Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada Pemeliharaan Tanaman Teh Menghasilkan (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) dengan Aspek Khusus Pemetikan di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah

PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP)
PADA PEMELIHARAAN TANAMAN TEH MENGHASILKAN
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DENGAN ASPEK KHUSUS
PEMETIKAN DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI, WONOSOBO,
JAWA TENGAH

MUHAMMAD ZAMRONI
A24110067

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Good
Agricultural Practices (GAP) pada Pemeliharaan Tanaman Teh Menghasilkan
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) dengan Aspek Khusus Pemetikan di Unit
Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Muhammad Zamroni
NIM A24110067

ABSTRAK
MUHAMMAD ZAMRONI. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada
Pemeliharaan Tanaman Teh Menghasilkan (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze)
dengan Aspek Khusus Pemetikan di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa
Tengah. Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI.
Kegiatan magang dilaksanakan untuk memperluas pengetahuan,
pengalaman teknis dan manajerial tanaman teh serta mempelajari aspek pemetikan.
Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada pemeliharaan
tanaman menghasilkan teh serta mempelajari studi pengelolaan tanaman teh di

Unit Perkebunan Tambi. Metode yang dilaksanakan selama kegiatan magang
yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan secara
aktif mengikuti dan mengamati kegiatan teknis di lapangan dan wawancara.
Metode tidak langsung dilakukan dengan mengumpulkan laporan manajemen,
arsip kebun dan jurnal penelitian teh. Hasil magang menunjukkan bahwa tinggi
bidang petik, diameter bidang petik, analisis pucuk, kapasitas pemetik, gilir dan
hanca petik serta sarana transportasi telah sesuai standar. Analisis petik masih
perlu peningkatan agar kuantitas dan kualitas pucuk optimal.
Kata kunci:

Good Agricultural Practices (GAP), gilir petik, rumus petik,
manajemen pemetikan

ABSTRACT
MUHAMMAD ZAMRONI. The Application of Good Agricultural Practices (GAP)
for Maintenance of Productive Tea (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) with
Special Aspect of Plucking at Plantation Unit of Tambi, Wonosobo, Central Java.
Supervised by AHMAD JUNAEDI.
Internship activities was conducted in order to improve knowledge, field
experience, and to study tea management aspect of tea plucking. The specific

purpose of this internship was to obtain information regarding the application of
Good Agricultural Practices (GAP) in the maintenance of productive tea at
Plantation Unit of Tambi. Internship was conducted by direct and indirect
methods. Direct method was conducted by doing and observing the field activity
and interview actively. Indirect method was conducted by collecting management
report, company archive and literature review. Results showed that the height and
diameter of plucking height surface, shoots analysis, the capacity of plucker,
plucking round management and plucking area and transportation were complied
to the standart by best practices. The increase in supervision of plucking analysis
were really important to get an optimal quality and quantity of tea shoots.
Keywords:

Good Agricultural Practices (GAP), plucking cycle, plucking
formula, plucking management

PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP)
PADA PEMELIHARAAN TANAMAN TEH MENGHASILKAN
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DENGAN ASPEK KHUSUS
PEMETIKAN DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI, WONOSOBO,
JAWA TENGAH


MUHAMMAD ZAMRONI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada Pemeliharaan
Tanaman Teh Menghasilkan (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze)
dengan Aspek Khusus Pemetikan di Unit Perkebunan Tambi,
Wonosobo, Jawa Tengah
Nama

: Muhammad Zamroni
NIM
: A24110067

Disetujui oleh

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Kegiatan magang yang dilaksanakan sejak Februari sampai Juni 2015 berjudul

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada Pemeliharaan Tanaman Teh
Menghasilkan (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) dengan Aspek Khusus
Pemetikan di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua, kakak dan keluarga
yang telah memberikan doa dan dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr Ir Ahmad Junaedi MSi selaku dosen pembimbing skripsi, Dr Ir Ade
Wachjar MS dan Candra Budiman SP MSi selaku dosen penguji, Dr Ir Heni
Purnamawati MSc Agr selaku dosen pembimbing akademik, serta Bapak
Muhamad Subandi sebagai pembimbing selama magang. Penghargaan juga
disampaikan kepada Unit Perkebunan Tambi yang telah bersedia menerima
penulis untuk melaksanakan kegiatan magang. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada teman-teman Dandelion AGH 48, Nur Khairina Mufattihah,
Sahabat Maxima dan Bintang Muda atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat, Aamiin.
Bogor, Agustus 2015
Muhammad Zamroni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Teh
Syarat Tumbuh
Budidaya Tanaman Teh
Good Agricultural Practices
Pemetikan dan Analisis Hasil Petikan
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Pelaksanaan
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Analisis dan Pengolahan Data
KEADAAN UMUM
Sejarah PT Perkebunan Tambi
Letak Geografis dan Luas Areal
Keadaan Iklim, Tanah dan Topografi
Keadaan Tanaman dan Produksi

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Kesejahteraan Karyawan
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Aspek Manajerial
PEMBAHASAN
Pemupukan
Pemangkasan
Pengendalian OPT
Rekomendasi untuk Pemenuhan GAP
Bidang Petik
Tebal Daun Pemeliharaan
Analisis Petik dan Analisis Pucuk
Gilir Petik
Hanca Petik
Tenaga dan Kapasitas Pemetik
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xi
xi
xii
1
1
2
2
2
2
3
4
5
6
6
6
7
8

9
9
10
10
10
11
12
12
12
37
40
40
42
43
45
46
46
47
48
48

49
50
50
50
51
53
67

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Kebutuhan pupuk lewat tanah pada TM di Unit Perkebunan Tambi 2015
Kebutuhan pupuk tanah pada TBM di Unit Perkebunan Tambi 2015
Diameter bidang petik berdasarkan umur setelah pemangkasan di Unit
Perkebunan Tambi tahun 2015
Hasil analisis petik di Unit Perkebunan Tambi bulan Mei 2015
Hasil analisis pucuk di Unit Perkebunan Tambi bulan Januari-Mei 2015
Gilir petik di Unit Perkebunan Tambi tahun 2015
Hanca petik di Unit Perkebunan Tambi bulan Januari-Mei 2015
Kapasitas pemetik di Unit Perkebunan Tambi bulan Januari-Mei 2015
Kapasitas pemetik di Unit Perkebunan Tambi tahun 2010-2014
Kapasitas pemetik berdasarkan usia pemetik di Unit Perkebunan Tambi
bulan Januari-April 2015
Kapasitas pemetik berdasarkan lama kerja pemetik di Unit Perkebunan
Tambi bulan Januari-April 2015
Perhitungan rasio kebutuhan tenaga pemetik di Unit Perkebunan Tambi
2015
Perbandingan jumlah pemetik di lapangan dengan perhitungan
berdasarkan hasil perhitungan

17
18
28
29
29
30
30
30
31
31
31
32
32

DAFTAR GAMBAR
1.

Kegiatan pemotongan (a), penanaman daun stek (b) dan tempat
penyungkupan (c)
2. Kegiatan pemupukan melalui tanah (a) dan daun (b)
3. Gejala serangan hama ulat penggulung daun (a) dan penyakit Blister blight
(b)
4. Kegiatan pemangkasan manual (a) dan pemangkasan mesin (b)
5. Penampakan rorak (a) dan kegiatan pembuatan saluran air/rorak (b)
6. Kegiatan penggemburan tanah atau pemorokan
7. Alat petik; gunting petik (a) dan mesin petik (b)
8. Kegiatan penimbangan pucuk di lapangan
9. Tinggi bidang petik berdasarkan tahun setelah pemangkasan di Unit
Perkebunan Tambi tahun 2015
10. Tebal daun pemeliharaan berdasarkan tahun setelah pemangkasan di Unit
Perkebunan Tambi tahun 2015
11. Mesin penggilingan; open top roller (a), rotorvene (b) dan ghoogi (c)
12. Kegiatan penjenisan (a) dan mesin penjenisan/sortasi kering (b)

14
16
20
22
23
24
26
27
27
28
35
36

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian lepas Unit
Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
2. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor Unit
Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
3. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten kebun (kepala
blok) Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
4. Jurnal harian magang sebagai Pendamping Asisten Afdeling Unit
Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
5. Peta lokasi Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
6. Curah hujan dan hari hujan di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa
Tengah tahun 2005-2014
7. Luas areal dan tata guna lahan Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa
Tengah tahun 2015
8. Struktur organisasi perusahaan Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa
Tengah
9. Jumlah tenaga kerja di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
bulan Mei 2015
10. Realisasi produksi teh Unit Perkebunan Tambi tahun 2008-2013
11. Realisasi produktivitas Unit Perkebunan Tambi tahun 2008-2014
12. Hasil pengamatan kesesuaian komponen pemeliharaan tanaman teh
menghasilkan dengan GAP

53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman teh merupakan salah satu tanaman penyegar dan aromatik yang
mempunyai peranan yang sangat strategis terhadap perekonomian Indonesia. Pada
tahun 2012 komoditas teh mampu menghasilkan devisa sebesar US$ 156.74 juta.
Walaupun jumlahnya relatif kecil namun yang dihasilkan dari teh merupakan nett
devisa karena komponen impornya sangat kecil. Secara nasional industri teh
menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1.2 trilyun. Komoditas
teh di Indonesia berfungsi juga sebagai sumber penciptaan lapangan kerja di
pedesaan dan mendorong agribisnis dan agroindustri yang secara langsung
maupun tidak langsung juga menciptakan lapangan kerja di sektor jasa.
Diperkirakan pengusahaan teh melibatkan kurang lebih 98 ribu tenaga kerja dan
mampu mendorong berkembangnya ekonomi wilayah-wilayah tersebut
(Kementerian Pertanian RI 2014).
Luas areal perkebunan teh Indonesia tahun 2009 adalah 123 506 ha dengan
produksi 156 901 ton dan produktivitas sebesar 1 270.3 kg ha-1 tahun-1. Volume
ekspor teh mencapai 92 305 ton, sedangkan impor teh mencapai 7 168 ton.
Sedangkan pada tahun 2010 perkebunan teh mempunyai luas areal 122 898 ha
dengan produksi 156 604 ton dan produktivitas 1 274.2 kg ha-1 tahun-1. Pada
tahun yang sama volume ekspor teh mencapai 87 101 ton sedangkan volume
impornya mencapai 10 688 ton. Pada tahun 2011 volume ekspor teh menurun
pada angka 87 101 ton dan impor teh naik pada angka 10 668 ton (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2012).
Pada perkebunan teh, sasaran produksi yang diharapkan adalah pucuk yang
berkualitas baik dengan bobot yang tinggi pada setiap petikan. Hal ini disebabkan
tanaman teh merupakan tanaman yang dipanen pucuknya secara teratur, sehingga
setiap faktor penentu pertumbuhan vegetatifnya perlu diperhatikan (Rachmawati
dan Pranoto 2009). Mutu hasil teh tidak hanya ditentukan oleh ketinggian tempat
tumbuh teh, namun dipengaruhi juga oleh sistem pemetikan. Pemetikan
merupakan suatu cara pemungutan hasil tanaman teh berupa pucuk, pucuk yang
dihasilkan harus memenuhi persyaratan dan tujuan pengolahan (Johan dan
Dalimoenthe 2009).
Pada era globalisasi ini, pelaksanaan pembangunan perkebunan di Indonesia
harus memperhatikan kelestarian ekosistem dan memberdayakan masyarakat
sekitar sehingga tidak akan mengakibatkan terjadinya degradasi lahan maupun
permasalahan sosial yang lain, karena pada dasarnya program pembangunan
pertanian berkelanjutan berawal dari permasalahan pokok tentang bagaimana
mengelola sumberdaya alam secara bijaksana sehingga bisa menopang kehidupan
yang berkelanjutan, bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat dari generasi ke
generasi. Bentuk pendekatan dan implementasinya harus bersifat multi sektoral
dan holistik yang berorientasi pada hasil nyata dan kongkrit yakni (1) adanya
peningkatan ekonomi masyarakat; (2) pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
pelestarian lingkungan; (3) penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan,
serta (4) pemerataan akses dan keadilan bagi masyarakat dari generasi ke generasi.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, maka perlu menyusun

2
Pedoman Teknis Budidaya Teh yang Baik (Good Agricultural Practices/GAP on
Tea) (Kementerian Pertanian RI 2014).
Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman
pelaksanaan budidaya dalam sektor pertanian. Penerapan GAP mencerminkan tiga
pilar keberlanjutan yaitu layak secara ekonomi, ramah lingkungan dan diterima
oleh masyarakat. GAP diharapkan mampu dibuat untuk spesifik komoditas
sehingga dapat menjadi suatu standar acuan dalam pengembangan dan
pengelolaan komoditas tersebut di tempat lain. GAP mencakup kesesuaian
komoditas dengan kesesuaian iklim dan lahan yang ada, upaya konservasi lahan
dan air untuk keberlanjutan lingkungan, pemupukan yang tepat sesuai kebutuhan
hara, tanah dan tanaman. Pengendalian hama penyakit secara terpadu dan ramah
lingkungan serta proses panen dan pasca panen yang menjamin kebersihan dan
kualitas produk (Neely et al. 2007).
Tujuan
Secara umum kegiatan magang ini bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan mahasiswa dalam memahami proses kerja secara nyata dan
memberikan pengalaman manajerial pada pengelolaan tanaman perkebunan.
Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada pemeliharaan
tanaman teh menghasilkan serta mempelajari pengelolaan pemetikan tanaman teh
di Unit Perkebunan Tambi.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Teh
Teh merupakan tanaman berdaun hijau yang termasuk dalam keluarga
Camellia dengan nama spesies Camellia sinensis (L.) O. Kuntze dan berasal dari
daerah pegunungan di Assam, China, Burma, Thailand dan Vietnam. Dalam
spesies Camellia sinensis, dikenal beberapa varietas yaitu var sinensis, var
assamica dan var cambodiensis. Dewasa ini, di Indonesia 99% pertanaman teh
dilakukan dengan menggunakan teh dengan var assamica. Hal ini disebabkan var
assamica lebih cocok ditanam di daerah tropis, serta memiliki hasil produksi yang
tinggi dengan kualitas yang baik (Setyamidjaja 2000). Tanaman teh mempunyai
dua fase pertumbuhan pucuk pada masa pertumbuhannya, yaitu periode peko dan
burung. Kedua periode tersebut saling bergantian pertumbuhannya. Ritme
pertumbuhan tersebut yang dinamakan flushing (periode peko) untuk
pertumbuhan intensif/aktif dan periode dorman (periode burung) untuk
pertumbuhan inaktif. Masa pergantian periode peko ± 35 hari. Lamanya stadium
peko dan burung setiap tanaman berbeda-beda, bahkan masa bertunas untuk satu
tanaman pun berbeda-beda (Setyamidjaja 2000).
Syarat Tumbuh
Pertumbuhan tanaman teh dipengaruhi oleh iklim dan tanah. Faktor iklim
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman teh yaitu suhu udara, curah hujan,

3

sinar matahari dan ketinggian tempat. Tanaman teh menghendaki suhu udara yang
sejuk. Suhu udara yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 13-25°C, diikuti
sinar matahari yang cerah dan kelembaban relatif (Rh) tidak kurang dari 70%.
Tanaman teh akan terhenti pertumbuhannya apabila suhu di bawah 13°C dan di
atas 30°C serta kelembaban relatif (Rh) kurang dari 70% (PPTK 2006).
Tanaman teh tidak tahan kekeringan. Tanaman ini tumbuh baik di daerah
dengan curah hujan tinggi dan merata sepanjang tahun. Jumlah curah hujan per
tahun lebih dari 2 000 mm (Muljanto dan Yudono 1998). Pancaran sinar matahari
berpengaruh besar pada proses asimilasi. Sinar matahari yang penuh
mengakibatkan asimilasi dan pembentukan karbohidrat lebih banyak sehingga
semakin banyak pula tunas yang terbentuk. Tumbuhnya banyak tunas
mengakibatkan tanaman teh menjadi terlalu sarat dan terlalu berat untuk dipetik,
untuk itu diperlukan pohon-pohon pelindung. Fungsi pohon pelindung, di
samping menghambat kehilangan air dari tanaman juga menghambat hilangnya air
dari dalam tanah (Setiawati dan Nasikun 1991).
PPTK (2006) mengatakan ketinggian tempat untuk daerah pertanaman teh
yaitu dari 400 - 2 000 m dpl, terbagi menjadi tiga daerah yaitu dataran rendah
(1 200 m
dpl). Perbedaan suhu udara sangat erat kaitannya dengan ketinggian tempat dan
berpengaruh terhadap sifat pertumbuhan perdu teh. Daerah dataran rendah
tanaman teh hanya dapat tumbuh agak baik di bawah pohon pelindung. Komposisi
tanah di dataran rendah umumnya juga kurang baik untuk tanaman teh, sebab
biasanya kurang gembur dan kurang subur (Adisewojo 1982). Oleh karena itu,
hasil teh dari dataran tinggi mempunyai aroma dan mutu yang lebih baik
dibandingkan teh dari dataran rendah.
Budidaya Tanaman Teh
Perkembangan teknologi perbanyakan tanaman teh telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Saat ini tanaman teh dapat diperbanyak secara
vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara generatif yaitu menggunakan biji.
Biji yang digunakan sebagai sumber bahan tanam, hendaknya diperoleh dari
kebun biji yang dipelihara secara khusus sebagai penghasil biji. Pemeliharaan
kebun biji yang kurang baik, dapat menurunkan kualitas biji yang dihasilkan.
Selain itu, biji teh yang telah dihasilkan umumnya tidak langsung ditanam, tetapi
harus disimpan terlebih dahulu. Perlu diketahui, bahwa biji teh lekas kehilangan
kekuatan tumbuhnya, jika cara menyimpanannya tidak benar (Adisewejo 1982).
Ketidakseragaman sifat tanaman hasil perbanyakan dengan biji mendorong
berkembangnya teknologi perbanyakan secara vegetatif yaitu dengan stek daun.
Perbanyakan dengan cara ini akan menghasilkan tanaman yang seragam (Ghani
2012). Perbanyakan dengan stek juga merupakan cara yang paling cepat untuk
memenuhi kebutuhan bibit di lapangan dalam jumlah banyak dan diharapkan
membawa sifat unggul dari induknya. Stek yang digunakan didapatkan dari kebun
perbanyakan yang dipelihara secara khusus. Ranting stek (stekres) mulai dapat
diambil dari kebun perbanyakan pada empat bulan setelah dilakukan
pemangkasan. Tanda stekers dapat diambil (matang) apabila pangkal stekers
sepanjang ± 10 cm berwarna cokelat (PPTK 2006). Stek diambil dari ranting stek
sepanjang ± 1 ruas dan mempunyai satu helai daun. Stek yang dapat digunakan

4
adalah bagian tengah ranting stek yang berwarna hijau tua, sedangkan yang
berwarna cokelat (bagian pangkal) dan hijau muda (bagian ujung) tidak digunakan
sebagai bahan stek.
Bibit teh yang telah siap kemudian ditanam dengan jarak tanam yang
disesuaikan dengan kondisi dan kemiringan areal pertanaman. Menurut Ghani
(2012), jarak tanam tanaman teh yaitu 120 cm x 70 cm, sedangkan menurut PPTK
(2006), jarak tanam dibagi menjadi tiga yaitu kondisi datar sampai kemiringan 15°
berjarak tanam 120 cm x 90 cm, kemiringan 15-30° berjarak tanam 120 cm x 75
cm dan kemiringan lebih dari 30° berjarak tanam 120 cm x 60 cm.
Bibit teh yang telah ditanam termasuk Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM) yang perlu dipelihara sampai akhirnya tanaman tersebut siap untuk dipetik.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada TBM meliputi pengendalian gulma,
pengendalian hama dan penyakit, pembentukan bidang petik, pemupukan dan
pemangkasan. Kegiatan tersebut harus dilakukan secara benar dan tepat, agar
tanaman teh dapat menghasilkan pucuk daun teh yang diharapkan. Selanjutnya,
setelah menjadi Tanaman Menghasilkan (TM), perlakuan pemeliharaan
disesuaikan dengan keadaan tanaman (PPTK 2006).
Pada perkebunan teh, sasaran produksi yang diharapkan adalah pucuk yang
berkualitas baik dengan bobot yang tinggi pada setiap petikan. Hal ini disebabkan
tanaman teh merupakan tanaman yang dipanen pucuknya secara teratur, sehingga
setiap faktor penentu pertumbuhan vegetatifnya perlu diperhatikan (Rachmawati
dan Pranoto 2009). Mutu hasil teh tidak hanya ditentukan oleh ketinggian tempat
tumbuh teh, namun dipengaruhi juga oleh sistem pemetikan. Pemetikan
merupakan suatu cara pemungutan hasil tanaman teh berupa pucuk, pucuk yang
dihasilkan harus memenuhi persyaratan dan tujuan pengolahan (Johan dan
Dalimoenthe 2009).
Good Agricultural Practices
Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman
pelaksanaan budidaya dalam sektor pertanian. Penerapan GAP mencerminkan tiga
pilar keberlanjutan (layak secara ekonomi, ramah lingkungan dan diterima oleh
masyarakat) termasuk keamanan pangan dan kualitas; terkait dengan wajib
dan/atau persyaratan sukarela, dengan fokus pada produksi primer dan mengambil
serta memperhitungkan insentif konteks kelembagaan. GAP diharapkan mampu
dibuat untuk spesifik komoditas sehingga dapat menjadi suatu standar acuan
dalam pengembangan dan pengelolaan komoditas tersebut di tempat lain. GAP
mencakup kesesuaian komoditas dengan kesesuaian iklim dan lahan yang ada,
upaya konservasi lahan dan air untuk keberlanjutan lingkungan, pemupukan yang
tepat sesuai kebutuhan hara, tanah dan tanaman. Pengendalian hama penyakit
secara terpadu dan ramah lingkungan serta proses panen dan pasca panen yang
menjamin kebersihan dan kualitas produk (Neely et al. 2007).
Penerapan GAP merupakan pendekatan holistik dengan penekanan pada
kegiatan yang dapat mempengaruhi kualitas produksi, lingkungan dan kesehatan
serta keselamatan kerja. Pengelolaan GAP perkebunan secara lestari bukan hanya
semata-mata untuk kepentingan pasar melainkan sudah menjadi komitmen
nasional bahwa pembangunan jangka panjang berkelanjutan ditentukan oleh
keseimbangan perhatian antara manusia dan lingkungan, dengan kata lain sektor

5

pertanian diharapkan mampu menghasilkan produk dengan keuntungan positif
dibidang lingkungan, sosial dan ekonomi. Dalam mencapai tantangan tersebut,
perlu perubahan paradigma pembangunan pertanian yang memperhatikan aspek:
poeple-profit-planet, bukan hanya profit oriented. Penerapan GAP secara umum
dalam pelaksanaan budidaya tanaman perkebunan adalah budidaya secara tepat
dan benar, produksi tinggi, mutu produk baik, keuntungan optimal dan ramah
lingkungan serta dengan memperhatikan aspek keamanan dan kesejahteraan
petani (Isnoor 2006).
Pemetikan dan Analisis Hasil Petikan
Pemetikan merupakan suatu cara pemungutan pucuk tunas yang masih
muda yang selanjutnya diolah menjadi bahan baku utama. Pemetikan berpengaruh
pada kesehatan tanaman, kelestarian produksi dan mutu jadi. Waktu pemetikan
menentukan kualitas teh yang diproduksi. Umur tanaman perlu diperhatikan agar
pemetikan dapat dilakukan pada waktu yang tepat dan dihasilkan teh yang
berkualitas. Sistem dan waktu pemetikan juga harus disesuaikan agar dihasilkan
produksi yang berkualitas tinggi. Pengelolaan pemetikan teh akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas hasil panen teh. Pemetikan harus dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengelolaan yang berlaku.
Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar
mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Setyamidjaja 2000).
Keberhasilan pemetikan merupakan kunci kesuksesan dalam bisnis teh
secara keseluruhan. Hal itu berdasarkan alasan bahwa pemetikan teh paling
banyak menyerap tenaga kerja dan biaya. Tenaga kerja petik mengambil porsi 8090% tenaga atau 70-80% dari total tenaga kerja di perkebunan teh, sedangkan
biaya petik mengambil porsi 65-75% dari total biaya tanaman atau 40-50% dari
total biaya produksi kebun di luar biaya penyusutan aktiva. Selain itu, pemetikan
berpengaruh pada kesehatan pokok, kelestarian produksi dan mutu teh jadi (Ghani
2002). Pemetikan yang berlebihan akan menyebabkan tanaman berada pada
kondisi yang tertekan. Teknik pemetikan yang efektif harus dilakukan untuk
memenuhi standar analisis pucuk yang ditetapkan. Pucuk yang dipetik harus
memiliki persentase memenuhi syarat (MS) sebesar 70%, sedangkan pucuk yang
tidak memenuhi syarat (TMS) maksimal sebesar 30%. Pemetikan dilakukan
sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi
secara berkesinambungan (PPTK 2006).
Pucuk yang dipetik mengakibatkan tanaman kehilangan salah satu alat
fotosintesis untuk pembuatan zat pati yang sangat penting dalam pertumbuhan
tanaman. Kehilangan zat pati akibat pemetikan pucuk sekitar 7.5%, semakin kasar
pucuk yang dipetik, maka semakin tinggi kehilangan zat patinya. Pemetikan
pucuk p+2, p+3 akan lebih kecil kehilangan zat patinya dari pada pucuk p+4 atau
lebih. Kehilangan zat pati akibat dipetik tidak akan menyebabkan pertumbuhan
tanaman terganggu, asalkan daun-daun yang tertinggal pada perdu (lapisan daun
pemeliharaan) cukup memadai untuk melakukan asimilasi (fotosintesis) (PPTK
2006).
Hasil teh diperoleh dari daun-daun pucuk tanaman teh yang dipetik.
Kualitas teh jadi sangat ditentukan oleh kualitas pucuk hasil olahan. Pucuk teh
tersebut harus diperiksa dan dianalisis sebelum daun teh diolah menjadi teh. Daun

6
teh yang dianalisis akan menentukan kualitas dan mutu teh. Pemeriksaan pucuk
tersebut sering disebut dengan analisis hasil petikan. Analisis hasil petikan terdiri
atas dua macam yaitu (1) analisis petik dan (2) analisis pucuk (PPTK 2006).
Analisis petik adalah pemisahan pucuk yang didasarkan pada jenis pucuk
atau rumus petik yang dihasilkan dari pemetikan yang telah dilakukan dan
dinyatakan dalam persen. Tujuan dilaksanakannya analisis petik adalah untuk
melihat kondisi kesehatan tanaman, menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan,
menilai sistem pemetikan yang dilakukan, gilir petik dan keterampilan pemetik
(PPTK 2006).
Analisis pucuk adalah kegiatan pemisahan pucuk yang didasarkan pada
bagian tua dan muda yang dinyatakan dalam persen. Selain itu, pemisahan pucuk
juga didasarkan pada kerusakan dan dinyatakan dalam persen. Tujuan
dilaksanakannya analisis pucuk yaitu dapat menilai pucuk yang akan diolah, dapat
digunakan untuk menentukan harga pucuk (khususnya bagi teh rakyat) dan dapat
memperkirakan persentase mutu teh produk yang akan dihasilkan (PPTK 2006).

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi PT. Tambi,
Wonosobo, Jawa Tengah selama empat bulan dari 16 Februari sampai 16 Juni
2015.
Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan selama magang adalah kegiatan sebagai karyawan
harian lepas (KHL) yang mengerjakan aspek teknis di lapangan dan kegiatan
manajerial pada berbagai tingkat pekerjaan mulai dari sebagai pendamping
pembimbing hingga sebagai pendamping kepala sub bagian kebun. Kegiatan pada
bulan pertama sebagai karyawan harian lepas (KHL) adalah melaksanakan semua
kegiatan pemeliharaan tanaman di lapangan meliputi pembibitan, penyulaman,
pemeliharaan pohon pelindung, pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit,
pemupukan, pemangkasan, gosok lumut dan pemetikan. Penulis membuat dan
mengisi jurnal kegiatan harian selama menjadi KHL (Lampiran 1).
Kegiatan yang dilakukan pada bulan kedua adalah menjadi pendamping
pembimbing. Pekerjaan yang dilakukan meliputi menghitung jumlah tenaga kerja
yang hadir, membantu mengawasi dan mengorganisir kerja karyawan harian di
lapangan, membantu membuat laporan harian serta mengisi jurnal kegiatan harian
(Lampiran 2). Kegiatan yang dilakukan pada bulan ketiga adalah sebagai
pendamping kepala blok. Pekerjaan yang dilakukan diantaranya membantu kepala
blok dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP),
membantu pembuatan laporan bulanan, mengawasi kinerja pembimbing dan
membuat jurnal kegiatan harian (Lampiran 3).
Kegiatan yang dilakukan pada bulan keempat adalah sebagai pendamping
kepala sub bagian kebun. Kegiatan yang dilakukan adalah membantu memeriksa
perencanaan kerja dan anggaran setiap blok, membantu memeriksa laporan harian

7

dan bulanan setiap blok, mengawasi kinerja kepala blok dan membuat jurnal
harian sebagai pendamping kepala sub bagian kebun (Lampiran 4).
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan selama kegiatan magang adalah hal-hal yang
berhubungan dengan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang
mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 50 Tahun 2014 tentang pedoman
teknis budidaya teh yang baik serta berbagai data yang dibutuhkan pada aspek
pemetikan. Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan mengikuti kegiatan
pemetikan langsung dan wawancara dengan pekerja. Komponen GAP yang
diamati meliputi:
1. Pemupukan: dosis pupuk, cara pemupukan, jenis dan pencampuran pupuk,
serta aspek ketenagakerjaan.
2. Pemangkasan: gilir dan teknis pemangkasan serta aspek ketenagakerjaan.
3. Pengendalian OPT: OPT utama pada tanaman teh baik hama maupun
penyakit, musuh alami OPT dan pengendalian gulma.
4. Pemetikan:
a. Tinggi bidang petik
Tinggi bidang petik diukur dari atas permukaan tanah hingga permukaan
bidang petik. Pengamatan dilakukan menggunakan meteran pada 10
tanaman contoh yang mewakili umur I, II, III dan IV tahun setelah pangkas
dan dilakukan di setiap blok.
b. Diameter Bidang Petik
Diameter bidang petik tanaman teh diukur garis tengah lingkaran bidang
permukaan tanaman teh. Diameter bidang petik diukur dari dua arah yang
berbeda, kemudian dirata-ratakan agar hasilnya lebih akurat. Pengamatan
dilakukan menggunakan meteran pada 10 tanaman contoh yang mewakili
umur I, II, III dan IV tahun setelah pangkas dan dilakukan di setiap blok.
c. Tebal daun pemeliharaan
Tebal daun pemeliharaan diukur dari mulai tumbuhnya daun pertama hingga
permukaan bidang petik. Pengamatan dilakukan menggunakan meteran pada
10 tanaman contoh yang mewakili umur I, II, III dan IV tahun setelah
pangkas dan dilakukan di setiap blok.
d. Analisis petik
Analisis petik merupakan pemisahan pucuk berdasarkan jenis pucuk atau
rumus petik. Pengamatan analisis petik dilakukan dengan mengambil
sampel petikan secara acak, kemudian ditimbang 200 gram, dilakukan di
kebun setelah kegiatan pemetikan berdasarkan ketinggian tempat, gilir petik,
tahun setelah pangkas dan jenis klon. Jenis petikan terbagi menjadi:
Petikan halus
: p+1, p+2m
Petikan medium
: p+2, p+3, p+3m, b+1m, b+2m, b+3m
Petikan kasar
: p+4 atau lebih, b+(1 - 4t)
e. Analisis Pucuk
Analisis pucuk merupakan pemisahan pucuk berdasarkan syarat olah yaitu
pucuk memenuhi syarat (MS) dan pucuk tidak memenuhi syarat (TMS)
yang dinyatakan dalam persen. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

8

f.

g.

h.

i.

yang sama seperti pengambilan sampel analisis petik. Analisis pucuk
dilakukan setelah kegiatan analisis petik. Analisis pucuk meliputi:
Pucuk memenuhi syarat (MS)
: p+1, p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m
Pucuk tidak memenuhi syarat (TMS) : p+4, p+5, b+(1-5)t, daun lembaran
dan tangkai
Hanca petik
Hanca petik adalah luas areal yang harus selesai dipetik dalam satu hari.
Data diperoleh dari wawancara dengan pembimbing petik, kepala blok
maupun kepala sub bagian kebun serta pengamatan langsung. Pengamatan
dilakukan di setiap blok, dengan rumus hanca petik:
Hanca seorang pemetik = luas areal petik/hari x jumlah patok/ha
jumlah pemetik
Gilir petik
Gilir petik adalah jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan
berikutnya pada areal yang sama dinyatakan dalam hari. Pengamatan gilir
petik dihitung berdasarkan rumus yang berlaku kemudian dibandingkan
dengan pengamatan langsung di lapangan. Perhitungan gilir petik
menggunakan rumus:
Luas areal petik/hari
= luas areal yang dipetik
gilir petik
Kapasitas petik
Kapasitas petik merupakan banyaknya pucuk yang mampu dipetik oleh
tenaga petik dalam satu hari kerja. Pengamatan dilakukan dengan
mengamati kapasitas pemetik berdasarkan umur dan lama pengalaman kerja.
Data diperoleh dari wawancara dan data dari pembimbing petik.
Tenaga petik
Kebutuhan tenaga petik dihitung langsung berdasarkan banyaknya tenaga
pemetik di lapangan kemudian dibandingkan dengan kebutuhan tenaga petik
sesuai rumus kebutuhan tenaga petik yaitu:
Kebutuhan TP = [produktivitas kering x rendemen] x (100 + absensi)%
Kapasitas pemetik x HKE/th

Selain itu pengumpulan data sekunder berupa pengumpulan data penunjang
dilakukan melalui bahan pustaka yang tersedia di perusahaan.
Analisis dan Pengolahan Data
Data dan informasi dianalisis menggunakan metode deskriptif dengan
membandingkan studi pustaka yang berlaku pada pedoman teknis budidaya
tanaman teh yang baik (GAP) dengan kondisi di lapangan. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan rataan, persentase dan uji t-student kemudian
hasilnya dibandingkan dengan standar kerja setiap kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan. Uji t-student pada taraf 5% digunakan untuk mengetahui kapasitas
pemetik berdasarkan usia dan lama pengalaman kerja. Rumus t-student yang
digunakan adalah sebagai berikut:
t student = ∑ rata-rata pengamatan 1 dan 2
√sp (1/n1 + 1/n2)
Nilai sp = √ (n1 - 1) S12 + (n2 - 1) S22
n1 + n2 - 2

9

Nilai berpengaruh nyata apabila 0.01 ≤ p hitung ≤ 0.05 ; dan sangat
berpengaruh nyata apabila p hitung < 0.01 ; serta tidak berpengaruh nyata apabila
p hitung > 0.05 ; t tabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan derajat
bebas (n1+n2-2) (Walpole 1992).

KEADAAN UMUM
Sejarah PT Perkebunan Tambi
PT Perkebunan Tambi adalah perusahaan yang dimiliki Pemerintah Hindia
Belanda sekitar tahun 1865, yang pengelolaannya disewakan kepada pengusaha
swasta yaitu D. Van den Sluijs (Kebun Tanjungsari) dan W. D. Jong (Kebun
Tambi dan Bedakah). Pada bulan Maret 1880, seluruh kebun tersebut dibeli oleh
Mr. P. Van den Berg, A. W. Hole dan Ed. Yacobson, yang selanjutnya mereka
mendirikan Bagelen Thee En Kina Maatschappij. Pada saat Perang Dunia II,
Hindia Belanda diduduki oleh Jepang, sehingga nama perusahaan diubah menjadi
Sai Bai Kigyo Rengokai (SKR). Tanaman teh pada masa itu banyak diganti
dengan tanaman lain seperti palawija, ubi-ubian dan jarak. Perusahaan tersebut
kemudian diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia setelah proklamasi
pada tanggal 17 Agustus 1945, yang dikelola oleh Pusat Perkebunan Negara
(PPN) berkantor di Surakarta. Pada tanggal 19 Desember 1948 terjadi serangan
militer Hindia Belanda, sehingga kebun dan pabrik dibumihanguskan oleh para
penduduk Indonesia agar tidak dikuasai oleh Belanda. Kemudian, pada tahun
1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan keputusan
penyerahan kedaulatan kepada Indonesia.
Perkebunan dijual kepada NV Eks PPN Sindoro Sumbing. Peresmian
perjanjian jual beli perusahaan terjadi pada 26 November 1954, sehingga status
Perkebunan Tambi, Bedakah dan Tanjungsari resmi menjadi PT NV Eks Sindoro
Sumbing. Pada tanggal 3 Juli 1957 diadakan pertemuan di Kebun Tanjungsari
yang kemudian dicapai kesepakatan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten
Wonosobo dan PT NV Eks Sindoro Sumbing bersama-sama mengelola
perkebunan tersebut dengan membentuk perusahaan baru dengan modal masingmasing pihak sebesar 50%. Perusahaan baru ini diberi nama PT NV Perusahaan
Perkebunan Tambi dengan akta notaris Raden Sujadi tanggal 13 Agustus 1957
dan pengesahan Menteri Kehakiman tanggal 18 April 1958 No. JA5/30/25 yang
diterbitkan pada lembaran Berita Negara tanggal 12 Agustus 1960 Nomer 65.
PT NV Perusahaan Perkebunan Tambi yang saat ini lebih dikenal PT Tambi
memiliki tiga unit perkebunan beserta kantor unit perkebunan dan satu unit direksi.
Kantor direksi dibangun di pusat kota Wonosobo, tepatnya Jalan Tumenggung
Jogonegoro No.39, Wonosobo. Pada tahun 2010 saham PT Perkebunan Sindoro
Sumbing dibeli oleh PT Indo Global Galang Pamitra (IGP). PT Tambi saat ini
sedang mengembangkan potensi keindahan alam perkebunan sebagai kawasan
wisata agro dengan nama Wisata Agro Perkebunan Teh Tambi (Sumber dari arsip
Kantor Kebun Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi 2015).

10
Letak Geografis dan Luas Areal
Unit Perkebunan (UP) Tambi terletak di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo dengan ketinggian tempat 1 200 - 2 100 m dpl. Jarak
perkebunan sekitar 16 km ke arah utara dari Kota Wonosobo dan berada di lereng
Gunung Sindoro sebelah barat. Unit Perkebunan Tambi terbagi dalam 4 blok yaitu
Taman, Pemandangan, Panama dan Tanah Hijau (Lampiran 5). Blok
Pemandangan terletak di Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo dan merupakan blok tertinggi di UP Tambi yaitu sekitar 1 700 - 2 100
m dpl. Blok Taman terletak di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo dengan ketinggian tempat mencapai 1 300 - 1 500 m dpl. Blok Panama
terletak di Desa Tlogo, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo dengan
ketinggian tempat antara 1 250 - 1 500 m dpl. Blok Tanah Hijau terletak di Desa
Jengkol, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo dengan ketinggian tempat 1
000 - 1 250 m dpl.
Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun 2015
(Lampiran 7), luas keseluruhan UP Tambi adalah 273.17 ha. Luas areal TM yaitu
sebesar 221.89 ha dan TBM/replanting yaitu sebesar 25.28 ha, sedangkan sisa
luasan digunakan untuk pembibitan, kebun perbanyakan, pabrik, agrowisata serta
sarana dan prasarana penunjang. Luas areal per blok yaitu Blok Pemandangan
seluas 68.32 ha, Blok Taman seluas 53.23 ha, Blok Panama seluas 60.96 ha dan
Blok Tanah Hijau dengan luas 39.38 ha, kemudian setiap luasan blok dibagi
menjadi 15 nomer atau leger.
Keadaan Iklim, Tanah dan Topografi
Curah hujan selama sepuluh tahun terakhir (2004-2014) berkisar antara 2
351 - 3 661 mm dan hari hujan berkisar antara 113-196 hari. Rata-rata bulan
kering 2.8 dan rata-rata bulan basah 9.2, sedangkan tipe iklim berdasarkan curah
hujan menurut Schmidth-Ferguson adalah tipe C (Lampiran 6). Suhu di Unit
Perkebunan Tambi berkisar antara 17-23oC dengan kelembaban udara berkisar 8095%. Jenis tanah di Unit Perkebunan Tambi adalah Andosol dengan pH 4.5-5.0.
Tekstur tanah adalah geluh (lumpur yang lekat) dengan kedalaman efektif solum
yaitu 40-70 cm. Keadaan drainase di lahan Unit Perkebunan Tambi adalah sedang
sampai dengan cepat. Topografi lahan pada umumnya adalah berombak sampai
berbukit dengan tingkat kemiringan 0-45%.
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman teh yang dibudidayakan di UP Tambi terdiri dari klon Gambung 3,
Gambung 4, Gambung 7, TRI 2024, TRI 2025, Tambi Merah (klon lokal),
Malabar Pasir Sarongge (MPS), Kiara 8, Cin 143 dan Seedling (Hibrid dan
Assam). Jarak tanam untuk jenis klon yaitu 120 cm x 75 cm, sedangkan untuk
seedling yaitu 130 cm x 90 cm atau tidak beraturan. Populasi per hektar untuk
jenis klon sekitar 11 000 pohon dan untuk jenis seedling 7 000 - 10 000 pohon per
hektar.
Produk yang dihasilkan Unit Perkebunan Tambi 80% diekspor ke luar
negeri dengan beberapa negara tujuan seperti Inggris, Australia, USA, Jerman,
Pakistan, Kazakstan, Rusia dan India. Produksi dan produktivitas di Unit

11

Perkebunan Tambi berfluktuasi selama lima tahun terakhir (2010-2014). Rata-rata
produksi pucuk teh di Unit Perkebunan Tambi selama kurun waktu lima tahun
terakhir (Lampiran 10) yaitu 3 342 555 kg tahun-1, produksi teh kering 701 936 kg
tahun-1 dan produktivitas sebesar 3 105 kg ha-1 tahun-1. Menurut Pusat Data dan
Informasi Pertanian (2007), produksi pucuk basah untuk PBN (Perkebunan Besar
Negara) yaitu 68 666 ton, PBS (Perkebunan Besar Swasta) yaitu 27 653 ton dan
untuk PR (Perkebunan Rakyat) yaitu 40 929 ton. Hal ini menunjukkan bahwa
produksi Unit Perkebunan Tambi mencapai 12.93% dari total produksi teh yang
dihasilkan oleh Perkebunan Swasta (PS) dan mencapai 2.60% dari total produksi
teh di Indonesia. Unit Perkebunan Tambi memiliki produktivitas tahun 2012
(Lampiran 11) sebesar 3 134 kg ha-1 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas nasional yaitu 1 477 kg ha-1 (Ditjenbun 2012).
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
PT Perkebunan Tambi dipimpin oleh seorang direktur yang berasal dari
salah seorang pemegang saham. Selain itu, direktur mempunyai wakil yang
berasal dari pemerintah daerah Wonosobo. Hal ini terkait kepemilikan saham
yang sebagian dipegang oleh perorangan dan sebagian dipegang oleh pemerintah
daerah Wonosobo. Unit Perkebunan Tambi dipimpin oleh seorang pemimpin yang
diangkat oleh Direksi PT Perkebunan Tambi. Seorang Pemimpin Unit Perkebunan
Tambi bertugas dalam memimpin, merencanakan, mengkoordinasikan, mengatur
dan mengawasi setiap kegiatan pengelolaan dan administrasi bagian kebun, pabrik
serta kantor untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien dan efektif.
Pemimpin Unit Perkebunan Tambi secara langsung membawahi Kepala Sub
Bagian Kebun, Kepala Sub Bagian Kantor dan Kepala Sub Bagian Pabrik beserta
seluruh jajarannya (Lampiran 8).
Kepala Sub Bagian Kebun bertugas dalam memimpin, merencanakan,
mengkoordinasikan dan mengawasi semua kegiatan yang berhubungan langsung
dengan kebun dan tanaman, ketenagakerjaan di kebun serta administrasi kebun.
Kepala Sub Bagian Kantor bertugas memimpin, mengkoordinasikan dan
mengawasi setiap kegiatan kantor berupa pengelolaan keuangan, pembukuan,
sumber daya manusia dan masalah umum lainnya dalam ruang lingkup Unit
Perkebunan Tambi. Kepala Sub Bagian Pabrik bertugas memimpin,
mengkoordinasikan dan mengawasi setiap kegiatan administrasi, teknik dan
pengolahan teh di pabrik.
Jumlah tenaga kerja di Unit Perkebunan Tambi Wonosobo tahun 2015
(Lampiran 9) berjumlah 502 orang dengan luas areal keseluruhan 273.17 ha.
Indeks Tenaga Kerja (ITK) yang dapat dicapai adalah 1.84 orang ha-1. Tenaga
kerja terdiri dari Karyawan I, Karyawan II dan Borongan. Karyawan I mempunyai
syarat minimal D3 dan S1, Karyawan II terdiri dari golongan A, B, C, D dan E.
Golongan II E diperoleh apabila pengajuan peningkatan jabatan lebih dari umur
40 tahun dan tidak dapat lagi meningkat ke Golongan I. Tenaga pemetik dan
tenaga pemeliharaan termasuk tenaga borongan. Tenaga borongan terbagi menjadi
tenaga borongan tetap dan borongan lepas.
Sistem penggajian untuk karyawan I dan II ditetapkan oleh direksi.
Besarnya upah berdasarkan surat keputusan dari direksi yang disesuaikan dengan
jabatan dan UMK (Upah Minium Kabupaten) yang berlaku. Sistem penggajian

12
untuk karyawan tetap berdasarkan keputusan pimpinan unit perkebunan dengan
besar gaji berdasarkan jumlah hari kerja, sedangkan untuk karyawan harian lepas
ditetapkan berdasarkan prestasi kerja.
Premi sosial adalah bonus untuk pemetik apabila dalam satu minggu dapat
mencapai target maka mendapatkan premi sebesar 1 HOK. Premi kompensasi
adalah bonus untuk semua karyawan lepas yang akan diperoleh berdasarkan pada
perhitungan jumlah hari kerja, dengan jumlah hari kerja 24 hari. Premi yang
diperoleh sebesar Rp 10.000 perhitungan berdasarkan jumlah 24 hari kerja
digunakan untuk memperoleh point yang berlaku untuk Tunjangan Hari Raya
Keagamaan (THRK).
Pembagian gaji untuk karyawan I dilakukan setiap bulan pada tanggal 1,
karyawan II setiap bulan pada tanggal 3, sedangkan untuk karyawan harian tetap
dan lepas dilakukan tiga kali dalam sebulan yaitu tanggal 3, 13, 23. Hari kerja
karyawan dalam seminggu adalah enam hari dengan lama kerja 7 jam hari-1. Jenis
pekerjaan yang membutuhkan waktu 24 jam hari-1 diberlakukan shift kerja dan
pekerjaan di luar jam kerja dihitung lembur.
Kesejahteraan Karyawan
Unit Perkebunan Tambi menyediakan beberapa fasilitas bagi karyawan
antara lain jamsostek, rumah tinggal, tempat ibadah, balai pelayanan kesehatan,
koperasi, pakaian kerja, gratifikasi, THR (Tunjangan Hari Raya), kendaraan
bermotor, rekreasi dan tempat olahraga. Balai pelayanan kesehatan beroperasi
setiap hari senin dan kamis. Karyawan yang mendapatkan pelayanan kesehatan
yaitu karyawan I, II serta keluarganya (tiga orang anak), sedangkan bagi karyawan
lepas dan pensiunan hanya untuk dirinya. Perusahaan juga memberikan cuti kerja
selama 14 hari dalam satu tahun bagi karyawan. Perusahaan memberikan satu stel
pakaian kerja setiap tahun. Kendaraan bermotor diberikan kepada karyawan
sesuai dengan tugas dan jabatannya. Kegiatan rekreasi dilaksanakan setiap tahun.
Keberadaan koperasi karyawan ditujukan untuk membantu memenuhi kebutuhan
hidup karyawan.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Pembibitan
Pembibitan merupakan kegiatan penyediaan bahan tanaman teh yang
bertujuan untuk mempersiapkan bahan tanaman yang memenuhi kriteria layak
tanam, sehingga dapat digunakan untuk penanaman baru (new planting) ataupun
peremajaan (replanting). Penyediaan bibit tanaman teh dapat berasal dari biji dan
stek. Pembibitan teh asal biji, memerlukan biji yang baik dan tepat agar
menghasilkan produksi dan kualitas yang tinggi. Beberapa kelebihan yang
dimiliki dengan menggunakan bibit yang berasal dari biji yaitu tanaman asal biji
mempunyai daya adaptabilitas yang luas, mempunyai potensi produksi yang
tinggi dan adanya keanekaragaman perdu yang terjadi secara alami sehingga
mempunyai pengaruh terhadap zat yang terkandung di dalam pucuk. Pembibitan
teh dengan stek merupakan cara yang paling cepat untuk memenuhi kebutuhan

13

bibit dalam jumlah banyak, dengan keyakinan bahwa sifatnya akan mengikuti
sifat dari pohon induknya. Hal tersebut harus didukung dengan melakukan
pemeliharaan kebun induk. Kebun induk yang akan dipergunakan harus dijaga
kemurnian klonnya, potensi produksi dan kualitas. Keberhasilan pembibitan
dengan stek dipengaruhi oleh mutu bahan stek, persiapan yang tepat, pengelolaan
media tanam, pemilihan lokasi yang tepat dan tenaga kerja yang terampil.
UP Tambi melaksanakan pembibitan dengan cara stek. Lokasi pembibitan
berada di Blok Panama dengan luas 0.80 ha dan kebun perbanyakan dengan luas
0.60 ha. Bangunan rumah pembibitan terbuat dari bambu dengan atap terbuat dari
paranet. Syarat lokasi pembibitan yang baik yaitu dekat sumber air, drainase baik,
intensitas matahari yang cukup, kelembaban terjaga, aman, diusahakan mengarah
ke arah timur dan tanah yang ada memenuhi syarat. Klon perbanyakan yang
diambil steknya yaitu Gambung 7, karena klon ini memiliki produksi yang baik
dan tahan terhadap hama penyakit dibanding dengan klon lain yang ada di UP
Tambi.
Kebun perbanyakan merupakan tempat untuk menghasilkan bahan stek yang
akan digunakan, sehingga harus dipelihara dengan lebih teliti kesehatan maupun
kebersihannya. Pemangkasan pada kebun perbanyakan dilakukan empat bulan
sebelum pengambilan bahan stek, dengan cara pangkasan setengah bersih.
Kemudian dilakukan pemeliharaan kebun perbanyakan selama ± 4 bulan, antara
lain penyiangan terhadap gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit
yang bersifat pencegahan pada kebun perbanyakan.
Media tanam yang digunakan terdiri dari top soil dan sub soil yang telah
dicampur pupuk kandang, dengan perbandingan antara top soil dengan sub soil
yaitu 2:1. Setiap meter kubik top soil juga dicampur dengan 1.25 kg SP-36, 500 g
KCl, 250 g Kiserit, 1 kg tawas dan 400 g Dithane, sedangkan pada sub soil cukup
dicampur dengan 1 kg tawas dan 400 g Dithane. Kemudian, media tanam
difumigasi menggunakan Basamid dengan dosis 100-150 g/m3. Setelah selesai,
media tanam dimasukan ke dalam polybag. Kebun perbanyakan yang telah
dipelihara selama 3-4 bulan, siap untuk diambil cutting. Ciri-ciri ranting yang
telah siap di cutting yaitu ranting yang cukup matang dengan ketinggian ± 15 cm
dari bidang pangkasan, tidak terlalu muda ataupun terlalu tua, lembaran daun
berjumlah ± 8 lembar, serta tumbuh sehat, tegar, daun mulus dan pertumbuhannya
mengarah ke atas. Stek yang diambil yaitu potongan ranting yang terdapat satu
lembar daun dengan jarak 1 cm di atas daun dan 3-4 cm di bawah daun. Potongan
ranting tersebut direndam dalam larutan ZPT untuk mempercepat pertumbuhan
tunas, selama 5-10 menit.
Potongan ranting stek yang telah siap ditanam ke dalam polybag dengan
arah daun menghadap sinar matahari, serta dimiringkan dengan tujuan tunas baru
dari ketiak daun akan tumbuh mengarah lurus ke atas. Polybag yang telah berisi
stek disusun di atas bedengan yang telah disiapkan sebagai tempat meletakan
polybag dengan lebar bedengan 90 cm dan panjang disesuaikan dengan lokasi,
biasanya ± 10 m. Kemudian masing-masing bedengan disungkup dengan plastik
bersih dibantu dengan bambu sebagai tiang penyangga. Sungkup diusahakan
tertutup rapat dan dapat dibuka setelah 3-4 bulan, dilakukan secara bertahap agar
tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan luar dengan baik. Tahapan
pembukaan sungkup I dibuka ¼ bagian mulai pukul 07.00-09.00; tahap ke II
sungkup dibuka ½ bagian pada pukul 07.00-11.00; tahap ke III dibuka semua

14
bagian mulai pukul 07.00-11.00. Setiap tahapan dilakukan selama dua minggu.
Jika kondisi tertentu, misalnya tumbuh gulma, maka sungkup dibuka untuk
membersihkan gulma secara manual. Selama pembibitan, dilakukan kegiatan
pemeliharaan seperti penyiraman air secara teratur, diusahakan tidak terlalu basah
karena dapat tumbuh gulma dan jamur. Saluran air antar bedengan diperbaiki agar
drainase tetap baik. Keberhasilan mendapatkan bibit tanaman teh yang siap tanam
60-75%. Bibit teh siap untuk ditanam setelah berumur 1-1.5 tahun dari pembibitan.
Kegiatan pemotongan daun stek dan penanaman ke dalam polybag dapat dilihat
pada Gambar 1.

a

b

c

Gambar 1. Kegiatan pemotongan (a), penanaman daun stek (b) dan tempat
penyungkupan (c)
Pada kegiatan pembibitan, prestasi kerja penulis saat melakukan
pengambilan cutting daun stek di kebun induk adalah 800 cutting HK-1,
sedangkan prestasi kerja karyawan adalah 1 200 cutting HK-1 dan standar kerja
yang berlaku adalah 1 000 cutting HK-1.
Pembentukan bidang petik (centering)
Kegiatan centering adalah kegiatan memotong batang utama teh untuk
membentuk bidang petik pada tanaman teh yang masih muda atau belum
menghasilkan (TBM). Kegiatan centering dilakukan dengan tujuan untuk memacu
pertumbuhan cabang yang melebar sehingga membentuk frame yang baik dan rata.
Pembentukan bidang petik di Unit Perkebunan Tambi dilakukan dengan
cara centering. Alat yang digunakan adalah gunting centering dan alat ukur.
Centering dilakukan dalam dua tahap yaitu centering I dan centering II. Centering
I dilakukan saat bibit tanaman berumur 3-4 bulan setel