Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Terhadap Kewaspadaan Standar

(1)

i

HIDAYATULLAH TERHADAP KEWASPADAAN STANDAR

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Mohammad Wicaksono Sulistomo

107103003836

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Oktober 2010

M. Wicaksono Sulistomo


(3)

iii

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MAHASISWA KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH TERHADAP KEWASPADAAN STANDAR

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kedokteran (S.Ked)

OLEH:

MOHAMMAD WICAKSONO SULISTOMO NIM: 107103003836

Pembimbing

Dr. Mukhtar Ikhsan SpP (K), MARS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/ 2010 M


(4)

iv

Laporan Penelitian berjudul PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU, MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH TERHADAP KEWASPADAAN STANDAR yang diajukan oleh Mohammad Wicaksono Sulistomo (NIM: 107103003836), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 14 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 14 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Pembimbing Penguji

dr.Muktar Ikhsan SpP (K), MARS dr. Bisatyo M, SpOT

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN


(5)

v

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih sayangnya terhadap hamba Allah juga makhluk lainnya memancar bagai pancaran sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Terhadap Kewaspadaan Standar.

Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari budi baik dan bimbingan orang lain. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan moriil dan bantuan penyusunan laporan penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan, peneliti sampaikan kepada :

1. Keluarga tercinta khususnya kedua orangtua DR.Dr.Astrid Sulistomo, MPH, SpOk dan Bambang Sulistomo SIP, MSi. Kakak-kakak yang saya banggakan dan saya hormati Adhyaksa Guna Sulistomo S.Sos dan Siti Widanirmala Sulistomo S.Kom

2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. DR.Dr.Syarief Hasan L, Sp.RM, selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf yang telah membantu dan segenap dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi peneliti.

4. Dr. Mukhtar Ikhsan SpP (K), MARS selaku Pembimbing Penelitian, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan membimbing peneliti dalam penyusunan laporan penelitian ini. Semoga Allah membalas semua budi baik bapak


(6)

vi telah diberikan.

6. Dina Nurul Istiqomah, Ricky Fathoni, Ichwan Zuanto, Rininta Anathasia Lopullisa yang selalu siap memberikan saran, dimintai pertolongan dan menemani dalam mengerjakan penelitian ini

7. Seluruh mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2005, 2006, dan 2007 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah bersedia menjadi responden sehingga penelitian ini dapat selesai.

8. Deaz Fotokopi yang bersedia membantu selama menjalani penelitian ini. 9. Teman-teman di luar Fakultas; Bai’atur Ridwan, Rizki Jovani, Fauzan Lubis,

Ebbes, Reza Syahputra, Putra Yudhistira, Syofruli Haroen, Bima Bayhaqi yang telah bersedia membantu menjalani penelitian ini

10. Seluruh teman mahasiswa program studi pendidikan dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki laporan penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

ع اسل ا و هت اك رب و ه ا ةمحرو كي

Jakarta, 14 Oktober 2010


(7)

vii

JUDUL ...i

LEMBAR PERNYATAAN ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...3

1.2. Permasalahan ...3

1.3. Hipotesis ...3

1.3.1 Tujuan Umum ...3

1.3.2 Tujuan Khusus ...3

1.4. Manfaat Penelitian ...4

1.4.1. Bagi Mahasiswa ...4

1.4.2. Bagi Peneliti ...4

1.4.3. Bagi Universitas ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1. Penyakit Infeksi Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan ...5

2.1.1. Cara Penularan ...6

2.1.3. Resiko Penularan ...7

2.2. Standard Precaution ...9

2.2.1 Definisi ...9

2.2.2 Riwayat Perkembangan ...9

2.2.3 Komponen ...11

2.3. Kerangka Konsep ...14

BAB III METODE PENELITIAN ...15

3.1. Desain Penelitian ...15

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...15

3.3. Populasi dan Sampel...15

3.3.1. Besar Sampel ...16

3.3.2. Cara Pemilihan Sampel ...17

3.4. Cara Pengumpulan Data ...17

3.5. Variabel Penelitian...17

3.6 Definisi Operasional...17

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ...18

3.6 Etika Penelitian ...18

BAB IV HASIL ...19

4.1. Karakteristik Responden ...19

4.2 Analisis Bivariat ...21

BAB V PEMBAHASAN ...24

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN...28

BAB VII. SARAN ...29

DAFTAR PUSTAKA ...30


(8)

viii

Halaman

Tabel 3.1. Tingkat Media Penularan Hepatitis B ...10

Tabel 3.2. Komponen Kewaspadaan Standar ...12

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik ...19

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku ...19

Tabel 4.3. Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan ...20

Tabel 4.4. Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Sikap ...20

Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Perilaku ...21

Tabel 5.1. Distribusi Responden yang Merasa Kurang Tersedianya Komponen Kewaspadaan Standar Oleh Pihak Pendidik ...22


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan pembangunan bangsa Indonesia tentunya pembangunan kesehatan merupakan salah satu aspek pembangunan yang perlu mendapat perhatian pemerintah Indonesia. Dewasa ini perkembangan fasilitas kesehatan begitu pesat, apalagi pemerintah membuka pintu agar pihak swasta turut berperan dalam pembangunan kesehatan antara lain dengan mengembangkan rumah sakit.

Saat ini jumlah Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta di Indonesia yang terdata di Departemen Kesehatan sampai akhir tahun 2004 berjumlah 1.246 buah dengan tenaga medis berjumlah 146.674 orang.1

Sesuai dengan Undang-Undang no. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dan Undang Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan khususnya Bab XII, pasal 164 - 166 tentang Kesehatan Kerja, maka upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan ataupun mudah terjangkit penyakit. Upaya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.2

Rumah sakit yang termasuk sektor industri jasa, juga tentu wajib menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Upaya pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan baik dari segi penyakit maupun dalam hal pelayanan kesehatan seperti diantaranya makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan risiko bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di sarana kesehatan. Selain itu perkembangan infeksi yang dapat ditularkan di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya yang dikenal dengan nama infeksi nosokomial, dapat terjadi antar pasien,3

dari pasien ke petugas, dari 1


(10)

petugas ke petugas, dari petugas ke pasien bertambah kompleks dimana transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airborne dan dengan kontak langsung. Terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis dan nonmedis) di sarana kesehatan pada umumnya karena tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita yang berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit seperti berkembangnya jenis-jenis baru kuman patogen, resistensi kuman penyakit dan lain sebagainya serta gangguan kesehatan menjadi risiko potensial terkena penyakit akibat kerja ataupun yang berhubungan dengan kerja.4

Terdapat banyak risiko untuk terjadinya kecelakaan kerja Rumah Sakit (RS), seperti; pihak Rumah Sakit yang tidak memenuhi prosedur sebagaimana mestinya, peralatan medis atau Alat Pelindung Diri (APD) yang mengalami kerusakan, dan lain-lain. Namun, risiko terbesar dalam sebuah kecelakaan kerja adalah perilaku pekerja itu sendiri. Perilaku seorang dokter dalam rumah sakit dalam menjaga dirinya dari penyakit akibat kerja, akan berhubungan dengan ilmu dan pengetahuannya mengenai K3RS yang diharapkan sudah diajarkan semasa kuliah, agar pada saat klinik, maupun bekerja di rumah sakit PAK seperti infeksi nosokomial, stres, dan pajanan dari zat-zat yang dapat merugikan kesehatan dapat dihindari.5

Untuk mengurangi risiko penularan penyakit akibat kerja di RS, salah satu penanggulanganya adalah menerapkan pencegahan standar (standard precaution). Standard precaution harus diterapkan seluruh pekerja di RS, termasuk mahasiswa/i. Penelitian yang dilakukan oleh Hudoyo pada petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur (2004) mendapatkan, dari pengamatan pada 114 responden yang melaksanakan tahapan kewaspadaan universal dengan benar pada setiap tindakan yang berisiko, hanya 49 tindakan dari total 268 tindakan dilaksanakan sesuai standar, sehingga nilai kepatuhan (compliance rate) hanya berkisar 18,3 %. Hanya 16,7% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang kewaspadaan universal, sedangkan riwayat tertusuk jarum bekas terjadi pada 84,2 % pekerja.5


(11)

Dengan mewabahnya penyakit HIV AIDS dan Hepatitis B & C yang penularannya melalui darah, besarnya tingkat tertusuk jarum bekas perlu diperhatikan agar dapat dicegah. Mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN-SH) yang bertugas di rumah sakit dalam menjalankan kepanitraan di RS juga mempunyai risiko terjangkit penyakit-penyakit menular di RS, sehingga perlu diketahui sikap, pengetahuan dan perilaku mahasiswa terhadap kewaspadaan standar.

1.2 Pemasalahan

Bagaimananakah tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa kedokteran UIN-SH terhadap kewaspadaan standar? Apakah terdapat perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa pendidikan dokter UIN-SH terhadap karateristik responden?

1.3 Hipotesis

Pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa pendidikan dokter UIN-SH yang sudah menjalani coass akan lebih baik tingkatannya dibandingkan yang belum menjalani coass. Hal disebabkan karena kurangnya pengalaman dan pembelajaran mahasiswa yang belum coass. Mahasiswi juga akan lebih baik tingkat pengetahuan, sikap, dan perilakunya terhadap kewaspadaan standar, karena perempuan mempunyai sifat dasar untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuhnya dibandingkan mahasiswa laki-laki.

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Meningkatkan upaya pencegahan penularan penyakit infeksi akibat kerja pada mahasiswa kedokteran UIN-SH di rumah sakit. 1.3.2 Khusus

1.3.2.1 Mengetahui tingkat pengetahuan terhadap pencegahan standar penyakit infeksi pada mahasiswa kedokteran UIN-SH.

1.3.2.2 Mengetahui sikap mahasiswa kedokteran UIN-SH terhadap pencegahan standar penyakit menular.


(12)

1.3.2.3 Mengetahui perilaku mahasiswa kedokteran UIN-SH terhadap pencegahan standar penyakit menular.

1.3.2.4 Mengetahui hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan standar penyaki infeksi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Peneliti

1.4.1.1 Pembelajaran melakukan penelitian sesuai dengan apa yang sudah dipelajari selama menjalani kuliah S1 kedokteran di UIN-SH

1.4.1.2 Mendapat pengalaman melakukan penelitian sehingga mampu melakukan penelitian-penelitian lain.

1.4.2 Bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN-SH 1.4.2.1 Meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pencegahan

kecelakaan kerja yang dapat merugikan tenaga kesehatan maupun pihak manajemen rumah sakit dengan mengimplementasikan kewaspadaan baku.

1.4.2.2 Agar mahasiswa dapat mengurangi faktor risiko terjangkitnya penyakit akibat kerja

1.4.3 Institusi (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah)

1.4.3.1 Merupakan masukan bagi fakultas dalam penerapan pengajaran prinsip-prinsip kerja aman bagi dokter.

1.4.3.2 Memberikan data kepada fakultas mengenai hasil pembelajaran mahasiswa kedokteran UIN-SH mengenai prinsip-prinsip kerja aman di RS selama ini.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit infeksi akibat kerja pada petugas kesehatan

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (seperti virus, bakteri atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka tusuk jarum, luka bakar) atau kimia (seperti keracunan), sedangkam penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan,5

yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

Banyak yang sering tertukar antara PAK dan penyakit yang berhubungan dengan kerja. Dalam hal ini yang menjadi dasar pembeda diantara keduanya adalah penyakit yang berhubungan dengan kerja mempunyai berbagai faktor-faktor penentu terjadinya suatu penyakit dan pekerjaannya hanya sebagai faktor-faktor memperberat bukan sebagai etiologi dari suatu penyakit.

Seperti yang disebutkan di atas penyebab terjadinya penyakit infeksi adalah agen biologis. Untuk pencegahannya sudah dikembangkan suatu standar yang disebut dengan “standard precaution” atau kewaspadaan standar yang akan dijelaskan di sub-bab selanjutnya. Sebagai dokter yang menangani pasien sangat rentan untuk terjadinya infeksi. Agen biologis berupa mikroba bakterium dapat menginvasi sel tubuh manusia. Kecilnya mikro organisme itu juga merupakan faktor sulitnya mencegah penyakit menular di lingkungan kerja, karena itu diperlukan upaya-upaya pencegahan yang efektif

Berikut ini adalah tabel yang merumuskan bahaya potensial yang dapat menyebakan penyakit infeksi


(14)

Tabel 2.1 Bahaya Potensial Yang Menyebabkan Infeksi

B

BIIOOLLOOGGII

 Virus:

- Hepatitis B, C

- HIV/AIDS

 Bakteri:

 Mikobakterium Tuberkulosis

 Jamur & Parasit

Sumber CDC 2007

2.1.1 Cara Penularan

Ada tiga cara penularan ataupun transmisi bagi agen untuk menginvasi sel tubuh manusia. Karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mencegah penularan pada ketiga jalur ini. Di sub-bab selanjutnya akan dijelaskan bagaimana cara menangani ketiga jalur penularan berikut.

Transmisi kontak

Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak langsung juga dapat terjadi antar dua pasien. Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan objek terkontaminasi yang berada di lingkungan pasien. Sebagai contoh, pasien dengan infeksi kulit atau mata yang mungkin menular (seperti herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya) memerlukan dilakukannya tindakan pencegahan kontak. 4


(15)

Transmisi melalui percikan (droplet)

Transmisi droplet terjadi melalui kontak konjungtiva atau membran mukosa hidung atau mulut orang yang rentan dengan droplet partikel besar yang mengandung mikroorganisme ( > 5 µm [mikron] ).2 Berbicara, batuk, bersin dan prosedur seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi dapat menyebarkan organism.4

Transmisi melalui udara (Airborne)

Transmisi infeksi melalui udara adalah transfer partikel berukuran ≤5 µm ke dalam udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu yang mengandung mikroorganisme yang menular. Partikel ini dapat tersebar dengan cara batuk, bersin, berbicara dan prosedur seperti bronkoskopi atau pengisapan lendir; dapat menetap di dalam udara selama berberapa jam; dan dapat disebarkan secara luas di dalam suatu ruangan atau pada jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus dan ventilasi dibutuhkan untuk mencegah transmisi melalui udara.4

2.1.2 Risiko penularan

Dalam suatu rumah sakit sebenarnya banyak pekerjaan ataupun seseorang yang merupakan faktor risiko terjadinya suatu penyakit infeksi. antara lain adalah: orang yang merawat pasien, orang yang menyiapkan instrumen, yang melakukan maupun membantu proses pembedahan, laboran, yang mencuci alat maupun pakaian perawatan, yang menjaga maupun membersihkan ruang perawatan, orang yang berkunjung, dan bahkan antar sesama pasien pun merupakan faktor risiko terjadinya penyakit infeksi. (5)

Secara garis besar dikatakan bahwa semua orang yang memasuki wilayah RS mempunyai faktor risiko terjadinya penyakit infeksi. Bisa


(16)

dilihat dari risiko-risiko yang ada di atas yang berhubungan dengan tenaga medis ataupun dokter harus memperhatikan keadaan dokter/mahasiswa saat:

Merawat atau memeriksa pasien

Saat seorang dokter tengah memeriksa pasien merupakan saat rentan terjadinya pajanan melalui udara maupun kontak secara langsung.

Menyiapkan, menggunakan maupun mencuci alat kesehatan

Salah satu hal yang paling sering dilupakan padahal tidak jarang, terjadi penularan penyakit secara kontak dengan alat-alat kesehatan. Karena itu baik yang menyiapkan, memasangkan, maupun membersihkan harus mengetahui cara supaya mengurangi risiko terkena penyakit menular. Yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah penggunaan alat suntik, yang dapat menularkan HIV/AIDS

Membantu proses pembedahan

Saat melakukan, maupun membantu proses penbedahan sangat besar kemungkinannya terjadi penyakit menular melalui kontak langsung, bisa melalui darah, kulit, dan jaringan-jaringan lain yang ada di tubuh kita.

Saat melakukan uji laboratorium

Uij laboratorium sangat sering sekali dilakukan di RS guna untuk membantu penegakan dignostik, namun harus hati-hati saat melakukannya karena biasanya yang pemeriksaan di bawah mikroskop, di dalam tabung lab, dan lain-lain merupakan sumber penyakit sehingga mudah menularkan penyakit kepada orang lain.

2.2 Kewaspadaan Standar 2.2.1 Definisi

Kewaspadaan Standar adalah penerapan yang dirancang untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme di fasilitas pelayanan kesehatan, baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.3


(17)

2.2.2 Riwayat perkembangan

Infeksi nosokomial merupakan salah satu ancaman bagi tenaga kesehatan dan pasien akibat dari tindakan medis yang dilakukan di rumah sakit. Pada tahun 1947 mulai diketahui bahwa tindakan medis dapat menularkan infeksi kepada pasien.

Pada tahun 1985 dikeluarkan Kewaspadaan Universal oleh Center for Diseases Control and Prevention (CDC) di Atlanta, Amerika Serikat sebagai petunjuk rinci upaya pencegahan penularan penyakit infeksi di rumah sakit untuk melindungi pasien dan tenaga kesehatan dari penularan penyakit infeksi melalui pelayanan kesehatan, yang merupakan pedoman perlindungan bagi tenaga kesehatan dari ancaman tertular infeksi seperti infeksi HIV yang tidak menampakkan gejala klinis pada awalnya dan infeksi lainnya melalui darah (seperti HBV, HCV) sehingga Kewaspadaan Universal harus berlaku untuk semua orang (pasien) dan petugas kesehatan tanpa memperhatikan sudah terinfeksi ataupun belum terinfeksi. 3

Kewaspadaan universal yang dimaksud adalah upaya pencegahan terhadap penularan infeksi HBV, HCV dan HIV secara parenteral melalui membran mukosa dan permukaan kulit yang tidak intak dengan memperlakukan semua darah, sekret vagina, air mani, cairan amnion dan cairan tubuh yang lain terkecuali feces, urin, keringat, dahak, ingus, air mata, muntahan tanpa campuran darah dari semua pasien sebagai sumber yang potensial untuk menularkan infeksi tanpa memperhatikan diagnosis maupun risiko pada pasien tersebut. 5

Sebagai contoh pada hepatitis B, tingkat penularan penyakit infeksi melewati cairan tubuh dapat dibagi sebagai berikut :


(18)

Tabel 2.2 Tingkat Media Penularan Hepatitis B

Tinggi Sedang Kecil / Tidak Terdeteksi

Darah Semen Urin

Serum Cairan vagina Feces

Eksudat dari luka Air liur Keringat

Air mata Air susu ibu Sumber CDC 2007

Tahun 1996 CDC mengeluarkan suatu pedoman baru dengan 2 pendekatan yaitu Kewaspadaan Standar (Standard Precaution) yang berlaku pada semua orang dan pasien pada fasilitas kesehatan dan pencegahan atas dasar transmisi penyakit, dimana berlaku pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Kewaspadaan baku dirancang untuk semua orang termasuk pasien, pengunjung dan petugas kesehatan tanpa peduli mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan baku berlaku untuk darah dan semua cairan tubuh baik sekresi ataupun ekskresi kecuali keringat, kulit non intak dan membran mukosa dengan maksud mengurangi risiko transmisi mikroorganisime yang telah diketahui maupun yang tidak diketahui sebagai sumber infeksi seperti pasien, benda terkontaminasi, jarum yang sudah terpakai dan spuit di dalam sarana kesehatan sebagai limbah pelayanan kesehatan. Yang dimaksud dengan limbah pelayanan kesehatan adalah setiap bahan buangan dari lingkungan pelayanan kesehatan dan kedokteran yang mungkin mengandung limbah klinis. Yang dimaksud dengan limbah klinis adalah limbah yang berasal dari praktek kedokteran, perawatan, kedokteran gigi, kedokteran hewan, farmasi atau praktek yang serupa, atau investigasi, pengobatan, perawatan, pengajaran atau penelitian, yang secara alamiah bersifat toksik, infeksius atau berbahaya, yang dapat menimbulkan potensi


(19)

bahaya atau memberikan ancaman, kecuali sebelumnya dikatakan aman dan tidak berbahaya. 3

Penerapan kewaspadaan baku merupakan strategi utama untuk mencegah infeksi nosokomial pada pasien di rumah sakit akibat tindakan medis dari pasien ke pasien lain atau petugas kesehatan. 3

2.2.3 Komponen Kewaspadaan Baku

Oleh karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus menular melalui darah seperti HIV dan Hepatitis B tidak menunjukkan gejala sebagai orang yang telah tertular, maka Kewaspadaan Standar dirancang untuk perawatan bagi semua orang (pasien, klien dan petugas) tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi ataupun tidak, termasuk bagi orang-orang yang baru terinfeksi dengan penyakit menular melalui cara lain dan belum menunjukkan gejala. Kewaspadaan Standar diterapkan untuk sekreta pernapasan, darah dan semua cairan tubuh lain, serta semua ekskreta lain (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membran mukosa. Penerapannya ditujukan untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dari sumber infeksi, baik yang telah diketahui ataupun tidak diketahui (misalnya, pasien, benda yang terkontaminasi, jarum dan spuit yang telah digunakan, dll) di

dalam sistem pelayanan kesehatan.5

Komponen utama kewaspadaan standar dan penerapannya

Komponen-komponen utama Kewaspadaan Standar dan penerapannya diuraikan pada Tabel 2. Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau kimia antara mikroorganisme dengan individu – baik untuk pasien rawat jalan, pasien rawat inap di rumah sakit atau petugas kesehatan – adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran infeksi (pelindung berperan untuk memutuskan siklus penularan penyakit). Sebagai contoh, tindakan-tindakan berikut ini bersifat melindungi terhadap penularan infeksi pada klien, pasien dan petugas kesehatan serta merupakan cara penerapan Kewaspadaan Standar:


(20)

Tabel 2.3 Penerapan Kewaspadaan Standar: Komponen Utama

MENCUCI TANGAN (atau menggunakan antiseptik / handsrub)

 Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang terkontaminasi

 Segera setelah membuka sarung tangan

 Di antara kontak pasien

 Sebelum dan sesudah melakukan tindakan invasif

 Setelah menggunakan toilet

SARUNG TANGAN

 Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang terkontaminasi

 Untuk kontak dengan membran mukosa/ selaput lendir dan kulit yang tidak utuh

 Sebelum melakukan tindakan invasive

MASKER, KACA MATA, PELINDUNG WAJAH

 Melindungi membran mukosa mata, hidung dan mulut terhadap kemungkinan percikan, ketika

akan kontak dengan darah dan cairan tubuh.

GAUN

 Melindungi kulit dari kontak darah atau cairan tubuh yang mungkin akan terkena percikan.

 Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan prosedur tindakan yang melibatkan kontak

dengan darah atau cairan tubuh

LINEN

 Menangani linen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau membran mukosa

 Jangan merendam terlebih dahulu linen kotor di wilayah perawatan pasien

 Jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor.

 Segera ganti linen yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh.

PERALATAN PERAWATAN PASIEN

 Menangani peralatan yang terkontaminasi dengan benar untuk mencegah kontak langsung dengan

kulit atau membran mukosa /selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian atau lingkungan

 Cuci dan disinfeksi peralatan bekas pakai sebelum di gunakan kembali

KEBERSIHAN LINGKUNGAN

 Perawatan pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bila perlu

BENDA TAJAM

 Hindari menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa, maka dilakukan dengan

tehnik satu tangan.

 Hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai.

 Hindari membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum dengan tangan

 Masukkan instrument tajam kedalam wadah yang tahan tusukan dan tahan air.

RESUSITASI PASIEN

 Gunakan penghubung mulut (mouthpiece/Goedel), Ambubag atau alat ventilasi lain untuk

menghindari resusitasi mulut ke mulut secara langsung.

PENEMPATAN PASIEN

 Isolasi pasien yang dapat mencemari lingkungan atau tidak dapat menjaga kebersihan diri dan lingkungan di dalam ruangan khusus (ruang isolasi)


(21)

Pertimbangan praktis

 Memperlakukan setiap orang (pasien atau petugas) sebagai individu yang potensial menularkan dan rentan terhadap infeksi.

 Cuci tangan – prosedur paling penting untuk pencegahan pencemaran silang (dari orang ke orang atau dari objek yang tercemar ke orang)

 Menggunakan sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh – kulit yang luka, membran mukosa, darah, cairan tubuh sekreta dan ekskreta atau peralatan kotor dan bahan sampah yang tercemar – atau sebelum melakukan prosedur invasif.

 Menggunakan Alat Pelindung Diri/APD (sarung tangan, masker muka, kacamata dan celemek pelindung) jika ada kemungkinan tertumpah atau terpecik cairan tubuh (sekreta dan ekskreta), seperti membersihkan peralatan dan barang-barang tercemar.

 Menggunakan antiseptik berbasis alkohol untuk membersihkan kulit atau membran mukosa sebelum pembedahan, membersihkan luka, serta melakukan penggosokkan tangan surgical handsrub;

 Mempraktekkan cara kerja aman, seperti tidak memasang kembali penutup jarum, atau membengkokkan jarum dan menjahit dengan jarum tumpul.

 Pembuangan sampah infeksius ke tempat yang aman untuk melindungi dan mencegah penularan atau infeksi kepada masyarakat. 3

Memproses peralatan, sarung tangan dan barang-barang lain dengan terlebih dahulu melakukan dekontaminasi, pencucian peralatan dan kemudian melakukan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi, sesuai prosedur yang direkomendasikan.


(22)

2.3 Kerangka Konsep

Pembelajaran

kewaspadaan

standar

Lingkungan:

Ketersediaan APD di

Institusi

Pembelajaran di institusi

mahasiswa:

Angkatan

Jenis kelamin

Pengetahuan, sikap, dan

perilaku mahasiswa terhadap

kewaspadaan standar

M


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan analisis komperatif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di lingkungan fasilitas pendidikan kedokteran UIN-SH, baik di dalam kampus, maupun di RS pendidikan. Penelitian dimulai pada bulan Juli tahun 2010 hingga bulan November 2010

3.3 Populasi dan sampel

Target adalah mahasiswa yang sedang atau akan menjalani kepanitraan di klinik, populasi yang terjangkau adalah mahasiswa kedokteran UIN-SH (angkatan 2005 sampai 2007). Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

Inklusi

 Merupakan mahasiswa/mahasiswi program studi pendidikan dokter UIN-SH.

 Bersedia menjadi responden dengan mengisi dan menandatangani informed consent.

Eksklusi

 Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.


(24)

3.3.1 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus : Zα² x P(1-p)

n1 = --- L²

n2 = n1 + (10% x n1) n1 = Besar sampel

n2 = Besar sampel ditambah subtitusi 10%

Subtitusi adalah pengganti responden yang mungkin “drop out”

α = Batas kemaknaan, biasanya diambil 5 %

Zα = Nilai dari standar distribusi normal sesuai nilai α (untuk α = 5%), pada

tabel 2 arah (two tailed) di dapatkan nilai 1,96

p = Mahasiswa yang mengetahui tentang kewaspadaan standar dengan baik

sejumlah 50 %

Prevalensi ini diambil 50 % karena berdasarkan beberapa tinjauan pustaka sebelumnya, prevalensi umumnya terjadi pada mahasiswa kedokteran dan belum pernah dilakukan serta dipublikasikan di Indonesia.


(25)

3.3.2 Cara Pemilihan Sampel

Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan random table. 3.4 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data diambil dengan pembagian kuisioner yang harus diisi dengan lengkap dan diawasi langsung oleh peneliti. Kuesioner untuk menilai pengetahuan mengenai kewaspadaan standar, adalah kuesioner yang sudah baku digunakan pada pelatihan pencegahan infeksi oleh Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Indonesia , dan kuesioner mengenai sikap dan perilaku, juga sudah di validasi pada penelitian terdahulu yang dilakukan di suatu Rumah Sakit.

3.5 Variabel Penelitian Variabel independen:

 Tahun angkatan mahasiswa/i yang bersangkutan

 Jenis kelamin mahasiswa/i yang bersangkutan

Variabel dependen:

 Sikap, pengetahuan, dan perilaku mahasiswa/i yang bersangkutan

3.6 Definisi operasional

 Tahun angkatan dilihat dari tahun terdaftarnya sebagai mahasiswa. Kategori sedang coass terdiri dari angkatan 2005 dan 2006, sedangkan katergori calon coass terdiri dari angkatan 2007.

 Jenis kelamin dibagi atas laki-laki dan perempuan

 Sikap dinilai dari hasil jawaban benar pada pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap mahasiswa/i

o >80% = baik

o 60% - 80% = cukup o <60% = buruk


(26)

 Pengetahuan dinilai dari hasil jawaban benar pada pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan mahasiswa/i

o >80% = baik

o 60% - 80% = cukup o <60% = buruk

 Perilaku dinilai dari hasil jawaban benar pada

pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku mahasiswa/i

o >80% = baik

o 60% - 80% = cukup

o <60% = buruk

3.7 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisis data secara deskriptif menggunakan program SPSS 17.0

3.8 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas dasar sukarela dari populasi yang dijadikan sampel, kerahasiaan yang terjamin, dan tidak ada tindakan invasif sehingga tidak membahayakan responden.


(27)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengikut sertakan 98 mahasiswa UIN-SH sebagai responden. Semua mengisi kuesioner secara lengkap, sehingga tidak ada yang dieksklusi.

4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden hanya dibagi atas jenis kelamin mahasiswa dan responden yang sedang coass (angkatan 2005 dan 2006), dan calon coass (angkatan 2007). Pada tabel 4.1 di bawah ini disajikan distribusi responden berdasarkan kedua karaktersitik tersebut.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik Jumlah

(n=98)

Persen (%)

Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

39 59

60.2 39.8

Status mahasiswa

Calon coass Coass

59 39

60.2 39.8

Pada tabel di atas terlihat, bahwa lebih banyak perempuan (60,2%) yang menjadi responden, dibandingkan laki-laki (39,8%). Sedangkan responden yang sudah menjadi coass lebih sedikit daripada responden yang akan menjalani coass.

19


(28)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku

Karakteristik Jumlah (n=98) Persen (%)

Pengetahuan Kurang Cukup Baik 34 56 8 34.7 57.1 8.2 Sikap Kurang Cukup Baik 11 28 59 11.2 28.6 60.2 Perilaku Kurang Cukup Baik 10 18 70 10.2 18.4 71.4

Ket: kurang = <60=kurang, 60-79.7=cukup, >80=baik

Berdasarkan tabel di atas, persentase dari mahasiswa/i UIN SH dari angkatan 2005-2007 secara keseluruhan, yang mempunyai tingkatan pengetahuan baik terhadap kewaspadaan standar 8,2%, yang berpengetahuan cukup adalah 57,1%, sedangkan yang pengetahuan kurang adalah 34,7%. Sikap terhadap kewaspadaan umum lebih baik, karena sikap kurang terhadap kewaspadaan standar hanya ditemukan pada 11,2% responden, cukup 28.6%, dan yang masuk kategori sikap baik adalah 60,2%. Perilaku terhadap kewaspadaan standar juga pada umumnya baik, karena yang termasuk dalam kategori kurang 7.2% dan yang termasuk kategori baik adalah 71,4%. Pada penilaian perilaku ada hal lain yang diperhatikan juga, yaitu tersedianya alat-alat atau komponen kewaspadaan standar oleh institusi pendidikan. Untuk masalah ini akan dibahas lebih lengkap pada pembahasan


(29)

4.2. Hasil Analisis Bivariat

Dilakukan analisisi bivariat untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden dengan karakteristik responden. Untuk hal ini tingkat PSP kurang dan cukup dijadikan satu dan dibandingkan dengan tingkat PSP baik.

Tabel 4.3. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan kurang/cukup

Penegetahuan baik

Odds ratio

Iterval kepercayaan

95%

p

n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 36 94.7 2 5.3 ref

Perempuan 54 90.0 6 10.0 2 0.4-10.5 0,404

Status mahasiswa

Calon coass 56 94.9 3 5.1 ref

Coass 34 87.2 5 12.8 2.8 0.7-12 0.171

.

Berdasarkan tabel di atas baik mahasiswa sedang coass dan calon coass sama-sama mempunyai persentase yang tinggi untuk kategori kurang/cukup terhadap kewaspadaan standar yaitu 94.9% dan 87.2%. meskipun yang sedang menjalani coass sedikit lebih tinggi persentase kategori baik-nya yaitu 12.8% berbanding dengan 5.1% tetapi tidak bermakna (p = 0,171) (p>0,05).

Berdasarkan tabel di atas, tidak ditemukan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan laki-laki dengan perempuan, karena p = 0,404 (p>0,05). Mahasiswa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai persentase yang tinggi untuk kategori kurang/cukup terhadap kewaspadaan standar yaitu 94.7%

Sedang Coass

Int


(30)

dan 90%. meskipun mahasiswa perempuan sedikit lebih tinggi persentase kategori baik-nya yaitu 10% berbanding dengan 5.3%.

Tabel 4.4 Hubungan Karakterisik Dengan Tingkat Sikap

Sikap kurang/cukup

Sikap baik Odds

ratio

Iterval kepercayaan

95%

p

n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 14 36.8 24 63.2 ref

Perempuan 25 41.7 35 58.3 0.82 0.36-1.9 0,634

Status mahasiswa

Calon coass 35 59.3 24 40.7 ref

Coass 4 10.3 35 89.7 12.8 4-40 0.000

Berdasarkan tabel di atas, tampak terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat sikap terhadap kewaspadaan standar pada mahasiswa sedang coass dan calon coass. Mahasiswa sedang coass mempunyai sikap baik 12,8 kali dibandingkan calon coass (OR=12,8, p= 0,000). Mahasiswa yang sedang coass, 89.7% menunjukkan sikap baik, sedangkan untuk calon coass 40.7%.

Pada tabel di atas, tampak proporsi mahasiswa laki-laki dan perempuan yang menunjukkan sikap baik terhadap kewaspadaan standar, tidak jauh berbeda, yaitu 60.3% dan 58.3%. meskipun yang laki-laki sedikit lebih tinggi persentase kategori baik-nya namun tidak bermakna (p>0,05)

Sedang Coass Sedang Coass


(31)

Tabel 4.5 Hubungan Karakterisik Responden Dengan Tingkat Perilaku

Perilaku kurang/cukup

Perilaku baik Odds

ratio

Iterval kepercayaan

95%

p

n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 10 25.6 18 41 Ref

Perempuan 18 30.5 41 69.5 0.542 0.3-1.4 0.194

Status mahasiswa

Calon coass 23 39 36 61 Ref

Coass 5 12.8 34 87.2 7.6 2.7-21.7 0,000

Berdasarkan tabel di atas, tampak perbedaan yang bermakna antara perilaku baik terhadap kewaspadaan standar antara mahasiswa sedang coass dan calon coass (p=0,000). Perilaku kategori baik untuk mahasiswa yang sedang coass adalah 87.2%, sedangkan calon coass tahun ini adalah 61.0%. Mahasiswa yang sedang coass, perilaku baik 7,6 kali dibandingkan mahasiswa calon coass.

Pada tabel di atas juga dapat dilihat, bahwa perempuan lebih tinggi persentase yang masuk kedalam kategori baik, yaitu 69.5%, dibandingkan laki=laki hanya 41% namun belum dapat dikatakan berbeda bermakna (p=0,194)

Sedang Coass


(32)

BAB V. PEMBAHASAN

Orang yang menerima maupun memberikan perawatan kesehatan baik di rumah sakit maupun klinik mempunyai risiko terkena penyakit infeksi, kecuali menerapkan kewaspaadaan untuk pencegahan infeksi tersebut. Penyakit infeksi yang terjadi di RS adalah masalah yang signifikan dan berkembang di seluruh dunia. Contohnya, infeksi yang terjadi di RS angka kejadiannya berkisar antara 1% untuk di negara-negara bagian Eropa dan Amerika Serikat, dan 40% lebih di sebagian Negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika.5

Salah satu yang berperan penting dalam masalah ini adalah pendidikan, banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi karena rendahnya pendidikan orang yang bersangkutan terhadap kewaspadaan standar. Di Amerika ditemukan lebih dari 800.000 luka tusuk jarum setiap tahunnya. Akhirnya dilakukan usaha dan edukasi yang bertujuan untuk menurunkan angka luka tusuk jarum. Usaha itu antara lain adalah:

 Mengurangi penggunaan jarum suntik yang tidak perlu dan tidak aman.

 Memberikan pelatihan kepada petugas untuk segera membuang jarum yang telah pakai ke dalam tempat sampah khusus kedap jarum tanpa menutupnya terlebih dahulu sepertiga dari angka kejadian tusuk jarum adalah saat pekerja melakukan penutupan jarum suntik.

 Menempatkan tempat sampah kedap jarum di tempat yang terjangkau.

Bagaimanapun juga di berbagai negara berkembang yang masih sangat minim pengetahuan dan kesadarannya terhadap kewaspadaan standar, risiko terjadinya infeksi terhadap tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan negara lainnya. Terlebih lagi beberapa komponen kewaspadaan standar tidak dapat dilakukan pada pihak yang mempunyai tingkat ekonomi yang rendah, karena terbatasnya sarana dan fasilitas. Untuk menutupi kekurangan itulah para pekerja kesehatan wajib memahami dan menerapkan kewaspadaan standar semaksimal mungkin saat bekerja. 5


(33)

Menurut hasil penelitian, pengetahuan mahasiswa kedokteran UIN-SH mengenai kewaspadaan standar masih tergolong rendah yaitu dari 98 responden yang terdiri dari mahasiswa angkatan 2005-2007 yang diambil secara acak, 90 orang atau 91.8% mempunyai tingkat pengetahuan mengenai kewaspadaan standar yang termasuk kategori kurang/cukup atau yang hasil tesnya kurang dari 80. Pada data didapatkan semakin tinggi angkatan semakin besar pula persentase yang masuk kategori baik. Mungkin ini memang disebabkan karena perbedaan pengalaman dan juga tenaga ajar di RS yang lebih banyak mengajarkan maupun memberikan contah yang baik terhadap kewaspadaan standar.

Perbandingan pengetahuan antara mahasiswa yang sedang coass dan calon coass, perbedaannya tidak cukup bermakna. Yang masuk kategori baik di mahasiwa sedang coass adalah 12.8% dan calon coass adalah 5.1%. Menurut tabel chi-square perbedaan persentase ini dengan jumlah responden yang demikian, tidak bermakna. Begitu juga perbandingan laki-laki dan perempuan dari hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dari segi pengetahuan terhadap kewaspadaan standar.

Perilaku mahasiswa terhadap kewaspadaan standar pada mahasiswa kedokteran UIN-SH tergolong cukup baik dimana 60.2% termasuk kategori baik. Namun terdapat perbedaan yang bermakna antara mahasiswa yang sedang coass dengan calon coass. Didapatkan bahwa 40.7% mahasiswa calon coass yang masuk dalam kategori baik, sedangkan 89.7% mahasiswa sedang coass masuk kedalam ketegori baik dari segi perilaku terhadap kewaspadaan standar. Perbedaan ini menurut tabel chi-square merupakan perbedaan yang bermakna.

Hal di atas mungkin didapatkan karena lebih besarnya kesadaran mahasiswa yang sedang coass lebih besar karena telah menjalaninya secara langsung, dan mengerti bahaya dan ruginya akan kecerobohon yang dapat mengakibatakn infeksi di RS. Untuk masalah sikap laki-laki yang masuk kedalam kategori baik lebih tinggi sedikit dibandingkan perempuan, namun perbedaan ini tidak bermakna.

Penilaian perilaku kewaspadaam standar dalam penelitian ini hanya dilakukan berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner saja, memang ini adalah salah


(34)

satu kekurangan dalama penelitian ini. Menurut peneliti, untuk menilai perilaku sebaiknya adalah dengan pengamatan perilaku mahasiswa sehari-hari. Hasilnya adalah hanya 24 dari 98 mahasiswa (24.5%) yang masuk kedalam kategori baik terhadap kewaspadaan standar.

Hasil ini seperti yang disebutkan di atas dinilai dari hasil jawaban kuesioner yang diberikan. Di sini hanya yang mendapatkan nilai 100% yang masuk kategori baik. Menurut peneliti adalah karena perilaku menjadi tujuan utama pelatihan ataupun pengajaran tentang kewaspadaan standar, dan juga terjadinya infeksi tidak dapat diduga. Apabila perilakunya hanya mendapat nilai 90%, bisa saja saat dimana 10%-nya itulah terjadi hal yang tidak terduga. Bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain, baik itu pasien atau tenaga kerja kesehatan lainnya (contoh: petugas kebersihan).

Ditemukan perbedaan bermakna antara yang sedang coass dan calon coass, dimana mahasiswa yang sedang coass terdapat 46.2% yang masuk kedalam kategori baik, dan untuk mahasiswa calon coass hanya 10.2%. Dilihat berdasarkan jenis kelamin laki-laki mempunyai persentase sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga diambil kesimpulan bahwa perilaku terhadap kewaspadaan standar di Fakultas Kedokteran UIN-SH, antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan bermakna.

Di atas sudah disinggung bahwa kenapa mahasiswa tidak melakukan kewaspadaan standar yang sesuai adalah mungkin keterbatasan alat yang disediakan oleh institusi pendidikan, baik dari kampus maupun pihak rumah sakit. Berikut adalah tabel yang menunjukan berapa jumlah mahasiswa yang merasa tidak dapat menjalani kewaspadaan standar karena keterbatasan alat dari pihak institusi pendidikan, baik itu universitas maupun rumah sakit.


(35)

Tabel.5.1 Distribusi Responden Yang Merasa Kurang Tersedianya Komponen Kewaspadaan Standar Oleh Institusi Pendidikan.

Ket: Apabila terdapat 1 atau lebih jawaban dari 5 pertanyaan yang menyatakan kurang tersedianya komponen kewaspadaan standar maka dianggap masuk kategori “kurang tersedia”.

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa yang merasa kurang tersedianya komponen kewaspadaan standar baik di rumah sakit (untuk mahasiswa sedang coass) maupun di kampus (untuk mahasiswa calon coass) adalah sebesar 18.4%. Jika dihubungkan dengan perilaku mahasiswa UIN-SH terhadapa kewaspadaan standar, maka kita akan mendapatkan hasil seperti berikut: dari 98 mahasiswa FK UIN-SH 70 (71.4%) masuk kategori perilaku baik terhadap kewaspadaan standar, dan 28 (28.6%) masuk ke kategori kurang/cukup. Namun dari ke 28 mahasiswa tersebut 18 (64.3%) diantaranya merasa tidak dapat menerapkan kewaspadaan standar dengan baik karena keterbatasan alat yang disediakan oleh institusi pendidikan.


(36)

VI.KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan terhadap kewaspadaan standar mahasiswa kedokteran UIN-SH 8.2% yang tergolong baik 8.2%, cukup 57.1% dan kurang 34.7%.

2. Tingkat sikap terhadap kewaspadaan standar mahasisawa kedokteran UIN-SH yang tergolong baik 60.2%, cukup 28.6% dan kurang 11.2%. 3. Tingkat perilaku terhadap kewaspadaan standar kedokteran UIN-SH

yag tergolong baik 71.4%, cukup 18.4% dan kurang 10.2%.

4. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mahasiswa sedang coass dengan calon coass, namun terdapat perbedaan bermakna pada sikap dan perilaku antara mahasiswa yang sedang coass dan calon coass.

5. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara jenis kelamin mahasiswa dari segi pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap kewaspadaan standar.


(37)

VII. SARAN

1. Mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai kewaspadaan standar.

2. Sikap dan perilaku mengenai kewaspadaan standar perlu ditingkatkan, dengan supervisi dari staf pengajar, maupun staf Rumah Sakit, agar mahasiswa dapat terlindung dari penularan penyakit infeksi di tempat kerja

3. Mahasiswa perlu disediakan alat pelindung diri yang cukup, agar dapat menunjukkan perilaku kewaspadaan standar yang baik


(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . Data fasilitas kesehatan di Indonesia

tahun 2004 . Diunduh dari :http://www.departemenkesehatanRI.com. diakses

pada bulan Februari 2010

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia,

nomer 36, tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N. Panduan Pencegahan Infeksi untuk

Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. JNPKKR/POGI dan JHPIEGO. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2004

4. CDC. Standard Precaution Guidelines .Diunduh dari :

http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/gl_isolation_standard.html. accessed in February 2010

5. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Modul Pelatihan Pencegahan Infeksi,

JNPKKR/POGI dan JHPIEGO. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2004

6. Judisthira, Stefanus, Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Perilaku

Kewaspadaan Baku Dengan Kejadian Luka Tusuk Jarum Pada Tenaga Kesehatan Rumah Sakit “ X ” , Propinsi Banten, Tesis Program Studi Magister Kedokteran Kerja, FKUI, 2007


(39)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mohammad Wicaksono Sulistomo Tempat, Tgl Lahir : Jakarta, 28 Februari 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. KH Muhasyim Buntu no.45 RT13/RW06 Kel. Cilandak

Kec. Cilandak Barat

Tlp/ Hp : (021) 7504044/0811967458 Email : s.sulistomo@yahoo.com

Riwayat Hasil Karya Ilmiah :


(1)

satu kekurangan dalama penelitian ini. Menurut peneliti, untuk menilai perilaku sebaiknya adalah dengan pengamatan perilaku mahasiswa sehari-hari. Hasilnya adalah hanya 24 dari 98 mahasiswa (24.5%) yang masuk kedalam kategori baik terhadap kewaspadaan standar.

Hasil ini seperti yang disebutkan di atas dinilai dari hasil jawaban kuesioner yang diberikan. Di sini hanya yang mendapatkan nilai 100% yang masuk kategori baik. Menurut peneliti adalah karena perilaku menjadi tujuan utama pelatihan ataupun pengajaran tentang kewaspadaan standar, dan juga terjadinya infeksi tidak dapat diduga. Apabila perilakunya hanya mendapat nilai 90%, bisa saja saat dimana 10%-nya itulah terjadi hal yang tidak terduga. Bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain, baik itu pasien atau tenaga kerja kesehatan lainnya (contoh: petugas kebersihan).

Ditemukan perbedaan bermakna antara yang sedang coass dan calon coass, dimana mahasiswa yang sedang coass terdapat 46.2% yang masuk kedalam kategori baik, dan untuk mahasiswa calon coass hanya 10.2%. Dilihat berdasarkan jenis kelamin laki-laki mempunyai persentase sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga diambil kesimpulan bahwa perilaku terhadap kewaspadaan standar di Fakultas Kedokteran UIN-SH, antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan bermakna.

Di atas sudah disinggung bahwa kenapa mahasiswa tidak melakukan kewaspadaan standar yang sesuai adalah mungkin keterbatasan alat yang disediakan oleh institusi pendidikan, baik dari kampus maupun pihak rumah sakit. Berikut adalah tabel yang menunjukan berapa jumlah mahasiswa yang merasa tidak dapat menjalani kewaspadaan standar karena keterbatasan alat dari pihak institusi pendidikan, baik itu universitas maupun rumah sakit.


(2)

Tabel.5.1 Distribusi Responden Yang Merasa Kurang Tersedianya Komponen Kewaspadaan Standar Oleh Institusi Pendidikan.

Ket: Apabila terdapat 1 atau lebih jawaban dari 5 pertanyaan yang menyatakan kurang tersedianya komponen kewaspadaan standar maka dianggap masuk kategori “kurang tersedia”.

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa yang merasa kurang tersedianya komponen kewaspadaan standar baik di rumah sakit (untuk mahasiswa sedang coass) maupun di kampus (untuk mahasiswa calon coass) adalah sebesar 18.4%. Jika dihubungkan dengan perilaku mahasiswa UIN-SH terhadapa kewaspadaan standar, maka kita akan mendapatkan hasil seperti berikut: dari 98 mahasiswa FK UIN-SH 70 (71.4%) masuk kategori perilaku baik terhadap kewaspadaan standar, dan 28 (28.6%) masuk ke kategori kurang/cukup. Namun dari ke 28 mahasiswa tersebut 18 (64.3%) diantaranya merasa tidak dapat menerapkan kewaspadaan standar dengan baik karena keterbatasan alat yang disediakan oleh institusi pendidikan.


(3)

VI.KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan terhadap kewaspadaan standar mahasiswa kedokteran UIN-SH 8.2% yang tergolong baik 8.2%, cukup 57.1% dan kurang 34.7%.

2. Tingkat sikap terhadap kewaspadaan standar mahasisawa kedokteran UIN-SH yang tergolong baik 60.2%, cukup 28.6% dan kurang 11.2%. 3. Tingkat perilaku terhadap kewaspadaan standar kedokteran UIN-SH

yag tergolong baik 71.4%, cukup 18.4% dan kurang 10.2%.

4. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mahasiswa sedang coass dengan calon coass, namun terdapat perbedaan bermakna pada sikap dan perilaku antara mahasiswa yang sedang coass dan calon coass.

5. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara jenis kelamin mahasiswa dari segi pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap kewaspadaan standar.


(4)

VII. SARAN

1. Mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai kewaspadaan standar.

2. Sikap dan perilaku mengenai kewaspadaan standar perlu ditingkatkan, dengan supervisi dari staf pengajar, maupun staf Rumah Sakit, agar mahasiswa dapat terlindung dari penularan penyakit infeksi di tempat kerja

3. Mahasiswa perlu disediakan alat pelindung diri yang cukup, agar dapat menunjukkan perilaku kewaspadaan standar yang baik


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . Data fasilitas kesehatan di Indonesia tahun 2004 . Diunduh dari :http://www.departemenkesehatanRI.com. diakses pada bulan Februari 2010

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia, nomer 36, tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. JNPKKR/POGI dan JHPIEGO. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2004 4. CDC. Standard Precaution Guidelines .Diunduh dari :

http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/gl_isolation_standard.html. accessed in February 2010

5. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Modul Pelatihan Pencegahan Infeksi, JNPKKR/POGI dan JHPIEGO. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2004

6. Judisthira, Stefanus, Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Perilaku

Kewaspadaan Baku Dengan Kejadian Luka Tusuk Jarum Pada Tenaga Kesehatan Rumah Sakit “ X ” , Propinsi Banten, Tesis Program Studi Magister Kedokteran Kerja, FKUI, 2007


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mohammad Wicaksono Sulistomo

Tempat, Tgl Lahir : Jakarta, 28 Februari 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. KH Muhasyim Buntu no.45 RT13/RW06 Kel. Cilandak

Kec. Cilandak Barat

Tlp/ Hp : (021) 7504044/0811967458

Email : s.sulistomo@yahoo.com

Riwayat Hasil Karya Ilmiah :


Dokumen yang terkait

Hubungan antara persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan dengan tipe perilaku merokok mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1 7 88

Perbedaan Derajat Depresi antara Mahasiswa Kedokteran Preklinik dengan Klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

2 11 60

Perilaku Vandalisme Pemustaka Di Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah Jakarta

1 23 109

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji ( fast food) tahun 2009

0 21 71

Gambaran Pemenuhan Standar Pencahayaan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014

3 48 115

Perbedaan sikap tentang tayangan iklan humor di Televisi antara mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

0 14 97

Respon Pengunjung Terhadap Layanan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

0 5 72

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku makan menyimpang pada mahasiswa di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

0 10 135

Gambaran Tingkat Pengetahuan, Perilaku Merokok dan Nikotin Dependen Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 19 155

Pengetahuan, Sikap, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015

3 22 57