jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim. Jika hal menjalankan keputusan itu harus dijalankan sama sekali atau sebagian diluar daerah hukum pengadilan
negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, maka peraturan-peraturan pada Pasal 195 ayat 2 dituruti’.
Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan, kreditor dapat mengeksekusi objek hak
tanggungan atas perintah ketua pengadilan negeri. Jika mengacu pada ketentuan Pasal 224 HIR atau 258 Rbg, untuk dapat dikatakan mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka diperlukan title eksekutorial sehingga sertifikat
hak tanggungan yang merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Selain itu sertifikat hak tanggungan dinyatakan sebagai Grosse Akta Hipotek sepanjang mengenai hak atas tanah dan
eksekusi menggunakan eksekusi hipotek yang diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 Rbg Pasal 14 dan Pasal 26 UUHT. Dengan demikian eksekusi Hak
Tanggungan dilakukan dengan penyerahan sertifikat Hak Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya.
D. Eksekusi Hak Tanggungan Di Bawah Tangan
Sementara itu pada ketentuan Pasal 20 ayat 2 UUHT, mengatur adanya kemungkinan penjualan objek hak tanggungan dilakukan dengan cara penjualan
di bawah tangan. Hal ini dilakukan jika diperkirakan dalam penjualan di muka umum pelelangan tidak menghasilkan harga tertinggi. Dengan pelaksanaan
penjualan di bawah tangan, dimaksudkan untuk mempercepat penjualan objek hak
Universitas Sumatera Utara
tanggungan dengan harga penjualan tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Pelaksanaan penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan dengan dua syarat
sebagai berikut: 1.
Jika dengan penjualan di bawah tangan ini akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak;
2. Hanya dapat dilakukan atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak
tanggungan. Penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat satu bulan
sejak diberitahukannya secara tertulis oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan diumumkan dalam
surat kabar sekurang-kurangnya dua buah surat kabar atau media massa yang beredar di daerah yang bersangkutan atau media massa setempat, serta tidak ada
keberatan dari pihak lain, hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat 3 UUHT.
E. Tata Cara Eksekusi Hak Tanggungan
Dalam rangka memenuhi ketentuan penjualan objek hak tanggungan pada asas pelaksanaan eksekusi harus melalui penjualan dimuka umum atau melalui
lelang. Dasar pemikiran yang disampaikan mengenai hal ini adalah bahwa diperkirakan melalui suatu penjualan lelang terbuka, diharapkan akan
memperoleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar. Karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah bisa diharapkan akan memancing peserta lelang
lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. Ini
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu wujud perlindungan dari Undang-undang kepada pemberi jaminan.
56
Apabila yang disita berupa barang tidak bergerak berupa tanah yang sudah didaftarkan di kantor pertanahan untuk pendaftaran tanah maka berita acara
penyitaan itu diberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan tempat pendaftaran tanah yang bersangkutan. Akan tetapi, jika tanah yang disita itu belum didaftarkan
maka berita acara penyitaan diumumkan oleh Panitera atau Penggantinya. Disamping itu Panitera atau penggantinya meminta kepada Kepala DesaLurah
Dari uraian diatas tata cara eksekusi hak tanggungan adalah pemohon mengajukan permohonannya kepada ketua pengadilan negeri, dan setelah
menerima permohonan itu ketua pengadilan negeri langsung menyuruh memanggil debitor yang ingkar janji itu untuk ditegur. Kemudian dalam waktu 8
delapan hari harus memenuhi kewajibannya yaitu membayar hutangnya dengan sukarela. Apabila debitor tetap lalai, maka kreditor akan melaporkan hal itu
kepada ketua pengadilan negeri, dan ketua pengadilan negeri akan memerintahkan agar tanah objek hak tanggungan tersebut disita dengan sita eksekutorial oleh
Panitera atau Penggantinya dengan dibantu oleh 2dua orang saksi yang memenuhi persyaratan menurut Undang-undang Kehakiman . Panitera atau
Penggantinya yang telah melakukan penyitaan membuat berita acara tentang penyitaan itu dan memberitahukan maksudnya kepada orang yang barangnya
tersita apabila dia hadir pada waktu itu melalui 2dua buah surat kabar atau media massa dimana objek hak tanggungan berada.
56
J. Satrio, Op Cit, hal. 272
Universitas Sumatera Utara
untuk mengumumkannya seluas-luasnya di tempat itu dengan cara yang lazim digunakan di daerah tersebut. Jika setelah disita ternyata debitor tetap lalai maka
tanah tersebut akan dilelang, pelelangan atas barang tidak bergerak berupa tanah milik debitor dapat dilakukan sendiri oleh Ketua Pengadilan Negeri danatau
dengan perantaraan Kantor Lelang yang ada di daerah yang bersangkutan. Dan apabila pelelangan dilakukan oleh Kepala Kantor Lelang maka menurut Pasal 41
ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berbunyi :
“ Selambat-lambatnya 7tujuh hari kerja sebelum suatu bidang tanah atau satuan rumah susun dilelang dalam rangka lelang eksekusi maupun lelang
non eksekusi Kepala Kantor lelang wajib meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah
atau satuan rumah susun yang akan dilelang.”
Sebelum pelaksanaan pelelangan dilakukan harus terlebih dahulu diumumkan kepada khalayak menurut kebiasaan setempat dan pelelangan harus
dilakukan 8delapan hari setelah penyitaan, karena dalam hak tanggungan yang hendak dilelang berupa benda tak bergerak maka pengumumannya harus
dilakukan 2dua kali berturut-turut dalam surat kabar yang terbit di kota itu danatau dekat dengan kota itu, dengan ttidak dapatg waktu 15lima belas hari
antara pengumuman yang pertama dengan pengumuman yang kedua. Terhadap uang hasil lelang akan dipergunakan untuk membayar tagihan dari
nasabah debitor kepada bankkreditor tersebut, setelah dibayar terlebih dahulu debitor harus membayar biaya perkara, termasuk biaya lelang dan apabila ada
kelebihan maka uang tersebut akan dikembalikan kepada penanggung hutang
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PARATE EKSEKUSI DALAM HAK TANGGUNGAN
A. Analisis Terhadap Kekuatan Berlaku Janji-Janji Eksekutorial Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Janji-janji Eksekutorial yang tertuang di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT adalah bagian terpenting dari suatu hak tanggungan. Karena
dengan adanya janji tersebut suatu objek hak tanggungan dapat secara lancar dimintakan eksekusinya, sehingga pengembalian modal kreditor dapat berjalan
dengan lancar. Janji-janji eksekutorial yang dimaksudkan di sini adalah janji-janji yang
dimuat di dalam APHT, baik yang secara langsung ataupun yang secara tidak langsung. Janji eksekutorial yang secara langsung dan tepat, digunakan untuk
memperlancar proses eksekusi objek hak tanggungan dan janji tersebut dimuat di dalam APHT dan tertulis sebagai berikut:
“Jika debitor tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi hutangnya, berdasarkan perjanjian hutang-pihutang tersebut di atas oleh pihak pertama,
pihak kedua selaku pemegang hak tanggungan peringkat pertama dengan akta ini diberi dan menyatakan menerima kewenangan, dan untuk itu kuasa, untuk
tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak pertama: Menjual atau suruh menjual dihadapan umum secara lelang objek hak tanggungan baik
seluruhnya maupun sebagian-sebagian; ”
Janji eksekutorial seperti ini disebut dengan janji kewenangan untuk menjual, sedangkan janji eksekutorial yang secara tidak langsung di pergunakan
untuk memperlancar proses eksekusi objek hak tanggungan diantaranya ialah: janji tetap tingginya nilai objek hak tanggungan, janji sewa, janji untuk tidak
Universitas Sumatera Utara
mengubah bentuk dan tata susunan objek hak tanggungan, janji pengelolaan, janji untuk menyelamatkan, janji untuk tidak dibersihkan, janji untuk tidak melepaskan
hak, janji untuk tidak mengalihkan objek hak tanggungan, janji uang ganti rugi, janji asuransi, janji pengosongan, janji memegang sertifikat
hak atas tanah, dan janji pemilikan.
57
Disebut sebagai tidak langsung karena janji-janji seperti terakhir tersebut ini bersifat fakultatif dan melengkapi janji eksekutorial yang esensial yaitu janji
kewenangan untuk menjual sendiri objek hak tanggungan sesuai dengan penjelasan atas Pasal 11 Ayat 2 yang berbunyi:
58
Dari bunyi Pasal di atas dapat dilihat bahwa pasal tersebut memiliki hubungan erat dengan janji menjual atas kekuasaan sendiri seperti termuat di
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Keduanya mengandung unsur yang menyatakan bahwa pemegang hak tanggungan atau kreditor dapat menjual objek
“Janji-janji yang dicantumkan pada ayat ini sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya
akta. Pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan janji-janji ini dalam akta pemberian hak tanggungan.”
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Pasal 6 menyebutkan bahwa: “apabila debitor cedera janji, pemegang hak
tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
pihutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
57
Ibid, hal. 31
58
Penjelasan Umum Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 11 Ayat 2 huruf e.
Universitas Sumatera Utara
hak tanggungan yang berada ditangannya bila debitor ternyata lalai dalam memenuhi kewajibannya. Perbedaan di antara keduanya pun tampak jelas
sehingga terang dikatakan bahwa dalam janji menjual atas kekuasaan sendiri kewenangan untuk menjual objek hak tanggungan diberikan atas kuasa dari
debitor pemberi hak tanggungan, sedangkan menurut Pasal 6 UUHT, kekuasaan untuk menjual tidak diberikan atas kuasa dari debitor melainkan atas perintah
Undang-Undang atau ex lege. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan sebagai hukum positif yang mengatur tentang jaminan khusus hak atas tanah tidak dapattikan peraturan hipotek. Maka jelas bahwa dari Pasal 6
UUHT di atas berlaku sebagai hukum positif menggantikan ketentuan Pasal 1178 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai rumusan janji
menjual atas kekuasaan sendiri seperti termuat dalam APHT. Dalam praktiknya rumusan di dalam APHT masih menggunakan rumusan
Pasal 1178 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, dan rumusan ini cukup lemah mengingat kekuatan eksekusi digantungkan pada janji
pemberian kuasa dari debitor dan tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai cara eksekusi yang sederhana dan murah sesuai asasnya.
Perihal eksekusi objek hak tanggungan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan memiliki dua ketentuan pokok
sebagaimana tertuang di dalam Pasal 6 dan Pasal 11 ayat 2 huruf e. Pada Pasal 6 telah jelas memberi petunjuk pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan yaitu dengan
penjualan sendiri oleh kreditor melalui pelelangan umum. Sedangkan pada Pasal
Universitas Sumatera Utara
11 ayat 2 huruf e tidak secara spesifik memberikan petunjuk tetapi lebih secara umum dengan bunyi: “janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji.”
59
Oleh karena itu, memuat janji eksekutorial di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dilakukan meski hal demikian tidak efisien mengingat
kekuasaan yang langsung diberikan oleh Undang-Undang dianggap berlaku umum. J. Satrio berpendapat bahwa apabila kewenangan untuk menjual secara
langsung dan sendiri sudah diberikan oleh undang-undang, maka tidak perlu lagi diperjanjikan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dan dapat dihapus.
Pasal 11 Ayat 2 huruf e UUHT menyatakan bahwa janji yang sedemikian bersifat fakultatif. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Akta Pemberian
Hak Tanggungan dapat memuat janji eksekutorial atau janji menjual atas kekuasaan sendiri. Akan tetapi dengan catatan kekuasaan untuk menjualnya
diberikan oleh Undang-Undang sesuai dengan bunyi Pasal 6 UUHT.
60
Jalan terbaik yang dapat ditempuh adalah menggunakan kedua rumusan Pasal tersebut baik Pasal 6 maupun Pasal 11 ayat 2 huruf e UUHT, dengan
menjadikan janji eksekutorial di dalam APHT sebagai hukum pelengkap demi formalitas praktik belaka. Tentu cara ini ditempuh dengan mengubah rumusan
kalimat dalam APHT pada bagian janji menjual atas kekuasaan sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UUHT. Ubahan pada rumusan kalimat adalah tidak
59
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960 Tentang Hak Tanggungan, Pasal 11 ayat 2 huruf e.
60
J.Satrio, Op Cit, hal. 52
Universitas Sumatera Utara
mtidak dapattungkan kekuasaan untuk menjual atas pemberian kuasa dari debitor kepada kreditor melainkan atas perintah Undang-Undang.
Pengaplikasian janji eksekutorial di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan meskipun secara ex lege menurut Pasal 6 UUHT penulisan
sedemikian tidak perlu. Namun ternyata pada penjelasan Pasal 11 Ayat 2 huruf e menyatakan bahwa untuk dipunyainya kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 UUHT, di dalam APHT dicantumkan janji ini. Nyatanya dalam praktik kini, sekiranya mulai pada tahun 2006 sampai
dengan tahun 2011, eksekusi objek hak tanggungan oleh kreditor melalui parate eksekusi banyak dilakukan dan dengan perantara penjual kantor lelang setempat.
Jadi, tuntutan untuk mengubah rumusan janji eksekutorial sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku kini semakin memaksa. Karena praktik
menunjukkan pergerakan yang positif ke arah pemberlakuan Pasal 6 dari UUHT secara murni.
B. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.