasi trombosit sehingga insiden penyakit jantung koroner berkurang. Akan tetapi minum dalam jumlah besar menyebabkan penurunan kadar HDL sehingga meningkatkan resiko jantung koroner. Alkoholime kronis juga dilaporkan menyebabkan peningkatan insiden hipertensi.

e. Pankreas

Kelebihan asupan alkohol meningkatkan resiko penkreatitis akut dan kronis.

f. Efek lain

Pemakaian etanol selama kehamilan dapat menyebabkan sindrom alkohol janin, yaitu retardasi pertumbuhan dan penurunan fungsi mental pada neonatus. Dari penelitian epidemiologis, terjadi peningkatan insiden kanker rongga mulut, esophagus, dan mungkin payudara pada perempuan.


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only

control group design. Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang berumur 3-4 bulan dipilih secara acak menjadi 5 kelompok.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 14 hari pada bulan Desember 2012. Perhitungan dosis propolis dilakukan di laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(50)

33

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus

novergicus) jantan dewasa galur Sprague dawley berumur 3-4 bulan yang diperoleh dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sampel penelitian ini ditetapkan berdasarkan rumus Dahlan (2009). Pada uji eksperimental ini, variabel yang diuji adalah numerik tidak berpasangan sehingga perhitungan sampel dihitung dengan rumus:

Ket :

n1 =n2= jumlah sampel perkelompok

Zα = deviat baku alfa

Zβ = deviat baku beta S = Simpang Baku

x1-x2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Dengan nilai Zα = 1,96; Zβ = 1,282; simpangan baku = S dan perbedaan rerata gambaran mikroskopis hepar diharapkan sebagai ( ).

Pada penelitian sebelumnya oleh Amalia (2008), yaitu membandingkan kadar

Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) yang diinduksi parasetamol, dengan memasukkan data masing-masing peningkatan pada indikator tersebut kedalam rumus maka akan diperoleh jumlah sampel yang digunakan sebagai berikut:


(51)

34

S= 0,2028

Jad pada penelitian ini sampel yang akan digunakan adalah 5 ekor tikus pada masing-masing kelompok percobaan dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok. Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus.

Kriteria inklusi:

a. Sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak, danbergerak aktif)

b. Memiliki berat badan sekitar 200-250 gram c. Berjenis kelamin jantan


(52)

35

Kriteria eksklusi :

a. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah masa adaptasi di laboratorium.

b. Mati selama pemberian perlakuan.

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu: etanol 50% v/v dengan dosis 5 gr/kgBB, larutan propolis dengan dosis 0,00009 ml/grBB, 0,00026 ml/grBB, dan 0,00078 ml/grBB, aquadest, tikus putih jantan dewasa galur

Sprague dawley, pakan dan minum tikus. 2. Bahan Kimia

Larutan chloroform sebagai pembius sebelum tikus di bedah 3. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah

a. Neraca analitik Mettler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 gr untuk menimbang berat tikus;

b. Pigmomanometer dan timbangan electronic balance untuk mengukur berat jenis dan dosis proplis;

c. Spuit oral 1 cc dan 5 cc;

d. Minor set untuk membedah perut tikus (laparotomi); e. Kandang tikus;

f. Botol minum tikus; g. Larutan NaCl


(53)

36

Dosis tikus = 0,042 mL x 70 kg x 0,018 = 2,94 x 0,018

= 0,0592/200grBB = 0,00026 mL/grBB h. Kapas.

i. Kamera digital

E. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pemberian Dosis Propolis

Propolis yang digunakan dalam penelitian ini adalah propolis dari salah satu merek dagang yaitu Mellia Nature Indonesia (MNI). Penentuan dosis yang diberikan berdasarkan hasil konversi dari manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus dengan berat badan 200 gr (Ngatidjan, 2006). Angka konversi dari manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus dengan berat badan 200 gram adalah 0,018. Dosis pemberian propolis pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg untuk pencegahan penyakit adalah 1-2 kali/hari sebanyak 7 tetes (anonymous, 2012). 1 tetes propolis setara dengan 0,03 mL, jadi 7 tetes propolis setara dengan 0,21 mL Pada penelitian ini akan menggunakan dosis 2 kali/hari sebanyak 7 tetes yang setara dengan 0,42 mL propolis.

Dosis propolis pertama dan ketiga ditentukan berdasarkan standar pengobatan herbal ASEAN, yaitu dosis paling rendah adalah 1/3 kali dosis dan dosis paling tinggi adalah 3 kali dosis (Anonymous, 2006).


(54)

37

Untuk kelompok perlakuan I = 1/3 x 0,00026 ml/grBB = 0,00009 ml/grBB. Untuk kelompok perlakuan II = 0,00026 ml/grBB. Untuk kelompok perlakuan III = 3 x 0,00026 ml/grBB

= 0,00078 ml/grBB.

Jadi, penelitian ini propolis sebanyak 0,00009 ml/grBB 1x sehari, 0,00026 ml/grBB 1x sehari, dan 0,00078 ml/grBB 1xsehari untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian propolis tersebut terhadap hepar tikus.

2. Prosedur Pemberian Dosis Etanol

Dosis etanol yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian sebelumnya mengenai pemberian etanol kepada tikus. Larasati (2011) melakukan penelitian mengenai efek protektif madu terhadap kerusakan hepar tikus yang diinduksi etanol. Dalam penelitian tersebut, tikus Sprague dawley jantan diberikan etanol 50 % (v/v) selama 14 hari dengan dosis 0,01 mL/grBB p.o. Pemberian etanol 50% (v/v) dosis 0,01 mL/grBB p.o tersebut menyebabkan sel hati tikus mengalami nekrosis, fibrosis, infiltrasi sel inflamasi, dan degenerasi lemak (Larasati, 2011).

Perhitungan volume pemberian etanol adalah 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100% (Schuckit, 1984). Jadi, jika konsentrasi etanol yang diinginkan 50%, maka dalam 50% v/v 100 ml terdapat 50 gram etanol.


(55)

38

Dosis volume etanol tikus =

Jadi, setiap tikus diberikan etanol 50% sebanyak 0,01 ml/grBB selama 14 hari 1,5 jam setelah pemberian propolis. Pemberian etanol 1,5 jam setelah pemberian propolis agar lambung tikus telah kosong sehingga mempercepat absorbsi etanol.

3. Alur Penelitian

a. Mengukur berat badan tikus sebelum perlakuan.

b. Tikus sebanyak 25 dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol normal, dimana hanya diberikan aquadest. Kelompok II sebagai kontrol patologis, dimana diberikan etanol 50% 0,01 ml/grBB. Kelompok III adalah kelompok perlakuan coba dengan dosis pemberian propolis 0,00009 ml/grBB, kelompok IV dengan dosis pemberian propolis 0,00026 ml/grBB, dan kelompok V dengan dosis pemberian propolis 0,00078 ml/grBB. Kemudian selang 1,5 jam kelompok III, IV dan V diberikan induksi etanol 50% sebanyak 0,01 ml/grBB. Masing-masing diberikan secara peroral selama 14 hari. c. Kemudian tikus dinarkosis dengan kloroform pada hari ke-15

d. Lalu dilakukan laparotomi, diambil hepar tikus kemudian dicuci menggunakan larutan NaCl dan ditimbang

e. Selanjutnya dibuat sediaan mikroskopis. Pembuatan sediaan mikroskopis dilakukan dengan metode paraffin dan pewarnaan


(56)

39

Hematoksilin-Eosin. Hematoksilin memiliki sifat pewarna basa, yaitu memulas unsur jaringan yang basofilik, sedangkan eosin memulas unsur jaringan yang bersifat asidofilik. Kombinasi ini yang paling banyak digunakan (Junqueira dan Carneiro, 2007).

f. Sampel hepar ini lalu difiksasi dengan formalin 10%. Selanjutnya, sampel ini dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi FK Unila untuk pembuatan sediaaan mikroskopis jaringan hepar.

Metode teknik pembuatan preparat histopatologi menurut bagian PA FK Unila (2011):

1) Fixation

a) Spesimen berupa potongan organ hepar yang telah dipotong secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.

b) Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali.

2) Trimming

a) Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3 mm.

b) Potongan organ hepar tersebut lalu dimasukkan ke dalam tissue

cassette. 3) Dehidrasi

a) Mengeringkan air dengan meletakkan tissue cassette pada kertas tisu.

b) Berturut-turut organ hepar direndam dalam alkohol 70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam, alkohol absolut selama 1 jam, dan alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam.


(57)

40

4) Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xylol I dan II, masing-masing selama 1 jam.

5) Impregnasi

Impregnasidilakukan dengan menggunakan paraffin selama 1 jam dalam oven suhu 650 C.

6) Embedding

a) Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.

b) Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu di atas 580C.

c) Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.

d) Dipindahkan satu per satu dari tissue cassette ke dasar pan dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya.

e) Pan dimasukkan ke dalam air.

f) Paraffin yang berisi potongan hepar dilepaskan dari pan dengan dimasukkan ke dalam suhu 4-60 C beberapa saat.

g) Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan skalpel/pisau hangat.

h) Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya, dan dibuat ujungnya sedikit meruncing.


(58)

41

7) Cutting

a) Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin.

b) Sebelum memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es.

c) Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4-5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakan rotary microtome dengan disposable

knife.

d) Dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air, dan dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yan lain ditarik menggunakan kuas runcing.

e) Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath suhu 600 C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna. f) Dengan gerakan menyendok, lembaran jaringan tersebut

diambil dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah.

g) Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 370C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

8) Staining (pewarnaan) dengan Harris Hematoksilin-Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik, selanjutnya dilakukan deparafinisasi dalam larutan xylol I selama 5 menit dan larutan xylol II selama 5 menit. Kemudian, dihidrasi dalam ethanol absolut selama 1 jam, alkohol 96% selama


(59)

42

2 menit, alkohol 70% selama 2 menit, dan air selama 10 menit. Lalu dilakukan pulasan inti dengan Harris Hematoksilin selama 15 menit, dibilas dengan air mengalir, lalu diwarnai dengan eosin selama maksimal 1 menit. Selanjutnya, didehidrasi dengan alkohol 70% selama 2 menit, alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol absolut selama 2 menit. Kemudian dilakukan penjernihan dengan xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit.

9) Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass

Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting, yaitu entelan, dan ditutup dengan deck glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.

10)Slide dibaca dengan mikroskop

Slide diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000x.


(60)

43

Tikus diadaptasikan selama 7 hari Timbang berat badan tikus

K1 K2 K3 K4 K5

Setelah 1,5 jam

Tikus diberi perlakuan selama 14 hari Pada hari ke-15, tikus dinarkosis dengan kloroform

Dilakukan laparotomi lalu hepar tikus diambil

Sampel hepar dibersihkan dengan larutan NaCl kemudian ditimbang Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%

Sample hepar dikirim ke LAB PA FK Unila untuk pembuatan sediaan histopatologi

Pengamatan sediaan histopatologi dengan mikroskop Interpretasi hasil pengamatan

Gambar 17. Diagram alur penelitian Beri aquadest

0,01 ml/grBB p.o

Beri etanol 50% 0,01 ml/grBB

p.o 1x/hari

Beri propolis 0,00009 ml/grBB p.o

1x/hari

Beri propolis 0,00026 ml/grBB

p.o 1x/hari

Beri propolis 0,00078 ml/grBB p.o

1x/hari

Beri etanol 50% 0,01 ml/grBB p.o 1x/hari

Beri etanol 50% 0,01 ml/grBB p.o 1x/hari

Beri etanol 50% 0,01 ml/grBB p.o 1x/hari


(61)

44

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Independen

Variabel independen adalah dosis pemberian propolis. b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah gambaran histopatologi hepar tikus

2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

Tabel 2. Definisi operasional

Variabel Definisi Skala

Dosis Propolis

Dosis efektif tengah propolis adalah 0,00026 mL/grBB Kelompok I (kontrol negatif) = pemberian aquades

Kelompok II (kontrol positif) = pemberian etanol 0,01 mL/kgBB

Kelompok III (perlakuan coba) = pemberian propolis 0,00009 mL/grBB + etanol 0,01 mL/grBB

Kelompok IV (perlakuan coba) = pemberian propolis 0,00026 mL/grBB + etanol 0,01 mL/grBB

Kelompok V (perlakuan coba) = pemberian propolis 0,00078 mL/grBB + etanol 0,01 mL/grBB

kategorik

Gambaran histopatologi hepar

Kerusakan hepar yang diamati berupa degenerasi lemak yang terjadi pada hepatosit pada 5 lapang pandang. Kriteria penilaian degenerasi lemak adalah (Kawasaki et al., 2009): 0 = tidak ada hepatosit yang mengalami degenerasi lemak 1 = <10% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak 2 = 10% – 33% hepatosit yang mengalami degenerasi

lemak

3 = 34% – 66% hepatosit yang mengalami degenerasi

lemak

4 = >66% – 100% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak


(62)

45

G. Penyajian Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi disajikan secara deskriptif dan ditampilkan dengan menggunakan tabel tabulasi dan grafik.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Amic, D D. Amic, D Besio, and N. Trinajstic. 2003. Structure-Radical Scavenging Activity. Realtionships of Flavonoids. Croatica Chamica ActaCCACAA 78 (1) 55-61

Animal Care Program. Animal Specific Training: Rats. University of

Wisconsin-Milwaukee. 2011.26 November 2012.

www4.uwm.edu/usa/acp/training/manual/manual_rats.cfm.

Anonymous. 2010. Pengertian Propolis. 1 November 2012

http://propolisdiamon.wordpress.com/2010/06/05/pengertian-propolis/

Anonymous. 2006. Standard of ASEAN Herbal Medicine2nd Ed. ASEAN Countries. Jakarta.

Bankova, V. Castro, S.L. Marcucci, M.C. 2000. Propolis: recent advances in chemistry and plant origin. Apidologie. 31: 3–15.

Borrelli, F. Maffia, P. Pinto, L. Ianaro, A. Russo, A. Capasso, F. Ialenti, A. 2002. Phytochemical compounds involved in the anti-inflammatory effect of propolis extract. Fitoterapia 73(1):53–63.

Brunton, L. K. Parker, D. Blumenthal, I. Buxton. 2008. Goodman and Gilman’s

Manual of Pharmacology and Therapeutics. McGraw-Hill. New York. 1230

pp.

Cadenas, E., Packer, L. 2002 (c). Expanded Caffeic Acid and Related Antioxidant Compound: Biochemical and Cellular Effects. Handbook of Antioxidants. Second edition. California : Marcel Dekker, Inc. p. 279-303.


(64)

62

Charlotte, L and Ownby. Micrographs Of Pig Liver. 2002. 28 Oktober 2012 http://instruction.cvhs.okstate.edu/histology/HistologyReference/hrd2.htm.

Coneac et al. 2008. Propolis extract/β-cyclodextrin nanoparticles: synthesis, physico-chemical, and multivariate analyses. Journal of AgroalimentaryProcesses and Technologies 14:58-70.

Darmono. Toksisitas Alkohol. 2000. 3 Desember 2012.

http://www.geocities.com/kuliah

Dahlan, S. 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. 198 hlm.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. EGC. Jakarta. 361 hlm.

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. 2006. Tikus Laboratorium. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Franz. Sehat dengan terapi lebah (Apitherapy). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. 150 hlm

Gheldof, N. Wang, X.H. Engeseth, N.J. 2002. Identification and quantification of antioxidant components of honeys from various floral sources. J Agric Food Chem 50:5870–7.

Gómez, C.A.M. Gómez, R.M. Arráez, R.D. Segura, C.A. Fernández, G.A. 2006. Advances in the analysis of phenolic compounds in products derived from bees. J Pharmac Bio Anal 41:1220–34.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta.


(65)

63

Ilhan, A. Koltuksuz U. Ozen, S. 1999. The effects of caffeic acid penethyl ester (CAPE) on spinal cord ischemia/ reperfusion injury in rabbits. Eur J Cardiothorac Surg, 16, 458-63.

Jawi, I.M. Sutirta-Yasa ,W.P. Herman, S. 2007. Gambaran histologis hepar serta kadar SGOT dan SGPT darah mencit yang diberikan alkohol secara akut dan kronis. Dexa Media. Vol 20 no.1.

Junqueira, L.C. Carneiro ,J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC. Jakarta. 501 hlm

Katzung, B.G. Masters, S.B. Trevor, A.J. 2007. Basic and Clinical Pharmacology 11

Edition. The McGraw-Hill Companies. New York. 1604 hlm.

Kawasaki, T.K. Igarashi, T. Koeda, K. Sugimoto, K. Nakagawa, S. Hayashi, R. Yamaji, H. Inui, T. Fukusato, T. Yamanouchi. 2009. Rats fed fructose-enriched diets have characteristics of nonalcoholic hepatic steatosis. J. Nutr. 139: 2067-2071

Kono, H. Rusyn, I. Uesugi, T. 2001. Diphenyleneiodonium sulfate, an NADPH oxidase inhibitor, prevents early alcohol-induced liver injury in the rat. AJP-Gastrointestinal and Liver Physiology, 280:G1005-G1012

Larasati, D. 2011. Efek protektif madu terhadap kerusakan hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan Galur Sprague dawley yang diinduksi etanol. (Skripsi). Unversitas Lampung. Bandar Lampung.

Lieber, C.S. 2005. Pathogenesis and treatment of alcoholic liver disease: Progress over the last 50 years.Roczniki Akademii Medycznej w Białymstoku. Vol.50. Moore, K.L. and A.M.R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta. 505


(66)

64

Mot, A.C., Damian, G., Sarbu, C., Silaghi, D.R. 2009. Redox reactivity in propolis: direct detection of free radicals in basic medium and interaction with hemoglobin. Department of Chemistry and Chemical Engineering, 'Babes-Bolyai' University, Cluj-Napoca, Romania.Journal Medicine Food. 14(6):267-74.

Myers, P. and D. Armitage. 2004. "Rattus norvegicus" (On-line), Animal Diversity. 27 November 2012

http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Rattus_norv egicus.html.

Nakajima, Y., Tsuruma, K., Shimazawa, M., Mishima.S., Hara, H. 2009. Comparison of Bee Products Based on Assays of Antioxidant Capacities. Nagaragawa Research Center. Department of Biofunctional Evaluation, Molecular.

Nanji AA. 2003. Curcumin prevents alcohol-induced liver disease in rats by inhibiting the expresion of NF- kB-dependent genes. AJP-Gastrointestinal and Liver Physiology; 284:G321-G327.

Nanji A A, Jokelainen K, Fotouhinia M. 2001. Increase severity of alcohol liver injury in female rats: role of oxidative stress, endotoxin, and chemokines. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 281(6): G1348-G1356

National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. Number 72 july 2007. 1

desember 2012. Alcohol Alert: Alcohol Metabolism.

http://www.niaaa.nih.gov/publications.

Netter, F.H. 2002. Atlas of Human Anatomy. El-Sevier. USA.

Ngatidjan, P.S. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Bagian Farmakologi dan Toksikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. pp.22.

Nijveldt, R.J. van Hoorn, D.E.C. Bgoelens, P.G. van Norren, K. van Leeuwen, P.A.M. (2001). Flavonoids: A reviewofr probable mechanisms of actionh and potential applications. Am. J.Clin. Nutr.,74: 418-425.


(67)

65

Pangkahila, W. 2007.Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti-Aging Medicine.Cetakan ke-1. Jakarta: PenerbitBukuKompas. Hal : 9, 13-23,40-41.

Peng, Z., P.A. Borea, T. Wilder, H. Yee, L. Chiriboga, M.R. Blackburn, G. Azzena, G. Resta, B.N. Cronstein. 2009. Adenosine signaling contributes to ethanol-induced fatty liver in mice. J Clin Invest. 119(3): 582-594.

Pharmacology, Gifu Pharmaceutical University, 5-6-1 Mitahora-higashi, Gifu 502-8585. Japan. Journal BioMed Central Medicine, 1472-6882/9:4.

Price, S.A. dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta. 734 hlm.

Pryor, W.A. 2000. Vitamin E and heart disease: basic science to clinical intervention trials. Free Rad. Biol. Med. 28: 141-164

Robbins, S.L., R.S. Cotran, V. Kumar. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC. Jakarta. 900 hlm.

Saheki, T. K. Kobayashi. M. Tijima, M. Moriyama, M. Yazaid, Y. Takel. 2005. Metabolic derangements in deficiency of citrin, a liver-type mitochondrial aspartate-glutamate carrier. Hepatol Res. 33(2): 181-4.

Saladin. 2003. Anatomy & Physiology: The unity of form and function, third edition. The McGraw-Hill Companies. New York. 1192 pp.

Salatino, A. Teixera, E. Negri, W. . Dejair, G. 2005. Origin and chemical variation of brazilian propolis. Department of Botany. Brazil: Institute of Biosciences University of São PauloBrazil. Published by Oxford University Press

Seo, KW. Park, M. Song, YJ. Kim, SJ. Yoon, KR. 2003. The protective effect of propolis on hepatic injury and its mechanism. Phytother Res. 17.250-3.


(68)

66

Shakhashiri, B.Z. 2009. Chemical of the Week : Ethanol. Retrieved from http://scifun.chem.wisc.edu/CHEMWEEK/PDF/Ethanol.pdf.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. EGC. Jakarta. 739 hlm.

Sinar Harapan. Tikus Putih. 2002. 3 Oktober 2011.

http://www.digilib.umm.ac.id/download.php?id=66110.

Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine : Principal and Procedure. Elsevier Mosby. Missouri. 350 hlm.

Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. EGC. Jakarta.

Syamsudin, Wiryowidagdo, S., Simanjuntak, P., Heffen, W.L., 2009, Chemical composition of propolis from different regions in java and their cytotoxic activity.American Journal of Biochemistry and Biotechnology. 5 (4): 180-3

Thannickal VJ, Fanburg. BL. 2000. Reactive oxygen species in cell signaling. AJP- Lung Cell and Mol Physiol. 279:L1005-L1028

Viuda,M.V., Ruiz,N.Y., Fernández,L. J., Pérez,Á. J. 2008. Functional properties of honey, propolis, and royal jelly. Journal of Food Science, 73: R117–R124. doi: 10.1111/j.1750-3841.2008.00966.

World Health Organization. 2011. Global Status Report on Alcohol and Health. WHO. Switzerland. 85 pp.

Wu, W.M. Lu, L. Long, Y. Wang, T. Liu, L. Chen, Q. Wang, R. 2007 : Free radical scavenging and antioxidative activities of caffeic acid penethyl ester (CAPE) and its related compounds in solution and membranes : A structur-activity insight. Food Chem 105, 107-115.


(69)

67

Zakhari, S. Overview: How is alcohol metabolized by the body?.Alcohol Research & Health 29(4):245–254.


(1)

Charlotte, L and Ownby. Micrographs Of Pig Liver. 2002. 28 Oktober 2012 http://instruction.cvhs.okstate.edu/histology/HistologyReference/hrd2.htm. Coneac et al. 2008. Propolis extract/β-cyclodextrin nanoparticles: synthesis,

physico-chemical, and multivariate analyses. Journal of AgroalimentaryProcesses and Technologies 14:58-70.

Darmono. Toksisitas Alkohol. 2000. 3 Desember 2012. http://www.geocities.com/kuliah

Dahlan, S. 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. 198 hlm.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. EGC. Jakarta. 361 hlm.

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. 2006. Tikus Laboratorium. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Franz. Sehat dengan terapi lebah (Apitherapy). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. 150 hlm

Gheldof, N. Wang, X.H. Engeseth, N.J. 2002. Identification and quantification of antioxidant components of honeys from various floral sources. J Agric Food Chem 50:5870–7.

Gómez, C.A.M. Gómez, R.M. Arráez, R.D. Segura, C.A. Fernández, G.A. 2006. Advances in the analysis of phenolic compounds in products derived from bees. J Pharmac Bio Anal 41:1220–34.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta.


(2)

Ilhan, A. Koltuksuz U. Ozen, S. 1999. The effects of caffeic acid penethyl ester (CAPE) on spinal cord ischemia/ reperfusion injury in rabbits. Eur J Cardiothorac Surg, 16, 458-63.

Jawi, I.M. Sutirta-Yasa ,W.P. Herman, S. 2007. Gambaran histologis hepar serta kadar SGOT dan SGPT darah mencit yang diberikan alkohol secara akut dan kronis. Dexa Media. Vol 20 no.1.

Junqueira, L.C. Carneiro ,J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC. Jakarta. 501 hlm

Katzung, B.G. Masters, S.B. Trevor, A.J. 2007. Basic and Clinical Pharmacology 11 Edition. The McGraw-Hill Companies. New York. 1604 hlm.

Kawasaki, T.K. Igarashi, T. Koeda, K. Sugimoto, K. Nakagawa, S. Hayashi, R. Yamaji, H. Inui, T. Fukusato, T. Yamanouchi. 2009. Rats fed fructose-enriched diets have characteristics of nonalcoholic hepatic steatosis. J. Nutr. 139: 2067-2071

Kono, H. Rusyn, I. Uesugi, T. 2001. Diphenyleneiodonium sulfate, an NADPH oxidase inhibitor, prevents early alcohol-induced liver injury in the rat. AJP-Gastrointestinal and Liver Physiology, 280:G1005-G1012

Larasati, D. 2011. Efek protektif madu terhadap kerusakan hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan Galur Sprague dawley yang diinduksi etanol. (Skripsi). Unversitas Lampung. Bandar Lampung.

Lieber, C.S. 2005. Pathogenesis and treatment of alcoholic liver disease: Progress over the last 50 years. Roczniki Akademii Medycznej w Białymstoku. Vol.50. Moore, K.L. and A.M.R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta. 505


(3)

Mot, A.C., Damian, G., Sarbu, C., Silaghi, D.R. 2009. Redox reactivity in propolis: direct detection of free radicals in basic medium and interaction with hemoglobin. Department of Chemistry and Chemical Engineering, 'Babes-Bolyai' University, Cluj-Napoca, Romania.Journal Medicine Food. 14(6):267-74.

Myers, P. and D. Armitage. 2004. "Rattus norvegicus" (On-line), Animal Diversity. 27 November 2012

http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Rattus_norv egicus.html.

Nakajima, Y., Tsuruma, K., Shimazawa, M., Mishima.S., Hara, H. 2009. Comparison of Bee Products Based on Assays of Antioxidant Capacities. Nagaragawa Research Center. Department of Biofunctional Evaluation, Molecular.

Nanji AA. 2003. Curcumin prevents alcohol-induced liver disease in rats by inhibiting the expresion of NF- kB-dependent genes. AJP-Gastrointestinal and Liver Physiology; 284:G321-G327.

Nanji A A, Jokelainen K, Fotouhinia M. 2001. Increase severity of alcohol liver injury in female rats: role of oxidative stress, endotoxin, and chemokines. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 281(6): G1348-G1356

National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. Number 72 july 2007. 1 desember 2012. Alcohol Alert: Alcohol Metabolism. http://www.niaaa.nih.gov/publications.

Netter, F.H. 2002. Atlas of Human Anatomy. El-Sevier. USA.

Ngatidjan, P.S. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Bagian Farmakologi dan Toksikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. pp.22.

Nijveldt, R.J. van Hoorn, D.E.C. Bgoelens, P.G. van Norren, K. van Leeuwen, P.A.M. (2001). Flavonoids: A reviewofr probable mechanisms of actionh and potential applications. Am. J.Clin. Nutr.,74: 418-425.


(4)

Pangkahila, W. 2007.Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti-Aging Medicine.Cetakan ke-1. Jakarta: PenerbitBukuKompas. Hal : 9, 13-23,40-41.

Peng, Z., P.A. Borea, T. Wilder, H. Yee, L. Chiriboga, M.R. Blackburn, G. Azzena, G. Resta, B.N. Cronstein. 2009. Adenosine signaling contributes to ethanol-induced fatty liver in mice. J Clin Invest. 119(3): 582-594.

Pharmacology, Gifu Pharmaceutical University, 5-6-1 Mitahora-higashi, Gifu 502-8585. Japan. Journal BioMed Central Medicine, 1472-6882/9:4.

Price, S.A. dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta. 734 hlm.

Pryor, W.A. 2000. Vitamin E and heart disease: basic science to clinical intervention trials. Free Rad. Biol. Med. 28: 141-164

Robbins, S.L., R.S. Cotran, V. Kumar. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC. Jakarta. 900 hlm.

Saheki, T. K. Kobayashi. M. Tijima, M. Moriyama, M. Yazaid, Y. Takel. 2005. Metabolic derangements in deficiency of citrin, a liver-type mitochondrial aspartate-glutamate carrier. Hepatol Res. 33(2): 181-4.

Saladin. 2003. Anatomy & Physiology: The unity of form and function, third edition. The McGraw-Hill Companies. New York. 1192 pp.

Salatino, A. Teixera, E. Negri, W. . Dejair, G. 2005. Origin and chemical variation of brazilian propolis. Department of Botany. Brazil: Institute of Biosciences University of São PauloBrazil. Published by Oxford University Press

Seo, KW. Park, M. Song, YJ. Kim, SJ. Yoon, KR. 2003. The protective effect of propolis on hepatic injury and its mechanism. Phytother Res. 17.250-3.


(5)

Shakhashiri, B.Z. 2009. Chemical of the Week : Ethanol. Retrieved from http://scifun.chem.wisc.edu/CHEMWEEK/PDF/Ethanol.pdf.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. EGC. Jakarta. 739 hlm.

Sinar Harapan. Tikus Putih. 2002. 3 Oktober 2011. http://www.digilib.umm.ac.id/download.php?id=66110.

Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine : Principal and Procedure. Elsevier Mosby. Missouri. 350 hlm.

Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. EGC. Jakarta.

Syamsudin, Wiryowidagdo, S., Simanjuntak, P., Heffen, W.L., 2009, Chemical composition of propolis from different regions in java and their cytotoxic activity. American Journal of Biochemistry and Biotechnology. 5 (4): 180-3 Thannickal VJ, Fanburg. BL. 2000. Reactive oxygen species in cell signaling. AJP-

Lung Cell and Mol Physiol. 279:L1005-L1028

Viuda,M.V., Ruiz,N.Y., Fernández,L. J., Pérez,Á. J. 2008. Functional properties of honey, propolis, and royal jelly. Journal of Food Science, 73: R117–R124. doi: 10.1111/j.1750-3841.2008.00966.

World Health Organization. 2011. Global Status Report on Alcohol and Health. WHO. Switzerland. 85 pp.

Wu, W.M. Lu, L. Long, Y. Wang, T. Liu, L. Chen, Q. Wang, R. 2007 : Free radical scavenging and antioxidative activities of caffeic acid penethyl ester (CAPE) and its related compounds in solution and membranes : A structur-activity insight. Food Chem 105, 107-115.


(6)

Zakhari, S. Overview: How is alcohol metabolized by the body?.Alcohol Research & Health 29(4):245–254.


Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Jumlah Spermatozoa Mencit yang Diinduksi Gentamisin.

0 4 75

Uji Aktivitas Inhibisi Fraksi-Fraksi Hasil Kolom Kromatografi dari Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.) terhadap Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C

0 11 80

Efek Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Jumlah Spermatozoa Mencit yang Diinduksi Gentamisin.

0 7 75

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

5 28 64

PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ALVEOLUS PARU-PARU TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

8 73 77

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ENZIM ASPARTATE AMINOTRANSFERASE (AST) SERUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL

1 34 52

PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP JUMLAH SEL SPERMATOGENIK TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

1 24 71

Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Kerusakan Alveolus Paru Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Asap Rokok.

0 0 3

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Mencegah Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Gentamisin.

0 1 5