EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 17 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

ALIZA RAMADHANI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model Guided Discovery Learning terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre-test post-test design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam sepuluh kelas. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII G yang diambil dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan one group pretest postest design. Hasil analisis data menunjukan bahwa penerapan model Guided Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa namun siswa tuntas belum mencapai lebih dari 75%.

Kata kunci: efektivitas, model guided discovery learning, pemahaman konsep matematis


(2)

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 17 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

ALIZA RAMADHANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 26 Februari 1994, anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Eddy S. dan Ibu Nuryati Harahap.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Kupang Teba Bandarlampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bandarlampung pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Bandarlampung pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Penjaringan Bibit Unggul Daerah (PBUD) Kota Bandarlampung. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa FPPI FKIP Unila sebagai anggota bidang Penerbitan Media Islam pada tahun 2012 dan Kepala bidang Penerbitan Media Islam pada tahun 2013. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) pada tahun 2014 di Pekon Sukajaya, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat sekaligus melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 1 Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat.


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada :

Papahku “Eddy S.” dan Mamahku “Nuryati Harahap” yang

telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendo’akan serta

mencurahkan kasih sayangnya dengan pengorbanan yag tulus ikhlas demi kebahagiaan dan keberhasilanku.

Kedua abangku “Ryan Aryadi” dan “Erick Estrada” yang

telah mendukungku selama ini serta keluarga besarku.

Para pendidik yang telah mendidikku hingga seperti sekarang ini.


(8)

MOTO

2 hal yang harus dilupakan

keburukan orang lain terhadap kita

dan kebaikan kita terhadap oranglain

2 hal yang harus diingat

Keburukan kita terhadap orang lain

dan kebaikan oranglain terhadap kita


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Efektivitas Penerapan Model Guided Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 17 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015).”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Eddy Sulaiman dan Ibu Nuryati Harahap tercinta serta kedua Abangku

Ryan Aryandi dan Erick Estrada, yang selalu memberikan cinta, kasih, semangat, doa, serta kerja keras yang tak kenal lelah demi keberhasilanku. 2. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan ilmunya kepada penulis selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Pembimbing I dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan ilmunya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan ilmunya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(10)

iii 5. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Pembahas yang telah memberikan kritik dan saran serta sumbangan pemikiran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di program studi pendidikan matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Bapak. Drs. Herman HN, M.M., selaku Walikota Bandarlampung beserta jajaran khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandarlampung yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa sehingga penulis dapat mengeyam pendidikan di perguruan tinggi.

9. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya.

10.Bapak Purdjijono, S.Pd, M.MPd., selaku Kepala SMP Negeri 17 Bandarlampung yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

11.Ibu Asmara Dewi, S.Pd., selaku guru mitra di SMP Negeri 17 Bandarlampung yang telah memberikan kesempatan, semangat, dan motivasi selama penelitian.

12.Teman-temanku di Math Education 2011 : Ade, Agung, Agus, Anita, Ule, Ayu Sekar, Ayu Anindra, Ayu Feb, Ayu Tamyah, Ayu Tiara, Bayu, Citra, Dedes, Desy, Dewi, Dian, Didi, Dina Eka, Dina Rahmi, Dwi Laila, Emilda, Enggar, Eni, Flo, Fuji, Gilang, Hani, Indah, Ismi, Ista, Laily, Latifah, Lidia,


(11)

iv

Hasbi, Panji, Elcho, Iwan, Ikhwan, Heizlan, Yusuf, Muti’ah, Ige, Nourma,

Ratna, Novi, Rizka, Selvy, Ria, Siska, Abi, Siti, Suci, Titi, Winda, Wulan, Yola, Yulisa, Veni, Lidya, Niluh, Pobbi, Emi, atas kebersamaan dan

persahabatan yang takkan pernah terlupakan hingga kapanpun “I Love U Guys :*”.

13.Kakak tingkat angkatan 2008, 2009, dan 2010 serta adik tingkat angkatan 2012, 2013, dan 2014 atas kebersamaannya selama ini.

14.Sahabat-sahabatku keluarga besar FPPI FKIP 2013/2014 Unila : Akh Ahmad (alm), Akh Miko, Akh Ikhwan, Akh Iwan, Akh Abi, Akh Ulle, Akh Panji, Akh Pradiska, Akh Tendi, Akh Ari Wiranata, Akh Iqbal, Akh Danu, Akh Suradi, Akh Haris, Akh Catur, Akh Dani, Akh Risko, Akh Ferdi, Gema 2013, dan punggawa lainnya terimakasih atas kebersamaannya dan semangatnya selama ini.

15.Teman seperjuangan KKN-KT 2014 Pekon Sukajaya Kecamatan Pagardewa : Komar, Hari, Adi Noto, Tji-Tji, Mhery, Lisda, dan Intan atas kebersamaan, kerja sama, semangat, motivasi, dan doa yang diberikan.

16.Para guru dan siswa-siswi SMKN 1 Pagar Dewa atas kebersamaan dan motivasi dan doa yang diberikan.

17.Siswa-siswi kelas VIII semester genap SMP Negeri 17 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 atas kerjasama dalam penelitian ini.

18.Keponakan yang kusayangi; Rafiq Fauzan Aziz, Dwi Cahyo, Nara Quiin F. Estrada, dan Alteza Estrada dan keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan.


(12)

v 20.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 6

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A.Pemahaman Konsep Matematis... ... 10

B. Model Pembelajaran Guided Discovery Learning ... 12

C.Efektivitas Pembelajaran ... 17

D.Kerangka Pikir... ... 20

E. Anggapan Dasar... ... 22

F. Hipotesis... ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Populasi dan Sampel ... 24

B. Desain Penelitian ... 24


(14)

vii

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 26

F. Instrumen Penelitian ... 27

G. Teknik Analisis Data ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 15

Tabel 3.1 Desain Penelitian... ... 25

Tabel 3.2 Pedoman Skor Tes Pemahaman Konsep ... 28

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 30

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda... 32

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 32

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Soal Tes Kemampuan Awal ... 33

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Soal Tes Kemampuan Akhir ... 33

Tabel 4.1 Data Nilai Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 40

Tabel 4.2 Data Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep ... 41

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep ... 42


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 53

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 63

Lampiran A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 94

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 131

B.1.1. Kisi-Kisi Soal Tes 1 Pemahaman Konsep Matematis ... 131

B.1.2. Butir Soal Tes 1 Pemahaman Konsep Matematis ... 132

B.1.3. Pedoman Penskoran ... 134

B.1.4. Kunci Jawaban ... 135

Lampiran B.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 139

B.2.1. Kisi-Kisi Soal Tes 2 Pemahaman Konsep Matematis... ... 139

B.2.2. Butir Soal Tes 2 Pemahaman Konsep Matematis ... . 140

B.2.3. Pedoman Penskoran ... . 141

B.2.4. Kunci Jawaban ... 142

Lampiran C.1 Form Penilaian Validitas Tes 1 ... 146

Lampiran C.2 Form Penilaian Validitas Tes 2 ... 148

Lampiran C.3 Analisis Butir Soal Uji CobaTes 1 ... 150

C.3.1. Analisis Item Uji Reabilitas Tes 1 ... 150

C.3.2 Analisis Item Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran Tes 1 ... 151

Lampiran C.4 Analisis Butir Soal Uji CobaTes 2 ... 153

C.4.1. Analisis Item Uji Reabilitas Tes 2 ... 153

C.4.2 Analisis Item Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran Tes 2 ... 154

Lampiran C.5 Hasil Tes Kemampuan Awal Pemahaman Konsep dan Uji Normalitas ... 156


(17)

x Lampiran C.6 Hasil Tes Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep dan Uji

Normalitas ... 161

Lampiran C.7 Analisis Uji Homogenitas Tes Kemampuan Awal dan Akhir .. 166

Lampiran C.8 Analisis Uji Proposi Tes Kemampuan Awal dan Akhir ... 169

Lampiran C.9 Analisis Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 171

Lampiran C.10 Analisis Pencapaian Skor Pemahaman Konsep Matematis... 174

Lampiran C.10 Analisis Pencapaian Skor Akhir Pemahaman Konsep... 176


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Adapun usaha yang dapat dilakukan dalam rangka memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan menyelenggarakan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan harus secara optimal berfungsi sebagai wahana utama dalam pembentukan karakter, sehingga dapat membangun bangsa dan mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diharapkan pendidikan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas peserta didik sebagai generasi penerus yang menentukan kemajuan bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang.


(19)

2 Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana keduanya telah membawa perubahan hampir diseluruh aspek kehidupan manusia. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini diakui Cockroft (Kiswandi, 2013:2) yang menulis “it would be very difficult – perhaps imposiblle – to live a normal life in very many parts of the world in the twentieth century without making use of mathematics of some kind.” Akan sangat sulit atau tidak akan mungkin bagi seseorang untuk hidup di abad ke-20 ini tanpa sedikitpun memanfaatkan matematika, kemajuan teknologi saat ini tidak terlepas dari andilnya matematika. Oleh karena itu, matematika menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dalam Permendiknas Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran matematika lingkup pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1.Memahami konsep matematika menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep dan alogaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2.Menggunakan penalaran dan pola pada sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3.Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang metode matematika, menyelesaikan metode, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4.Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan masalah

5.Memiliki sikap menghargai kegunaan maematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


(20)

3 Uraian tersebut membuktikan bahwa kemampuan pemahaman konsep adalah salah satu kemampuan yang wajib dimiliki oleh peserta didik dalam proses pembelajaran matematika. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa Indonesia dalam pelajaran matematika masih belum sesuai dengan harapan.

Trends In Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 menyebutkan bahwa nilai rata-rata matematika siswa Indonesia menempati urutan ke-38 dari 42 negara (Kemdikbud, 2012). Sejalan dengan itu, terlihat juga pada hasil studi terbaru Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2013 yang menyebutkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara dalam mata pelajaran matematika (OECD, 2013). Dari kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa siswa Indonesia masih mengalami kesulitan dalam proses belajar, dugaan penyebabnya adalah rendahnya kemampuan dasar yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran matematika. Salah satu kemampuan dasarnya adalah pemahaman konsep. Hal tersebut diperkuat dengan hasil studi TIMSS 2011 (Utomo, 2013) yang menyatakan bahwa siswa Indonesia masih dominan pada level rendah atau lebih pada kemampuan menghafal dalam pembelajaran matematika.

Komitmen pemerintah dalam memecahkan masalah ini adalah dengan memperbaiki sistem dan kurikulum pendidikan di indonesia. Berdasarkan hasil studi TIMSS dan PISA tersebut Kemdikbud (Kemdikbud, 2012) menduga selama pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak menunjukan perkembangan yang signifikan terhadap kemampuan siswa di Indonesia, sehingga


(21)

4 perlu adanya penyempurnaan yaitu dengan pemberlakuan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013. Akan tetapi, kehadiran Kurikulum 2013 menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang begitu tiba-tiba, tentunya menimbulkan polemik di berbagai kalangan masyarakat khususnya akademisi. Akibatnya, pemerintah menghentikan sementara kurikulum 2013 dan kembali menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru (Detik.com, 2014:1) Kurikulum 2013 yang sudah diberlakukan di seluruh Indonesia saat ini, belum dievaluasi dan disiapkan secara matang.

Dalam situasi peralihan kurikulum yang demikian, masyarakat menaruh harapan kepada pendidik yaitu guru sebagai pelaksana langsung kurikulum. Profesionalisme guru diharapkan dapat menjadi benteng pertahanan dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Sebab secanggih apapun kurikulum dan sehebat apapun sistem pendidikan tanpa kualitas guru yang baik, maka semua itu tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Menurut Mulyasa (Sirojudin, 2011: 2), guru yang profesional tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada peserta didik, pada hakikatnya guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya dengan cara memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal.

Usaha untuk mencapai pemahaman konsep matematika yang baik dapat dilakukan dengan beberapa hal, salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang efektif sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep


(22)

5 matematika. Qorri’ah (2011:64) berpendapat bahwa dalam memahami dan menguasai konsep–konsep matematika, siswa tidak cukup diberikan penjelasan secara verbal akan tetapi siswa perlu diberikan pemahaman lebih lanjut melalui pengalaman langsung untuk membuktikan sendiri kebenaran suatu konsep. Salah satu alternatif model yang dapat dimanfaatkan adalah model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning).

Model pembelajaran Guided Discovery Learning adalah model yang melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan bahan ajar dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, guru bertindak sebagai fasilitator yang mendorong siswa aktif untuk berfikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan sendiri prinsip umum berdasarkan data yang telah disediakan oleh guru (PPPG, 2004: 4). Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok pada jenjang SMP dikarenakan siswanya masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni.

SMP Negeri 17 Bandarlampung merupakan sekolah yang telah menerapkan kurikulum 2013 namun kemudian kembali ke KTSP. Berdasarkan informasi dari observasi pendahuluan peneliti, guru masih menggunakan model konvensional yaitu model pembelajaran yang masih berpusat pada guru sebagai pemberi informasi. Guru memulai proses pembelajaran dengan memberi konsep materi pelajaran kemudian memberikan contoh-contoh dengan ceramah di depan kelas. Kemudian siswa diberikan soal latihan dan guru memantaunya. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep kurang tercapai dengan baik, karena siswa tidak dituntut menemukan konsep matematika sendiri. Akibatnya hasil belajar


(23)

6 siswa pun kurang baik. Hal dilihat dari beberapa nilai ulangan harian matematika sampel kelas VIII yang diteliti, rata-rata siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah yaitu 70 hanya 50 % dari jumlah siswa.

Melihat dari uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui “Efektivitas Penerapan Model Guided Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 17 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan model Guided Discovery Learning efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 17 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 ?”.

Dari rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa setelah penerapan model Guided Discovery Learning lebih tinggi dari pada sebelum penerapan model Guided Discovery Learning ?

2. Apakah persentase siswa mendapat nilai minimal 70 pada kelas yang menggunakan model Guided Discovery Learning lebih dari 75% dari jumlah siswa ?


(24)

7 C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model Guided Discovery Learning terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 17 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait model Guided Discovery Learning dan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, memberikan pengalaman dalam belajar matematika dan meningkatkan pemahaman konsep matematis menggunakan model Guided Discovery Learning.

b. Bagi guru, memberikan alternatif dalam proses pembelajaran yaitu tentang efektivitas model Guided Discovery Learning terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

c. Bagi peneliti, menjadi sarana mengembangkan beberapa pengetahuan mengenai pembelajaran matematika dan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang terkait dengan model Guided Discovery Learning dan pemahaman konsep matematis siswa.


(25)

8 E. Ruang Lingkup Penelitian

Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara peneliti dengan pembaca. 1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan pembelajaran siswa

yang diwujudkan dari hasil belajar. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan persentase siswa mendapatkan nilai 70 lebih dari 75% dari jumlah siswa.

2. Model Guided Discovery Learning merupakan bagian dari model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) dimana guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep. Tahapan penggunaan model ini yaitu, tahap diskusi bertujuan untuk membangun konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Setelah itu tahap proses, siswa diminta mengadakan kegiatan secara berkelompok untuk menemukan suatu konsep melalui petunjuk berupa pertanyaan-pertanyaan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disiapkan. Tahap berikutnya pemecahan masalah, tahap ini siswa dibimbing untuk mempersentasikan LKS yang telah didiskusikan secara berkelompok sebagai hasil proses berpikir siswa dan membandingkannya dengan kelompok lain sehingga menemukan konsep yang benar. Kemudian siswa diberikan latihan soal untuk mengukur sejauh mana pemahaman konsep siswa secara individu.


(26)

9 3. Pemahaman konsep matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam memahami isi materi pelajaran matematika berupa ide abstrak yang dapat dilihat melalui hasil tes. Pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan siswa dalam (a) Menyatakan ulang suatu konsep (b) Menggolongkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep (d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representatif matematika (e) Menggunakan, memanfaatkan, dan memiih prosedur atau operasi tertentu dan (f) Mengaplikasikan konsep.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman memiliki kata dasar paham, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Depdiknas,2008) “paham berarti mengerti dengan benar, tahu benar, sehingga

pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami”.

Konsep adalah istilah dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang di pahami. Aristoteles (Wikipedia, 2013) dalam “The Clasiccal Theory of Concept” menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Pendapat lain seperti yang diungkapkan oleh Soedjadi (2000: 13) “konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan suatu

istilah atau rangkaian kata”. Konsep sangat berperan penting dalam proses

pembelajaran, hal ini diungkapkan oleh Hamalik (2002: 164) bahwa peranan konsep dalam suatu proses pembelajaran sebagai berikut :

1. Konsep mengurangi kerumitan lingkungan.

2. Konsep membantu siswa untuk mengindentifikasi objek-objek yang ada di sekitar mereka.

3. Konsep dan prinsip untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas dan lebih maju. Siswa tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep yang telah dimiliknya untuk mempelajari sesuatu yang baru.

4. Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. 5. Konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran.


(28)

11 Pemahaman konsep matematis didefinisikan sebagai kemampuan mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengkombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran yang logis. Hal ini sesuai dengan pendapat Skemp (1987: 166) “Understanding of a mathemetical concept is the ability to connect mathematical symbolism and notation with relevant

mathematical ideas and to combine these ideas into chains of logical reasoning.”

Dalam penelitian ini, nilai pemahaman konsep matematis siswa diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep yang mengacu pada penjelasan teknis peraturan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor bahwa indikator pemahaman konsep siswa adalah mampu :

1. Menyatakan ulang suatu konsep.

2. Menggolongkan objek-objek menurut sifat tertentu. 3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. 5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

7. Mengaplikasikan konsep. (Wardhani, 2008 : 10)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kemampuan pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan siswa mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide matematika. Secara khusus siswa mampu (a) Menyatakan ulang suatu konsep (b) Menggolongkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep (d) Menyajikan konsep dalam bentuk representatif matematika (e) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu dan (f) Mengaplikasikan konsep.


(29)

12 B. Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

Guided Discovery Learning merupakan bagian dari model pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau yang sering disebut open-ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning). Metode pembelajaran penemuan yang dipandu oleh guru itu disebut dengan metode penemuan terbimbing. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut dengan metoda Socratic (Cooney, Davis: 1975, 136). Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitik beratkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Pendapat lain, model penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk yang diberikan berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004: 87). Dari beberapa pendapat tersebut, Guided Discovery Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan suatu interaksi antara siswa dan guru di mana siswa berfikir sendiri sehingga dapat mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang dibimbing oleh guru.

Markaban (2008: 12) menjelaskan bahwa interaksi dalam model penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) ini menekankan pada adanya interaksi dalam proses pembelajaran. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S-S), siswa dengan bahan ajar (S-B), siswa dengan bahan ajar dan


(30)

13 siswa (S-B-S), dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S-B-G). Interaksi tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar : interaksi dalam proses pembelajaran GDL

Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi matematika, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. Markaban (2008: 17) menambahkan model ini (guided discovery learning) sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berfikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi


(31)

14 dan mencoba-coba (trial and error), hendaknya dianjurkan. Guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Adapun Tahap-tahap penggunaan model belajar penemuan terbimbing dalam pembelajaran menurut Amin (1987) dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum Lembar Kerja Siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari.

b. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan kegiatan laboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar.

c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan Lembar Kerja Siswa hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah yang ingin dipecahkan.

Nur (2008) menambahkan bahwa dalam pembelajaran penemuan terbimbing terdapat sintaks yang menjadi pedoman kegiatan guru dalam menerapkan model ini. Dalam Tabel 2.1 dijelaskan mengenai sintaks pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut.


(32)

15 Tabel 2.1 (Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing)

No. Fase Kegiatan Guru

1. Menyampaikan motivasi dan tujuan serta menampilkan suatu masalah.

Memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan masalah sederhana yang berkenaan dengan materi.

2. Menjelaskan langkah-langkah penemuan dan

mengorganisasikan siswa dalam belajar

Menjelaskan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan penemuan terbimbing dan membentuk kelompok. 3. Membimbing siswa bekerja

melakukan kegiatan

penyelidikan atau penemuan.

Membagikan LKS penemuan terbimbing kepada siswa. Memberi bimbingan sejauh yang diperlukan siswa dalam penemuan.

4. Membimbing siswa untuk mempersentasikan hasil kegiatan penemuan.

Membimbing siswa dalam

mempersentasikan hasil penemuan dan mengevaluasi kegiatan penemuan. 5. Analisis proses penemuan dan

memberi umpan balik

Membimbing siswa berfikir tentang proses penemuan, memberikan umpan balik, dan merumuskan kesimpulan atau menemukan konsep.

Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika menurut Markaban (2008: 18) adalah (a) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. (b) Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. (c) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. (d) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran


(33)

16 prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. (e) Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Memperhatikan model penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) menurut Marzano (1992) terdapat kelebihan yang dimilikinya yaitu sebagai berikut :

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan) c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru. Dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan

lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya. Sedangkan, kelemahannya menurut Kurniasih (2013 : 68) sebagai berikut :

a. Bagi siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan sehingga menimbulkan frustasi.

b. Pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan pengembangan aspek keterampilan dan emosional secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

c. Harapan-harapan yang tergantung dalam model ini dapat buyar, jika berhadapan dengan siswa yang terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama (konvensional).


(34)

17 Selain itu, Markaban (2008: 18) menambahkan bahwa untuk materi tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga tidak semua topik atau materi cocok disampaikan dengan model ini.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) merupakan model yang dalam pembelajarannya terdapat 3 tahapan yaitu diskusi, proses, pemecahan masalah dan latihan soal. Model ini melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan bahan ajar. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Dalam hal ini bimbingan guru diberikan melalui bahan ajar yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS) secara terbimbing. Model ini mungkin dilaksanakan pada jenjang SMP dikarenakan siswanya masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni.

C. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata efektif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil guna yang bisa diartikan sebagai kegiatan yang dapat memberikan hasil maksimal. Efektivitas dapat dikaitkan dalam pembelajaran yang berarti dalam suasana proses pembelajaran terciptanya suasana belajar yang kondusif sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Sutikno (2005: 27) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian,


(35)

pembel-18 ajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Lebih lanjut menurut Hamalik (2004: 171), pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Penyediaan kesempatan untuk belajar secara mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami makna pembelajaran yang sedang dipelajarinya.

Prinsip efisien dan efektifnya suatu proses pembelajaran, menurut Rohani (2004: 28) adalah apabila proses pengajarannya menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil secara cermat serta optimal. Adapun hasilnya, menurut pendapat yang dikemukakan Nasution (2002: 27) “bahwa belajar yang efektif hasilnya merupakan peningkatan pemahaman, pengetahuan, atau

wawasan”. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perenca-naan, pelaksaperenca-naan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukkan kompetensi peserta didik. Kriteria efektivitas pembelajaran menurut Nugraha (1985: 63) yaitu apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa tuntas belajar atau mencapai nilai KKM yang telah ditentukan.

Dalam penyelenggaraan proses pembelajaran, pendidik juga perlu menguasai pelaksanaan langkah-langkah pendekatan sistem perancangan pembelajaran agar pembelajaran bisa dikatakan efektif. Adapun Moore (1999) menjelaskan 6 langkah berkesinambungan pendidik dalam suatu proses pembelajaran yang efektif, yaitu (1) memahami situasi dalam belajar, (2) merencanakan pelajaran, (3)


(36)

19 merencanakan tugas-tugas, (4) melaksanakan kegiatan belajar, (5) mengevaluasi kegiatan belajar, dan (6) menindaklanjuti. Joan Middenfrof (dalam Sutikno, 2007) memberikan saran pendidik bagaimana meningkatkan keefektifan dalam pembelajaran yaitu :

1. Menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Bahan ajar harus jelas, cara memberikannya juga harus baik.

2. Membuat motivasi di kelas agar siswa dapat berinteraksi atau berpartisipasi dalam kegiatan di kelas dan berikan kesempatan pada siswa untuk mengutarakan pendapatnnya.

3. Menumbuhkan dinamika, dalam arti bahwa pendidik harus menyenangi pekerjaan sebagai pendidik, menyenangi, dan menguasai bahan ajar yang diberikan, dan juga senang mendorong siswa untuk mempelajari apa yang diberikan.

4. Menciptakan kesempatan berkomunikasi dengan siswa. Pendidik harus meluangkan waktu untuk siswa yang barang kali menanyakan sesuatu dari bahan ajar yang tidak mereka mengerti.

5. Memperbaiki terus isi dan kualitas bahan ajar, agar bahan ajar tersebut menjadi up-to-date (mengikuti perkembangan terhadap hal-hal yang baru) agar tidak ketinggalan zaman.

Dalam penelitian ini, proses pembelajaran dikatakan efektif apabila model pembelajaran yang digunakan tepat guna dan memberikan kesempatan luas pada peserta didik untuk belajar sendiri membangun pengetahuannya. Sehingga, tercapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan kemampuan pemahaman


(37)

20 konsep matematis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dan siswa tuntas lebih dari 75% dari jumlah siswa dengan KKM 70.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan sebelumnya oleh Widyanyana (2014) di dalam tesis yang berjudul

“Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA

Siswa SMP Kelas VIII”. Hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran model tersebut dapat berpengaruh dilihat dari peningkatan pemahaman konsep siswa yang secara signifikan rata-rata nilai siswa lebih tinggi dibanding pada model pengajaran langsung.

D. Kerangka Pikir

Pemahaman konsep merupakan salah satu kemampuan yang wajib dimiliki oleh peserta didik dalam proses pembelajaran matematika. Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa Indonesia dalam pelajaran matematika masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini didasari hasil studi Trends In International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang menyatakan bahwa siswa indonesia dalam pembelajaran matematika masih dominan pada level rendah atau lebih pada kemampuan menghafal. Untuk mencapai pemahaman konsep matematika yang baik dapat dilakukan dengan beberapa hal, salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang efektif sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep matematika.

Model pembelajaran Guided Discovery Learning adalah model melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan bahan ajar dalam proses pembelajaran. Guru


(38)

21 hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Dalam hal ini bimbingan guru diberikan melalui bahan ajar yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS) secara terbimbing. Model ini sangat mungkin dilaksanakan pada siswa SMP, hal ini karena siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Model pembelajaran ini dirasa mampu melibatkansiswa secara aktif untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan menemukan suatu konsep atau prinsip secara individu atau kelompok dalam proses pembelajaran dengan didasari oleh pengetahuan yang dimiliki melalui bimbingan guru.

Pada proses pembelajarannya, model ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu: Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum Lembar Kerja Siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan kegiatan laboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar. Tahap ini dimaksudkan agar siswa dapat berperan langsung dalam proses pemahaman konsep, sehingga siswa dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Adapun indikator pemahaman konsep yang dapat dicapai yaitu siswa mampu mengklasifikasi objek-objek dalam materi menurut sifat tertentu, mampu memberi contoh dan non-contoh dari konsep, dan mampu menggunakan, memanfaatkan serta memilih prosedur tertentu. Tahap ketiga adalah tahap pemecahan masalah, setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta


(39)

22 untuk membandingkan hasil diskusi sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah yang ingin dipecahkan. Setelah siswa menemukan apa yang dicari yaitu konsep/prinsip suatu materi, siswa akan diberi soal latihan. Adapun indikator pemahaman konsep yang dapat dicapai yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep yang ditemukannya sendiri dalam proses mengerjakan latihan soal.

Pemahaman terhadap materi yang dikonstruksi atau dibangun sendiri oleh siswa akan membuat pemahaman melekat lebih lama dalam memori jangka panjang mereka. Dengan adanya aktivitas penemuan dengan bimbingan guru maka proses pembelajaran akan lebih terarah dan siswa lebih aktif dan tentu saja dalam penerapannya akan meningkatkan pemahaman konsep siswa sehingga efektif dibanding dengan proses pembelajaran yang hanya yang mengharuskan siswa memperhatikan penjelasan guru dalam suatu materi pembelajaran.

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini memiliki anggapan dasar sebagai berikut :

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 17 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pemahaman konsep matematis siswa selain model pembelajaran dikontrol, sedemikian sehingga memberikan pengaruh yang sangat kecil.


(40)

23 G. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan pemahaman konsep matematis setelah penerapan model Guided Discovery Learning lebih tinggi daripada sebelum penerapan model Guided Discovery Learning.

2. Persentase ketuntasan belajar siswa setelah penerapan model Guided Discovery Learning lebih dari 75% dari jumlah siswa.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 17 Bandarlampung yang terletak di Jalan Abdi Negara No. 9 Kelurahan Gulak Galik Kecamatan Teluk Betung Utara Bandarlampung. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam 10 kelas (VIII A - VIII J) dengan jumlah siswa sebanyak 310 siswa. Dari sepuluh kelas tersebut dipilih satu kelas sebagai kelas sampel penelitian.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan bahwa kelas yang dipilih diajar oleh guru yang sama. Setelah berdiskusi dengan guru mitra, terpilihlah kelas VIII G dengan jumlah siswa 30 orang sebagai kelas eksperimen.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu yang melibatkan satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini merupakan model Guided Discovery Learning, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep matematis.


(42)

25 Desain penelitian yang digunakan adalah One-Group Pre-test Post-test Design. Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa setelah diterapkan model Guided Discovery Learning. Secara visual One-Group Pre-test Post-test Design dapat digambarkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain penelitian One-Group Pre-test Post-test

Subjek Tes 1 Perlakuan Tes 2

VIII G Y1 X Y2

dimodifikasi dari Furchan (1982: 350)

Keterangan :

Y1 = Tes kemampuan awal sebelum pelakuan diberikan

X = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen yaitu menerapakan model Guided Discovery Learning dalam proses pembelajaran matematika Y2 = Tes kemampuan akhir setelah perlakuan diberikan

Dalam desain ini, terlebih dahulu sampel diberikan Tes 1 atau tes kemampuan awal. Tujuan dilakukan tes ini adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa di kelas VIII G sebagai kelas eksperimen. Sampel kemudian diberikan perlakuan dengan diterapkannya model Guided Discovery Learning pada proses pembelajaran. Setelah pelakuan selesai, sampel diberikan Tes 2 atau tes kemampuan akhir. Soal tes kemampuan awal dan kemampuan akhir menggunakan indikator pemahaman konsep matematis yang sama dengan materi


(43)

26 yang berbeda. Untuk materi tes kemampuan awal adalah lingkaran sedangkan materi tes kemampuan akhir adalah garis singgung lingkaran.

C. Data Penelitian

Data penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor kemampuan pemahaman konsep matematis siswa awal dan akhir.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa di awal dan di akhir pada kelas yang diberi perlakuan dengan model Guided Discovery Learning. Tes awal dilakukan sebelum perlakuan dan tes akhir pembelajaran untuk mengukur kemampuan akhir pemahaman konsep matematis siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan

a. Melaksanakan penelitian pendahuluan untuk melihat karakteristik populasi yang ada.

b. Menentukan sampel penelitian.

c. Menetapkan materi dan perangkat pembelajaran serta instrumen tes yang akan digunakan dalam penelitian.


(44)

27 2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengadakan Tes 1 untuk materi yang diajarkan sebelumnya, untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman konsep matematis siswa. b. Melaksanakan pembelajaran untuk materi garis singgung lingkaran

dengan menggunakan model Guided Discovery Learning .

c. Mengadakan Tes 2 untuk materi yang diajarkan dengan model Guided Discovery Learning, untuk mengetahui peningkatan kemampuan

3. Tahap Pengolahan Data

a. Mengumpulkan data yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan awal dan akhir pemahaman konsep matematis siswa.

b. Mengolah dan menganalisis data penelitian yang diperoleh c. Mengambil kesimpulan

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes. Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis tipe uraian yang terdiri dari limaitem soal. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep matematis sesuai dengan materi dan tujuan kurikulum yang berlaku pada populasi. Materi yang diujikan dalam penelitian ini adalah pokok bahasan garis singgung lingkaran.

Dalam penelitian ini, tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir dengan indikator yang sama tetapi dengan materi yang berbeda. Pada tes kemampuan awal digunakan materi Lingkaran, sedangkan tes kemampuan akhir digunakan materi garis singgung lingkaran. Kriteria pemberian skor untuk tes pemahaman konsep berpedoman pada holistic scoring rubrics yang


(45)

28 dikemukakan oleh Cai,et al dalam Bani (2011: 51-52). Rubrik tersebut di modifikasi disesuaikan dengan indikator pemahaman konsep. Pedoman penskoran tes kemampuan pemahaman konsep tercantum di Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep

Diadaptasi dari Cai, et al dalam Bani (2011)

No. Indikator Keterangan Skor

1 Menyatakan ulang suatu konsep

a. Tidak ada jawaban atau ide matematika yang muncul sesuai

dengan soal. 0

b. Dapat menyatakan ulang suatu konsep namun masih

terdapat kesalahan. 1

c. Dapat menyatakan ulang suatu konsep sesuai dengan definisi dan konsep esensial yang dimiliki oleh sebuah objek yang benar. 2 2. Mengklasifika-sikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

a. Tidak ada jawaban atau ide matematika yang muncul

sesuai dengan soal. 0

b. Dapat mengklasifikasikan objekmenurut sifat-sifat/ciri-ciri dan konsepnya tertentu yang dimiliki namun masih melakukan kesalahan.

1 c. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat/ciri-ciri dan

konsepnya tertentu yang dimiliki dengan tepat 2

3. Memberi contoh dan non contoh

a. Tidak ada jawaban atau ide matematika yang muncul sesuai

dengan soal. 0

b. Dapat memberikan contoh dan non contoh namun masih

melakukan beberapa kesalahan. 1

c. Dapat memberi contoh dan non contoh dengan benar 2

4. Menyatakan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

a. Tidak ada jawaban atau ide matematika yang muncul sesuai

dengan soal. 0

b. Dapat menyajikan konsep dalam bentuk representasi

matematika namun masih melakukan kesalahan. 1,2,3 c. Dapat menyajikan konsep dalam bentuk representasi

matematika dengan benar 4

5. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

a. Tidak ada jawaban atau ide matematika yang muncul sesuai

dengan soal. 0

b. Mampu menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu namun masih melakukan beberapa kesalahan

1,2,3 c. Mampu menggunakan, memanfaatkan, dan memilih

prosedur dengan benar 4

6. Mengaplikasi-kan konsep

a. Tidak ada jawaban atau ide matematika yang muncul sesuai

dengan soal. 0

b. Mampu mengaplikasikan konsep namun masih melakukan

beberapa kesalahan. 1,2,3


(46)

29 Agar diperoleh data yang akurat, maka tes yang digunakan adalah tes yang memiliki kriteria tes yang baik. Instrumen tes yang diberikan harus valid yaitu memenuhi validitas isi, memiliki reliabilitas tinggi, memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi, dan daya pembeda yang baik. Oleh karena itu, instrumen tes tersebut perlu ujicoba sebelum digunakan pada kelas eksperimen. Syarat kelas yang dapat digunakan sebagai kelas uji coba adalah kelas di luar kelas eksperimen dan telah mempelajari materi yang akan diujicobakan. Pada penelitian ini, untuk instrumen tes kemampuan awaldiujicobakan di kelas VIII E sedangkan instrumen tes kemampuan akhir diujicobakan di kelas VIII F. Setelah itu dilakukan perhitungan reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.

1. Uji Validitas Soal

Validitas instrumen didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari tes pemahaman konsep matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan indikator pem-belajaran yang telah ditentukan. Uji validitas dilakukan pada setiap soal yang akan diberikan kepada siswa.

Dalam penelitian ini, soal yang akan diujikan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 17 Bandarlampung mengetahui dengan pasti indikator pemahaman konsep matematis yang sesuai dengan standar dan kurikulum SMP yang berlaku. Validitas instrumen ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes dikatakan valid


(47)

30 apabila butir-butir tesnya telah dikategorikan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan daftar cek list oleh guru mitra dapat dilihat pada Lampiran C.1 dan Lampiran C.2. Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi.

2. Reliabilitas Soal

Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas (11) digunakan rumus

Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:

r

11

=

)

Keterangan:

r 11 : Koefisien reliabilitas alat evaluasi : Banyaknya butir soal

: Jumlah varians skor tiap soal : Varians skor total

Menurut Guilford (dalam Suherman, 2003: 177) koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas

Koefisien Relibilitas (r11) Kriteria

r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah

0,21 ≤ r11≤ 0,40 Rendah

0,41 ≤ r11 ≤ 0,60 Sedang

0,61 ≤ r11 ≤ 0,80 Tinggi


(48)

31 Setelah dilakukan perhitungan, reliabilitas soal yang telah diujicobakan diperoleh bahwa instrumen tes kemampuan awal dan kemampuan akhir memiliki reliabilitas 0,83 dan 0,89 dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7. Hal ini menunjukkan bahwa kedua instrumen tergolong memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Hasil perhitungan reliabilitas soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.1 dan Lampiran C.4.1

3. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai terendah. Karena banyak siswa dalam penelitian ini kurang dari 100 siswa, maka menurut Arikunto (2013: 227) diambil 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).

Rumus untuk menentukan daya pembeda menurut Arikunto (2013: 228) adalah:

Di mana:

: indeks diskriminasi (besarnya daya pembeda) : banyaknya peserta kelompok atas

: banyaknya peserta kelompok bawah

: banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar

: proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar


(49)

32 Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi dalam Arikunto (2013: 232) tertera dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

0,00 ≤ D ≤ 0,20 Jelek

0,21 ≤ D ≤ 0,40 Cukup

0,41 ≤ D ≤ 0,70 Baik

0,71 ≤ D ≤ 1,00 Sangat Baik

Dalam penelitian ini, hasil uji daya beda untuk instrumen tes kemampuan awal dan akhir pemahaman konsep matematis siswa dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7. Perhitungan interprestasi nilai daya pembeda dapat dilihat pada Lampiran C 3.2 dan C 4.2.

4. Indeks Kesukaran

Dalam penelitian ini indeks kesukaran tiap soal dihitung menurut Suherman (2003:17) menggunakan rumus sebagai berikut:

̅

Keterangan :

IK : indeks kesukaran

̅ : skor rata-rata tiap butir soal

: skor maksimum ideal tiap butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Arikunto (2013: 225) tertera dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0,00 ≤ P ≤ 0,30 Sukar

0,31 ≤ P ≤ 0,70 Sedang


(50)

33 Dalam penelitian ini, diperoleh hasil uji indeks kesukaran untuk instrumen tes kemampuan awal dan akhir pemahaman konsep matematis siswa dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7. Perhitungan interprestasi nilai indeks kesukaran dapat dilihat pada lampiran C 3.2 dan C 4.2.

Setelah dilakukan analisis reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes kemampuan pemahaman konsep maka diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba dan kesimpulan yang disajikan pada Tabel 3.6. dan Tabel 3.7.

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Soal Tes Kemampuan Awal

No.

Soal Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kesimpulan

1.

0,83 (sangat tinggi)

0,44 (Baik) 0,64 (Sedang) Dipakai

2. 0,48 (Baik) 0,70 (Mudah) Dipakai

3. 0,42 (Baik) 0,60 (Sedang) Dipakai

4. 0,42 (Baik) 0,62 (Sedang) Dipakai

5. 0,25 (Sedang) 0,20 (Sukar) Dipakai

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Soal Tes Kemampuan Akhir

No.

Soal Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kesimpulan

1.

0,89 (sangat tinggi)

0,41 (Baik) 0,73 (Mudah) Dipakai

2. 0,40 (Baik) 0,55 (Sedang) Dipakai

3. 0,54 (Baik) 0,62 (Sedang) Dipakai

4. 0,47 (Baik) 0,46 (Sedang) Dipakai

5. 0,22 (Sedang) 0,21 (Sukar) Dipakai

Berdasarkan Tabel 3.6 dan 3.7 maka instrumen tes kemampuan awal dan akhir pemahaman konsep matematis layak digunakan untuk mengumpulkan data.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh sebelum dan setelah menerapkan model pembelajaran Guided Discovery Learning di kelas eksperimen adalah data


(51)

34 kuantitatif yang terdiri dari nilai tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Dari tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa diperoleh nilai awal pemahaman konsep matematis dan nilai akhir kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu harus dilakukan uji prasyarat terhadap data kuantitatif dari kelas eksperimen yaitu uji normalitas dan uji proporsi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari data populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians homogen.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis

Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b. Taraf signifikan : α = 0,05 c. Statistik uji

= x2(1 - � ) (k – 3)

Keterangan:

: frekuensi harapan

: frekuensi yang diharapkan : banyaknya pengamatan


(52)

35 d. Keputusan uji

Terima H0 jika

Dari hasil analisis data hasil tes kemampuan awal pemahaman konsep matematis siswa diperoleh harga 2hitung =5,38 dan 2tabel = 7,81. Karena, 5,38 < 7,81 atau

2

hitung < 2tabel maka H0 diterima. Hal ini berarti data tes kemampuan awal

pemahaman konsep berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data hasil kemampuan awal dapat dilihat pada lampiran C.5.

Dari hasil analisis data hasil tes kemampuan akhir pemahaman konsep matematis siswa diperoleh harga 2hitung =5,78 dan 2tabel = 7,81. Karena, 5,78 < 7,81 atau

2

hitung < 2tabel maka H0 diterima. Hal ini berarti data tes kemampuan akhir

pemahaman konsep berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data hasil kemampuan akhir dapat dilihat pada Lampiran C.6

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data memiliki variansi yang homogen atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : = (variansi kedua kelompok data homogen)

H1 :  (variansi kedua kelompok data tidak homogen)

Menurut Sudjana (2005: 249), jika sampel dari populasi kesatu berukuran n1

dengan varians s12 dan sampel dari populasi kedua berukuran n2 dengan varians


(53)

36

F =

Keterangan:

: varians terbesar : varians terkecil

Kriteria pengujian adalah: terima H0 jika F <

Berdasarkan hasil uji normalitas kedua data tes kemampuan awal dan kemampuan akhir berdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas varians diperoleh Fhitung =1,4738 dan Ftabel = 2,101. Karena, Fhitung < atau 1,4738 <

2,101 dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti bahwa kelompok data tes

kemampuan awal dan akhir siswa memiliki varians yang homogen. Perhitungan uji homogenitas varians dapat dilihat pada Lampiran C.7.

3. Uji Hipotesis

3.1 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Pada penelitian ini, apabila data yang diperoleh berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka dilakukan uji t untuk menguji kesamaan dua rata-rata. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : μ1 = μ2, (tidak ada perbedaan antara kemampuan pemahaman konsep

matematis setelah penerapan model Guided Discovery Learning dengan kemampuan pemahaman konsep matematis sebelum penerapan model Guided DiscoveryLearning)

H1 : μ1 > μ2, (kemampuan pemahaman konsep matematis setelah penerapan


(54)

37 kemampuan pemahaman konsep matematis sebelum penerapan model Guided DiscoveryLearning)

Menurut Sudjana (2005: 239), pengujian hipotesis dapat menggunakan rumus :

̅ ̅ √ dengan

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s Keterangan:

̅ : rata-rata skor kemampuan akhir

̅ : rata-rata skor kemampuan awal

n1 : banyaknya siswa yang mengikuti tes kemampuan akhir

n2 : banyaknya siswa yang mengikuti tes kemampuan awal

: varians setelah pembelajaran Guided DiscoveryLearning : varians sebelum pembelajaran Guided DiscoveryLearning : varians gabungan

Kriteria pengujian adalah: terima H0 jika , dengan dimana

didapat dari distribusi t dengan dk = (n1 + n2 - 2) dan peluang .

Dari hasil perhitungan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa kedua data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama sehingga dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Diperoleh harga = , dengan dan dk = 58, maka t11/2=

975 , 0

t = 2,00. Karena nilai thitungt11/2maka H0 ditolak. Jadi, kemampuan

pemahaman konsep matematis setelah mengikuti pembelajaran menggunakan model Guided Discovery Learning lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman

0, 05  


(55)

38 konsep matematis sebelum mengikuti pembelajaran menggunakan model Guided Discovery Learning. Perhitungan uji kesamaan dua rata-rata dapat dilihat pada Lampiran C.9.

3.2 Uji Proporsi

Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas eksprimen lebih dari 75% dari jumlah siswa maka dilakukan uji proporsi pada nilai Tes 2 atau nilai akhir tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen. Berikut adalah prosedur uji proporsi menurut Sudjana (2005: 234).

a. Hipotesis

H0 :

= 0,75 (persentase siswa tuntas belajar = 75%)

H1 :

> 0,75 (persentase siswa tuntas belajar > 75%)

b. Taraf Signifikan

α = 0,05

c. Statistik uji :

n n x zhitung ) 75 , 0 1 ( 75 , 0 75 , 0    Keterangan:

x : banyaknya siswa tuntas belajar n : jumlah sampel

0,75 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan d. Kriteria uji:

Tolak H0 jika zhitungz0,5. Harga z0,5diperoleh dari daftar normal baku


(56)

39 Dari hasil uji proporsi, diperoleh harga Zhitung = - 0,21 dan daftar normal baku dengan α = 0,05 diperoleh . karena, zhitung< z0,5. Jadi,

H0 diterima, artinya persentase siswa tuntas belajar sama dengan 70%.


(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model Guided Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa namun siswa tuntas belum mencapai lebih dari 75%. Sehingga penerapan model ini belum efektif terhadap pemahaman konsep matematis siswa pada materi garis singgung lingkaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Guided Discovery Learning diperlukan perhatian khusus dalam merencanakan waktu dan memilih materi yang akan diajarkan sehingga dengan perencanaan yang seksama dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang dan materi yang disampaikan dapat lebih mudah diserap oleh siswa.

2. Penerapan pembelajaran dengan model Guided Discovery Learning diharapkan terus dikembangkan penelitiannya sehingga dapat diketahui efektifitasnya pada materi matematika yang lain.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2004. Model Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia : http://riensuciati.blogspot.com. [07 Desember 2014]

Amin, M. 1987. Mengajar IPA Dengan Menggunakan Metode Guided Discovery Dan Inquiry. [Online]. Tersedia : http://riensuciati.blogspot.com. [07 Desember 2014]

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Bani, Asmar. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Penemuan Terbimbing. (tesis UPI). [Online]. Tersedia : http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_tesis=1073 [2 Desember 2014] Cooney, Davis. 1975. Dynamics Of Teaching Secondary School Mathematics.

U.S.A : Houghton Mifflin Company.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. [Online]. Tersedia : http://www.pusatbahasa.kemendiknas.go.id. [30 November 2014]

Detiknews. 2014. Mantan Mendikbud M. Nuh Kecewa Kurikulum 2013 Dihentikan. [Online]. Tersedia : http://news.detik.com/read. [07 Desember 2014

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara.

______________. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara.

Kemdikbud. 2012. Kurikulum 2013 Bahan Uji Publik. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kiswandi. 2013. Studi Komparasi Model Pembelajaran Concept Attainment dan Model Cognitive Growth Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa. Skripsi. Semarang: UNESA [Online] Tersedia : http://www.lib.unnes.ac.id.


(59)

51 [diakses pada tanggal 07 Desember 2014]

Kurniasih dkk. 2013. Sukses Mengimplementasikan Kurtilas. Jakarta : Kata Pena Markaban. 2008. Model Pembelajaran Terbimbing Pada Pembelajaran

Matematika. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Marzano, Robert J. 1992. A Different Kind of Classroom, Teaching with Dimensions of Learning. Alexandria : ASCD

Moore, Kenneth .D. 1999. Middle and Secondary school Intructional Method. Boston: McGraw-Hill Companies

Nasution, S. 2006. Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Nugraha, E. 1985. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Permadi.

OECD. 2013. PISA 2012 Result in Focus. [Online]. Tersedia: http://oecd.org/pisa/ keyfinding/pisa-2012-result-overview-pdf. [30 November 2014]

Purnomo, Y. W. 2011. Keefektifan Model Penemuan Terbimbing Dan Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan. [Online], volume 41, nomor 1. Tersedia: http://journal.uny.ac.id [diakses pada tanggal 4 Januari 2015].

Qorri’ah. 2011. Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidaya-tullah. [Online] Tersedia : http://www.education.gov.za/LinkClick.[diakses pada tanggal 07 Desember 2014]

Rohani, Ahmad. 2004. Pendidikan Prinsip-Prinsip Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Sirojudin, Ahmad. 2011. Hubungan Kompetensi Profesionalisme Guru Dengan Efektivitas Model Pembelajaran. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidaya-tullah. [Online] Tersedia : http://www.education.gov.za/LinkClick.[diakses pada tanggal 07 Desember 2014]

Skemp, R. Richard. 1987. Psychology of Learning Mathematics. [Online]. Tersedia:http://books.google.co.id/books/about/The_psychology_of_learnin g_mathematics.html?hl=id&id=nuuDAFwjqqYC&redir_esc=y. [9 Januari 2015]


(60)

52 Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif Apa dan Bagaimana Mengupayakannya. Mataram : NTP Pres.

_____________ _. 2007. Menggagas Pembelajaran Efektif Dan Bermakna. Mataram : NTP Pres.

Tim PPPG Matematika. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika (Bahan Diklat Guru Pengembang SMP). [Online]. Tersedia : http://www.pusatbahasa.kemendiknas.go.id. [30 November 2014]

Utomo, Yulianto. 2013. Survey Internasional TIMSS [Online]. Tersedia : http://litbang.kemdikbud.go.id [30 November 2014]

Nur. 2008. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia: http://fisikahappy.wordpress.com/2011/12/31/pembelajaran-penemuan-terbimbing. [30 November 2014]

Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/Mts Untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta : Depdiknas.

Wikipedia. 2013. Pengertian Konsep Menurut Ahli. [Online]. Tersedia : http://www.wikipedia.com [30 November 2014]

Widyanyana, I. W. 2014. Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP Kelas VIII. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha. [Online]. Tersedia : http://portalgaruda.org/article.php


(1)

38 konsep matematis sebelum mengikuti pembelajaran menggunakan model Guided Discovery Learning. Perhitungan uji kesamaan dua rata-rata dapat dilihat pada Lampiran C.9.

3.2 Uji Proporsi

Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas eksprimen lebih dari 75% dari jumlah siswa maka dilakukan uji proporsi pada nilai Tes 2 atau nilai akhir tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen. Berikut adalah prosedur uji proporsi menurut Sudjana (2005: 234).

a. Hipotesis

H0 :  = 0,75 (persentase siswa tuntas belajar = 75%) H1 :  > 0,75 (persentase siswa tuntas belajar > 75%) b. Taraf Signifikan

α = 0,05

c. Statistik uji :

n n x zhitung ) 75 , 0 1 ( 75 , 0 75 , 0    Keterangan:

x : banyaknya siswa tuntas belajar n : jumlah sampel

0,75 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan d. Kriteria uji:

Tolak H0 jika zhitungz0,5. Harga z0,5diperoleh dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α).


(2)

39 Dari hasil uji proporsi, diperoleh harga Zhitung = - 0,21 dan daftar normal baku

dengan α = 0,05 diperoleh . karena, zhitung< z0,5. Jadi, H0 diterima, artinya persentase siswa tuntas belajar sama dengan 70%. Perhitungan Uji proporsi dapat dilihat pada Lampiran C.8.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model Guided Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa namun siswa tuntas belum mencapai lebih dari 75%. Sehingga penerapan model ini belum efektif terhadap pemahaman konsep matematis siswa pada materi garis singgung lingkaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Guided Discovery Learning diperlukan perhatian khusus dalam merencanakan waktu dan memilih materi yang akan diajarkan sehingga dengan perencanaan yang seksama dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang dan materi yang disampaikan dapat lebih mudah diserap oleh siswa.

2. Penerapan pembelajaran dengan model Guided Discovery Learning diharapkan terus dikembangkan penelitiannya sehingga dapat diketahui efektifitasnya pada materi matematika yang lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2004. Model Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia : http://riensuciati.blogspot.com. [07 Desember 2014]

Amin, M. 1987. Mengajar IPA Dengan Menggunakan Metode Guided Discovery Dan Inquiry. [Online]. Tersedia : http://riensuciati.blogspot.com. [07 Desember 2014]

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Bani, Asmar. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Penemuan Terbimbing. (tesis UPI). [Online]. Tersedia : http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_tesis=1073 [2 Desember 2014] Cooney, Davis. 1975. Dynamics Of Teaching Secondary School Mathematics.

U.S.A : Houghton Mifflin Company.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. [Online]. Tersedia : http://www.pusatbahasa.kemendiknas.go.id. [30 November 2014]

Detiknews. 2014. Mantan Mendikbud M. Nuh Kecewa Kurikulum 2013 Dihentikan. [Online]. Tersedia : http://news.detik.com/read. [07 Desember 2014

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara.

______________. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara.

Kemdikbud. 2012. Kurikulum 2013 Bahan Uji Publik. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kiswandi. 2013. Studi Komparasi Model Pembelajaran Concept Attainment dan Model Cognitive Growth Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa. Skripsi. Semarang: UNESA [Online] Tersedia : http://www.lib.unnes.ac.id.


(5)

51 [diakses pada tanggal 07 Desember 2014]

Kurniasih dkk. 2013. Sukses Mengimplementasikan Kurtilas. Jakarta : Kata Pena Markaban. 2008. Model Pembelajaran Terbimbing Pada Pembelajaran

Matematika. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Marzano, Robert J. 1992. A Different Kind of Classroom, Teaching with Dimensions of Learning. Alexandria : ASCD

Moore, Kenneth .D. 1999. Middle and Secondary school Intructional Method. Boston: McGraw-Hill Companies

Nasution, S. 2006. Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Nugraha, E. 1985. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Permadi.

OECD. 2013. PISA 2012 Result in Focus. [Online]. Tersedia: http://oecd.org/pisa/ keyfinding/pisa-2012-result-overview-pdf. [30 November 2014]

Purnomo, Y. W. 2011. Keefektifan Model Penemuan Terbimbing Dan Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan. [Online], volume 41, nomor 1. Tersedia: http://journal.uny.ac.id [diakses pada tanggal 4 Januari 2015].

Qorri’ah. 2011. Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidaya-tullah. [Online] Tersedia : http://www.education.gov.za/LinkClick.[diakses pada tanggal 07 Desember 2014]

Rohani, Ahmad. 2004. Pendidikan Prinsip-Prinsip Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Sirojudin, Ahmad. 2011. Hubungan Kompetensi Profesionalisme Guru Dengan Efektivitas Model Pembelajaran. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidaya-tullah. [Online] Tersedia : http://www.education.gov.za/LinkClick.[diakses pada tanggal 07 Desember 2014]

Skemp, R. Richard. 1987. Psychology of Learning Mathematics. [Online]. Tersedia:http://books.google.co.id/books/about/The_psychology_of_learnin g_mathematics.html?hl=id&id=nuuDAFwjqqYC&redir_esc=y. [9 Januari 2015]


(6)

52 Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif Apa dan Bagaimana Mengupayakannya. Mataram : NTP Pres.

_____________ _. 2007. Menggagas Pembelajaran Efektif Dan Bermakna. Mataram : NTP Pres.

Tim PPPG Matematika. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika (Bahan Diklat Guru Pengembang SMP). [Online]. Tersedia : http://www.pusatbahasa.kemendiknas.go.id. [30 November 2014]

Utomo, Yulianto. 2013. Survey Internasional TIMSS [Online]. Tersedia : http://litbang.kemdikbud.go.id [30 November 2014]

Nur. 2008. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia: http://fisikahappy.wordpress.com/2011/12/31/pembelajaran-penemuan-terbimbing. [30 November 2014]

Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/Mts Untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta : Depdiknas.

Wikipedia. 2013. Pengertian Konsep Menurut Ahli. [Online]. Tersedia : http://www.wikipedia.com [30 November 2014]

Widyanyana, I. W. 2014. Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP Kelas VIII. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha. [Online]. Tersedia : http://portalgaruda.org/article.php