EFEKTIVITAS PELET NPK ORGANIK BERBAHAN AMPAS TAHU, TEPUNG DARAH SAPI DAN ARANG SABUT KELAPA DALAM BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata S.) DI TANAH REGOSOL

(1)

EFEKTIVITAS PELET NPK ORGANIK BERBAHAN AMPAS

TAHU, TEPUNG DARAH SAPI DAN ARANG SABUT KELAPA

DALAM BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS

(

Zea mays

saccharata

S.) DI TANAH REGOSOL

SKRIPSI

Disusun oleh : Wisnu Kuntoro Aji

20120210098

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

EFEKTIVITAS PELET NPK ORGANIK BERBAHAN AMPAS

TAHU, TEPUNG DARAH SAPI DAN ARANG SABUT KELAPA

DALAM BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS

(

Zea mays

saccharata

S.) DI TANAH REGOSOL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhmmadiyah Yogyakarta untuk memenuhi syarat sebagai Derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh : Wisnu Kuntoro Aji

20120210098

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

MOTTO

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah : 5-6)

“Pertolongan Allah tidak akan datang terlalu cepat, tetapi juga tidak akan terlambat. Pertolongan Allah akan datang tepat pada waktunya.”

(Gatot Supangkat)

“Gaco teteg.”

(Mulyono)

Keterbatasan hanyalah faktor pembatas milik orang-orang yang merasa kalah, kita diciptakan olehNya Yang Maha Adil dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berusahalah maka kita akan menjadi pemenang, walaupun kemenangan

kita dalam wujud yang berbeda-beda.

Perjuangan kita adalah alat untuk menebus impian kita, awal dari impian anak-anak kita dan generasi setelah kita.


(5)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberi nikmat berupa kesehatan, kekuatan, petunjuk kemudahan dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan amanah dan menghasilkan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian berkelanjutan.

Saya persembahkan skripsi ini untuk :

 Kedua orangtua saya (Bapak Kenti Sudaryono dan Ibu Alami).

 Segenap keluarga saya di Kabupaten Kendal (Keluarga Puryono Junaedi, Keluarga Puji Prapsilo, Keluarga Arif Wijayano dan Heri Priantoko).

 Kedua dosen pembimbing (Ir. Mulyono, M.P. dan Ir. Sukuriyati Susilo Dewi, M.S.).

 Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

 Semua teman-teman yang membantu dan memberi dukungan.

 Teman istmewa saya yang selalu membantu, memberi motivasi dan mendoakan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Tanaman Jagung Manis... 6

B. Tanah Regosol ... 8

C. Pupuk Pelet... 9

D. Ampas Tahu ... 10

E. Tepung Darah Sapi ... 12

F. Arang Sabut Kelapa ... 13

G. Hipotesis ... 15

III. TATA CARA PENELITIAN ... 16

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 16

C. Metode Penelitian... 16

D. Cara Penelitian ... 17

E. Parameter yang Diamati ... 22

F. Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis ... 27

B. Hasil Jagung Manis ... 34


(7)

A. Kesimpulan... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel : Halaman

1. Jenis Bahan, Kandungan dan Perbandingan Bagian di Dalam Pelet ... 10

2. Kebutuhan Pupuk Tanaman Jagung Manis ... 21

3. Kebutuhan Unsur NPK Tanaman Jagung Manis ... 21

4. Kandungan Unsur pada Pelet NPK Organik yang Dibuat ... 21

5. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan ... 21

6. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis ... 27


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman

1. Grafik Perubahan Tinggi Tanaman Setiap Minggu ... 28

2. Grafik Perubahan Jumlah Daun Setiap Minggu... 29

3. Grafik Bobot Segar Brangkasan dan Bobot Kering Brangkasan ... 31


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : Halaman

1. Skema Penelitian ... 42

2. Layout Penelitian ... 43

3. Kebutuhan Pupuk Urea, SP-36 dan KCl serta Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis ... 44

4. Kandungan N, P, dan K (%) dari Pelet NPK Organik ... 45

5. Jumlah Pelet NPK Organik yang Dibutuhkan Tanaman Jagung Manis ... 46

6. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan ... 47

7. Hasil Sidik Ragam... 48

8. Deskripsi Jagung Manis Varietas Gendis... 52


(11)

(12)

INTISARI

Penelitian ini berjudul Efektivitas Pelet NPK Organik Berbahan Ampas Tahu, Tepung Darah Sapi dan Arang Sabut Kelapa dalam Budidaya Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata S.) di Tanah Regosol. Bertujuan untuk mengetahui peran pelet NPK organik dalam menggantikan NPK anorganik pada pemupukan Jagung Manis di tanah Regosol. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Maret sampai dengan Juni 2016.

Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan, yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu dosis pelet NPK organik. Perlakuan tersebut meliputi : A = Pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar), B = Pelet NPK organik 60 gram/tanaman (4 ton/hektar), C = Pelet NPK organik 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar) dan D = Pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg + SP-36 100 kg + KCl 100 kg/hektar). Semua perlakuan diulang 3 kali dan diaplikasikan dengan metode placement. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar brangkasan, bobot kering brangkasan, bobot segar akar, bobot kering akar, panjang tongkol, bobot segar tongkol, diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan potensi hasil panen (ton/hektar). Data hasil pengamatan dianalisis sidik

ragam (ANOVA) pada taraf α 5 %, bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan

yang diberikan, maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf α 5 %.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol. Pemberian pelet NPK organik dengan dosis 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar) merupakan dosis paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol. Kata kunci: pelet NPK organik, Jagung Manis, tanah Regosol


(13)

ABSTRACT

The research entitled Effectiveness of Organic Fertilizer Pellets from Soybean Curd Waste, Cow Blood Meal and Charcoal of Coconut Husks for

Cultivation of Sweet Corn (Zea mays saccharata S.) In Regosol Soil. The aim of

this research was studying the role of organic fertilizer pellets which contained Nitrogen (N), Phosphorous (P), and Potassium (K) to substitute inorganic fertilizer (Urea, SP-36 and KCl) on fertilization of Sweet Corn in Regosol soil. This research was conducted during March until June, 2016 at Research Field, Faculty of Agriculture, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

The research was designed by using a Completely Randomized Block Design with single factor that vary in the dose of organic fertilizer pellets, consist of 4 variations of dose which repeated 3 times. The treatments were A = 50 grams of organic fertilizer pellets/plant (3,3 tons/hectare); B = 60 grams of organic fertilizer pellets/plant (4 tons/hectare); C = 70 grams of organic fertilizer pellets/plant (4,7 tons/hectare); and D = Urea 5,25 grams + SP-36 1,5 grams + KCl 1,5 grams (Urea 350 kilograms + SP-36 100 kilograms + KCl 100 kilograms/hectare). The measured parameters were plant height, number of leaves, fresh weight of shoot, dry weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of root, lenght of cob, fresh weight of cob, diameter of cob, number of cob rows, number of seed per row and production per hectare. The collected data were analyzed with

Analysis of Variance (ANOVA) α 5 % and for the advance test Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT) α 5 % was used.

The results of this research showed that organic fertilizer pellets could replaced the use of Urea, SP-36 and KCl for Sweet Corn cultivation in Regosol soil. The application of organic fertilizer pellets with dose 50 grams/plant (3,3 tons/ha) is the most efficient dose Sweet Corn cultivation in Regosol soil.


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung adalah tanaman pangan terpenting nomor tiga di dunia setelah gandum dan padi. Biji Jagung menjadi makanan pokok sebagian penduduk Afrika dan beberapa daerah di Indonesia, misalnya di pulau Madura dan Nusa Tenggara (Academia, 2015). Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) (2014), rata-rata kenaikan konsumsi Jagung nasional adalah 8 % per tahun, sementara angka peningkatan produksi Jagung hanya 6 % per tahun. Dari beberapa jenis Jagung yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, Jagung Manis merupakan salah satu jenis Jagung yang paling digemari.

Jagung Manis (Zea mays saccharata S.) merupakan jenis Jagung yang khusus dipanen saat muda (65-70 hari setelah tanam) untuk dikonsumsi. Kandungan gula pada biji Jagung Manis lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis Jagung lainnya, yaitu antara 13 – 140 brix, selain itu tekstur biji Jagung Manis juga lebih lunak. Komoditi ini dikonsumsi oleh masyarakat berupa jagung rebus, jagung bakar, sayur dan berbagai olahan Jagung Manis modern lainnya seperti puding dan awetan Jagung Manis dalam kemasan kaleng, yang kesemuanya memiliki nilai ekonomi lebih tinggi bila dibandingkan dengan Jagung yang dipanen saat tua. Selain memiliki keunggulan dari aspek umur panen, rasa dan nilai ekonomis, hijauan sisa panen tanaman Jagung Manis juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hal di atas menjadikan Jagung Manis lebih prospektif untuk dikembangkan dan memiliki peluang pasar yang besar (Ardi dan Veronica, 2016). Jagung Manis dapat tumbuh dan dikembangkan pada


(15)

2

semua jenis tanah termasuk di tanah Regosol, yaitu jenis tanah yang tergolong kurang subur .

Luas lahan Regosol di Indonesia adalah 3,3 juta hektar yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara. Dengan luasan lahan Regosol tersebut, sehingga berpotensi untuk pengembangan budidaya Jagung Manis. Tanah Regosol merupakan jenis tanah yang masih muda, kandungan unsur pada tanah ini cukup lengkap namun karena mudanya umur tanah, menjadikan unsur yang terkandung di dalam tanah Regosol masih berupa mineral primer, sehingga belum tersedia bagi tanaman. Kandungan N dan bahan organik pada tanah Regosol umumnya rendah. Rendahnya kandungan bahan organik dan lempung menyebabkan tanah Regosol mempunyai kapasitas pertukaran kation yang rendah. Secara fisika tanah Regosol didominasi oleh fraksi pasir sehingga kemampuan mengikat air dan unsur hara rendah. Untuk memperbaiki daya ikat tanah Regosol terhadap air dan unsur hara, dapat dilakukan penambahan bahan organik. Bahan organik berperan dalam memperbaiki sifat fisika, kimia serta biologi tanah (Pauji, 2014).

Selama ini petani selalu menggunakan pupuk NPK buatan seperti Urea, SP-36 dan KCl dalam budidaya Jagung Manis. Penggunaan pupuk tersebut secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada penurunan kualitas lahan, misalnya kemampatan tanah akibat penggunaan pupuk anorganik P secara terus-menerus. Selain itu, penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada tanah Regosol juga mempunyai efisiensi yang rendah karena mudah mengalami pelindian (leaching). Salah satu cara untuk menjaga kualitas lahan dan


(16)

3

meningkatkan efisiensi pemupukan pada tanah Regosol adalah dengan menggunakan pupuk organik yang bersifat lepas lambat (slow release). Pupuk organik tersebut bisa dibuat dengan bahan-bahan yang dapat diperoleh dari limbah misalnya ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa.

Dalam praktik, penggunaan bahan-bahan di atas mengalami kendala dalam hal pengangkutan maupun aplikasinya pada tanaman, sehingga perlu dicari formulasi yang praktis dan mudah diaplikasikan. Salah satunya dengan dibuat bentuk pelet. Bahan organik yang dibuat dalam bentuk pelet akan semakin bersifat lepas lambat (slow release). Pelet yang dibuat dengan perekat dari lempung Grumusol juga mampu mengikat lebih banyak air karena sebagian besar tanah Grumusol terdiri dari fraksi lempung, sehingga cocok bila diaplikasikan pada tanaman Jagung Manis di tanah Regosol yang memiliki daya ikat air rendah.

Menurut Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung sisa protein dari kedelai yang tidak tergumpal. Umumnya masyarakat memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan ternak, namun setelah 12 jam ampas tahu akan berbau menyengat dan tidak bisa digunakan sebagai pakan ternak, maka dari itu ampas tahu perlu diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat seperti pupuk organik. Dalam ampas tahu terkandung unsur N 1,24 %, P2O5 5,54 ppm dan K2O 1,34 %. Selain ampas tahu, darah sapi adalah limbah yang mencemari lingkungan di sekitar rumah potong hewan. Menurut Kompas (2013) setiap hari lebih dari 1000 ekor sapi disembelih di Indonesia untuk dikonsusi dagingnya. Berat total darah sapi adalah 7,7 % dari berat tubuh sapi. Darah sapi dapat diolah menjadi pupuk organik dalam bentuk tepung darah. Menurut Sri Wahyuni (2014) tepung darah sapi mengandung N


(17)

4

13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60 %, sedangkan menurut Jamila (2016) darah sapi juga mengandung Fe 2782 ppm dan Zn 3 %. Limbah lainnya adalah sabut kelapa. Penelitian Waryanti, dkk (2014) menyatakan bahwa sabut kelapa mengandung 10,25 % K2O.

Pemberian pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan yang selanjutnya berdampak pada peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung Manis serta memperbaiki sifat tanah Regosol. Penggunaan pelet NPK organik dengan bahan-bahan tersebut juga diharapkan mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik berserta dampak lingkungan yang diakibatkannya serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah.

B. Perumusan Masalah

Semakin terbatasya ketersediaan lahan subur untuk budidaya tanaman, menjadikan lahan Regosol sebagai salah satu tempat alternatif untuk pengembagan usaha tani Jagung Manis. Dalam siklus hidupnya, tanaman Jagung Manis memerlukan unsur hara makro berupa Nitrogen, Phospor dan Kalium (NPK). Pada umumnya petani memenuhi kebutuhan usur NPK tanaman Jagung Manis dengan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Seiring dengan dampak lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus serta rendahnya efisiensi pemupukan dengan pupuk Urea, SP-36 dan KCl di tanah Regosol, maka kebutuhan unsur NPK tanaman Jagung Manis digantikan oleh pupuk pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa.


(18)

5

Bahan-bahan terserbut dipilih karena murah, mudah didapatkan serta memanfaatkan limbah yang dapat mencemari lingkungan, dan yang terpenting bahan-bahan tersebut mengandung unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium yaitu unsur hara makro yang diperlukan selama proses budidaya tanaman Jagung Manis.

Formulasi pelet dipilih karena bersifat lepas lambat, mudah dibuat dan diaplikasikan, sedangkan lempung Grumusol dipilih sebagai perekat karena mudah didapatkan dan mampu mengikat air dan unsur hara dalam waktu lama, sehingga cocok bila diaplikasikan di tanah Regosol yang mudah mengalami pelindian unsur hara.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui peran pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa dalam menggantikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.

2. Mendapatkan dosis pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa yang paling efisien untuk pemupukan tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.


(19)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung Manis

Jagung Manis (Zea mays saccharata S.) termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Dalam sistematika (Taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman Jagung Manis diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Graminae

Famili : Graminaeae Genus : Zea

Spesies : Zea mays saccharata S.

Menurut Dalmadi (2015) Jagung Manis dapat dipanen ketika berumur 65-70 HST. Dengan umur panen yang pendek, penanaman Jagung Manis dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) jagung dari 1-2 kali setahun menjadi 3-4 kali dengan sistem tanam sisip. Jagung Manis varietas Gendis dipilih karena beberapa keunggulan, antara lain umurnya yang genjah dan memiliki ukuran tongkol yang lebih berat (Dwi Puspitasari, 2016). Deskrispi Jagung Manis varietas Gendis dapat dilihat pada lampiran 8. Untuk mencapai umur panen genjah serta hasil yang maksimal, tanaman Jagung Manis memerlukan pemupukan yang sesuai dengan kebutuhannya, yaitu pupuk yang mengandung unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium. Adapun rekomendasi dosis pemupukan tanaman Jagung Manis


(20)

7

adalah : Urea 350 kg/hektar, SP-36 100−150 kg/hektar dan KCI 100 kg/hektar (Fachrista dan Isuukindarsyah, 2012).

Adapun manfaat pemupukan bagi tanaman Jagung Manis adalah :

1. Menjadikan daun tanaman lebih hijau, segar dan banyak mengandung butir hijau daun yang penting bagi proses fotosintesis.

2. Mempercepat pertumbuhan tanaman. 3. Memacu pertumbuhan akar.

4. Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan mengurangi risiko rebah.

5. Meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama penyakit tanaman dan kekeringan.

6. Memacu pembentukan bunga, mempercepat pemasakan biji sehingga panen lebih cepat.

7. Menambah kandungan protein.

8. Memperlancar proses pembentukan gula dan pati. 9. Memperbesar jumlah buah/biji tiap tangkai. 10. Memperbesar ukuran buah.

Namun penggunaan pupuk anorganik yang terus-menerus pada budidaya tanaman Jaung Manis akan memberi dampak buruk bagi lingkungan dan tanaman, misalnya pencemaran air tanah karena penggunaan pupuk urea, pupuk anorganik dengan kandungan N dan kemampatan tanah oleh pupuk anorganik dengan kandungan P yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Penggunaan pupuk organik dalam usaha tani Jagung Manis sangat direkomendasikan dan diharapkan mampu meningkatkan produktivitas Jagung Manis dan juga


(21)

8

memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah yang digunakan untuk budidaya tanaman Jagung Manis.

B. Tanah Regosol

Tanah merupakan media tanam utama yang digunakan untuk budidaya tanaman. Selain paling banyak keberadaannya, bercocok tanam dengan tanah merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak waktu lama. Tanah digunakan sebagai media tanam utama karena di dalam tanah terkandung banyak unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tanah yang digunakan untuk budidaya tanaman, diantaranya adalah tanah Latosol, Grumusol dan Regsol. Ketiga jenis tanah tersebut dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur, serta kandungan unsur hara di dalamnya. Tanah Regosol merupakan hasil erupsi gunung berapi yang berbutir kasar dan merupakan salah satu tanah marjinal di daerah beriklim tropika basah yang mempunyai produktivitas rendah (Munir, 1996). Di Yogyakarta, jenis tanah ini mendominasi karena tanah Regosol di Yogyakarta terbentuk dari sisa abu vulkanik Gunung Merapi yang mengalami pelapukan. Tanah Regosol kurang subur bagi tanaman karena memiliki kandungan hara yang rendah. Struktur tanah yang didominasi oleh fraksi pasir menyebabkan daya ikat tanah Regosol akan air menjadi rendah. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah Regosol memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60 %, pH sekitar 6-7. Butiran kasar pada tanah Regosol biasanya berasal dari pasir sisa letusan gunung berapi.

Perbaikan Regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai tingkat kesesuaian yang lebih


(22)

9

baik bila digunakan sebagai lahan pertanian. Untuk menghindari kerusakan lebih lanjut dan meluas diperlukan usaha konservasi tanah. Salah satu upaya pengelolaan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya lahan, perlu diberikan bahan-bahan organik kepada lahan. Aplikasi pupuk organik pada tanah Regosol merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah Regosol, sehingga tanah Regosol menjadi lebih subur dan dapat memacu peningkatan produktivitas tanaman yang ditanam di tanah Regosol.

C. Pupuk Pelet

Pupuk pelet merupakan pupuk dengan formulasi padat yang berbentuk butiran-butiran dan sedikit memanjang. Menurut Isori (2009) pembuatan pupuk dalam bentuk pelet bertujuan untuk memudahkan aplikasinya. Pupuk pelet memiliki sifat slow release atau memiliki waktu terlarut yang relatif lama. Pupuk pelet dapat terbuat dari campuran beberapa bahan yang memiliki kandungan tertentu dengan perekat untuk menyatukan bahan-bahan yang dicampurkan. Perekat yang biasa digunakan pada pupuk pelet organik adalah dari lempung Grumusol.

Jenis perekat ditentukan berdasarkan beberapa aspek, yaitu 1) aspek ekonomi bahwa lempung tanah Grumusol lebih murah daripada perekat lainnya misalnya putih telur dan tepung tapioka, 2) aspek fisika, bahwa lempung tanah Grumusol mampu mengikat air karena sebagian tanah Grumusol tersusun akan fraksi lempung, 3) aspek kimia, bahwa lempung tanah Grumusol mempunyai kadar bahan organik yang tinggi dan sebagian besar terdiri atas kadar anion (ion-) sehingga memiliki kapasitas pertukaran kation (KPK) tinggi.


(23)

10

Adapun jenis bahan, kandungan unsur dan perbandingan komposisi bagian di dalam pelet yang akan dibuat disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Jenis Bahan, Kandungan dan Perbandingan Bagian di Dalam Pelet Jenis Bahan

Kandungan Unsur Bagian di

N P K Dalam

Pelet

Ampas Tahu 1,24 % 5,54 ppm 1,34 % 2

Tepung Darah Sapi 13,25 % 1 % 0,60 % 1

Arang Sabut Kelapa - - 10,25 % 1

Lempung Grumusol - - - 1

Sumber : Asmoro, dkk., (2008), Sri Wahyuni (2014), Waryanti, dkk., (2014). Tujuan penggunaan bahan-bahan di atas adalah untuk memenuhi kebutuhan unsur N, P dan K dari tanaman Jagung Manis guna menggantikan penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Bahan-bahan di atas dicampur dan dibuat dalam formulasi pelet agar bersifat lepas lambat (slow release) sehingga mampu melepas unsur N, P dan K secara perlahan ketika diaplikasikan pada tanaman Jagung Manis yang ditanam di tanah Regosol. Pelepasan unsur hara dari pelet secara slow release sangat bermanfaat bagi tanaman Jagung Manis karena unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium dari bahan penyusun pelet dapat diserap secara perlahan dalam waktu lama dan dimanfaatkan dengan maksimal oleh tanaman Jagung Manis.

D. Ampas Tahu

Industri tahu merupakan salah satu industri pengolah berbahan baku kedelai yang penting di Indonesia. Keberadaan industri tahu hampir tidak dapat dipisahkan dengan adanya suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Disamping keberadaannya yang sangat penting, industri tahu juga mempunyai dampak yang cukup penting terhadap lingkungan terutama masalah limbahnya (Suprapti, 2005).


(24)

11

Industri tahu menghasilkan limbah berupa ampas yang masih mengandung gizi. Dalam keadaan baru ampas tahu ini tidak berbau, namun setelah kurang lebih 12 jam akan timbul bau busuk secara berangsur-angsur yang sangat mengganggu lingkungan. Bau busuk dari degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak, dapat menyebar ke seluruh penjuru hingga mencapai radius beberapa kilometer (Pramudyanto dan Nurhasan, 1991).

Pada umumnya, ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak, namun setelah 12 jam ampas tahu akan berbau menyengat sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak. Dalam hal ini ampas tahu perlu dimanfaatkan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Salah satu rekomendasi pemanfaatan ampas tahu adalah sebagai pupuk organik pada tanaman budidaya.

Berdasarkan penelitian Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung N sebesar 1,24 %, 5,54 ppm P2O5 serta K2O sebesar 1,34 %. Selain mengandung Nitrogen, Phospor dan Kalium, ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro yaitu : Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm dan Zn lebih dari 50 ppm (Dijaya, A.S., 2003). Berasarkan kandungan unsur dari ampas tahu, maka ampas tahu dapat dijadikan sebagai pupuk organik yang dapat menggantikan kebutuhan unsur N, P, K serta unsur mikro dari pupuk anorganik yang biasa digunakan oleh petani.

Untuk mengurangi bau menyengat yang disebabkan oleh degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak dari ampas tahu, maka ampas tahu perlu dikering anginkan. Pengeringan ampas tahu dilakukan dengan cara menjemurnya di bawah


(25)

12

sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah ampas tahu kering, dilakukan pengukuran kadar air dengan mengoven ampas tahu hingga bobotnya konstan. Setelah kadar air ampas tahu diketahi, maka dapat ditentukan jumlah ampas tahu yang dihitung dalam berat kering mutlak yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman takaran pembuatan pelet NPK organik.

E. Tepung Darah Sapi

Darah sapi banyak dijumpai di rumah potong hewan (RPH). Menurut Kompas (2013) setiap hari lebih dari 1000 ekor sapi disembelih di Indonesia untuk dikonsusi dagingnya dan sekitar 10.000.000 ekor sapi disembelih di Indonesia saat Hari Raya Idul Adha. Menurut Sri Wahyuni (2014) Berat total darah sapi adalah 7,7 % dari berat tubuh sapi. Biasanya darah sapi di RPH

ditampung dalam ember dan digumpalkan menjadi “didih/saren” untuk dijual dan dikonsumsi oleh sebagian orang. Konsumen makanan berbahan dasar darah sapi di Indonesia relatif sedikit karena haram dalam ajaran Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia. Menurut Agus (2012) Kehalalan produk (baik dipakai atau dimakan) yang diedarkan dan dipasarkan di Indonesia merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Sehingga tak heran apabila biasanya darah sapi dari RPH hanya dialirkan ke parit dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan.

Limbah darah sapi dapat diolah menjadi tepung darah dan dijadikan sebagai pupuk organik. Metode pengolahan tepung darah sapi ada 2, yaitu metode

cooked dried blood meal (perebusan dan pengeringan) dan metode fermented


(26)

13

dipakai dalam pembuatan tepung darah sapi adalah cooked dried blood meal karena prosesnya lebih mudah dan dapat dikerjakan dalam waktu yang lebih singkat.

Cara membuat tepung darah dengan metode cooked dried blood meal mula-mula darah segar dimasak selama 2 jam dengan suhu 800C, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari, setelah kering lalu darah digiling hingga menjadi tepung darah. Pembuatan tepung darah dengan metode

fermented dried blood meal mula-mula darah segar + 20 % molasses, disimpan

14 hari, dikeringkan sinar matahari selama 3-5 hari, digiling hingga menjadi tepung darah. Tepung darah sapi mengandung N 13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60 %. Protein yang terkandung pada tepung darah sapi akan cepat diuraikan oleh mikroorganisme dalam tanah, sehingga tepung darah sapi sangat baik apabila dijadikan pupuk organik (Sri Wahyuni, 2014). Sedangkan menurut Jamila (2016) darah sapi juga mengandung Fe 2782 ppm dan Zn 3 %.

F. Arang Sabut Kelapa

Belakangan ini sabut kelapa menjadi limbah yang sangat umum bagi masyarakat Indonesia. Bagian dari buah kelapa yang diambil untuk dimanfaatkan sebagai bahan masakan adalah daging buah dan air kelapanya, sehingga sabut kelapa dibuang begitu saja dan kurang dimanfaatkan. Oleh karena itu, studi pemanfaatan sabut kelapa perlu dilakukan agar lebih memiliki nilai guna, sehingga dapat mereduksi jumlah sabut kelapa dalam timbunan sampah.

Pemanfaatan sabut kelapa yang paling mudah, namun belum banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya petani adalah pembuatan


(27)

14

pupuk organik dari sabut kelapa. Tanaman membutuhkan berbagai macam unsur hara untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar (unsur hara makro) adalah Kalium (K). Dalam penelitian Waryanti dkk., (2014) menyatakan bahwa sabut kelapa mengandung unsur karbon (C) sehingga dapat dijadikan bahan karbon aktif. Selain mengandung karbon, sabut kelapa juga mengandung K2O sebesar 10,25 %.

Kandungan K2O dalam sabut kelapa dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk memenuhi kebutuan unsur hara makro Kalium dalam budidaya tanaman Jagung Manis. Untuk mempermudah proses pencampuran dengan bahan organik lain dalam pembuatan pupuk organik, maka sabut kelapa diajdikan arang. Pembuatan arang sabut kelapa dilakukan dengan metode pengarangan terkontrol (pirolisis). Adapun langkah kerjanya adalah memotong sabut kelapa menjadi bagian-bagian kecil. Untuk mengurangi kandungan tanin, sabut kelapa direndam dalam air yang dicampuri tawas dengan perbandingan 1 sendok tawas/20 liter air. Kemudian diamkan selama 1 hari, selanjutnya pisahkan sabut dan larutan air tawas. Rendam kembali sabut kelapa ke dalam air bersih, dilakukan pengulangan beberapa kali sampai air rendaman tidak berwarna merah. Setelah proses perendaman selesai, sabut kelapa dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari dan dimasukkan ke dalam drum bekas. Bakar potongan sabutu kelapa hingga menjadi bara. Setelah semua bagian menjadi bara, maka tutup rapat drum bekas yang digunakan sebagai tempat pembakaran sabut kelapa. Setelah sabut kelapa menjadi arang, haluskan hingga menjadi serbuk arang sabut


(28)

15

kelapa. Pembuatan arang sabut kelapa juga akan menambah unsur Karbon (C) yang baik untuk tanaman budidaya khusunya tanaman Jagung Manis. Arang sabut kelapa juga baik digunakan untuk media tanam sayuran dan tanaman hias (Waryanti, dkk., 2014).

G. Hipotesis

Pelet NPK Organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol. Perlakuan A (Pelet 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar)) merupakan dosis pemupukan paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.


(29)

16

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa, tawas, tanah Regosol, benih Jagung Manis varietas Gendis, lempung Grumusol, pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl dan air.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mesin pembuat pelet, drum bekas, karung, cangkul, sekop, tali rafia, gembor, mika label timbangan analitik, penggaris, jangka sorong, sabit, oven, cupu, gunting, spidol dan pensil.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Percobaan disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu dosis pelet NPK organik yang terbuat dari campuran ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi masing-masing bahan berturut-turut 2 : 1 : 1 : 1.


(30)

17 Adapun perlakuannya terdiri dari :

A = Pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar). B = Pelet NPK organik 60 gram/tanaman (4 ton/hektar). C = Pelet NPK organik 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar).

D = Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg + SP-36 100 kg + KCl 100 kg/hektar).

Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 28 tanaman Jagung Manis, yaitu 5 tanaman sampel dan 23 tanaman barrier. Dari 12 unit percobaan terdapat 336 tanaman Jagung Manis, yaitu 60 tanaman sampel dan 276 tanaman barrier (Lampiran 2).

D. Cara Penelitian

1. Persiapan Bahan Pelet NPK Organik a. Pengeringan Ampas Tahu

Ampas tahu diperas lalu dikering anginkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah kering angin, dilakukan pengukuran kadar lengas ampas tahu dengan cara :

i. Menimbang cupu kosong dan tutupnya (a gram).

ii. Mengambil sampel ampas tahu kering angin sebanyak setengah volume cupu lalu ditimbang (b gram).

iii. Cupu berisi ampas tahu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1100 C selama 4 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang lagi (c gram). Kemudian dihitung kadar lengasnya dengan rumus : −


(31)

18

b. Pembuatan Tepung Darah Sapi dengan Metode Cooked Dried Blood Meal (Perebusan dan Pengeringan)

Cara membuat tepung darah dengan metode cooked dried blood meal mula-mula darah segar dimasak selama 2 jam dengan suhu 800C hingga mengantal, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari, setelah kering dan terbentuk gumpalan-gumpalan keras, selanjutnya ditumbuk hingga menjadi tepung darah dan diayak menggunakan mata saring 0,02 mm.

c. Pembuatan Serbuk Arang Sabut Kelapa

Pembuatan arang sabut kelapa dilakukan dengan metode pirolisis (pengarangan terkontrol). Mula-mula sabut kelapa dipotong menjadi bagian-bagian kecil, selanjutnya direndam dalam air yang dicampuri tawas dengan perbandingan 1 sendok tawas/20 liter air. Kemudian diamkan selama 1 hari, selanjutnya pisahkan sabut dan larutan air tawas. Rendam kembali sabut kelapa kedalam air bersi, dilakukan pengulangan beberapa kali sampai air rendaman tidak berwarna merah. Setelah proses perendaman selesai, sabut kelapa dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah kering, sabut kelapa dimasukkan ke dalam drum bekas lalu dibakar hingga menjadi bara. Ketika semua bagian sabut kelapa telah menjadi bara, drum ditutup rapat dan ditunggu selama 60 menit hingga bara sabut kelapa menjadi arang. Selanjutnya arang sabut kelapa dihaluskan hingga menjadi serbuk arang.


(32)

19 2. Pembuatan Pelet NPK Organik

a. Komposisi Pelet NPK Organik

Pelet NPK organik dibuat dengan bahan ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dengan perbandingan berturut-turut 2:1:1:1.

b. Cara Pembuatan Pelet NPK Organik

Ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dimasukkan ke dalam nampan dan dicampur hingga homogen. Bahan yang sudah tercampur kemudian digiling dengan mesin pembuat pelet. Pupuk pelet yang sudah digiling diletakkan dalam wadah secara terurai kemudian dikering anginkan dalam suhu ruangan.

3. Persiapan Media Tanam

Lahan dengan jenis tanah Regosol dibajak menggunakan traktor, setelah tanah gembur dan rata, biarkan selama 1 minggu, lalu dibuat blok dengan tali rafia. Setelah terbentuk blok-blok tanaman, dibuat bedengan dengan tinggi 30 cm dan lebar 40 cm untuk setiap barisan tanaman. Langkah terakhir adalah pembuatan saluran drainase mengelilingi lahan dengan menggunakan cangkul.

4. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang pada tanah dengan tugal sedalam 5 cm, lalu masukkan 1 benih Jagung Manis ke dalam setiap lubang tanam, setalah itu tutup kembali lubang tanam dengan tanah. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm × 20 cm.


(33)

20 5. Pemeliharaan

a. Penyulaman

Penjarangan dilakukan pada 7 hari setelah tanam dengan cara mengganti tanaman Jagung Manis yang mati atau tidak normal.

b. Penyiraman

Peyiraman dilakukan saat sore hari ketika tanaman Jagung Manis membutuhkan tambahan air. Jumlah dan intensitas penyiraman disesuaikan dengan melihat kondisi tanah agar jumlah air yang disiramkan menjadi efektif. Penyiraman dilakukan dengan gembor.

c. Aplikasi Pelet NPK Organik

Pemberian pupuk pelet NPK organik dilakukan pada saat tanaman Jagung berumur 14 hari. Pupuk pelet NPK organik diberikan dengan metode placement atau lebih spesifiknya adalah ring placement. Caranya dengan menugal tanah berbentuk melingkar sedalam 5 cm dengan jarak 5 cm dari batang tanaman Jagung Manis, pupuk dimasukkan dan ditutup kembali dengan tanah. Dosis pelet NPK organik pada tanaman Jagung diberikan sesuai dengan masing-masing perlakuan, yaitu : A = Pelet 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar), B = Pelet 60 gram/tanaman (4 ton/hektar), C = Pelet 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar), dan D = Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg + SP-36 100 kg + KCl 100 kg/hektar).


(34)

21

Kebutuhan pupuk tanaman Jagung Manis adalah :

Tabel 1. Kebutuhan Pupuk Tanaman Jagung Manis No Jenis Pupuk Per Hektar

(kg)

Per Tanaman (gram)

1 Urea 350 5,25

2 SP-36 100 1,50

3 KCl 100 1,50

Sumber : Fachrista dan Isuukindarsyah (2012) (Lampiran 3). Kebutuhan unsur NPK tanaman Jagung Manis adalah :

Tabel 2. Kebutuhan Unsur NPK Tanaman Jagung Manis No Jenis Unsur Per Hektar

(kg)

Per Tanaman (gram)

1 Nitrogen 161 2,41

2 Phospor 36 0,54

3 Kalium 60 0,90

Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3.

Kandungan unsur pada pelet NPK organik yang dibuat adalah : Tabel 3. Kandungan Unsur pada Pelet NPK Organik

No Jenis Unsur Persentase dalam pelet

1 Nitrogen 3,15 %

2 Phospor 0,20 %

3 Kalium 2,71 %

Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.

Sedangkan kandungan unsur NPK dari masing-masing perlakuan adalah : Tabel 4. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan

No Perlakuan

(gram/tanaman)

Kandungan Unsur (gram)

N P K

1 (A)Pelet 50 1,58 0,10 1,35

2 (B)Pelet 60 1,90 0,12 1,63

3 (C)Pelet 70 2,20 0,14 1,90

4

(D)Urea 5,25 + SP-36 1,5 + KCl 1,5

2,41 0,54 0,90


(35)

22

d. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian terhadap hama dilakukan secara teknis dan juga secara kimiawi tergantung pada jenis hama dan tingkat kerusakannya. Pengendalian gulma dilakukan secara teknis dengan cangkul dan mencabut gulma dengan tangan. Pengendalian terhadap penyakit dilakukan secara kimiawi yang menyesuaikan pada penyakit yang menyerang.

6. Panen

Jagung Manis dipanen dengan cara dipetik menggunakan tangan. Panen dilakukan ketika tanaman Jagung Manis berumur 70 hari, ditandai dengan tongkol yang sudah terisi penuh serta rambut Jagung telah berubah warna menjadi kecokelatan.

E. Parameter yang Diamati

1. Parameter Pertumbuhan Vegetatif Tanaman : a. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur setiap 7 hari sekali sejak tanaman berumur 7 hari sampai tanaman berumur 70 hari. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman Jagung Manis menggunakan penggaris.

b. Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung semua helai daun tanaman Jagung Manis, dilakukan setiap 7 hari sekali sejak tanaman berumur 7 hari sampai tanaman berumur 70 hari.


(36)

23 c. Bobot Segar Brangkasan (gram)

Brangkasan adalah bagian tajuk tanaman Jagung Manis setelah diambil tongkolnya (batang + daun). Bobot segar brangkasan diukur pada saat tanaman Jagung Manis berumur 70 hari. Berat segar brangkasan yang ditimbang adalah brangkasan dari tanaman korban. Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang bagian brangkasan tanaman Jagung Manis ketika baru dicabut, namun sudah dibersihkan dari kotoran yang menempel seperti tanah, pasir, dll.

d. Bobot Kering Brangkasan (gram)

Penimbangan bobot kering brangkasan dilakukan saat tanaman Jagung Manis berumur 70 hari dengan cara mengeringkan brangkasan di bawah sinar matahari, selanjutnya brangkasan dibungkus dengan kertas dan dioven pada suhu 700 C hingga bobotnya konstan, selanjutnya brangkasan ditimbang dengan timbangan analitik.

e. Bobot Segar Akar (gram)

Bobot segar akar diukur dengan cara mencabut secara perlahan tanaman Jagung Manis agar akarnya tidak putus dan tertinggal di dalam tanah, setelah dicabut, akar dicuci dan dibersihkan dari tanah atau kotoran yang masih menempel. Setelah bersih, akar Jagung Manis dipisahkan dari bagian tanaman dengan cara dipotong, selanjutnya akar Jagung Manis ditimbang. Penimbangan berat segar akar dilakukan ketika tanaman Jagung Manis berumur 70 hari.


(37)

24 f. Bobot Kering Akar (gram)

Pengukuran bobot kering akar dilakukan saat tanaman Jagung Manis berumur 70 hari dengan cara mencabut tanaman Jagung Manis, mencuci akarnya hingga bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari lalu membungkusnya dengan kertas, selanjutnya akar dioven pada suhu 700 C hingga beratnya konstan. Penimbangan berat kering, baik brangkasan maupun akar bertujuan untuk mengetahui berapa banyak akumulasi bahan kering hasil dari proses fotosintesis tanaman Jagung Manis, karena ketika masih segar, akumulasi bahan hasil fotosintesis masih bercampur dengan air yang terkandung dalam tubuh tanaman.

2. Parameter Hasil Jagung Manis :

a. Panjang Tongkol (cm)

Pengamatan panjang tongkol dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara mengukur panjang tongkol berkelobot menggunakan penggaris.

b. Bobot Segar Tongkol (gram)

Pengamatan bobot segar tongkol dilakukan pada saat tanaman Jagung Manis berumur 70 hari dengan cara menimbang tongkol masing-masing tanaman percobaan dengan timbangan analitik.

c. Diameter Tongkol (cm)

Pengukuran diameter tongkol dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara mengukur diameter bagian tongkol Jagung


(38)

25

Manis yang paling menggembung (diasumsikan yang diameternya paling besar) dengan jangka sorong.

d. Jumlah Larikan Biji Per Tongkol

Pengamatan jumlah larikan biji per tongkol dilakukan setalah panen dengan cara mengupas kelobot Jagung dari tongkolnya. Setelah kelobot dikelupas, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah larikan biji per tongkol.

e. Rerata Jumlah Biji Per Larik

Pengamatan rerata jumlah biji per larik dilakukan setelah panen dengan cara mengupas kelobot Jagung dari tongkolnya. Setelah kelobot dikelupas, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah biji per larik. Hasil perhitungan jumlah biji dari beberapa larik selanjutnya direrata.

f. Potensi Hasil Panen (ton/hektar)

Penghitungan potensi hasil panen dilakukan dengan cara mengkonversi hasil panen dari 4 tanaman Jagung Manis yang ditanam dengan jarak tanam 75 cm × 20 cm. Dengan jarak tanam tersebut, maka dapat dihitung potensi hasil panen (ton/hektar) dengan rumus :

Keterangan :

10000 : luas lahan 1 hektar (dalam m2).

6 : luasan lahan (m2) untuk 4 tanaman Jagung Manis dengan jarak tanam 75 cm × 20 cm.


(39)

26

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 % untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan. Jaika ada pengaruh nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf kesalahan 5 % untuk mengetahui beda nyata dari pengaruh antar perlakuan.


(40)

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sepanjang daur hidup tanaman, proses ini bergantung pada tersedianya air, nutrisi dan subtansi pertumbuhan lain serta lingkungan yang mendukung (Gardner dkk, 1991). Hasil pertumbuha vegetatif tanama Jagung Manis tersaji dalam tabel 6. Tabel 1. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis

Perlakuan (gram/ tanaman)

Tinggi Jumlah Bobot Bobot Bobot Bobot

Tanaman Daun Segar Kering Segar Kering

Brangkasan Brangkasan Akar Akar

(cm) (helai) (gram) (gram) (gram) (gram)

A : Pelet 50 150,21 a 16,40 a 262,12 a 64,94 ab 55,55 a 13,78 a B : Pelet 60 146,53 a 15,93 a 284,38 a 62,09 ab 69,20 a 18,09 a C : Pelet 70 137,57 a 16,20 a 303,86 a 68,36 a 43,38 a 10,60 a D : Urea

5,25 + SP-36 1,5 + KCl 1,5

151,10 a 16,73 a 275,24 a 57,26 b 52,76 a 12,32 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil UJGD pada

taraf α 5%.

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan atau perlakuan yang diberikan (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan data pada tabel di atas, pemberian pelet NPK organik dengan berbagai dosis dan pemberian pupuk NPK anorganik (Urea, SP-36 dan KCl) memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman. Setyamidjaya (1986) menyatakan bahwa


(41)

28

unsur Nitrogen berperan merangsang pertumbuhan batang yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka dari semua perlakuan yang diberikan, baik perlakuan pupuk pelet NPK organik di semua dosis maupun perlakuan pupuk Urea + SP-36 + KCl dengan dosis anjuran pemupukan tanaman Jagung Manis dapat mencukupi kebutuhan unsur Nitrogen pada tanaman Jagung Manis. Unsur Nitrogen dari semua perlakuan yang diberikan digunakan oleh tanaman Jagung Manis untuk merangsang pertumbuhan dan pemanjangan batang. Pemanjangan batang tanaman Jagung Manis berlangsung selama masa vegetatif yang diakhiri dengan munculnya bunga jantan. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman dari minggu ke-2 hingga minggu ke-10 dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Setiap Minggu

Berdasarkan gambar di atas, tanaman Jagung Manis di semua perlakuan mengalami pertumbuhan tinggi tanaman yang normal yaitu menyerupai huruf “S” atau sering disebut dengan Kurva Sigmoid. Pada minggu 2 hingga minggu ke-4 pertumbuhan tinggi tanaman berlangsung secara lambat, namun pada minggu

0 20 40 60 80 100 120 140 160

2 3 4 5 6 7 8 9 10

T in ggi T an am an ( cm )

Umur Tanaman Jagung Manis (minggu)

A B C D


(42)

29

ke-5 hingga minggu ke-8 terjadi pertumbuhan tinggi tanaman eksponensial, sedangkan dari minggu ke-8 hingga minggu ke-10 tanaman Jagung manis tidak mengalami pertumbuhan tinggi tanaman karena masa vegetatif telah berakhir yang ditandai dengan munculnya bunga jantan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa unsur Nitrogen dari perlakuan pelet maupun Urea dapat mencukupi kebutuhan N tanaman Jagung Manis, setelah unsur N tercukupi, maka tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman Jagung Manis.

2. Jumlah Daun

Selain berperan penting dalam pemanjangan batang, unsur Nitrogen juga berperan dalam pembentukan daun. Kegiatan pertumbuhan dan hasil tanaman dipengaruhi oleh jumlah daun, karena sebagai tempat fotosintesis yang menghasilkan energi untuk proses pertumbuhan tanaman. Berdasarkan tabel 6, semua perlakuan memberi pengaruh yang sama terhadap jumlah daun tanaman Jagung Manis. Pertambahan jumlah daun dari minggu ke minggu dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik Perubahan Jumlah Daun Setiap Minggu 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ju m lah Daun ( h elai )

Umur Tanaman Jagung Manis (minggu)

A B C D


(43)

30

Berdasarkan grafik pada gambar 2, dapat dilihat bahwa terjadi pertambahan jumlah daun secara stabil (linear) dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8. Hal tersebut terjadi karena setelah kebutuhan unsur Nitrogen terpenuhi, maka pertambahan jumlah daun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Dari semua dosis pelet NPK organik yang diberikan telah mampu mencukupi kebutuhan unsur N bagi Tanaman Jagung Manis dan mampu meggantikan peran pupuk Urea. Sama halnya dengan pertumbuhan tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun pada tanaman Jagung Manis juga terhenti setelah munculnya bunga jantan. Hal tersebut dapat dilihat pada minggu ke-7 hingga minggu ke-10 tanaman Jagung Manis tidak mengalami pertambahan jumlah daun.

3. Bobot Segar dan Bobot Kering Tanaman

Selain tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar dan bobot kering tanaman merupakan parameter pertumbuhan tanaman yang sering digunakan untuk mengetahui besarnya fotosintat yang dibentuk dan disimpan oleh tanaman. Sacara umum tanaman dibagi menjadi 2 bagian yaitu tajuk dan akar. Tajuk tanaman Jagung Manis yang telah diambil tongkolnya biasa disebut dengan istilah brangkasan. Menurut Lakitan (2003), bobot segar tanaman merupakan berat tanaman saat masih hidup dan ditimbang langsung setelah panen sebelum tanaman menjadi layu karena kehilangan kadar air. Syarat berlangsungnya fotosintesis bagi tanaman yaitu tercukupinya air bagi tanaman yang diserap melalui akar. Bobot segar suatu tanaman tergantung pada air yang terkandung dalam organ-organ tanaman. Grafik bobot segar brangkasan dan bobot kering


(44)

31

brangkasan disajikan pada gambar 3, sedangkan grafik bobot segar akar dan bobot kering akar disajikan dalam gambar 4.

Gambar 3. Grafik Bobot Segar Brangkasan dan Bobot Kering Brangkasan

Gambar 4. Grafik Bobot Segar Akar dan Bobot Kering Akar

Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap bobot segar brangkasan dan bobot segar akar. Pada parameter bobot segar tanaman, unsur Nitrogen berperan dalam pembentuka klorofil dan protoplasma. Nitrogen pada umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3-, yang dipengaruhi oleh

262,12 284,38

303,86

275,24

64,94 62,09 68,36 57,26

A B C D

Bobot Segar Brangkasan (gram) Bobot Kering Brangkasan (gram)

55,55

69,20

43,38

52,76

13,78 18,09

10,60 12,32

A B C D


(45)

32

sifat tanah. Pada tanah dengan pengatusan baik seperti lahan Regosol yang digunakan untuk budidaya Jagung Manis pada penelitian ini, unsur N diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat, karena sudah terjadi perubahan bentuk NH4+ menjadi NO3-, sebaliknya pada tanah tergenang tanaman cenderung menyerap NH4+ (Havlin et al., 2005). Selain menyerap Nitrogen, tanaman menyerap unsur P dalam bentuk ortofosfat primer (H2PO4) dan sebagian kecil dalam bentuk ortofosfet sekunder (HPO4) (Barker and Pilbeam, 2007). Phospor berperan dalam penyusunan senyawa untuk transfer energi (ATP dan nukleoprotein lain), untuk sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk membran sel (fosfolipid) dan fosfoprotein, sedangkan Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+ yang berperan dalam pengaturan pergerakan stomata, peningkatan pertumbuhan jaringan meristem dan pembentukan dinding sel. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma (Gardner et al., 1991). Sedangkan menurut Handoyo (2010), ketersediaan air di dalam tanah akan memaksimalkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan bobot tanaman. Jumlah air yang diserap melalui akar tanaman kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman.

Lain halnya dengan bobot segar yang banyak dipengaruhi oleh air, bobot kering tanaman merupakan hasil asimilasi bersih CO2 yang dihasilkan selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, parameter bobot kering tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling representatif (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan data pada tabel 6, dari semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang sama terhadap bobot kering akar, namun menunjukkan pengaruh yang berbeda pada bobot kering tajuk. Perlakuan


(46)

33

pelet NPK organik dosis 70 gram/tanaman menunjukkan nilai bobot kering tajuk yang paling tinggi. Disusul dengan perlakuan pelet NPK organik dosis 50 gram/tanaman dan 60 gram/tanaman, pemberian pelet NPK organik dosis 50 gram/tanaman dan 60 gram/tanaman memberikan pengaruh yang sama terhadap bobot kering tajuk, sedangkan perlakuan pupuk Urea 5,25 gram + SP 36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman menunjukkan nilai bobot kering tajuk yang paling rendah.

Hal tersebut dapat terjadi karena pada perlakuan pelet NPK dosis 70 gram/tanaman memiliki kandungan unsur K yang paling tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan kandungan unsur K paling rendah terdapat pada perlakuan Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram (Lampiran 6). Semakin tinggi ketersediaan unsur K, akan meningkatkan pertumbuhan jaringan meristem dan pembentukan dinding sel pada tanaman Jagung Manis, selain itu tanaman yang menyerap ion K+ dengan dosis yang cukup, penyerapan akan airnya cenderung lebih sedikit. Hal tersebut yang menjadikan bobot segar brangkasan pada semua perlakuan tidak berbeda nyata, namun dengan perbedaan jumlah unsur K menjadikan bobot kering brangkasan berbeda secara nyata.

Selain dipengaruhi oleh besarnya unsur K, perbedaan bobot kering brangkasan juga dipengaruhi oleh unsur-unsur mikro yang terdapat di dalam pelet NPK organik. Selain mengandung unsur N, P dan K, pelet NPK organik juga mengandung unsur-unsur mikro seperti Fe, Cu, Mn dan Zn. Unsur-unsur mikro tersebut antara lain berasal dari bahan-bahan pembuat pelet NPK organik seperti ampas tahu yang mengandung Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm


(47)

34

dan Zn lebih dari 50 ppm (Dijaya, A.S., 2003). Selain berasal dari ampas tahu, unsur-unsur mikro juga terdapat pada darah sapi yang mengandung unsur Fe 2782 ppm dan Zn 3 % (Jamila, 2016). Menurut Nasih (2016), Fe merupakan unsur mikro yang diserap tanaman dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+). Peran unsur Fe pada tanaman antara lain sebagai pelaksana pemindahan elektron dalam proses metabolisme. Cu atau tembaga merupakan unsur mikro yang diserap oleh tanaman dalam ion Cu++ yang berperan sebagai aktivator dan pembawa enzim, membantu kelancaran proses fotosintesis serta pembentuk klorofil. Mn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mn++ yang berperan dalam sintesa klorofil, sebagai koenzim, aktivator beberapa enzim respirasi dalam reaksi metabolisme Nitrogen dan fotosintesis, sedangkan unsur Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++. Peran Zn pada tanaman antara lain sebagai pengaktif enzim anolase, aldolase, asam okasalt dekarboksilase, lestimase, sistein desulfihidrase, selain itu unsur Zn juga berperan dalam biosintesis auksin. Unsur-unsur mikro tersebut beserta perannya dalam tanaman yang menjadikan hasil asimilasi bersih CO2 pada perlakuan pelet NPK organik menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk Urea, SP-36 dan KCl.

B. Hasil Jagung Manis

Hasil produksi merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman Jagung Manis. Pada penelitian ini, Jagung Manis dipanen pada umur 70 hari setelah tanam (HST) serta ditandai dengan tongkol yang sudah terisi penuh dan warna rambut Jagung telah berubah mejadi kecokelatan. Adapun parameter yang diamati dari hasil produksi Jagung Manis meliputi panjang tongkol, bobot segar tongkol,


(48)

35

diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan potensi hasil panen yang dikonversikan dalam satuan ton/hektar. Hasil Jagung Manis disajikan dalam tabel 7.

Tabel 2. Hasil Jagung Manis Perlakuan

(gram/ tanaman)

Panjang Bobot Diameter Jumlah Rerata Potensi

Tongkol Segar Tongkol Larik Jumlah Hasil

Tongkol Biji/ Biji/ Panen

(cm) (gram) (cm) Tongkol Larik (ton/h)

A : Pelet 50 26,47 b 237,60 a 4,77 a 13,33 a 33,11 a 15,84 a B : Pelet 60 25,21 b 256,57 a 4,82 a 13,55 a 34,78 a 17,10 a C : Pelet 70 26,06 b 231,73 a 4,66 a 13,11 a 32,44 a 15,45 a D : Urea 5,25

+ SP-36 1,5 + KCl 1,5

28,10 a 247,77 a 4,57 a 13,22 a 32,22 a 16,52 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom

menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil UJGD pada

taraf α 5%.

Berdasarkan data pada tabel 7, pemberian pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman memberikan pengaruh yang paling baik terhadap panjang tongkol Jagung Manis. Perlakuan Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman menghasilkan tongkol yang lebih panjang karena perlakuan ini memiliki kandungan unsur Nitrogen dan Phospor yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pelet NPK organik, namun perlakuan pelet NPK organik di semua dosis memiliki kandungan Kalium yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Lampiran 6).

Pada fase pembentukan tongkol dan biji, Nitrogen berperan penting dalam sintesa protein. Apabila proses sintesa protein berlangsung dengan baik, maka akan berkorelasi positif terhadap peningkatan ukuran tongkol baik panjang, bobot,


(49)

36

maupun diameter tongkol (Tarigan, 2007). Phospor berperan dalam memperbesar ukuran tongkol, dan pembentuk Adenosin Triphospat (ATP) yang mejamin ketersediaan energi untuk pertumbuhan, sehingga pembentukan asimilat dan pengangkutannya ke tempat penyimpanan dapat berjalan dengan baik, sedangkan Kalium berperan sebagai katalisator pembentukan protein, pembentukan karbohidrat, meningkatkan ukuran dan berat biji serta rasa manis yang dihasilkan oleh biji Jagung Manis. (Afandie dan Nasih, 2002).

Berdasarkan kandungan unsur NPK dari masing-masing perlakuan serta peran masing-masing unsur dalam pembentukan biji dan tongkol, menjadikan perlakuan Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman memiliki ukuran tongkol yang lebih panjang karena memiliki kandungan unsur Nitrogen dan Phospor yang lebih tinggi daripada perlakuan pelet NPK organik di semua dosis, namun dari semua perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot segar tongkol, diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan yang terpenting adalah pada potensi hasil panen Jagung Manis (ton/hektar), karena potensi hasil penen merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman Jagung Manis.

Berdasarkan data hasil Jagung Manis di atas, maka pemberian pelet NPK organik dengan dosis 50 gram/tanaman, 60 gram/tanaman dan 70 gram/tanaman mampu menyediakan unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium bagi tanaman Jagung Manis untuk proses sintesa protein dalam pembentukan tongkol dan pengisian biji Jagung Manis, serta dapat menggantikan peran pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5


(50)

37

gram + KCl 1,5 gram/tanaman dalam fase pembentukan tongkol dan biji Jagung Manis.

Pelet NPK Organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa yang diberi perekat lempung Grumusol terbukti bersifat lepas lambat, mengingat pupuk pelet NPK organik hanya diaplikasikan sekali pada awal tanam namun mampu menyediakan unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium bagi tanaman Jagung Manis dari awal masa vegetatif hingga akhir masa generatif. Tidak seperti pupuk Urea dan KCl yang diaplikasikan 2 kali, yaitu setengah dosis pada awal tanam dan setengah dosis pada awal masa generatif. Peningkatan dosis pupuk pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa dari dosis 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar), 60 gram/tanaman (4 ton/hektar) hingga 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar) tidak diikuti dengan peningkatan produksi Jagung Manis di tanah Regosol secara nyata.


(51)

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.

2. Pemberian pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar) merupakan dosis paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis dan interval antar perlakuan yang lebih tinggi untuk mengetahui efisiensi pelet NPK organik yang lebih presisi dalam budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.


(52)

38

DAFTAR PUSTAKA

Academia. 2015. Produksi Jagung Indonesia.

http://www.academia.edu/9756070/Pertumbuhan_Produksi_Ekspor_Im por_Konsumsi_dan_Cadangan_Jagung_Indonesia. Diakses 5 April 2015.

Afandie, R. dan Nasih, W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hal.

Agus. 2012. Membangun Kesadaran Konsumsi Makanan Halal.

http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=11491. Diakses 6 April 2015.

Ardi Haris, S. Dan Veronica Krestiani. Studi Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt)

Varietas Super Bee. ISSN : 1979-6870.

http://eprints.umk.ac.id/103/1/STUDI_PEMUPUKAN_KALIUM_TER HADAP_PERTUMBUHAN.pdf. Diakses 17 Juli 2016.

Asmoro Y., Suranto, dan Sutoyo D., 2008. Pemanfaatan Limbah Tahu untuk Peningkatan Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinesis). Jurnal Bioteknologi 5 (2): 51-55, November 2008, ISSN: 0216-6887.

BAPPEBTI. 2014. Gudang SRG Solusi Jagung Impor.

http://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2989.html. Diakses 6 April 2015.

Barker AV and DJ Pilbeam. 2007. Hand Book of Plant Nutrition. CRC Press. New York.

Dalmadi. 2015. Penggunaan Benih Jagung Umur Genjah merupakan Upaya Meminimalkan Kegagalan Panen. http://cybex.pertanian.go.id

/materipenyuluhan/detail/10038/penggunaan-benih-jagung-umur-genjah-merupakan-upaya-untuk-meminimalkan-kegagalan-panen.html. Diakses 15 Desember 2015.

Dijaya, A.S. 2003. Penggemukan Itik Jantan Potong. Penebar Swadaya. Cetakan Pertama. Jakarta.

Dwi Puspitasari. 2016. Deskripsi Jagung Manis Varietas Gendis. http://varitas.net/dbvarietas/varimage/Jagung%20manis%20Gendis%20 (OK).pdf. Diakses 15 Juli 2016.


(53)

39

Fachrista dan Isuukindarsyah . 2012. Jagung.

http://babel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content &view=article&id=163:Jagung. Diakses 6 April 2015.

Gardner, F. P., R. B. Dearce dan R. L. Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (terjemahan Herawati Susilo). UI Press. Jakarta. 428 hal. Havlin JL, JD Beaton, SL Tisdale and WL Nelson. 2005. Soil Fertility and

Fertilizers. An introduction to nutrient management. Seventh Edition.

Pearson Education Inc. Upper Saddle River, New Jersey.

Handoyo, G. C. 2010. Respon Tanaman Caisin (Brassica chinensis) Terhadap Pupuk Daun NPK (16-20-25) di Dataran Tinggi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.

Isori. 2009. Pupuk Organik Pelet (POP). http://www.isori.com/2009/07/19/pupuk-organik-pelet-pop. Diakses 6 April 2015.

Jamila. 2016. Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH. Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UNHAS. Makassar. 10 hal.

Kompas. 2013. Sapi, Kambing, dan Babi.

http://kompasiana.com/2013/10/15/sapi-kambing-dan-babi-600707.html. Diakses 6 April 2015.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. P.T. Pustaka Jaya. Jakarta.

Nasih. 2016. Unsur Hara Makro dan Mikro.

http://www.nasih.ugm.ac.id/pnt3404/4%209417.doc. Diakses 20 Juli 2016.

Pauji, D. 2014. Jenis Tanah yang Ada di Indonesia. http://www.jenis-tanah-yang-ada-di-indonesia.html. Diakses 6 April 2015.

Pramudyanto dan Nurhasan. 1991. Penanganan Limbah Pada


(54)

40

Pusteklin. 2002. Penelitian Dasar Teknologi Tepat Guna

Pengolahan Limbah Cair. Yogyakarta: Pusteklin.

Setyamidjaja, Djoehana M.Ed. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Pusat Pendidikan dan Latihan Pertanian : Bogor.

Sitompul, S. M. Dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, hal. 24.

Sri Wahyuni. 2014. Pembuatan Tepung Darah. Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. http://www.pasca.unpak.ac.id. Diakses 28 April 2015.

Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius.

Sutejo, M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Tarigan, H. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Green Giant dan Pupuk Daun Super Bionik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) . Jurnal Agrivigor 23 (7): 78-85.

Triawati, A. 2010. Kualitas Ligkungan Sekitar Pabrik Tahu dan Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Pupuk Cair Organik dengan Penambahan EM4

(Effective Microoganism). Surabaya. Tugas Akhir, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, UNAIR. Surabaya.

Waryanti A., Sudarno, dan Sutrisno E. 2014. Studi Pengaruh Penambahan Sabut Kelapa pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Air Cucian Ikan terhadap Kualitas Unsur Hara Makro (CNK). Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. UNDIP. Semarang.


(55)

42

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Skema Penelitian

Tahap 1. Persiapan Alat dan Bahan

Tahap 2. Pembuatan Pelet

Tahap 3. Budidaya Jagung Manis

Tahap 4. Pengamatan

Pemeliharaan : A. Penyulaman B. Penyiraman C. Aplikasi Pelet

NPK organik D. Pengendalian

OPT

Pengeringan ampas tahu

Pembuatan tepung darah sapi

Pembuatan arang sabut

Lempung Grumusol

Persiapan media tanam Penanaman

Panen

A = Pelet 50 gram/tanaman. B = Pelet 60 gram/tanaman. C = Pelet 70 gram/tanaman. D = Urea 5,25 gram + SP-36

1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman.

A. A. Pertumbuhan Vegetatif :

- Mingguan : Tinggi tanaman & Jumlah daun. - Tan. Korban : - Bobot segar tajuk, akar.

- Bobot kering tajuk, akar.

B. B. Hasil :

Bobot segar tongkol, Panjang tongkol, Diameter tongkol, Jumlah larikan biji, Jumlah biji per larik dan Potensi hasil (ton/h).

Perlakuan Pelet NPK Organik Pengukuran Kadar Lengas ANOVA

α 5 %

DMRT

α 5 %

Tahap 5. Analisis


(56)

43

2. Layout Penelitian

Blok I Blok II Blok III

Tanaman sampel (dipilih 5 tanaman) Petak produksi

Tanaman barrier

- Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan. - Setiap perlakuan diulang 3 kali. - Sehingga diperoleh 12 unit percobaan.

- Setiap unit percobaan terdiri dari 28 tanaman Jagung Manis (5 tanaman sampel dan 23 tanaman barrier).

- Total : 336 tanaman Jagung Manis (60 tanaman sampel dan 276 tanaman barrier).

B C D

D A B

C D A


(57)

44

3. Kebutuhan Pupuk Urea, SP-36 dan KCl serta Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis

A. Kebutuhan Pupuk Urea, SP-36 dan KCl Tanaman Jagung Manis menurut Fachrista dan Isuukindarsyah (2012)

- Urea 350 kg/hektar. - SP-36 100 kg/hektar. - KCI 100 kg/hektar.

Jarak tanam pada budidaya tanaman Jagung Manis adalah 75 × 20 cm. Dalam 1 hektar lahan terdapat 66666 tanaman Jagung Manis.

Kebutuhan pupuk per tanaman Jagung :

- Urea

= 5,25 gram.

- SP-36

= 1,5 gram.

- KCl

= 1,5 gram.

B. Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis - Kebutuhan unsur N :

Pupuk Urea menandung 46 % N.

× 350 kg = 161 kg N/hektar,

Jadi kebutuan N per tanaman Jagung Manis =

= 2,41 gram.

- Kebutuhan unsur P :

Pupuk SP-36 mengandung 36 % P, maka :

× 100 kg = 36 kg P/hektar,

Jadi kebutuan P per tanaman Jagung Manis =

= 0,54 gram.

- Kebutuhan unsur K :

Pupuk KCl mengandung 60 % K, maka :

× 100 kg = 60 kg K/hektar,

Jadi kebutuan K per tanaman Jagung =


(58)

45

4. Kandungan N, P, dan K (%) dari Pelet NPK Organik yang Dibuat

Pelet NPK organik dibuat dari ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi :

Ampas tahu : 2 Arang sabut kelapa :1

Tepung darah sapi : 1 Perekatdari lempung Grumusol: 1

A. Kandungan N :

i. Kandungan N ampas tahu adalah 1,24 % (Asmoro, dkk., 2008). × 1,24 % = 0,5 %.

ii. Kandunan N tepung darah sapi adalah 13,25 % (Sri Wahyuni, 2014). × 13,25 % = 2,65 %.

Maka kandungan N pelet NPK organik = 0,5 % + 2,65 % = 3,15 % N. B. Kandungan P :

i. Ampas tahu mengandung unsur P sebesar 5,54 ppm (Asmoro, dkk., 2008).

× 5,54 ppm = × 0,0000055 = 0,0000022 %.

ii. Tepung darah sapi mengandung unsur P sebesar 1 % (Sri Wahyuni, 2014).

× 1 % = 0,2 %.

 Maka kandungan P pelet NPK organik = 0,0000022 % + 0,2 % = 0,2 % P. C. Kandungan K :

i. Ampas tahu mengandung K 1,34 % (Asmoro dkk., 2008) × 1,34 % = 0,54 %.

ii. Kandungan K tepung darah sapi adalah 0,60 % (Sri Wahuni, 2014) × 0,60 % = 0,12 %.

iii. Unsur K pada arang sabut kelapa 10,25 % (Waryanti dkk., 2014). × 10,25 % = 2,05 %.

 Maka kandungan K pelet NPK organik = 0,54 % + 0,12 % + 2,05 %. = 2,71 % K.


(59)

46

5. Jumlah Pelet NPK Organik yang Dibutuhkan Tanaman Jagung Manis

Tanaman Jagung Manis membutuhkan 161 kg N/hektar atau 2,41 gram N/tanaman, 36 kg P/hektar atau 0,54 gram P/tanaman dan 60 kg K/hektar atau 0,90 gram K/tanaman (Lampiran 2).

Pelet NPK organik yang dibuat mengandung 3,15 % N, 0,2 % P dan 2,71 % K (Lampiran 4).

Dengan jarak tanam 75 × 20 cm, dalam 1 hektar terdapat 66666 tanaman Jagung Manis.

Maka kebutuhan unsur hara bagi tanaman Jagung Mnais dapat terpenuhi dengan pemberian pelet sebanyak :

x 161 kg = 5111,11 kg pelet NPK organik/hektar. Maka kebutuhan pelet NPK organik/tanaman adalah:

= 76,6 gram pelet NPK organik/tanaman.

Dari 4420,65 kg pelet NPK organik, mengandung unsur N, P dan K sebesar:

- N :

x 5111,11 = 161 kg N/hektar, atau

=

2,41 gram N/tanaman (sesuai dengan dosis anjuran N tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 2,41 gram N/tanaman).

- P :

x 5111,11 = 10,22 kg P/hektar, atau

=

0,15 gram P/tanaman (tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan P tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 0,54 gram P/tanaman).

- K :

x 5111,11 = 138,51 kg K/hektar, atau

= 2,08 gram

K/tanaman (cukup untuk memenuhi kebutuhan K tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 0,90 gram K/tanaman).


(60)

47

6. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan

Berdasarkan perhitungan di atas, maka kandungan unsur N, P dan K dari masing-masing perlakuan adalah:

A. Perlakuan (A) : 50 gram pelet NPK organik/tanaman.

.

.

.

B. Perlakuan (B) : 60 gram pelet NPK organik/tanaman.

.

.

.

C. Perlakuan (C) : 70 gram pelet NPK organik/tanaman.

.

.

.

D. Perlakuan (D) : 5,25 gram Urea + 1,50 gram SP-36 + 1,50 gram KCl/tanaman = mengandung 2,41 gram N, 0,54 gram P, dan 0,90 gram K, merupakan jumlah unsur N, P dan K yang dibutuhkan oleh tanaman Jagung Manis (Lampiran 3).


(1)

3

Dalam praktik, penggunaan bahan-bahan di atas mengalami kendala dalam hal pengangkutan maupun aplikasinya pada tanaman, sehingga perlu dicari formulasi yang praktis dan mudah diaplikasikan. Salah satunya dengan dibuat bentuk pelet.

Menurut Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung N 1,24 %, P2O5 5,54 ppm dan K2O 1,34 %. Selain ampas tahu, darah sapi adalah limbah yang mencemari lingkungan di sekitar rumah potong hewan. Darah sapi dapat diolah menjadi pupuk organik dalam bentuk tepung darah. Menurut Sri Wahyuni (2014) tepung darah sapi mengandung N 13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60 %, sedangkan menurut Jamila (2016) darah sapi juga mengandung Fe 2782 ppm dan Zn 3 %. Limbah lainnya adalah sabut kelapa. Penelitian Waryanti, dkk (2014) menyatakan bahwa sabut kelapa mengandung 10,25 % K2O.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa dalam menggantikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada budidaya Jagung Manis di tanah Regosol, serta mendapatkan dosis pelet NPK organik yang paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.

II. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Maret sampai dengan Juni 2016.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa, tawas, lahan dengan jenis tanah Regosol, benih Jagung Manis varietas Gendis, lempung Grumusol, pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl dan air.

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik, penggaris, mesin pembuat pelet, drum bekas, oven, cupu, sekop, gembor, label, spidol dan pensil.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan lapangan, disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu dosis pelet NPK organik berbahan


(2)

4

ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi 2 : 1 : 1 : 1.

Adapun macam perlakuannya adalah : (A)Pelet 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar) (B) (B) Pelet 60 gram/tanaman (4 ton/hektar) (C) (C) Pelet 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar)

(D) (D) Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg + SP-36 100 kg + KCl 100 kg/hektar).

Parameter yang diamati meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar brangkasan, bobot kering brangkasan, bobot segar akar, bobot kering akar, panjang tongkol, bobot segar tongkol, diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan potensi hasil panen (ton/hektar).

Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis sidik ragam pada taraf α 5 % untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan. Jika ada pengaruh nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT pada taraf α 5 % untuk mengetahui beda nyata dari pengaruh antar perlakuan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis

Data pertumbuhan vegetatif tanaman Jagung Manis tersaji dalam tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis

Perlakuan (gram/tanaman)

Tinggi Jumlah Bobot Bobot Bobot Bobot

Tanaman Daun Segar Kering Segar Kering

Brangkasan Brangkasan Akar Akar

(cm) (helai) (gram) (gram) (gram) (gram)

A : Pelet 50 150,21 a 16,40 a 262,12 a 64,94a b 55,55 a 13,78 a B : Pelet 60 146,53 a 15,93 a 284,38 a 62,09a b 69,20 a 18,09 a C : Pelet 70 137,57 a 16,20 a 303,86 a 68,36 a 43,38 a 10,60 a D : Urea 5,25 +

SP-36 1,5 +

KCl 1,5 151,10 a 16,73 a 275,24 a 57,26 b 52,76 a 12,32 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil UJGD pada taraf α 5%.


(3)

5

Berdasarkan data pada tabel 1, pemberian pelet NPK organik dengan berbagai dosis dan pemberian pupuk Urea, SP-36 dan KCl memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman. Setyadmidjaya (1986), menyatakan Nitrogen (N) berperan merangsang pertumbuhan batang yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka dari semua perlakuan yang diberikan dapat mencukupi kebutuhan unsur N tanaman Jagung Manis yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan dan pemanjangan batang. Tanaman Jagung Manis di semua perlakuan mengalami pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif sama dari minggu ke-minggu (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Gambar 2. Grafik Jumlah Daun

Selain pemanjangan batang, unsur N juga berperan dalam pembentukan daun. Daun merupakan organ yang penting dalam fotosintesis. Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah daun dari minggu ke-2 hingga minggu ke 10 (Gambar 2).

Jumlah daun berpengaruh teradap bersarnya fotosintat yang dibentuk oleh tanaman. Besarnya fotosintat yang dibentuk dan disimpan oleh tanaman dapat dilihat dengan mengetahui bobot segar tanaman. Syarat berlangsungnya fotosintesis bagi tanaman yaitu tercukupinya air bagi tanaman yang diserap melalui akar. Bobot segar suatu tanaman tergantung pada air yang terkandung dalam organ-organ tanaman.

Berdasarkan tabel 1, dari semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang sama terhadap bobot segar brangkasan, bobot segar akar dan bobot kering akar, namun menunjukkan pengaruh yang berbeda pada bobot kering brangkasan.


(4)

6

Bobot kering tanaman merupakan akibat dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 sepanjang masa pertumbuhan (Gardner et al., 1991).

Pada penelitian ini, perlakuan pelet NPK organik dosis 70 gram/tanaman menunjukkan nilai bobot kering brangkasan yang paling tinggi. Disusul dengan perlakuan pelet NPK organik dosis 50 gram/tanaman dan 60 gram/tanaman, sedangkan perlakuan pupuk Urea 5,25 gram + SP 36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman menunjukkan nilai bobot kering brangkasan yang paling rendah.

Hal tersebut dapat terjadi karena pelet NPK organik selain mengandung unsur NPK juga mengandung unsur-unsur mikro seperti Fe dan Zn yang dapat memicu proses fotosintesis sehingga hasil asimilasi bersih CO2 pada perlakuan pelet NPK organik menjadi lebih tinggi.

B. Hasil Jagung Manis

Hasil Produksi merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman Jagung Manis. Pada penelitian ini, Jagung Manis dipanen pada umur 70 HST, serta ditandai dengan tongkol yang sudah terisi penuh dan warna rambut jagung telah berubah mejadi kecokelatan. Hasil Jagung Manis disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2. Hasil Jagung Manis

Perlakuan (gram/tanaman)

Panjang Bobot Diameter Jumlah Rerata Potensi Tongkol Segar Tongkol Larik Jumlah Hasil

Tongkol Biji Biji Panen

(cm) (gram) (cm)

per Tongkol

per

Larik (ton/h) A : Pelet 50 26,47 b 237,60 a 4,77 a 13,33 a 33,11 a 15,84 a B : Pelet 60 25,21 b 256,57 a 4,82 a 13,55 a 34,78 a 17,10 a C : Pelet 70 26,06 b 231,73 a 4,66 a 13,11 a 32,44 a 15,45 a D : Urea 5,25 +

SP-36 1,5 +

KCl 1,5 28,10 a 247,77 a 4,57 a 13,22 a 32,22 a 16,52 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil UJGD pada

taraf α 5%.

Pemberian pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman memberikan pengaruh yang paling baik terhadap panjang tongkol


(5)

7

Jagung Manis, walaupun memiliki ukuran tongkol yang lebih panjang, namun tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot segar tongkol, diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan yang terpenting adalah pada potensi hasil panen Jagung Manis (ton/hektar).

Pada fase ini, Nitrogen berperan dalam pembentukan protein. Apabila sintesa protein berlangsung baik, akan berkorelasi positif terhadap panjang tongkol maupun diameter tongkol (Tarigan, 2007). Phospor berperan dalam memperbesar ukuran tongkol dan pembentuk ATP yang mejamin ketersediaan energi untuk pertumbuhan, sehingga pembentukan asimilat dan pengangkutannya ke tempat penyimpanan dapat berjalan dengan baik. Kalium berperan dalam pembentukan karbohidrat untuk meningkatkan ukuran dan berat biji serta rasa manis yang dihasilkan oleh biji (Afandie dan Nasih, 2002).

Berdasarkan hal di atas, maka pemberian pelet NPK organik dengan dosis 50 gram, 60 gram dan 70 gram/tanaman mampu menyediakan unsur NPK bagi tanaman Jagung Manis untuk pembentukan tongkol dan pengisian biji, serta dapat menggantikan peran pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman dalam fase pembentukan tongkol dan biji. Peningkatan dosis pupuk pelet NPK organik tidak diikuti dengan peningkatan hasil produksi Jagung Manis di tanah Regosol secara nyata.

IV. KESIMPULAN

1. Pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl dalam budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.

2. Pemberian pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar) merupakan dosis yang paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.


(6)

8

DAFTAR PUSTAKA

Afandie, R. dan Nasih, W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hal.

Ardi, H. S., Veronica, K. 2016. Studi Pemupukan Kalium Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Varietas Super Bee. ISSN : 1979-6870.

Asmoro Y., Suranto, dan Sutoyo D. 2008. Pemanfaatan Limbah Tahu untuk Peningkatan Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinesis).Jurnal Bioteknologi 5 (2) : 51-55, November 2008, ISSN: 0216-6887.

BAPPEBTI. 2014. Gudang SRG Solusi Jagung Impor.

http://www.bappebti.go.id/edu/article/detail/2989.html. Diakses 6 April 2016. Gardner, F. P., R. B. Dearcedan R. L. Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya

(terjemahan Herawati Susilo). UI Press. Jakarta. 428 hal.

Jamila. 2016. Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH. Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UNHAS. Makassar. 10 hal. Pauji, D. 2014. Jenis Tanah yang Ada di Indonesia.

http://www.jenis-tanah-yang-ada-di-indonesia.html. Diakses 6 April 2015.

Setyamidjaja, Djoehana M.Ed. (1986). Pupuk dan Pemupukan. Pusat Pendidikan dan Latihan Pertanian : Bogor.

Sri Wahyuni. 2014. Pembuatan Tepung Darah. Program Studi Pendidikan Kependudukan

dan Lingkungan Hidup Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan

Bogor.http://www.pasca.unpak.ac.id. Diakses 28 April 2016.

Tarigan, H. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Green Giant dan Pupuk Daun Super Bionik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) . Jurnal Agrivigor 23 (7): 78-85.

Waryanti A., Sudarno, dan Sutrisno E. 2014. Studi Pengaruh Penambahan Sabut Kelapa pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Air Cucian Ikan terhadap Kualitas Unsur Hara Makro (CNK). Prodi Teknik Lingkungan. FT. UNDIP. Semarang.