2
Desember, 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, meskipun malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, terutama di kalangan masyarakat miskin, tetapi
prevalensi obesitas muncul sebagai masalah baru bagi kesehatan masyarakat. Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional pada tahun 2013
menunjukan bahwa kelebihan gizi ditemukan di semua kelompok usia. Prevalensi anak balita kurang gizi sekitar 12,1 dan 11,9 yang kelebihan gizi. Pada anak
usia 6-12 tahun 11,2 kekurangan gizi, sedangkan kelebihan gizi sekitar 18,2. Pada anak usia 13-15 tahun, prevalensi kekurangan gizi 11,1 dan kelebihan gizi
hanya 10,8. Pada usia dewasa prevalensi gizi kurang menjadi 8,7 dan kelebihan gizi meningkat mencapai 28,9 untuk kegemukan dan obesitas 1.
Status gizi dapat dinilai secara absolut dengan cara mengukur indeks massa tubuh IMT, dimana berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari
tinggi badan dalam meter. Orang dewasa dengan IMT 18,5 dianggap kurus, IMT
≥
18,5 - 24,9 dianggap normal, IMT
≥
25,0 - 30,0 dianggap kelebihan berat badan, dan IMT
≥
30,0 dianggap sebagai obesitas 2. Indeks massa tubuh merupakan variabel independen yang dapat
mempengaruhi hasil pengukuran spirometri. Peningkatan IMT perlu diperhatikan
3 untuk mengevaluasi efek pada fungsi paru. Pada beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa peningkatan IMT memberikan efek yang signifikan terhadap volume paru, khususnya pada volume cadangan ekspirasi 3,4.
Obesitas dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan peningkatan gejala pernapasan bahkan pada individu tanpa obstruksi jalan napas. Efek fisiologis
utama dari obesitas adalah berkurangnya penyesuaian sistem pernapasan, peningkatan kinerja dan jumlah oksigen pernapasan, serta peningkatan penutupan
saluran pernapasan bawah 5. Orang yang memiliki berat badan kurang atau kurus sangat erat kaitannya
dengan malnutrisi. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan pada massa otot pernapasan, kekuatan, daya tahan, serta mekanisme pertahanan sistem imun paru
sehingga dapat mempengaruhi fungsi paru 6. Menurut Ristianingrum et al, IMT dengan kapasitas vital memberikan korelasi
positif dengan angka signifikansi p=0,015. Sedangkan menurut penelitian Jones et al menyatakan hasil yang berbeda yaitu peningkatan satu unit IMT akan
menyebabkan penurunan 0,5 pada kapasitas vital. Hal senada juga diungkapkan El-Baz. et al bahwa kapasitas vital memiliki korelasi negatif dengan IMT 7,8,9.
Penelitian yang berkaitan dengan fungsi paru sudah dilakukan beberapa kali yang berhubungan dengan status gizi seperti halnya yang dilakukan oleh Watson
et al 10 dan Piper et al 11. Namun, penelitian yang secara langsung berhubungan dengan IMT dirasa masih sedikit. Kesimpulan yang didapatkan
dalam beberapa penelitian juga masih terasa kurang dan adanya perbedaaan pada beberapa hasil penelitian yang kemudian menimbulkan kerancuan. Oleh karena
4 itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara IMT dengan
fungsi paru khususnya kapasitas vital paru di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan