11
dalam membentuk hubungan, mampu memberi dukungan atas keputusan kelompok.
d.
Mission
misi dan tujuan, dimana setiap individu mempunyai tujuan dan
motivasi untuk hidup, mempunyai tanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambil, mempunyai kemampuan dalam membentuk tujuan yang
realistik dan dapat diterima, mampu mengikuti rencana, mempunyai insisatif dan tanggung jawab atas aksinya, individu mampu mencari alternatif atas masalahnya,
mampu mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan atas apa yang telah dilakukan. e.
Competence
keahlian, yaitu perasaan yang dimiliki individu dimana setiap individu merasa berhasil dan mampu menyelesaikan hal-hal yang penting dan
berharga, mempunyai kesadaran akan kelebihan dan menerima kelemahan. Berani mengambil resiko dalam berbagi ide dan opini. Perasaan sukses yang dimiliki
oleh individu berdasarkan pengalaman pribadi dimana dianggap penting oleh individu itu sendiri, kegagalan bagi individu tidak hanya sebagai isu tapi
merupakan fakta dan individu menganggap kesalahan yang dilakukannya merupakan alat dalam belajar, mampu memberi penilaian akan kemajuan yang
telah dibuat, mampu memberikan umpan balik dalam usahanya menerima kelemahan dan mencari keuntungan dari kesalahan yang dilakukan.
2.2. Kompetensi Lintas Budaya
2.2.1. Pengertian Kompetensi Lintas Budaya
Mason mendefininisikan kompetensi lintas budaya sebagai “kemampuan untuk berinteraksi secara effektif dengan orang dari semua kebudayaan, ras, etnis dan
factor-faktor lainnya. Ia mencakup pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan
12
dan kesamaan. Kompetensi mencakup kepekaan dan juga kemampuan untuk bekerja secara effektif dengan kebudayaan” Mason, 1996. Mason juga membedakan
kompetensi lintas budaya dalam dua level, yaitu level individual dan level organisasional. Pada level individual Mason mendefinisikan kompetensi lintas
budaya sebagai: “
the state of being capable of functioning effectively in the context of cultural differences
.” Sedangkan pada level organisasi kompetensi lintas budaya adalah
“A set of congruent practice skills, attitudes, policies and structures, which
come together in a system, agency, or among professionals and enable that system, agency or those professionals to work effectively in the context of cultural
differences.” Pembahasan tentang kompetensi lintas budaya di sini lebih dibatasi pada
kompetensi individual. Dari perspektif ini definisi Mason tersebut bisa dimaknai sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara pribadi, berkelompok,
organisasi atau dalam etnik dan ras dalam melaksanakan aktifitas-aktifitas perjumpaan lintas budaya dan subbudaya. Dalam aktifitas tersebut, seseorang tidak
hanya mengenali dan menghargai budaya orang lain, tapi juga bisa bekerjasama dengan orang yang berbeda budayanya itu Mason, 1996. Kompetensi lintas budaya
berkaitan dengan suatu keadaan dan kesiapan individu sehingga kapasitasnya dapat berfungsi efektif dalam situasi perbedaan budaya.
Mudzakir 2009 menjelaskan, apabila dasar pemahaman lintas budaya telah diletakkan, pembelajaran melalui latihan yang berkelanjutan atau pengalaman di
tempat kerja, secara bertahap dapat mencapai apresiasi yang lebih halus tentang perbedaan budaya. Pemahaman lintas budaya tersebut terdiri dari:
13
1
Cross Cultural Knowledge
Pengetahuan lintas budaya sangat penting bagi dasar pemahaman lintas budaya. Tanpa hal ini apresiasi lintas budaya tidak akan terjadi. Ia merujuk kepada
pengenalan tingkat permukaan dengan karakteristik budaya, nilai, kepercayaan, dan perilaku.
2
Cross Cultural Awareness
Kesadaran lintas budaya berkembang dari pengetahuan lintas budaya kala pembelajar memahami dan mengapresiasi secara internal suatu budaya. Ini
mungkin akan disertai dengan perubahan pada perilaku dan sikap pembelajar, seperti fleksibilitas dan keterbukaan yang lebih besar.
3
Cross Cultural Sensitivity
Kepekaan lintas budaya merupakan hasil yang wajar dari kesadaran, dan merujuk kepada kemampuan untuk membaca situasi, konteks, dan perilaku yang secara
budaya berakar dan dapat bereaksi kepadanya dengan tepat. Respons yang cocok menuntut bahwa pelaku tidak lagi membawa secara budaya tafsirannya sendiri
yang telah ditentukan terhadap situasi atau perilaku misalnya baikburuk, benarsalah, yang hanya dapat dirawat dengan pengetahuan dan kesadaran lintas
budaya. 4
Cross Cultural Competence
Kompetensi lintas budaya haruslah menjadi tujuan bagi mereka yang berhadapan dengan klien, pelanggan atau kolega multibudaya. Kompetensi merupakan tahap
final dari pemahaman lintas budaya, dan menunjukkan kemampuan pelaku untuk mengerjakan lintas budaya secara efektif. Kompetensi lintas budaya melampaui
pengetahuan, kesadaran dan kepekaan karena ia merupakan pencernaan, per-
14
paduan dan transformasi dari semua keterampilan dan informasi yang dicari, diterapkan untuk menciptakan sinergi budaya di tempat kerja.
Keberagaman budaya harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak berdampak buruk terhadap kinerja organisasi tetapi justru memperkaya khasanah
sumber daya. Kekayaan ini dioptimalkan sebagai modal hidup nan aktif bagi pencapaian kinerja yang lebih baik. Dengan kompetensi lintas budaya yang baik
dimungkinkan pengelolaan keragaman ini dari tataran perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi. Dengan mengakomodir dinamika multikultural, kerangka
manajemen ditransformasikan dari keseragaman menjadi kohesi atas keragaman. Transformasi ini pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi.
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kompetensi Lintas Budaya
Kompetensi lintas budaya tidak begitu saja dimiliki oleh seseorang. Ia juga tidak serta-merta muncul ketika seseorang mempelajari budaya orang atau kelompok
lain. Kompetensi lintas budaya memerlukan sebuah pengalaman pribadi akan perjumpaan dengan orang atau kelompok budaya yang berlainan. Dalam perjumpaan
lintas budaya, tiga hal penting perlu dimiliki oleh seseorang, yaitu kesadaran, pengetahuan dan keterampilan Mason 2009.
1. Kesadaran
awareness
adalah reaksi seseorang terhadap orang yang berbeda secara budaya. Untuk memahami budaya orang lain, pertama-tama seseorang
perlu memahami kebudayaannya sendiri. Mereka perlu mengeksplorasi diri mereka sendiri untuk memeriksa kebudayaannya sendiri dan proses sosialisasi
yang mempengaruhi mereka ketika mereka berinteraksi dengan orang atau kelompok budaya yang lain. Pemeriksaan ini diperlukan supaya seseorang bisa
15
menyadari berbagai bias dan prasangka yang ada dalam diri mereka dan kemudian mengeliminasinya dalam proses-proses perjumpaan lintas budaya.
2. Pengetahuan
knowledge
. Pengetahuan merupakan komponen kedua dari kompetensi lintas budaya. Ia merujuk kepada pengenalan terhadap karakteristik
nilai, kepercayaan, dan perilaku dari orang atau kelompok budaya yang lain. Aspek pengetahuan biasanya diperoleh dengan mempelajari budaya-budaya yang
lain, lewat bermacam-macam cara, seperti membaca buku, berbicara dan berinteraksi dengan orang yang berasal dari kebudayaan lain.
3. Keterampilan
skill
. Aspek ini menunjuk pada kemampuan untuk bekerja secara effektif dengan orang-orang yang berbeda budaya. Dalam dunia kerja, Hsien-Wu
mengembangkan aspek skill ini ke dalam apa yang disebutnya sebagai
social skill. Social Skill
adalah sub-constructs dari dari
social effectiveness construct,
yaitu kemampuan untuk membaca memahami dan mengontrol interaksi social secara
effektif. Social Skill terdiri atas tiga hal penting, yaitu
social presentation, social scanning
dan
social flexibility
.
2.3. Hubungan antara Kompetensi Lintas Budaya dengan Harga diri Karyawan