secara berbeda. Secara umum, menurutnya, dampak dari proses ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga grup negara. Grup pertama adalah sejumlah kecil negara yang mempelopori atau yang terlibat secara penuh dalam proses ini
mengalami pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi yang pesat, yang pada umumnya adalah negara-negara maju. Grup kedua adalah negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sedang dan fluktuatif, yakni
negara-negara yang berusaha menyesuaikan diri dengan kerangka globalisasi ekonomi atau liberalisasi perdagangan dan investasi. Misalnya negara-negara dari kelompok NSB yang tingkat pembangunankemajuan industrinnya sudah
mendekati tingkat dari negara-negara industri maju. Grup ketiga adalah negara-negara yang termarjinalisasikan atau yang sangat dirugikan karena ketidakmampuan mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut dan
persoalan-persoalan pelik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan globalisasi ekonomi seperti harga- harga komoditas primer yang rendah dan fluktuatif serta hutang luar negeri. Grup ini didominasi oleh NSB terutama di
Afrika, Asia Selatan terkecuali India dan beberapa negara di Amerika Latin tidak termasuk negara-negara yang cukup berhasil seperti Brazil, Argentina, Chile dan Meksiko.
Perkiraan bahwa sebagian besar dari NSB, terutama di tiga wilayah tersebut di atas termarjinalisasikan dalam proses globalisasi ekonomi bukan sesuatu tanpa alasan kuat. Data deret waktu dari UNCTAD menunjukkan bahwa
dalam empat 4 dekade terakhir, pangsa NSB di dalam ekspor dunia menurun secara konstan dari 3,06 pada tahun 1954 ke 0,42 pada tahun 1998. Laju penurunannya lebih dalam periode 1960-an dan 1970-an. Data UNCTAD tidak
hanya membedakan antara negara-negara maju developed countries dengan NSB, tetapi di dalam kelompok NSB itu sendiri dibedakan antara yang sudah maju developing countries seperti NICs, Thailand, Malaysia, Indonesia, India,
Cina, Pakistan, Israel di Asia dan Brasil, Argentina, Chile dan Meksiko di Amerika Latin, dan negara-negara yang terbelakang dalam tingkat pembangunanindustrialisasinya least developed countries yang didominasi terutama oleh
negara-negara miskin di Afrika dan Asia Selatan. NSB dari katetori least developed countries paling kecil pangsa pasar dunianya, dan dalam 4 dekade terakhir ini menunjukkan suatu tren yang menurun yang mengindikasikan bahwa
kelompok ini semakin termarjinalisasikan.
III. Daya Saing dari Beberapa Produk Utama Nasional
Keberhasilan Indonesia dalam menghadapi globalisasi ditentukan oleh tingkat daya saingnya. Dalam hal ekspor, Selama ini Indonesia sangat mengandalkan faktor-faktor keunggulan komparatif dalam sebagai penentu utama daya
saingnya, terutama daya saing harga, seperti upah buruh murah dan SDA berlimpah sehingga murah biaya pengadaannya. Namun, dalam era perdagangan bebas nanti teknologi, know-how dan keahlian khusus, yang
merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif semakin dominan dalam penentuan daya saing. Selain itu, dengan tuntutan masyarakat dunia yang semakin kompleks menyangkut masalah-masalah lingkungan hidup, kelestarian alam
bersama isinya, kesehatan, keamanan, dan hak asasi manusia HAM membuat faktor-faktor keunggulan komparatif semakin tidak penting dibandingkan faktor-faktor keunggulan kompetitif.
Perubahan faktor-faktor
penentu daya saing tersebut membuat produk-produk ekspor tradisional Indonesia
semakin terancam di pasar regional maupun global. Ancaman ini semakin nyata dengan munculnya negara-negara
7
seperti Cina dan Vietnam di pasar Asia dan negara-negara Eropa Timur di pasar Uni Eropa UE. Di pasar Asia, dalam 5 tahun belakang ini barang-barang buatan Cina mulai dari tekstil dan produk-produknya TPT sampai dengan motor
semakin membanjiri pasar di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Demikian juga, Vietnam sudah mulai menandingi Indonesia dalam ekspor beberapa komoditas traditional seperti kopi dan tekstil. Di pasar UE, peluang
pasar ekspor Indonesia di wilayah tersebut terancam oleh 8 negara Eropa Timur yang akan menjadi anggota UE pada awal Mei 2004.
3
Kedelapan negara tersebut lebih mampu menembus pasar UE karena mendapat fasilitas pembebasan bea masuk BM. Sementara itu, barang-barang ekspor Indonesia masih dikenai BM dan hambatan-hambatan non-tarif
NTB lainnya, seperti dari segi kesehatan dan lingkungan hidup. Selain itu, setidaknya ada 10 produk ekspor Indonesia yang dikenai tuduhan dumping oleh UE. Misalnya, bahan baku produk tekstil polyester staple fibre, bahan
pemanis sodium cyclamate, dan ring penjilid ring binders.
4
Selain itu, jarak yang lebih dekat sehingga biaya transportasi dan harga produk dari para pesaing tersebut lebih murah. Proses penyerahan barang pun singkat. Pendek
kata, karena jarak yang lebih dekat membuat para pesaing dari Eropa Timur itu lebih efisien dalam memasuki pasar UE.
5
Ada sejumlah indikator atau metode yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing. Salah satunya adalah Revealed Comparative Advantage RCA, Nilai indeks RCA adalah antara 0 dan lebih besar dari 0. Nilai 1 dianggap
garis pemisah antara keunggulan dan ketidakunggulan komparatif. Lebih besar dari 1 berarti daya saing dari negara bersangkutan untuk produk yang diukur di atas rata-rata dunia, sedangkan lebih kecil dari 1 berarti daya saingnya
buruk di bawah rata-rata.
6
Sebagai suatu ilustrasi empiris, berdasarkan data ekspor dari Depperindag, Tabel 1 menyajikan hasil hitungan RCA untuk sejumlah produk ekspor unggulan Indonesia. Dapat dilihat bahwa keunggulan
Indonesia masih didominasi oleh jenis-jenis produk berbasis SDA dan tenaga kerja murah seperti bubur kertas, pupuk, kayu lapis, barang-barang dari kayu, kertas dann karton, TPT, dan sepatu. Nilai RCA paling tinggi adalah dari kayu
lapis, dan memang Indonesia sangat unggul sejak lama untuk jenis produk ini di pasar dunia; walaupun ancaman persaingan semakin besar dari beberapa negara lain terutama Malaysia.
Tabel 1 RCA dari sejumlah Produk Ekspor Indonesia: 1996-2000
Jenis Produk
1996 1997 1998 1999 2000
Bubur kertas pulp Pakaian jadi
Minyak lemak hewani Minyak nabati
Pupuk buatan pabrik Plastik
Barang-barang dari kulit 2,38
0,01 0,06
0,05 1,68
0,3 0,04
2,98 0,02
0,1 0,19
2,35 0,27
0,04 4,38
0,02 0,21
0,02 1,39
0,29 0,01
3,1 0,1
0,03 0,03
1,46 0,2
0,09 2,92
0,12 0,03
0,03 1,41
0,19 0,08
3
Kedelapan negara tersebut adalah Republik Chechnya, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Polandia, Slowakia, dan Slovenia.
4
Berdasarkan laporan dari Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional BPEN yang dikutip dari Kompas 6 Juni 2003.
5
Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2002 total nilai ekspor Indonesia ke EU mencapai 7,81 miliar dollar AS dan setahun sebelumnya tercatat sebasar 7,73 miliar dollar AS. Adapun total nilai ekspor Indonesia tahun 2002 mencapai 57,15 miliar dollar
AS dan tahun 2001 sebesar 56,32 miliar dollar AS. Meskipun total nilai ekspor Indonesia masih lebih besar, kekuatan ekspor negara-negara Eropa Timur juga patut diperhitungkan. Misalnya, total nilai ekspor dari Republik Chechnya tahun 2002 mencapai
33,3 miliar dollar AS, Hongaria 30,5 miliar dollar AS, dan Polandia 36,1 miliar dollar AS.
6
Dasar pemikiran yang melandasi indeks ini adalah bahwa kinerja ekspor suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat daya saing relatifnya terhadap produk serupa buatan negara lain, tentu dengan asumsi ceteris paribus bahwa faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan ekspor tetap tidak berubah.
8
7,69 1,06
1,63 0,14
5,66 1,25
0,05 0,07
6,6 1,21
1,07 0,13
4,29 1,25
0,09 0,27
1,3 0,1
0,32 16,16
6,55 2,46
1,37 0,26
4,75 1,35
0,12 0,31
6,42 2,29
1,57 0,19
4,22 1,19
0,15 0,18
Sumber: Depperindag database
Tekstil dan pakaian jadi TPT merupakan salah satu produk ekspor unggulan atau produk ekspor tradisional Indonesia selama ini. Banyak negara pesaing Indonesia termasuk dari ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Filipina dan
Singapura. Selain itu, negara pesaing Indonesia lainnya untuk produk ini yang sangat agresif dalam ekspor adalah Cina, yang daya saing TPT-nya lebih baik dibandingkan buatan Indonesia nilai RCA-nya lebih tinggi daripada RCA
Indonesia. Alat-alat listrik juga merupakan produk ekspor unggulan Indonesia, dan juga mendapat persaingan ketat dari
negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data ekspor dari sejumlah negara ASEAN untuk periode 1996-2000, indeks RCA untuk mesin-mesin listrik dari Indonesia di bawah 1, berarti tidak memiliki keunggulan komparatif atau
daya saingnya relatif rendah. Sedangkan produk yang sama dari Malaysia, Singapura dan Thailand di atas satu, berarti daya saingnya di atas tingkat rata-rata dunia. Tingkat daya saing dari Filipina juga rendah, relatif sama dengan
Indonesia. Cukup banyak studi mengenai perkembangan RCA Indonesia di pasar ekspor. Diantaranya dari dari Bank Dunia
yang dikutip oleh Tambunan 2000 mengenai perdagangan internasional dan perkembangan pola spesialisasi dalam ekspor komoditi-komoditi tertentu dari negara-negara industri maju tergabung dalam OECD yang terdiri antara lain
dari AS, Kanada, Inggris, Jerman, Perancis dan Jepang, negara-negara industri baru NICs seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura, negara-negara transisi Eropa Timur, empat negara besar dari kelompok NSB, yakni Cina,
India, Brazil dan Indonesia, dan NSB lainnya. Dalam studi ini pola spesialisasi diukur dengan indeks RCA. Studi ini menunjukkan bahwa pada awal dekade 90-an, tingkat daya saing ekspor komoditi pertanian Indonesia tinggi dengan
indeks RCA secara keseluruhan 50 lebih di atas 1 Tabel 2. Penemuan ini mencerminkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk produk-produk pertanian. Namun, jika dibandingkan dengan India, Brazil dan Cina yang
juga merupakan negara-negara agraris besar, atau dibandingkan dengan rata-rata NSB, derajat daya saing pertanian Indonesia masih tergolong rendah.
Untuk pakaian jadi yang bahan baku utamanya kapas juga merupakan output dari sektor pertanian, tingkat daya saing Indonesia jauh lebih baik, walaupun masih di bawah Brasil dan Cina. Sedangkan untuk barang-barang modal,
seperti mesin dan alat-alat transportasi yang kandungan teknologi dan SDM-nya jauh lebih tinggi dibandingkan dua jenis produk sebelumnya, kedudukan Indonesia sangat buruk. Di dalam studi ini, Bank Dunia memperkirakan pada
tahun 2020, indeks RCA Indonesia untuk komoditi-komoditi pertanian dan mesin serta alat-alat transportasi akan mengalami sedikit perbaikan, sedangkan untuk pakaian jadi mengalami penurunan.
Indeks RCA ini juga bisa digunakan untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang- barang yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat permintaan dunia meningkat atau sedang mengalami
9
menganalisa perubahan struktur keunggulan komparatif dari ekspor manufaktur dari 7 negara di Asia yakni Indonesia, Cina, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Thailand. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa barang-
barang manufaktur buatan Indonesia yang pangsa pasar dunianya meningkat selama periode yang diteliti didominasi oleh produk-produk berteknologi sederhana seperti tekstil, kulit, kayu dan karet; sedangkan Cina, sebagai suatu
perbandingan, semakin unggul di produk-produk seperti mesin-mesin elektronik, alat-alat komunikasi dan semi- konduktor , atau Malaysi, Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Thailand antara lain dalam komputer Tabel 3.
Tabel 2 Pola Spesialisasi berdasarkan indeks RCA untuk produk-produk tertentu dari Indonesia dan sejumlah negara lain, 1992-2020
Komoditi pertanian Pakaian Jadi
Mesin alat-alat transportasi Negara Kelompok
Negara 1992 2020 1992 2020 1992 2020
OECD NICs
Cina India
Brasil Indonesia
Ekonomi transisi NSB-lainnya
0,85 0,27
1,55 1,73
2,07 1,69
1,14 1,87
1,12 0,49
0,22 0,74
2,20 1,70
1,29 1,19
0,35 1,40
5,61 3,88
0,29 2,69
1,65 1,96
0,07 0,10
4,33 1,67
0,09 2,63
0,17 1,45
1,21 1,22
0,48 0,21
0,61 0,13
0,45 0,30
1,04 1,00
1,48 1,13
1,02 0,43
0,75 0,80
Sumber: Bank Dunia, dikutip dari Tambunan 2000.
Tabel 3 Perubahan Struktur Keunggulan Komparatif dari Ekspor Manufaktur di 7 Negara Asia
Negara Pangsa Pasar Meningkat
Pangsa Pasar Menurun Indonesia
Cina Malaysia
Taiwan Korea Selatan
Singapura Thailand
Produk-produk dari karet, plastik, tekstil, kulit, kayu, dan gabus. Alat-alat komunikasi, semikonduktor, mesin listrik, produk-produk dari
karet dan plastik. Komputer, dan produk-produk dari karet dan plastik
Komputer, produk-produk dari logam, mesin-mesin listrik Kapal laut, komputer, mesin-mesin listrik
Komputer Komputer, alat-alat komunikasi, semi-konduktor, produk-produk dari
karet dan plastik Produk-produk kimia
Makanan, minuman, produk-produk dari batu dan tanah liat.
Makanan, minuman, logam bukan besi. Produk-produk dari kayu dan gabus
Produk-produk dari kimia, kayu dan gabus Logam bukan besi
Sumber: Banerjee 2002.
IV. Cina Sebagai Salah Satu Pesaing Besar Indonesia