Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir

PENGARUH APLIKASI BASAH WATER ABSORBENT PATI
SINGKONG TERHADAP SIFAT RETENSI AIR PADA TANAH
BERTEKSTUR PASIR

SEKAR MAYANG

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air
pada Tanah Bertekstur Pasir adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Sekar Mayang
A14100075

ABSTRAK
SEKAR MAYANG. Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong
Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir. Dibimbing oleh DWI
PUTRO TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.
Retensi air merupakan salah satu sifat fisik tanah yang menunjukkan
ketersediaan air dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh suatu tanaman. Rendahnya
sifat retensi air umumnya dimiliki oleh tanah bertekstur pasir seperti tailing bekas
tambang dan tanah berpasir lainnya. Tanaman yang berada di tanah dengan sifat
retensi air yang rendah akan mengalami cekaman air yang pada kondisi ekstrim
tanaman akan layu. Upaya umum yang dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah pemberian irigasi dengan frekuensi yang tinggi sehingga menjadi
tidak efisien. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lain untuk mengatasi masalah

tersebut.
BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) telah memperkenalkan Super
Water Absorbent (SWA) pati singkong yang dapat menyerap air hingga ± 300 kali
lipat dari bobot awalnya. Namun, bagaimana SWA bekerja dan berpengaruh
terhadap sifat retensi air tanah masih dipertanyakan.
Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian SWA terhadap
sifat retensi air tanah yang dilakukan di rumah kaca, IPB. Hasil penelitian
menujukkan bahwa pemberian SWA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah air
yang dapat ditahan tanah (retensi air) pada tanah dengan kadar pasir yang sangat
tinggi. Kandungan bahan organik dan kadar pasir mempengaruhi lamanya tanah
menahan dan menyimpan air.
Kata kunci : retensi air, super water absorbent, tanah berpasir

ABSTRACT
SEKAR MAYANG. Effect of Wet Aplication Water Absorbent Cassava Starch to
Water Retention Characteristic in Sand Textured Soils. Supervised DWI PUTRO
TEJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE.
Water retention is one of soil physical properties that indicate water
availability tobe used by a plant. The low water retention ability is generally
owned by sand textured soils such as former mine tailings and other sand texture

of soils. Plant on soil with low water retention ability will quickly sustain of water
stress that extreme condition will lead to permanent wilting. Common effort to
overcome this problem is generally by high frequency irrigation. This effort is
however inefficient. Other alterative is needed to solve this problem.
Presently BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) introduce a Super
Water Absorbent (SWA) of Cassava Starch that capable to retain water ± 300
than of it weight. Nevertheless, how the SWA work and influence soil water
retention characteristic is still questionable.

The study aimed to assess the effect of SWA on soil retention characterstic
was carried in a green house of IPB. Results of the study showed that SWA
application had no significantly effect on the amount of water retained by soil
with very high sand. Organic matter and content of sand are influencing the soil
capability in water holding and storing.
Key words : sand textured soils, super water absorbent, water retention

PENGARUH APLIKASI BASAH WATER ABSORBENT PATI SINGKONG
TERHADAP SIFAT RETENSI AIR PADA TANAH BERTEKSTUR PASIR

SEKAR MAYANG


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong
Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir
Nama
: Sekar Mayang
NIM
: A14100075


Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent
Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir.

Skripsi ini merupakan tugas akhir program sarjana pertanian (S1) di Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan berupa kasih sayang, doa,
dan motivasi;
2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. dan Dr.Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan nasihat;
3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi. sebagai dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan saat pelaksanaan ujian skripsi;
4. Yanuar Azhari beserta keluarga yang banyak memberikan doa dan dukungan;
5. Dr. Darmawan Darwis, M.Sc., Apt , Ibu Tita Puspitasari, M.Si., Ibu Dewi, dan
Ibu Susi selaku dari pihak BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional);
6. Rekan- rekan satu bagian laboratorium Konservasi Tanah dan Air;
7. Staf laboratorium Konservasi Tanah dan Air;
8. Seluruh teman- teman SOILER 47;
9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dalam
bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, September 2014

Sekar Mayang

A14100075

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Tempat dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2


Pelaksanaan Penelitian

3

Rancangan Penelitian

3

Persiapan Tanah

4

Persiapan SWA (Super Water Absorbent)

4

Analisis Pendahuluan

5


Penetapan Jumlah Air yang Ditahan Tanah

5

Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF)

6

Variasi Harian Kadar Air Tanah

6

Penurunan Kadar Air Tanah

6

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN


6
6

Karakteristik Tanah

6

Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) Metode Alhricks

7

Jumlah Air yang Ditahan Tanah

9

Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF)

10

Variasi Harian Kadar Air Tanah

11

Penurunan Kadar Air Tanah

13

KESIMPULAN DAN SARAN

14

Kesimpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

16

DAFTAR TABEL
1

Alat dan Bahan Penelitian

2

2

Analisis Karakteristik Tanah

5

3

Hasil Analisis Karakteristik Tanah

7

4

Penurunan Kadar Air pada Perlakuan Tanpa Penyiraman (P0)

13

5

Penurunan Kadar Air pada Perlakuan dengan Penyiraman (P1)

14

DAFTAR GAMBAR
1

Kadar Air Tanah Menurut Waktu pada Penetapan Kapasitas Lapang
Metode Alhricks

8

2

Grafik Jumlah Air yang Ditahan Tanah

9

3

Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol (b) Tanpa
Penyiraman dan dengan Penyiraman pada Tekanan Hisapan Matriks
Tertentu (pF)
Perubahan Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol
(b) Tanpa Penyiraman dan dengan Penyiraman dari Hari ke Hari

10

4

12

DAFTAR LAMPIRAN
1

Tekstur Tanah

17

2

Laju Evaporasi

17

3

Kemampuan SWA Menyerap Air

18

4

Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) Metode Alhricks

19

5

Jumlah Air yang Ditahan Tanah

20

6

Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Simulasi Tailing

20

7

Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Regosol

21

8

Variasi Harian Kadar Air Tanah Simulasi Tailing

22

9

Variasi Harian Kadar Air Tanah Regosol

23

10

Karakteristik Tanah

24

11

Fraksi Kasar Tanah

24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertambangan memiliki peran cukup penting dalam penerimaan
pendapatan Negara Indonesia. Salah satu usaha pertambangan tersebut ialah
tambang timah di Pulau Bangka yang menyumbang 40% kebutuhan timah dunia
(Astira 2005 dalam Nurtjahya 2008). Kegiatan produksi timah meninggalkan
lahan tailing berupa hamparan pasir. Pertambangan timah di Pulau Bangka
menguasai sebagian dari wilayah Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1,16 juta
hektar dan penyebaran tailing bekas tambang timah meliputi areal seluas 198.751
ha. Tailing tambang timah tersebut memiliki kadar pasir sebesar 92,00%, kadar
debu sebesar 5,50%, dan kadar klei sebesar 2,50% (Sutono 2012).
Upaya reklamasi dan pemanfaatan tailing tambang untuk usaha pertanian
seperti halnya tanah pasir lain dihadapkan pada beberapa kendala salah satunya
adalah rendahnya retensi air. Tanah dengan retensi air yang sangat rendah akan
sulit menyimpan air sehingga tanaman akan mengalami cekaman air yang pada
kondisi ekstrim dapat mengalami kekeringan dan mati.
Upaya umum yang dilakukan untuk mengatasi cekaman air adalah dengan
pemberian irigasi. Akan tetapi pada tanah berpasir dengan sifat retensi air yang
sangat rendah, irigasi yang diberikan memerlukan frekuensi yang tinggi sehingga
menjadi sangat tidak efisien. Oleh karena itu perlu adanya upaya lain yang
dititikberatkan pada perbaikan karakteristik tanah. Saat ini banyak penelitian
mengenai penggunaan bahan pembenah tanah untuk memperbaiki sifat fisik tanah
terutama kemampuan tanah dalam menahan air (retensi air). Seperti yang
dilakukan oleh Sutono (2012) yang menggunakan tanah mineral dengan
kandungan klei yang tinggi, bahan organik dari kompos, dan kalsium (Ca) dari
terak baja untuk perbaikan sifat fisik tanah tailing tambang timah. Pemilihan
alternatif lain dalam memperbaiki sifat retensi air tanah adalah dengan
penggunaan water absorbent. Namun, hingga saat ini efektivitas water absorbent
dalam memperbaiki retensi air tanah masih diperdebatkan.
Water absorbent merupakan suatu bahan yang mampu menyerap air dan
melepaskannya untuk digunakan oleh tanaman. Oleh karena itu pada penelitian ini
bahan water absorbent diuji dalam menyediakan air tanah. Water absorbent yang
digunakan pada penelitian ini merupakan hasil produksi BATAN (Badan Tenaga
Nuklir Nasional) yang dibuat dari pati singkong. Water absorbent tersebut dapat
mengembang dan menyerap air hingga 300 kali lipat dari bobot awalnya serta
ramah lingkungan dan disebut sebagai SWA (Super Water Absorbent) pati
singkong ( Darwis dan Puspitasari 2012).
SWA pati singkong ini merupakan hasil cross-linking antara pati
singkong, KOH dan asam akrilat yang selanjutnya diberi radiasi sinar gamma.
Habayahan (2013), Jatnika (2013), dan Baki (2013) telah melakukan penelitian
penggunaan SWA pati singkong BATAN namun tidak menunjukkan hasil yang
baik. Hal tersebut disebabkan oleh cara pengaplikasian SWA yang kurang tepat

2

dan adanya kontak antara air yang disiramkan dengan yang diserap SWA terlalu
sedikit sehingga retensi air tidak optimal. Selain itu tanah yang digunakan
merupakan tanah bertekstur klei sehingga tidak menunjukkan hasil dari kerja
water absorbent tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan
penelitian SWA pati singkong dengan aplikasi basah pada tanah berkadar pasir
tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian water
absorbent dan kompos terhadap sifat retensi air pada tanah dengan kadar pasir
yang sangat tinggi.
METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca University Farm Cikabayan, Institut
Pertanian Bogor. Uji sifat fisik tanah dilaksanakan di laboratorium Konservasi
Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari
hingga Agustus 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian
No
Kegiatan
1
Persiapan Tanah

Alat
Cangkul, sekop, tali,
pisau, karung

Bahan
Pasir dan latosol (9:1) dan tanah
Regosol

2

Persiapan Tanaman

Pot, sekop,
timbangan, plastik,
insect net, sprayer,
gembor, tray, dan
penggaris

Benih cabai merah keriting
varietas Kastilo F1, arang sekam,
pupuk urea, KCL, SP-36, Furadan,
Insektisida, Kompos, dan Air

3

Persiapan Water
Absorbent

Gelas/ botol air
mineral kemasan,
gelas ukur, saringan

SWA pati singkong BATAN, air,
Alginat, dan Khitosan

4

Pengukuran Kadar Air
dan Bobot Isi Tanah

Cawan, ring sample,
timbangan, oven

Contoh tanah

3

Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan)
No

Kegiatan

Alat

Contoh tanah, aquadest, dan
Natrium Pirofosfat

5

Pengukuran Tekstur
Tanah

6

Pengukuran C- organik
Tanah

7

Pengukuran Kadar Air
Kapasitas Lapang
metode Alhricks

8

Pengukuran Evaporasi

9

Pengukuran
Kemampuan SWA
Menyerap Air
Pengukuran Jumlah Air
yang Ditahan Tanah

Gelas plastik,
saringan, dan gelas
ukur

SWA pati singkong dan air

Alat penyiram
(gembor), mangkuk
pot, dan gelas ukur

Air

11

Pengukuran Kadar Air
pada Hisapan Matriks
Tertentu (pF)

Paralon sebagai
ring sample,pisau/
cutter,plastik,
selatip/ perekat,
timbangan,
pressure plate
apparatus,
membrane plate
apparatus, dan
oven

Contoh tanah, dan air

12

Pengukuran Kadar Air
Lapang

Cawan seng,
timbangan, dan oven

Contoh tanah di pot

10

Gelas ukur,
timbangan, ayakan,
milk shaker, bak
perendaman,
termometer, alat
hydrometer, alat
pengocok, dan
stopwatch
Timbangan, gelas
erlenmeyer, alat
titrasi
Gelas piala 500 ml,
penggaris, pipa
gelas, kain kasa,
sprayer, plastik,
karet, cawan, dan
oven
Pot, penggaris, dan
timbangan

Bahan

Contoh tanah, K2Cr207, H2SO4
pekat, aquadest, FeSO4, dan
indikator Ferroin
Contoh tanah, zeolit, dan air

Contoh tanah dipot

Pelaksanaan Penelitian
Rancangan Penelitian
Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara
faktorial dengan perlakuan :
1. Aplikasi bahan water absorbent yang terdiri dari 8 taraf, yaitu:
a. K
: Kontrol
b. C
: Kompos 1gr/kg
c. S1
: SWA pati singkong 0,1 g/kg

4

d. S2
: SWA pati singkong 0,5 g/kg
e. S3
: SWA pati singkong 0,1 g/kg + Alginat
f. S4
: SWA pati singkong 0,5 g/kg + Alginat
g. S5
: SWA pati singkong 0,1 g/kg + Khitosan
h. S6
: SWA pati singkong 0,5 g/kg + Khitosan
2. Tanah terdiri dari 2 taraf yaitu:
a. T1
: Pasir + latosol rasio 9 : 1
(Untuk mendapatkan kadar pasir dalam tanah sebesar 90% yang
mewakili tanah pasir tailing tambang timah)
b. T2
: Tanah Regosol
3. Penyiraman tanaman terdiri dari 2 taraf yaitu:
a. P0
: Tanpa penyiraman
b. P1
: Penyiraman dengan interval waktu satu minggu sekali
Perlakuan tersebut dikombinasikan dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
sehingga didapatkan 96 satuan percobaan. Perlakuan kedua penyiraman (P0 dan
P1) dilakukan setelah penyiraman tanaman 4 hari sekali selama 20 hari selesai
dilakukan yaitu saat tanaman cabai mulai tidak megalami stres air.
Persiapan Tanah
Tanah yang digunakan pada penelitian ini ialah pasir kuarsitik yang
dicampur dengan latosol pada rasio 9:1 untuk mensimulasi tailing bekas tambang
timah yang asli berdasarkan penelitian Sutono (2012). Sedangkan tanah regosol
diambil di daerah sekitar kampus IPB Dramaga. Tekstur kedua tanah tersebut
adalah pasir dengan hasil analisis disajikan pada Lampiran 1.
Persiapan awal meliputi pengambilan tanah yang kemudian dikering
udarakan di suatu ruangan terbuka di Kebun Percobaan Cikabayan University
Farm, Institut Pertanian Bogor selama 1 minggu. Setelah itu tanah untuk simulasi
tailing, pasir dan tanah latosol dicampurkan sesuai dengan rasio dan kemudian
dimasukan kedalam pot sebanyak 5 kg. Sedangkan tanah regosol terlebih dahulu
dipisahkan dari akar- akar tanaman sebelum akhirnya dimasukan kedalam pot
sebanyak 5 kg tanah. Agar kedua tanah tidak turun saat dilakukan pengetukkan
maka pot dilapisi jaring sebelum kedua tanah tersebut dimasukan. Setelah itu
SWA dimasukan pada kedalaman 10 cm dari permukaan tanah dalam pot sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan secara dikonsentrasikan.
Untuk mengetahui besarnya penguapan yang berpengaruh terhadap
hilangnya air dari dalam tanah maka dilakukan percobaan awal yaitu pengamatan
evaporasi. Pengukuran evaporasi dilakukan dengan menimbang bobot pot dan
tanah tersebut setiap hari selama satu minggu untuk mengetahui pengurangan
ketersediaan air dalam kedua tanah.Tabel besarnya laju evaporasi disajikan pada
Lampiran 2.
Persiapan SWA (Super Water Absorbent)
SWA pati singkong BATAN ditimbang sesuai dengan dosis pada
perlakuan. SWA pati singkong diaplikasikan ke dalam pot setelah sebelumnya
dilakukan perendaman dengan air selama 24 jam sehingga air yang diserap SWA
menjadi maksimal. SWA dengan dosis 0,1 g/ kg tanah dilakukan perendaman
dengan air sebanyak 150 ml, SWA dengan dosis 0,5 g/kg tanah dilakukan
perendaman dengan air sebanyak 300 ml, dan SWA dengan dosis 1 g/kg tanah

5

dilakukan perendaman dengan air sebanyak 1000 ml. Hal tersebut berdasarkan
pengujian yang telah dilakukan BATAN terhadap kemampuan SWA dapat
mengikat air sebanyak 300 kali lebih besar dari bobot awalnya. Perlakuan SWA+
Alginat dilakukan setelah SWA tersebut diswelling dan kemudian dilakukan
perendaman dengan Alginat selama 24 jam. SWA dengan dosis 0,1 g/ kg tanah
dilakukan perendaman dengan Alginat sebanyak 100 ml, sedangkan SWA dengan
dosis 0,5 g/ kg tanah dilakukan perendaman dengan Alginat sebanyak 500 ml.
Perlakuan SWA dengan penambahan Khitosan dilakukan saat tanaman
telah dipindahkan kedalam pot dan disemprotkan seminggu sekali pada bagian
bawah daun yang sebelumnya telah diencerkan sebanyak 1000 ml. Selain itu
dilakukan pula pengamatan kapasitas SWA dalam menyerap air dengan interval
waktu 4 jam (t4), 6 jam (t6), 10 jam (t10), dan 16 jam (t16) dengan dosis SWA
sebanyak 5 gram dan jumlah air perendaman 1 liter. Tabel pengamatan SWA
dalam menyerap air disajikan pada Lampiran 3.
Analisis Pendahuluan
Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik umum
tanah yang digunakan pada penelitian. Berikut daftar analisis yang dilakukan.
Tabel 2 Analisis Karakteristik Tanah
No
Analisis
1
Pengukuran Kadar
Air dan Bobot Isi

2

Penetapan Tekstur
Tanah

Parameter
Menentukan besarnya
kadar air tanah dalam %
dan mengetahui kepadatan
tanah
Menentukan perbandingan
relatif partikel tanah

Metode
Gravimetrik dan penggunaan
ring sample

3

Pengukuran Corganik Tanah

Menentukan besarnya
kadar bahan organik tanah

Walkley and Black

4

Pengukuran Kadar
Air Kapasitas Lapang
(KAKL)

Menentukan besarnya
kadar air tanah pada
kapasitas lapang atau pada
keadaan tanaman
membutuhkan air dalam
tanah

Alhricks

Hydrometer

Keterangan: penetapan KAKL metode Alhricks terlampir (Lampiran 5)

Penetapan Jumlah Air yang Ditahan Tanah
Pengamatan jumlah air yang ditahan tanah simulasi tailing dan tanah
regosol dilakukan pada waktu 30 menit setelah penyiraman. Penambahan jumlah
air dilakukan dengan cara menuangkan air pada bagian permukaan kedua tanah
pada pot. Air yang ditambahkan yaitu sebanyak 1000 ml yang diperkirakan lebih
besar dari kadar air kapasitas lapang tanah sehingga saat dilakukan penyiraman
terdapat air berlebih yang keluar dari pot dan kemudian diukur volumenya. Selisih
antara volume air yang disiramkan dan yang keluar dari tanah merupakan jumlah

6

air yang ditahan oleh tanah (retensi air). Perhitungan persentase volume air yang
ditahan oleh tanah sebagai berikut :


�� �

� � ℎ

Keterangan: a = volume air yang ditambahkan
b = volume air yang keluar

ℎ (%) =



× 100%

Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF)
Pengukuran ini dilakukan untuk menyetimbangkan tanah simulasi tailing
dan tanah regosol dengan berbagai perlakuan pada hisapan matriks tertentu yang
kemudian dilakukan pengukuran kadar air. Hisapan matriks tersebut ialah pF 1;
pF 2; pF 2,54; dan pF 4,2. Hasil pengukuran dinyatakan dalam kuva pF.
Variasi Harian Kadar Air Tanah
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penurunan kadar air
pada kedua tanah dari hari ke hari dan mengetahui perlakuan mana yang
mengalami penurunan kadar air yang paling cepat maupun yang mengalami
penurunan kadar air yang lebih lambat. Pengukuran kadar air dilakukan dengan
metode gravimetri.
Penurunan Kadar Air Tanah
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan apa yang memiliki
kemampuan retensi air yang lebih baik. Pengukuran dilakukan dengan
menghitung selisih kadar air tanah hari pertama dan hari terakhir setiap perlakuan.
Analisis Data
Anaisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis ragam
berupa uji ANOVA dan untuk melihat perlakuan mana yang berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah
Hasil analisis awal karakteristik umum tanah yang diuji disajikan pada
Tabel 3 (Lampiran 10). Tabel tersebut menunjukkan bahwa kedua tanah memiliki
kadar pasir yang sangat tinggi yaitu 85,14% untuk tanah simulasi tailing tambang
timah dan 81,34% untuk tanah regosol. Bobot isi tanah simulasi tailing dan tanah
regosol masing- masing memiliki nilai 1,25 g/cm3 dan 1,45 g/cm3. Nilai bobot isi
tersebut berada pada kisaran yang wajar untuk tanah berpasir. Hal ini sesuai
dengan Supardi (1983) yang menyatakan bahwa tanah pasir memiliki bobot isi
antara 1,20-1,80 g/cm3. Tingginya bobot isi tersebut disebabkan pada kedua tanah
didominasi oleh partikel yang berukuran kasar (pasir) sehingga jumlah ruang pori
totalnya rendah. Disamping itu partikel tanah yang berukuran kecil mengisi ruang

7

antar partikel yang berukuran besar sehingga kerapatan tanah menjadi maksimum
dan nilai bobot isi tanah menjadi tinggi (Hillel 1997).
Tabel 3 juga menunjukkan bahwa tanah simulasi tailing memiliki kadar Corganik yang sangat rendah yaitu sebesar 0,84% dibandingkan dengan tanah
regosol sebesar 1,04%. Berdasarkan Supardi (1983), kadar bahan organik tanah
mineral tidak melebihi 3%-5% dari bobot tanah. Walaupun jumlahnya sedikit,
pengaruh bahan organik terhadap sifat- sifat tanah dan pertumbuhan tanaman
sangatlah nyata. Menurut Rusdi (2003), bahan organik yang rendah sangat
berpengaruh dalam menentukan struktur tanah. Semakin tinggi kadar bahan
organik tanah maka struktur tanah yang terbentuk akan semakin baik dan bobot isi
tanah akan rendah. Tetapi dalam kasus penelitian ini, tanah regosol yang berkadar
organik lebih tinggi dibandingkan tanah simulasi tailing justru memiliki bobot isi
yang lebih tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa faktor keruangan yang terkait
dengan struktur tanah dan kadar bahan organik tidak mempengaruhi nilai bobot isi
kedua tanah yang digunakan pada penelitian ini. Nilai bobot isi tanah tersebut
lebih dipengaruhi oleh perbedaan jenis mineral penyusunnya. Tanah simulasi
tailing berasal dari mineral kuarsa pada campuran pasirnya sedangkan tanah
regosol mengandung mineral yang berasal dari bahan volkanik dengan asosiasi
plagioklas dan hipersten (Sinaga 2003). Selain itu karena tailing yang digunakan
pada penelitian ini merupakan simulasi maka diduga dapat disebabkan tanah pasir
kuarstik yang digunakan memiliki kadar pasir yang tidak setara dengan kadar
pasir tailing tambang timah yang asli. Hal ini yang menyebabkan tanah simulasi
tailing memiliki bobot isi yang lebih rendah dibandingkan tanah regosol pada
penelitian ini.
Tabel 4 Hasil Analisis Karakteristik Tanah
Tanah

Pasir
(%)

Simulasi
Tailing
Regosol

Tekstur

BI
(g/cm3)

COrganik
(%)

5,79

Pasir

1,25

0,84

10,78

Pasir

1,45

1,04

Liat (%)

Debu
(%)

85,14

9,07

81,34

8,05

Hasil pengujian awal karakteristik umum tanah menunjukkan bahwa tanah
simulasi tailing yang dibuat hampir menyerupai karakteristik tailing tambang
timah yang asli. Sutono (2012) mendapatkan bahwa sifat fisik pasir tailing
mempunyai tekstur dengan fraksi pasir, debu, dan klei berturut- turut adalah
92,00%; 5,50%; dan 2,50%. Bobot isi tailing sebelum diayak 1,47 kg/liter, setelah
diayak dengan diameter butir ≤ 2 mm menjadi 1,64 kg/liter. Sifat kimia tailing
berupa kadar C-organik sebesar 0,12%.
Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) Metode Alhricks
Menurut Veihmeyer dan Hendrickson (1949) dalam Hillel (1997), kapasitas
lapang adalah jumlah air yang tertahan pada tanah setelah air berlebih terdrainase
dan laju gerakan kebawah berkurang. Terdapat tiga metode untuk menetapkan
kadar air kapasitas lapang yaitu metode Alhricks, drainase bebas, dan Pressure

8

plate. Pada penelitian ini kadar air kapasitas lapang (KAKL) ditetapkan dengan
menggunakan metode Alhircks, yaitu suatu metode yang menganggap terjadinya
pengisian pori-pori kapiler tanah dipengaruhi oleh air yang bergerak secara
gravitasi. Menurut Baskoro dan Tarigan (2007), penyetaraan kadar air kapasitas
lapang (KAKL) dengan kadar air pF 2,54 (metode Pressure plate) cenderung
memberikan hasil yang terlalu rendah oleh karena itu metode Alhricks dianggap
sebagai metode yang tepat untuk penetapan kadar air kapasitas lapang pada
penelitian ini.Waktu inkubasi yang dilakukan pada analisis ini yaitu 0 jam, 1jam,
2 jam, 4 jam, 8 jam, 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Penggunaan intensitas waktu
tersebut bertujuan untuk melihat penurunan kadar air secara bertahap. Hasil
analisis kadar air pada waktu- waktu tertentu disajikan pada Gambar 1.
60
kadar Air (%)

50
40
30
20
10
0
0

1

2

4

8

12

24

48

Waktu (jam)

Simulasi Tailing (T1)

Regosol (T2)

Gambar 1 Kadar Air Tanah Menurut Waktu pada Penetapan Kapasitas
Lapang Metode Alhricks
Berdasarkan Gambar 1 (Lampiran 5) terlihat bahwa kadar air pada kedua
tanah tersebut cenderung menurun seiring lamanya waktu inkubasi. Nilai kadar air
kapasitas lapang (KAKL) pada Gambar 1 ditetapkan dengan mencari titik
singgung pada kurva yaitu dimana terjadi perubahan kemiringan kurva yang
setelah titik tersebut kurva mulai mendatar. Berdasarkan hal tersebut diperoleh
bahwa nilai KAKL pada tanah simulasi tailing adalah 8,43% yang tercapai setelah
4 jam drainase terjadi. Sedangkan pada tanah regosol nilai KAKL adalah 21,46%
yang tercapai setelah 24 jam drainase terjadi. Data tersebut menunjukkan bahwa
tanah simulasi tailing mengalami penurunan kadar air lebih cepat dibandingkan
tanah regosol. Hal ini juga terlihat pada kurva tanah simulasi tailing yang lebih
curam dibandingkan tanah regosol yang lebih landai. Keadaan demikian
dipengaruhi oleh kadar pasir tanah simulasi tailing yang lebih tinggi dan
kandungan bahan organik yang lebih rendah dibandingkan tanah regosol sehingga
proses drainasenya berlangsung lebih cepat dan tidak dapat menahan air dalam
waktu yang lebih lama. Hal ini juga menunjukkan kemampuan retensi tanah
simulasi tailing lebih rendah dibandingkan tanah regosol.

9

Jumlah Air yang Ditahan Tanah

Volume Air yang Ditahan Tanah (%)

Jumlah air yang ditahan tanah pada setiap perlakuan disajikan dalam
Gambar 2 (Lampiran 5). Gambar 2 menunjukkan bahwa tanah simulasi tailing
menampung air lebih banyak dibandingkan tanah regosol. Hal ini terjadi karena
tanah simulasi tailing dengan komposisi tekstur yang hampir sama dengan tailing
aslinya memiliki kadar air awal yang sangat rendah (3,78%) dibandingkan tanah
regosol (17,02%) sehingga ruang pori yang dapat terisi air menjadi lebih banyak.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
K

C

S1

S2

S3

S4

S5

S6

Perlakuan
Simulasi Tailing (T1)

Regosol (T2)

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA
dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+ Alginat, S4= SWA dosis
0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis
0,5g/kg+ Khitosan

Gambar 2 Jumlah Air yang Ditahan Tanah
Secara umum Gambar 2 menunjukkan bahwa pemberian water absorbent
baik SWA pati singkong maupun kompos tidak berpengaruh nyata terhadap
kemampuan tanah dalam menampung air. Namun, secara spesifik tanah dengan
pemberian SWA seperti perlakuan S5 (SWA pati singkong 0,1 g/ Kg + Khitosan)
pada kedua tanah memiliki nilai retensi air yang tinggi. Tanah simulasi tailing
perlakuan S5 memiliki nilai retensi air sebesar 74,67%, sedangkan tanah regosol
perlakuan S5 memiliki nilai retensi air sebesar 70,50%. Jika dibandingkan dengan
perlakuan Kompos, nilai retensi air perlakuan yang diberikan SWA cenderung
lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh aplikasi SWA yang digunakan merupakan
aplikasi basah dimana SWA telah terisi air sehingga saat dilakukan penambahan
air hanya perlakuan tanah yang berpengaruh. Selain itu disebabkan pula oleh
kurangnya waktu untuk SWA dapat menyerap air yang disiramkan karena sifat
tanah pasir yang cepat melalukan air sehingga SWA tidak bekerja secara efektif
serta adanya tekanan yang kuat dari tanah yang padat dan mengakibatkan ruang
untuk SWA mengembang dan menyerap air menjadi terbatas. Sifat kompos
sebagai bahan organik memiliki peran ganda yaitu mampu memperbaiki sifat fisik
tanah dan mampu menyerap serta menyimpan air sehingga pada analisis ini

10

perlakuan kompos memiliki nilai retensi air yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan SWA.
Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF)
Hubungan kadar air pada kedua tanah dengan tekanan hisapan matriks
tertentu disajikan pada Gambar 3 (Lampiran 6 dan 7).

4,2
4

4,2
4
K

K

C

C
3

S1
S2

2,54
2

S3

pF

pF

3

S1
S2

2,54
2

S3

S4

S4

S5

1
10

30

50

S5

1

S6

10

Kadar Air (%)

30

50

S6

Kadar Air (%)

a)

4,2
4

4,2
4
K

K

C

C
3

S1
S2

2,54
2

S3

pF

pF

3

S1
S2

2,54
2

S3

S4
S5

1

10

30
Kadar Air (%)

50

S6

S4
S5

1
10

30

50

S6

Kadar Air (%)

b)
Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+ Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA
dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Gambar 3 Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol (b) Tanpa
Penyiraman dan dengan Penyiraman pada Hisapan Matrik Tertentu
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa kurva cenderung curam pada
hisapan matriks (pF) yang tinggi dan landai pada hisapan matriks (pF) yang
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi hisapan matriks yang

11

diberikan pada tanah bertekstur pasir maka terjadi sedikit perubahan pengurangan
kadar air dan semakin rendah hisapan matriks (pF) yang diberikan maka lebih
banyak kadar air yang berkurang. Keadaan tersebut menunjukkan kedua tanah
memiliki kemampuan retensi air yang rendah.
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas yang
ditunjukkan oleh perbedaan perlakuan pemberian SWA. Perlakuan SWA tertentu
dapat memiliki nilai kadar air hisapan mariks yang lebih rendah bahkan dapat
memiliki nilai kadar air hisapan matriks yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
Kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SWA tidak berpengaruh nyata
terhadap retensi air tanah. Keadaan tersebut disebabkan karena sifat retensi air
tanah berkaitan dengan distribusi ukuran pori tanah, sedangkan pemberian SWA
tidak mempengaruhi distribusi ukuran pori karena bukan merupakan bahan
pembenah tanah yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah melainkan hanya
sebagai penampung air. Perlakuan kompos pada penelitian ini juga tidak
memberikan perbedaan pola kurva kadar air yang menunjukkan tidak adanya
pengaruh yang nyata terhadap sifat retensi air tanah. Hal tersebut disebabkan
kurangnya waktu inkubasi dan kadar klei yang cukup rendah pada kedua tanah
untuk berikatan dengan kompos sebagai bahan organik dalam pembentukan
stuktur tanah.
Penetapan kadar air tanah pada pF tertentu dilakukan dengan menjenuhkan
tanah pada tahapan awal analisis. Oleh karena itu, perlakuan penyiraman tidak
berpengaruh terhadap besarnya kadar air kedua tanah yang digunakan pada
penelitian ini. Namun, Gambar 3 menunjukkan tanah dengan perlakuan tanpa
penyiraman (P0) memiliki kadar air awal yang lebih tinggi dan pola kurva antar
perlakuan yang lebih renggang dibandingkan tanah pada perlakuan dengan
penyiraman (P1). Hal ini disebabkan pada perlakuan P0 (tanpa penyiraman)
peluang terjadinya konsolidasi partikel tanah dapat terjadi lebih besar sehingga
peluang terbentuknya struktur tanah akan lebih baik. Hal tersebut yang
mempengaruhi distribusi ukuran pori dan kemampuan tanah dalam menahan air
menjadi lebih banyak.
Variasi Harian Kadar Air Tanah
Variasi harian kadar air pada tanah simulasi tailing dan tanah regosol
dengan perlakuan tanpa penyiraman dan dengan penyiraman disajikan pada
Gambar 4 (Lampiran 8 dan 9 ). Secara umum, kedua tanah pada perlakuan tanpa
penyiraman (P0) memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan perlakuan
dengan penyiraman (P1).
Kurva tanah simulasi tailing (a) pada perlakuan kedua penyiraman terlihat
tanah dengan pemberian water absorbent memiliki kadar air awal lebih tinggi
dibandingkan dengan Kontrol. Kurva perlakuan tanpa penyiraman (P0)
menunjukan bahwa S3 (SWA pati singkong 0,1 g/Kg + Alginat) mengalami
penurunan kadar air yang paling cepat dan yang mengalami penurunan kadar air
yang paling lambat yaitu S6 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg + Khitosan).
Sedangkan pada perlakuan dengan penyiraman (P1) yang mengalami penurunan
kadar air paling cepat yaitu perlakuan S6 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg +
Khitosan) dan yang mengalami penurunan kadar air yang paling lambat yaitu
perlakuan Kontrol. Pada tanah regosol, kurva perlakuan tanpa penyiraman (P0)

12

menunjukkan bahwa perlakuan Kontrol memiliki kadar air awal yang lebih tinggi
dibandingkan tanah dengan perlakuan water absorbent namun juga mengalami
penurunan kadar air yang paling cepat. Perlakuan yang menunjukkan penurunan
kadar air yang paling lambat yaitu perlakuan Kompos. Sedangkan pada perlakuan
dengan penyiraman (P1), tanah dengan perlakuan water absorbent memiliki kadar
air awal lebih tinggi dibandingkan dengan Kontrol. Penurunan kadar air yang
paling cepat dimiliki oleh perlakuan S2 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg) dan yang
menunjukan penurunan kadar air paling lambat adalah perlakuan S6 (SWA pati
singkong 0,5 g/Kg + Khitosan).
45

Tanpa Penyiraman (P0)

45
40

40

35

K

30

C

30

C

25

S1

25

S1

20

S2

20

S2

15

KadarAir (% )

K

35
Kadar Air (%)

Dengan Penyiraman (P1)

S3

10

0 1 2 3 4 5 6 7

S4

5

S5

0

S3

10

S4

5

15

S5

0

S6

0 1 2 3 4 5 6 7

S6

Hari Ke-

Hari Ke-

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Tanpa Penyiraman (P0)

K
C
S1

S2
S3
S4

S5
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari Ke-

S6

Kadar Air (%)

Kadar Air (%)

a)
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Dengan Penyiraman (P1)

K
C
S1

S2
S3
S4

S5
0 1 2 3 4 5 6 7

S6

Hari Ke-

b)
Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+ Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis
0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Gambar 4 Perubahan Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol
(b) Tanpa Penyiraman dan dengan Penyiraman dari Hari ke Hari
Cepat lambatnya penurunan kadar air lapang tersebut terlihat dari bentuk
kurva pada masing- masing perlakuan. Perlakuan yang mengalami penurunan

13

kadar air yang cepat ditandai dengan bentuk kurva yang curam, sedangkan tanah
yang mengalami penurunan kadar air yang lambat ditandai dengan bentuk kurva
yang landai.
Penurunan Kadar Air Tanah
Hasil pengamatan penurunan kadar air perlakuan tanpa penyiraman (P0)
pada tanah simulasi tailing dan tanah regosol disajikan dalam Tabel 4. Secara
umum perlakuan tanah dan penyiraman memberikan pengaruh yang nyata
terhadap besarnya penurunan kadar air tanah, sedangkan perlakuan water
absorbent tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar air
tanah. Pada tanah simulasi tailing yang memiiki nilai penurunan kadar air
tertinggi (24,14%) yaitu perlakuan S3 (SWA pati singkong 0,1 g/kg + Alginat)
dan yang memiliki penurunan kadar air terendah (15,24%) yaitu pada S5 (SWA
pati singkong 0,1 g/kg + Khitosan). Sedangkan pada tanah regosol perlakuan yang
memiliki penurunan kadar air tertinggi (23,15 %) adalah Kontrol dan terendah
(16,73%) perlakuan Kompos.
Tabel 4 Penurunan Kadar Air pada Perlakuan Tanpa Penyiraman (P0)

Perlakuan

K
C
S1
S2
S3
S4
S5
S6

Hari Ke- 0
Simulasi
Regosol
Tailing
37,83
28,19
31,09
31,97
34,38
32,59
33,73
31,75
31,25
34,03
32,48
31,74
34,28
32,91
28,50
34,97

Kadar Air (%)
Hari Ke- 7
Simulasi
Regosol
Tailing
14,68
6,01
14,36
11,09
12,17
12,77
14,45
9,16
10,15
9,89
14,39
11,86
14,90
17,67
10,49
13,84

Penurunan
Simulasi
Regosol
Tailing
22,18
20,88
19,81
22,60
24,14
19,87
15,24
21,13

23,15
16,73
22,21
19,28
21,11
18,09
19,38
18,01

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA
dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Penurunan kadar air pada perlakuan dengan penyiraman (P1) disajikan
pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa secara keseluruhan hasil
penurunan kadar air pada perlakuan dengan penyiraman (P1) memiliki nilai yang
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa penyiraman (P0). Tabel 5 juga
menunjukkan tanah simulasi tailing mengalami penurunan kadar air yang lebih
besar dibandingkan tanah regosol. Penurunan kadar air pada simulasi tailing
tertinggi (19,20%) ditunjukkan oleh perlakuan S6 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg +
Khitosan) dan yang terendah (12,57%) pada perlakuan S1 (SWA pati singkong
0,1 g/Kg). Sedangkan pada tanah regosol perlakuan yang memiliki penurunan
kadar air tertinggi (15,97%) yaitu S2 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg) dan yang
terendah (9,86%) pada perlakuan S6 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg + Khitosan).

14

Berdasarkan data pada kedua tabel dapat disimpulkan bahwa pemberian
SWA pati singkong ke dalam tanah tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
sifat retensi air pada kedua tanah tersebut. Secara keseluruhan, dapat terlihat
bahwa tanah simulasi tailing mengalami penurunan kadar air yang lebih tinggi
dibandingkan tanah regosol. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab
sebelumnya, hal ini diduga karena tanah simulasi tailing memiliki kadar bahan
organik yang lebih rendah dibandingkan tanah regosol sehingga tidak mampu
meretensi air dalam waktu yang lebih lama meski keduanya merupakan tanah
berpasir.
Tabel 5 Penurunan Kadar Air pada Perlakuan dengan Penyiraman (P1)
Perlakuan

K
C
S1
S2
S3
S4
S5
S6

Hari Ke- 0
Simulasi
Regosol
Tailing
36,75
37,70
39,08
40,73
39,70
41,59
41,81
37,64

34,98
33,62
32,61
36,85
36,39
36,02
39,31
34,16

Kadar Air (%)
Hari Ke- 7
Simulasi
Regosol
Tailing
21,10
21,65
23,96
22,46
21,30
25,87
23,91
18,44

20,61
21,90
20,04
20,87
25,52
23,01
24,88
24,30

Penurunan
Simulasi
Regosol
Tailing
15,64
16,06
15,12
18,27
18,40
15,72
17,89
19,20

14,37
11,73
12,57
15,97
10,87
13,01
14,43
9,86

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA
dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian water absorbent tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah air yang
dapat ditahan tanah (retensi air). Namun, tanah yang diberi water absorbent
menunjukkan nilai retensi air yang sedikit lebih tinggi dibandingkan yang
tanpa water absorbent (Kontrol);
2. Tanah yang diberi perlakuan Kompos menunjukkan nilai retensi air yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang diberi SWA pati singkong;
3. Kandungan bahan organik dan tekstur tanah mempengaruhi lamanya tanah
menahan dan menyimpan air.
Saran
Perlunya pengujian lanjut mengenai efektifitas dari kedua bahan yaitu
kompos yang dikombinasikan dengan water absorbent yang kemungkinan
menghasilkan bahan pembenah tanah yang lebih baik dalam memperbaiki sifat
fisik tanah dan sebagai bahan penyimpan air tanah untuk dimanfaatkan oleh

15

tanaman. Selain itu perlu dilakukan tehnik penyiraman yang tepat agar proses
SWA dalam menyerap air dalam tanah dapat berlangsung secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Baki YP. 2013. Pemanfaatan SWA (Super Water Absorbent) Pati Singkong untuk
Meningkatkan Ketersediaan Air pada Tanaman Jagung (Zea mays) di
Tanah Bertekstur Klei. Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, IPB.
Baskoro DPT, Tarigan SD. 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah pada Beberapa
Jenis Tanah. J Tanah Lingk. 9(2):77-81.
Darwis D, Puspitasari T. 2012. Super Water Absorbent (SWA) Cassava StarchCo-Acrylate Sebagai Bahan Pembenah Tanah (Soil Conditioner). Jakarta
(ID): Badan Tenaga Nuklir Nasional, siap terbit.
Habayahan R. 2013. Pengaruh SWA (Super Water Absorbent) Pati Singkong
Terhadap Sifat Retensi Air Tanah. Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.
Hillel D. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Susanto RH, Purnomo RH, penerjemah.
Yogyakarta (ID): PT. Mitra Gama Widya. Terjemahan dari: Introduction
of Soil Physics.
Jatnika D. 2013. Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Bogor
(ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.
Nurtjahya. 2008. Revegetasi Lahan Pasca Tambang Timah dengan Beragam Jenis
Pohon Lokal di Pulau Bangka. Tesis. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana,
IPB.
Mahartika S. 2013. Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang dengan Metode
Alhricks, Drainase Bebas dan Pressure Plate pada Berbagai Tekstur
Tanah Untuk Tanaman Bunga Matahari (Helianthusannuus L.). Skripsi.
Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.
Rusdi D. 2003. Karakterisasi Sifat Fisika Tanah pada Berbagai Tekstur dan Jenis
Tanah Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sinaga SO. 2003. Karakeristik Tanah Regosol dan Latosol Darmaga serta
Dinamika Konsentrasi Residu Herbisida Glisofat di Dalam Tanah. Skripsi.
Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB
Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID). Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, IPB.
Susanti RS. 2006. Karakteristik Kelembaban Tiga Jenis Tanah (Grumosol Cihea,
Latosol Dramaga, Regosol Laladon). Skripsi. Bogor (ID): Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.
Sutono. 2012. Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan
Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa L. Merril) Pada Pasir Tailing Tambang
Timah. Tesis. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tekstur Tanah
Tanah

Simulasi Tailing

Regosol

Ulangan Pasir (%)
1
2
3
1
2
3

Rata- rata (%)

85,82
84,81
84,80
78,91
83,88
81,22

Debu (%)
5,11
6,13
6,13
12,29
10,05
10,01

85,14

81,34

Rata- rata (%)

Klei (%)
9,07
9,07
9,07
8,80
6,57
8,77

5,79

10,78

Lampiran 2 Laju Evaporasi
Tanah

Simulasi Tailing

Regosol

Ulangan
1
2
3
1
2
3

1

2

3,46
3,46
3,46
3,46
3,46
2,31

2,31
2,31
1,15
1,15
2,31
2,31

Evaporasi (mm) hari ke3
4
5
2,31
2,31
2,31
2,31
2,31
2,31

2,31
2,31
2,31
2,31
1,15
2,31

2,31
3,46
3,46
2,31
3,46
3,46

6
2,31
1,15
1,15
3,46
2,31
1,15

7
2,31
1,15
2,31
2,31
1,15
2,31

Rata- rata (%)

Klasifikasi

9,07

Pasir

8,05

Pasir

Lampiran 3 Kemampuan Super Water Absorbent (SWA) Menyerap Air

Perlakuan

Ulangan

Bobot
SWA (g)

Air yang
Waktu
Ditambahkan
(jam)
(ml)

1

SWA

5

2

1000

t1
t2
t3
t4
t10
t16
t24
t1
t2
t3
t4
t10
t16
t24

Sisa
Air
(ml)

Pertambahan
Sisa Air (ml)

700
700
670
660
650
650
650
720
720
700
690
680
680
680

300
0
30
10
10
0
0
280
0
20
0
20
0
0

Keterangan : t1= 1 jam, t2= 2 jam, t3 = 3 jam, t4 = 4 jam t10 = 10 jam, t16 = 16 jam, t24 = 24 jam

Ratarata
Air
Air
Bobot
Air
yang
yang
SWA
yang
diserap diserap
swelling
Diserap
(ml)
(%)
(g)
(%)
300
300
330
340
350
350
350
280
280
300
300
320
320
320

30
30
33
34
35
35
35
28
28
30
30
32
32
32

31.71

305
305
335
345
355
355
355
285
285
305
305
325
325
325

Air
yang
Diserap
/g
SWA
(ml)

Ratarata Air
yang
Diserap/
g SWA
(ml)

60
60
66
68
70
70
70
56
56
60
60
64
64
64

63.43

Lampiran 4 Kadar Air Kapasitas Lapang Metode Alhricks
Tanah

Simulasi Tailing

Regosol

Waktu
(Jam)
t0
t1
t2
t4
t8
t12
t24
t48
t0
t1
t2
t4
t8
t12
t24
t48

1

BKU (g)
2

3

6,18
7,37
9,79
13,22
14,56
13,37
14,32
14,21
8,13
10,17
11,31
10,64
9,20
17,10
19,29
9,04

6,11
7,56
10,58
19,16
15,74
13,77
15,63
15,73
7,70
10,85
9,54
14,45
11,08
13,25
15,45
9,81

6,72
9,42
7,73
13,18
9,38
16,39
9,21
9,04
7,55
9,48
7,46
14,01
11,67
20,28
15,74
8,41

1

BKM (g)
2

3

5,15
6,51
8,96
12,33
13,64
12,41
13,43
13,56
6,39
8,19
9,19
8,73
7,54
14,11
16,08
7,52

5,08
6,59
9,56
17,95
14,75
12,79
14,64
14,37
6,13
8,63
7,69
11,71
9,05
10,81
12,64
8,03

5,48
7,99
6,84
11,84
8,51
15,29
8,46
8,61
5,93
7,57
6,03
11,25
9,41
16,52
12,88
6,90

1

% KAKL
2

3

20,00
13,21
9,26
7,22
6,74
7,74
6,62
4,79
27,23
24,18
23,06
21,88
22,02
21,20
19,96
20,21

20,27
14,72
10,67
6,74
6,71
7,66
6,76
9,46
25,61
25,72
24,06
23,42
22,43
22,17
22,23
22,17

22,63
17,90
13,01
11,32
10,22
7,20
8,87
4,99
27,31
25,23
23,71
24,53
24,02
21,88
22,20
21,88

Rata rata % KA

Keterangan: BKU= Bobot kering Udara Tanah, BKM= Bobot Kering Mutlak, KAKL = Kadar Air Kapasitas lapang, KA= Kadar Air

20.97
15.28
10.98
8.43
7.84
7.53
7.42
6.41
26.72
25.04
23.61
23.28
22.82
22.38
21.46
21.42

20

Lampiran 5 Jumlah Air yang Ditahan Tanah
Tanah
Simulasi
Tailing
Regosol

Perlakuan (%)
S2
S3

K

C

S1

72,05

78,33

68,33

70,50

73,00

71,00

69,67

63,50

S4

S5

S6

68,34

72,17

74,67

71,17

67,34

67,50

70,50

63,33

Keterangan: K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis
0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Lampiran 6 Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Simulasi Tailing
Kadar Air (% v/v) pada pF-

Perlakuan
1

2

2,54

4,2

…..Tanpa Penyiraman…..
K

47,89

39,89

25,06

22,60

C

35,67

27,09

24,27

21,03

S1
S2

46,64
41,10

38,61
36,50

34,34
30,82

27,11
25,27

S3

46,05

35,52

33,30

27,63

S4

35,06

26,36

23,19

20,05

S5
S6

35,40
40,94

23,77
32,82

19,06
25,59

12,37
20,09

…..Dengan Penyiraman…..
K

44,53

35,44

28,74

23,26

C

43,58

31,85

27,97

25,18

S1

45,46

38,39

34,02

22,21

S2

45,53

34,40

26,06

22,49

S3

41,98

30,63

24,69

21,51

S4

42,47

32,08

26,10

23,22

S5

45,55

36,72

30,69

26,56

S6

43,72

37,54

30,89

24,31

Keterangan: K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis
0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

21

Lampiran 7 Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Regosol
Kadar Air (% v/v) pada pF-

Perlakuan
1
K
C

49,67
52,51

2
2,54
…..Tanpa Penyiraman…..
36,19
30,67
32,48
20,62

4,2

S1

48,63

35,08

24,49

23,23

S2
S3
S4

49,67
52,51
49,99

36,19
22,51
27,93

30,67
20,62
23,11

27,41
18,94
22,32

S5

52,96

35,70

31,03

30,80

S6

54,92

22,92

K
C

33,00
36,77

37,98
29,91
…..Dengan Penyiraman…..
25,16
23,38
28,51
25,95

S1
S2

36,69
36,10

26,26
26,86

24,53
23,47

23,42
22,00

S3
S4
S5
S6

32,69
35,76
33,30
40,36

25,48
25,67
24,46
30,21

23,31
22,65
21,22
22,79

22,50
20,18
20,12
21,45

27,41
18,94

21,97
25,21

Keterangan: K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,
S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis
0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Lampian 8 Variasi Harian Kadar Air Tanah Simulasi Tailing
Hari ke-

K

C

0
1
2
3
4
5
6
7

28,19
23,52
19,87
16,53
13,78
12,04
10,26
6,01

31,97
27,51
25,91
25,07
21,51
16,46
13,58
11,09

0
1
2
3
4
5
6
7

36,75
34,17
31,91
30,36
29,24
27,22
24,86
21,10

37,70
35,51
33,87
31,39
29,62
27,58
23,90
21,65

Kadar Air Perlakuan (% b/b)
S1
S2
S3
…Tanpa Penyiraman…
32,59
31,75
34,03
27,93
29,60
27,87
26,55
27,53
26,41
25,19
25,00
23,53
21,70
23,38
21,68
19,24
20,25
19,73
16.,94
15,18
12,92
12,77
9,16
9,89
…Dengan Penyiraman…
39,08
40,73
39,70
37,66
39,48
38,16
36,23
37,47
36,88
33,33
35,10
35,82
31,06
32,34
33,65
29,05
28,82
27,66
26,41
25,64
24,79
23,96
22,46
21,30

S4

S5

S6

31,74
27,32
26,34
23,12
20,45
18,13
15,55
11,86

32,91
30,57
27,74
26,00
23,43
21,27
19,79
17,67

34,97
27,35
23,19
21,96
20,41
19,46
17,48
13,84

41,59
39,60
38,48
37,46
35,14
32,02
28,88
25,87

41,81
39,14
37,39
34,81
32,20
29,45
27,05
23,91

37,64
34,73
33,65
32,40
30,92
25,37
21,67
18,44

Keterangan: K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat,
S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Lampiran 9 Variasi Harian Kadar Air Tanah Regosol
Hari ke-

Kadar Air Perlakuan (% b/b)
K

C

0
1

37,83
33,19

2
3
4
5
6
7

31,00
27,48
25,94
21,54
17,31
14,68

0
1
2
3
4
5
6
7

S1

S4

S5

S6

31,09
26,79

S2
S3
…Tanpa Penyiraman…
34,38
33,73
31,25
27,40
30,42
27,65

32,48
29,31

34,28
30,35

28,50
26,09

25,44
23,29
21,57
20,39
17,85
14,36

26,28
22,83
21,55
17,77
15,50
12,17

24,94
21,56
19,45
16,06
12,58
10,15

27,60
24,30
22,22
19,88
17,94
14,39

27,10
24,80
21,76
19,50
17,93
14,90

23,68
21,65
18,76
15,59
13,36
10,49

34,98
32,96
31,84

33,62
32,17
30,78

…Dengan Penyiraman…
32,61
36,85
36,39
31,54
35,16
34,87
30,38
32,95
32,00

36,02
33,55
33,21

39,31
35,78
33,07

34,16
34,16
32,99

30,19
26,83
23,73
22,06
20,61

29,86
28,07
26,69
24,62
21,90

28,87
27,57
25,95
22,96
20,04

30,31
29,23
28,50
26,58
23,01

29,65
28,06
26,86
25,92
24,88

31,30
30,06
29,04
27,59
24,30

27,12
24,58
23,22
20,62
17,78
14,45

27,15
28,00
26,40
23,15
20,87

30,89
29,88
28,94
27,85
25,52

Keterangan: K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat,
S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

24

Lampiran 10 Karakteristik Tanah
Tanah
Kadar Air Kering Udara (-% bobot)
Bobot Isi (g/cm3)
Air Tersedia (-% bobot)
Pasir (%)
Debu (%)
Klei (%)
Kelas Tekstur
Kadar C- Organik Tanah (%)

Simulasi Tailing

Regosol

3,78
1,25
8,43
85,14
5,79
9,07
Pasir
0,84

17,02
1,45
21,46
81,34
10,78
8,05
Pasir
1,04

Lampiran 11 Fraksi Kasar Tanah
Tanah

Bobot Fraksi (g)
> 2mm

1-2mm

0.5-1mm