Kebijakan Peningkatan Dayasaing Minyak Pala

98 yaitu: 1 lembaga produksi, 2 lembaga distribusi, 3 lembaga keuangan, 4 lembaga keswadayaan masyarakat, dan 5 lembaga advokasi kelembagaan pendukungpenyuluhan. Kelima kelembagaan tersebut perlu bersinergi untuk mencapai kondisi yang kondusif dengan mengurangi kesenjangan masing-masing kelembagaannya, khususnya dengan pendekatan kegiatan ekonomi produktif.

7.3. Kebijakan Peningkatan Dayasaing Minyak Pala

Kebijakan adalah suatu tindakan course of action, kerangka kerja frame work , petunjuk guideline, rencana plan, peta map atau strategi yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu dalam penelitian ini adalah meningkatkan dayasaing minyak pala di Indonesia yang makin turun dalam pasar internasional. Peningkatan dayasaing minyak pala sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha minyak pala, meningkatkan pangsa pasar, posisi tawar dan pendapatan pemerintah dan pemerintah daerah. Melalui peningkatan dayasaing diharapkan peran Indonesia di pasar internasional akan meningkat, bukan saja sebagai pemasok tetapi mempunyai peran yang lebih dominan dalam menentukan harga minyak pala. Perumusan kebijakan peningkatan dayasaing mengacu kepada faktor yang mendukung dayasaing dan strategi peningkatan dayasaing. Kebijakan yang dirumuskan berdasar pada permasalahan yang mengakibatkan turunnya dayasaing, kondisi industri minyak pala saat ini, dan kebijakan pengembangan minyak pala yang akan di evaluasi untuk meningkatkan dayasaing minyak pala. Perumusan kebijakan mengacu kepada hasil analisis AHP yang menunjukkan bahwa strategi penciptaan iklim yang kondusif dan pengembangan sarana dan prasarana memperoleh bobot tertinggi. Hal ini mempunyai makna kedua strategi tersebut didukung oleh dua strategi lainnya, yaitu pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif pelaku usaha dan peningkatan kualitas kelembagaan bila dilaksanakan mempunyai efek positif terhadap peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia. Keempat hal tersebut merupakan tolok ukur untuk merumuskan kebijakan yang akan dirumuskan. Seperti yang telah dipaparkan diatas untuk merumuskan 99 kebijakan dari empat strategi terpilih tersebut akan dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan, kondisi saat ini dan kebijakan yang telah ada serta rekomendasi kebijakan seperti yang disajikan pada Lampiran 14. Permasalahan mendasar dalam dayasaing minyak pala Indonesia meliputi 37 sub faktor penentu yang menggambarkan belum terciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan minyak pala, belum berkembangnya sarana dan prasarana dalam mendukung industri minyak pala, belum kompetitifnya sumberdaya manusia untuk menghadapi pasar global dan belum terbentuknya kelembagaan khusus untuk minyak pala. Kebijakan yang ada untuk menjawab permasalahan itu sudah tersedia akan tetapi kebijakan yang khusus untuk menjawab permasalahan industri minyak pala belum tersedia karena selama ini kebijakan yang ada bersamaan dengan kebijakan pengembangan minyak atsiri. Oleh karena itu kebijakan yang direkomendasikan merupakan evaluasi dari kebijakan saat ini dan lebih menyentuh pada permasalahan dayasaing minyak pala. Kebijakan yang akan direkomendasikan adalah sebagai berikut: 1 Penciptaan Iklim yang Kondusif Rekomendasi kebijakan dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif untuk mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: • Pemerintah memberikan kemudahan dalam mengembangkan industri hulu, antara dan hilir melalui kemudahan perizinan, permodalan, pemberian insentif pajak dan peraturan lain dalam investasi. • Membangun sistem agribisnis minyak pala secara terintegrasi yang dimulai dari sub sistem hulu sampai sub sistem hilir 2 Mengembangkan Sarana dan Prasarana bagi industri minyak pala Rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: • Membangun laboratorium untuk mengembangkan berbagai inovasi dibidang teknologi penyulingan. • Membangun pusat pembibitan tanaman pala serta pembangunan industri alat penyulingan minyak pala. 100 • Mendirikan pusat standarisasi bahan baku dan produk antara minyak pala. 3 Pengembangan Sumberdaya Manusia Pelaku Usaha Rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan sumberdaya manusia dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: • Meningkatkan kemampuan dan kemampuan manajemen perusahaan untuk bersaing dipasar global melalui pengembangan kewirausahaan. • Mengembangkan kemampuan peneliti dan pelaku usaha dalam melakukan inovasi dan diversifikasi kegunaan minyak pala. • Meningkatkan kemampuan petani untuk menghasilkan bahan baku yang kontinyu dan mutu yang seragam. 4 Kelembagaan Industri Minyak Pala Rekomendasi kebijakan untuk kelembagaan industri minyak pala dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: • Meningkatkan peran lembaga penelitian dalam mengembangkan inovasi teknologi penyulingan minyak pala. • Mengembangkan perusahaan perkebunan swastaperkebunan rakyat agar menghasilkan bahan baku minyak pala yang kontinyu dengan mutu yang seragam dan • Membentuk lembagaasosiasi industri minyak pala sebagai wadah pemersatu untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan bersaing dipasar global. Berdasarkan kebijakan diatas disusun rencana kerja operasional untuk meningkatkan dayasaing minyak pala Indonesia sebagaimana disajikan pada Lampiran 15. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi kebijakan peningkatan dayasaing minyak pala,yaitu: 1 nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan usaha dapat didistribusikan kepada pihak-pihak yang terlibat secara proporsional, 2 volume produksi disesuaikan dengan perkembangan pasar dan produktivitas lahan yang tersedia, 3 penerapan inovasi dan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran dapat menjamin kuantitas dan kualitas produk, dan 4 keberadaan usaha penyulingan minyak pala dapat 101 memberikan lapangan dan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, sekaligus mendorong perkembangan usaha ekonomi lainnya untuk mensinergikan dayasaingnya. DAFTAR PUSTAKA Amiaty, RE. 2006. Kredit bagi UMKM antara Mitos dan Realitas. http:www. kompas.comkompas-cetak060428ekonomi2612327.htm [26 Nov 2006]. Andriani. 1999. Analisis Keunggulan Komparatif Kompetitif dan Dampak Kebijakan Pemerintah pada Usaha Meubel [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anggabarata R. 2004. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Madu Murni dan Minuman Madu di Pusat Perlebahan Nasional Pusbahnas Parungpanjang, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 1999. The World Competitiveness Yearbook, dalam Competi- tiveness of the Manufacturing and Agroindustrial Sectors in the Caribbean with focus on Dominica, Guyana, Saint Vincent and the Grenadines and Trinidad and Tobago. http:www.eclac.cl publicaciones xml 010000 carg0576.pdf [26 Nov 2006]. Armen, B.F. 2001. Deterpenasi Minyak Pala nutmeg oil dengan Metode Ekstraksi Metanol. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Indikator Perekonomian Indonesia. Edisi Bulan Oktober Tahun 2000. Jakarta: Biro Pusat Statistik. _____. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 1998-2002. Ekspor- Impor. Jilid I. Jakarta: Biro Pusat Statistik. _____. 2004. Indonesian Statistic Year Book 2000-2003. Jakarta: Biro Pusat Statistik. _____. 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 2005. Ekspor-Impor. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Balai Besar Industri Agro. 1994. Peningkatan Peluang Pasar Minyak Atsiri Melalui pengembangan Teknologi dan Proses Derivatnya dalam Seminar Sehari Minyak Atsiri Indonesia. 9 Jun 2004. Bogor. Balai Besar Industri Agro Budiharsono, S. 2001. Analisis Prioritas, Alokasi Anggaran, Monitoring dan Evaluasi Proyek Pembangunan. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Sekretariat Jenderal. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 Cho DS and Moon HC. 2003. From Adam Smith to Michael Porter. Evolusi Teori Dayasaing. Jakarta: Salemba Empat. Dilon D. 2003. Nutmeg Processing and Marketing in Grenada: www.fao.orgdocrepV4084Ev4084e03.htm - 24k [ 26 Nov 2006] Didu, S M. 2000. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agoindustri Kelapa Sawit untuk Perekonomian Daerah. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ditjen Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2001- 2003: Pala. Jakarta: Deptan. Ditjen Industri Kecil. 1983. Petunjuk teknis Manuskrip Standard SII untuk minyak Pala. Jakarta. Ditjen Industri kecil. Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen Bogor: IPB Press. [FAO] Food Agriculture Organization. 1994. Nutmeg and Derivates. http:www .fao.orgdocrepV4084E v4084e03.htm - 24k [2 Nov 2006]. Friyadi, A. 2002. Isolasi Miristisin dan Minyak Pala Myristica fragrans dengan Metode Penyulingan Uap [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gunawan MM. 2004. Sistem penunjang Keputusan Pra Rancang Bangun Industri Intermediate Minyak Pala [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanan, A. M. 2003. Sambutan Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah. Makalah Seminar Alih Teknologi Dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Agrobisnis. Jakarta: Meneg UKM. _____. 2003. Business Gathering dan Workshop tentang Langkah Nyata Dukungan Teknologi dan Permodalan untuk Usaha Kecil Menengah pada 3 Juli 2004 . Jakarta Haridian G. 2002. Sistem Penunjang keputusan Perencanaan dan Pengembangan Agroindustri Pala. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Bogor: Institut Pertanian Bogor. 106 Intal, PS 1996. A Frame Work for Agroindustrial Restructuring for international Competitiveness. PIDS. Manila [ISO] International Organization for Standarization 9000. 2000. http:www. indokes.comsm_mutu_lab_1.html [4 Jan 2005]. Kadariah, Lien K, Clive G. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian FE-UI. Kasryno F, Simatupang P. 1990. Comparative Advantege and Protection Structure of the Livestock and Foodstuff Subsectors in Indonesia. Center for Agri-Economic Research.Bogor: Agency for Agricultural research and Development. Kenneth F. 1990. Spices. Condiments and Seasoning. New York. AVI Book. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Kuncoro, Mudrajad, Artidiatun A, Rimawan P. 1997. Ekonomi Industri. Edisi Kesatu. Jakarta: Widya Sarana Informatika. Lembaga Penelitian IPB. 2004. Proceeding Lokakarya Peran Penelitian dalam Pembangunan Pertanian; Bogor. http:bima.ipb.ac.idLEMlppm.html. [5 Jan 2007]. Lutony TL, Rahmawati Y. 2002. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta. Penebar Swadaya. Malian AH, Rachman B, Djulin A. 2004. Permintaan Ekspor dan Dayasaing Panili di Propinsi Sulawesi Utara [penelitian]. Bogor: Puslitbang Sosek Pertanian. Manurung, TR. 2002. Kiat-kiat Mendapatkan peluang dan Mengatasi Hambatan dalM peningkatan Ekspor Minyak Atsiri dalam Seminar Sehari Minyak Atsiri Indonesia. 9 Jun 2004. Bogor: Balai Besar Industri Agro. Mc.Gaw D R, Paltoo V. 2000. Chemicals From Crops for St. Kitts-Nevis. http:www.cavehill.uwi.edubnccdesknconferencepapersDRMcGaw.h tml.[Okt 2006]. Mohammad, H.A., M. Fauzi dan Ramli, A. 1999. Interactions Between Malaysian and Indonesia Oalm Oil Industries: Simulating the Impact of Liberalization of Imports of CPO from Indonesia , Journal of Pal, Research vo. 11 no. 2. Moskowitz H, dan GP. Wright. 1979. Operations Research Techniques for Management. Prentice-Hall Inc. 107 Munandar, J.M. 2001. Key Determinant of Export Competitiveness of the Indonesia Palm Oil and Tea Agroindustries, The Faculty of the Graduate School, Univ. of the Los Banos Philipina. Novianti T. 1995. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Pengusahaan Kokon sebagai Bahan Baku Benang Sutera Alam dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik BSD. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nugraha A. 2003. Studi Pengembangan Agroindustri Minyak Pala Nutmeg Oil di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurdjanah N, Wahyudi A, Risfaheri. 1990. Perkembangan Penelitian Minyak Atsiri Sekunder Cengkeh, Pala, Kemukus, Kapulaga, Lada. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan Vol. VI 1: 54-58. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Oryzanti P. 2003. Sistem Penunjang Keputusan Kelayakan Investasi Agroindustri Minyak Pala di Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Porter M.E.1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press. Prawirosentono, S. 1994. Model Pendekatan atas Sumberdaya Manusia Indonesia. Jakarta, IKAPI Priyadharsini, S. 2005. Strategi Penciptaan Keunggulan Bersaing Produk Jamu Asli Indonesia untuk Pasar Ekspor [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Purseglove JW, Brown EG, Green GL, Robbins SRJ. 1981. Spices Volume I. New York: Longman. Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta. Penebar Swadaya. Risfaheri, E. Mulyono 1992. Pascapanen Pala. didalam Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Volume VIII No. 1 p. 31-42. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Rodriguez, A.K. 2003. Market Survey of Plant based-fragrances in Grenada. Natural Rescources International. London http:www.itdg.orgdocs technical_information_servicenutmeg_mace.pdf 108 Saaty, TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang kompleks. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Saaty, TL. 1996. The Seven Pillars the Analytic Hierarchy Process. Proceeding of the Fourth International Symposium on the Analytic Hierarchy Process. Canada Sitorus H F. 2004. Mempelajari Penyulingan Biji pala Kering dari berbagai Kelas Mutu dan Ukuran Rajangan terhadap rendemen Mutu Minyak Pala [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Subagyono, D. 2006. Pengembangan kelembagaan komoditas rempah dan biofarmaka untuk mendukung kebangkitan komoditas rempah dan biofarmaka nasional [Makalah]. Pertemuan Masyarakat Rempah Indonesia, 10 Agu 2006. Jakarta Sudaryanto, Tahlim, Passandaran E, Djauhari A. 1993. Pespektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tahardi J, S. 1999. Pengembangan Teknologi In Vitro melalui embriogenesis Somatik untuk Penyediaan Bibit Tanaman Perkebunan dalam Proceeding Simposium III Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, 2000. Wijayanti, Listyani, Sumaryono, Wahono. 2005. Kebijakan Riset dan Teknologi dalam Pengembangan Potensi Bahan Alam Indonesia . Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta. LAMPIRAN 104 Lampiran 1 Perkembangan industri minyak atsiri Indonesia tahun 1998 -2003 IK IM IB IK IM IB IK IM IB IK IM IB IK IM IB IK IM IB 1 Unit Usaha 771 9 2 1.102 29 9 243 28 8 181 15 6 3.510 30 8 4.169 32 9 Unit 2 Tenaga Kerja 2.452 315 229 5.670 940 1.957 420 1.108 2.237 362 640 1.096 17.534 1.250 1.921 21.370 1.351 2.263 Orang 3 Nilai Output 63.355 92.970 4.861 51.077 88.050 162.743 406 144.883 85.104 5.930 124.173 53.096 182.257 282.025 104.103 204.365 347.185 108.919 produksi Rp. Juta 4 Nilai Bahan Baku 35.150 48.061 2.977 15.498 43.737 76.105 221 73.848 53.157 2.498 82.346 32.024 50.472 153.441 70.168 50.014 190.489 80.031 Rp. juta 5 Nilai Tambah 24.066 28.594 1.407 33.262 39.289 65.637 178 60.911 19.186 3.432 29.584 15.695 118.167 107.663 23.327 138.970 130.459 20.721 Rp. juta Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan 2003 Keterangan: IK = Industri Kecil IM = Industri Menengah IB = Industri Besar 2002 2003 Uraian No. 1998 1999 2000 2001 105 Lampiran 2. Pohon industri pala Somaatmadja dan Herman, 1984 106 Lampiran 3 Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan pala Indonesia Keragaan Tahun 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 Luas Areal ha 12743 14169 22059 25467 28680 30218 32610 44468 Produksi ton 6350 7470 8158 9612 5005 10442 10883 13217 Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 Luas Areal ha 49333 50669 59723 55016 59975 57927 58551 58237 Poduksi ton 14634 14374 19138 16336 17952 18353 18603 15028 Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 Luas Areal ha 63270 61100 58671 63099 64652 63716 64855 68806 Produksi ton 14878 17982 14250 15072 15404 14718 15216 16882 Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Luas Areal ha 73161 72717 66394 62867 59954 60045 58387 59544 Produksi ton 16347 17316 20911 19182 19069 18565 19222 18428 Tahun 1999 2000 2001 2002 Luas Areal ha 59925 64033 59429 61558 Produksi ton 19359 20010 21616 23157 107 Lampiran 4 Negara Tujuan Ekspor Minyak Pala Indonesia Tahun 2001 - 2005 No. Negara 2001 2002 2003 2004 2005 trend US000 US000 US000 Ton USS Ton USS 2001-2005 1 USA 10.979 6.266 8.017 251 5.591 340 8.611 -5.82 2 Singapura 1.516 597 1.164 207 1.372 327 2.664 21.65 3 Jerman 335 1.015 810 53 1.433 30 755 21.81 4 Inggris 904 582 705 44 620 33 682 -8.88 5 Perancis 424 442 407 46 516 20 548 6.88 6 India - 1 2 11 56 13 270 - 7 Spanyol 51 36 403 - - 13 270 -12.39 8 Meksiko - - - 56 214 56 230 - 9 Jepang 8 - - 115 130 4 228 - 10 Ukraina - - - - - 5 138 - 11 Turki - 7 33 89 362 25 107 - 12 Australia 1 - 8 11 59 16 87 - 13 Belanda 218 167 61 28 457 4 81 -9.34 14 Malaysia 226 10 64 4 84 3 56 -6.69 15 Switzerland 45 87 27 5 101 14 43 4.63 16 Uni Emirat Arab - - - - - 3 43 - 17 Kanada - - 7 - 8 5 33 - 18 Italia 53 14 19 1 17 1 27 -11.49 19 China - - 7 34 103 10 25 - 20 Afrika Selatan 20 7 17 - - 1 15 - 21 Brazil 3 41 - 1 26 - 10 19.52 22 Hongkong - - - 2 3 3 6 - 23 Thailand - - - - - - 1 - 24 Pakistan - - 2 - - - - - 25 Kuwait - - - - 6 - - - 26 Philipina - - - - 4 - - - 27 Taiwan, China - - - - 5 - - - Total 14.783 9.272 11.753 958 11.167 926 14.930 100.00 108 Lampiran 5 Perbedaan kondisi industri minyak pala Indonesia dengan Grenada No. Parameter Indonesia Grenada 1. Bahan baku Jenis Pala: East Indian Nutmeg dan Mace terdiri dari pala banda, Siau, Patani, Ternate dan Pala Tidore. Fuli mempunyai aroma yang lebih kuat dan warna yang lebih terang karena kandungan safrole dan miristis in yang lebih tinggi Jenis Pala: West Indian Nutmeg dan Mace Fuli mempunyai aroma yang lebih lemah dan warna yang lebih pucat karena kandungan safrole dan miristisin yang lebih rendah sehingga flavour fuli lemah Purseglove 1981. 2. Perkebunan Perkebunan rakyat memasok 99.63 produksi pala nasional sedangkan perkebunan negara dan perusahaan perkebunan swasta sebesar 0.37 Perkebunan dikembangkan bersama-sama oleh perusahaan berskala besar dan petani dengan skala kecil. 20 volume produksi biji pala dihasilkan oleh perusahaan skala besar 3. Budidaya Tanaman berbuah setelah 5-7 tahun tanam. Bibit diperoleh dari biji tanaman pala Tanaman berbuah setelah 3-5 tahun tanam, bibit diperoleh dengan okulasi tanaman pala yang mempunyai produktivitas tinggi 4. Pasca panen Dilakukan oleh petani atau pedagang pengumpul • Biji pala direndam, kemudian digelondongkan diatas saringan terbuat dari kawat untuk memisahkan mace dari biji pala • Mace dan fuli dijemur, dikemas, kemudian dijual ke pedagang besar biji pala untuk pala tua dan ke usaha penyulingan untuk pala destilasi Dilakukan oleh station unit pengumpul dan pengolahan • Mace dilepaskan dari biji pala, dicuci kemudian dikeringkan • Biji pala dikeringkan, dikelompokkan grading, dan dikemas. Siap untuk dipasarkan eksport 109 Lanjutan lampiran 5. No. Parameter Indonesia Grenada 5. Penyulingan Sistem uap, kukus dan kombinasi antara kukus dan uap kohobasi. Waktu yang diperlukan 30 – 48 jam Sistem uap 6. Pasar Utama USA, Singapura, Turki Kuwait BPS 2005 Belanda, Jerman Barat, Inggris, belgia, Kanada 7. Produksi Produsen minyak pala terbesar di dunia 70-75 Produsen minyak pala kedua terbesar 20- 25 8. Kontribusi terhadap perekonomian negara kecil Sumber devisa utama 9. Kelembagaan Asosiasi Eksportir Minyak Atsiri APINDO Asosiasi Pala Indonesia GCNA Grenada Cooperative Nutmeg Oil Perwakilan Asosiasi Minyak Pala di Luar Negeri 10. Peran Pemerintah Mengembangkan alat penyulingan yang lebih efisien melalui lembaga penelitian Pengembangan kluster minyak atsiri Pengadaan alat penyulingan dengan kapasitas produksi 32,000 kg minyak pala Pengolahan lebih lanjut limbah sisa penyulingan minyak pala untuk memperoleh mentega pala nutmeg butter 11. Sifat minyak Pala bobot jenis, indeks bias, residu penguapan yang lebih tinggi dan putaran optik yang lebih rendah karena mengandung terpene dalam jumlah lebih kecil. bobot jenis, indeks bias, residu penguapan yang lebih rendah dan putaran optik yang lebih tinggi karena mengandung terpene dalam jumlah lebih besar. Bobot Jenis 1515 T 0.865 – 0.925 0.659 – 0.865 Putaran Optik 15 T 8 – 30` 25045 – 38032 110 Lanjutan lampiran 5. No. Parameter Indonesia Grenada Indeks Bias 20 T 1.479 – 1.488 1.469 – 1.472 Kelarutan dalam alkohol 90 0.5 : 3 2: 3 Sisa Penguapan 1.0-1.5 0.2-0.3 Miristisin aroma tajam, α - pinene, safrole Lebih tinggi sehingga memberikan aroma lebih tajam Lebih sedikit Sabinenaroma lada Lebih rendah lebih tinggi. Kandungan terpen lebih rendah sehingga aroma minyak pala terasa khas dan aroma khas rempah-rempah menjadi tajam. Spicy pedas, warmly hangat, slightly camphoraceous sedikit aroma kamfer, sweet manis, pungent menyengat, woody, mint lebih tinggi sehingga aroma minyak pala menyerupai minyak terpentin; aroma khas rempah- rempah menjadi kurang tajam. 12. Komposisi Kimia nama senyawa α -pinen 18,0 - 21,2 10,6 - 12,6 Camphene 0,2 - 0,4 0,2 ß-pinen 9,3 - 17,7 7,8 -12,1 Sabinene aroma lada 15,4 - 44,1 49,6 - 50,7 lebih tinggi Myrcene 2,2 - 2,9 2,5 – 2,8 a-Phellandrene 0,4 - 1,0 0,4 – 0,6 a-Terpinene aroma lime 0,8 - 2,5 1,8 – 1,9 Limonene 2,7 3,6 3,1 – 3,3 1,8-cineole 1,5 - 3,2 2,3 – 2,5 ?-Terpinene 1,3 - 6,8 1,9 – 3,1 P-Cymene 0,3 - 2,7 0,7 – 3,2 Terpinolene 0,6 - 2,6 1,2 – 1,7 Trans sabinenHydrat 0,3 - 0,6 0,3 – 0,8 Copaene 0,2 - 0,3 0,3 Linalool 0,2 - 0,9 0,4 - 0,9 Cis-sabinene Hydrate 0,2 - 0,6 0,2 - 0,7 Cis-P-menth-2en-ol 0,1 - 0,5 0,1 - 0,4 Terpinen-4ol 2,0 - 10,9 3,5 - 6,1 Safrole 0,6 - 3,2 0,1 - 0,2 Methyl eugenol 0,5 - 1,2 0,1 - 0,2 Eugenol 0,3 - 0,7 0,2 Elemicin 0,3 - 4,6 1,3 - 1,4 Miristicin 3,3 - 13,5 lebih tinggi 0,5 – 0,8 Sumber : Smith dan Anand 1984, Sunanto, 1993, Heat 1981, Purseglove 1981, Dilon D. 1992, BPS 2005, Nurasyik, 2005, diolah 111 Lampiran 6 Hasil identifikasi usaha perkebunan dan industri penyulingan minyak pala di Kabupaten Bogor dan Sukabumi 1. Nama Perusahaan U.D. CINTA DAMAI Alamat Jl. Bogor Sukabumi Km 15 Ciherangpondok, Kab. Bogor Telp 0251 248369, 7160879 Contact person: Pahrudin HP 08129392333 Jumlah pegawai 6 orang Kapasitas Produksi 4 unit penyulingan kapasitas 600 kg terbuat dari stainlesstell 2 dalam kondisi rusak Bahan bakar yang digunakan minyak tanah Produksi: 1,4 ton minyak palabulan Parameter Proses Tekanan boiler 1 kgcm2 Lama penyulingan 30 jam Rendemen Minyak Rendemen penyulingan biji pala dan fuli pala dengan perbandingan 85:15 dihasilkan rendemen 13-14 Kendala yang dihadapi Bahan baku terbatas sedangkan jumlah permintaan besar Belum tersedia lembagaasosiasi pelaku usaha minyak pala 2. Nama Perusahaan CV MITRA MUDA MANDIRI Alamat Pabrik: Jl.Raya Bogor Sukabumi Km 2, Ciketereg, Kab. Bogor Telp. 0251 911005908889037712 Kantor: Kompleks Pakuan II. Jl. Dahlia I No. 18 Tajur Bogor Telp. 0251-347035 334760 Contact person: Rahmat Hidayat Syam, SE 081386050205081399511229 Email: rhspalarhspala.com ; rhspalayahoo.com Jumlah pegawai 6 orang Kapasitas Produksi 3 unit penyulingan kapasitas 250 kg terbuat dari stainlesstell Bahan bakar yang digunakan minyak tanah Produksi:2 ton minyak palabulan Parameter Proses Tekanan boiler 1 kgcm2 Lama penyulingan 30 jam dihitung saat tetes minyak pertama keluar Rendemen Minyak Rendemen penyulingan biji pala dan fuli pala dengan perbandingan 80:20 dihasilkan rendemen Pala bejo 15, pala media polong 13, pala campur 12, pala polong 10-11 Kendala yang dihadapi belum adanya alat pengukur kadar air pala kurang komunikasi antar sesama pelaku usaha karena lemahnya kelembagaan , keterbatasan bahan baku, teknologi masih tertinggal, rantai pemasaran tata niaga panjang 112 Lanjutan lampiran 6. 3. Nama Perusahaan PT. PAVETTIA ATSIRI INDONESIA Alamat Jl.Veteran III Desa Banjarsari Kecamatan Ciawi, Kab. Bogor Telp. 0251 240605 Contact person: Muhamad Syauki Jumlah pegawai 6 orang 10 orang plasma untuk bahan baku Total investasi Rp. 800 juta Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan kapasitas 400 kg terbuat dari stainlesstell Bahan bakar yang digunakan minyak tanah 220 l proses Produksi:1,5 - 2 ton minyak palabulan Parameter Proses Penyulingan uap langsung Tekanan boiler 3.5 bar Lama penyulingan 24 jam Rendemen Minyak Rendemen penyulingan biji pala dan fuli pala dengan perbandingan tertentu dihasilkan rendemen Pala bejo 15-17 Kendala yang dihadapi Penguasaan bahan baku Tata niaga minyak pala masih berupa kartel Pengumpul merangkap penyuling sehingga harga minyak pala sulit ditingkatkan 4. Nama Perusahaan - usaha kecil Alamat Jl. Ciherang Pondok , Batu Kembar, Desa Ciderum, Kabupaten Bogor Kontact Person: Iwan Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan kapasitas 600 kg terbuat dari stainlesstell Bahan bakar yang digunakan listrik dan minyak tanah Parameter Proses Tekanan pada saat proses penyulingan 1 kgcm2 Lama penyulingan 24-30 jam Rendemen Minyak Jenis bahan baku yang digunakan biji pala mutu BPW dengan rendemen penyulingan 8 – 13 113 Lanjutan lampiran 6. 5. Nama Perusahaan PD REMPAH SARI Alamat Jl.Cirendeu RT 0202 Desa Girijaya, Nagrak Kab. Sukabumi Contact person: Ujang Sopandi HP 081310195581 Jumlah pegawai 7 orang Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan kapasitas 250 kg terbuat dari stainlesstell Bahan bakar yang digunakan kayu bakar Produksi: 1,4 ton minyak palabulan Parameter Proses Tekanan boiler 1 kgcm2 Lama penyulingan 30 jam dihitung saat tetes minyak pertama keluar Rendemen Minyak Penyulingan biji dan fuli pala dengan perbandingan 80:20 dihasilkan rendemen 16 Kendala yang dihadapi Bahan baku terbatas sedangkan jumlah permintaan besar, Modal investasi 6. Nama Perusahaan Usaha Kecil Alamat Kampung Cijambe Kaler, Desa Sukaresmi Kec. Cisaat Kab. Sukabumi Contact person: Jajang Telp. 0266 236748 Jumlah pegawai 3 orang Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan kapasitas 500 kg terbuat dari stainlesstell Bahan bakar yang digunakan kayu bakar Produksi: 200 kg minyak palabulan Parameter Proses Penyulingan biji pala :Tekanan boiler 90 mmhg, Lama penyulingan 24 jam Penyulingan cangkang pala: tekanan 90 mmhg lama penyulingan 6 jam Rendemen Minyak Rendemen penyulingan 12 Rendemen penyulingan cangkang pala 1 Kendala yang dihadapi Bahan baku dan modal terbatas 7. Nama Perusahaan UD PUTRA MANDIRI Alamat Jl. Raya Ciapus Batugede, Tamansari Bogor Kontact person: Solihin Bahan baku yg dihasilkan 500 kg s.d 1200 kg biji pala basahhari musim panen, 3 bulan 1 kali 300 kghari tidak musim panen Atau 8 tonbulan musim panen 5 tonbulantidak musim panen Harga bahan baku Biji pala basah Rp. 6.800kg Biji pala kering ukuran besar Rp. 22.000kg Biji pala kering ukuran kecil Rp. 30.000kg Biji pala ukuran campur Rp. 26.000kg Fuli kering Rp. 57.000kg 114 Lanjutan lampiran 6. No. Parameter Temuan Dampak Terhadap Efisiensi dan kualitas 1. Aspek Budidaya • Benih • Pemeliharaan • Skala Usaha Benih disiapkan sendiri oleh petani berasal dari biji pala berkualitas baik Tidak dipelihara secara khusus, hanya penyiraman pada saat tanaman masih kecil untuk mencukupi kebutuhan tanaman akan air berkisar 0.25 ha – 1 ha dan hanya merupakan usaha sampingan Produktivitas dan kualitas biji pala kemungkinan besar akan lebih rendah jika dibandingkan dengan bibit yang berasal dari cangkok tanaman pala yang berkualitas baik Kualitas dan kuantitas buah pala lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman pala yang menerapkan teknik budidaya Tingkat efisiensi rendah sehingga biaya produksi menjadi tinggi, akibatnya keuntungan yang diperoleh petani lebih rendah 2. Pasca Panen Buah pala jatuhan dikumpulkan kemudian dijual ke pedagang pengumpul. Di pedagang pengumpul dilakukan pemisahan daging buah dan biji. Biji dan fuli dijemur diatas tampahlantai jemur selama 2-3 hari kemudian dikemas kedalam karung plastik. Biji pala destilasi berjamur dikarenakan proses pengeringan yang belum sempurna kadar air masih tinggi, lebih dari 12. Tingkat kematangan buah pala tidak seragam sehingga pala destilasi yang dihasilkan kualitasnya rendah. Sebaiknya buah pala dipetik langsung dari pohon dengan memperhitungkan dari masa pembungaan 3 bulan 115 Lanjutan lampiran 6. 3. Penyulingan Pala destilasi dengan mutu tidak seragam disuling dengan cara penyulingan uap atau kombinasi antara kukus dan uap. Tekanan yang dipergunakan 1atm dengan kapasitas ketel penyulingan 300-600 kg. Waktu yang diperlukan 30 – 48 jam Tingkat efisiensi rendah, biaya produksi menjadi tinggi, akibatnya keuntungan yang diperoleh penyuling lebih rendah. Untuk rendemen dan kualitas minyak pala yang baik hendaknya penyulingan dilakukan menggunakan bahan baku dengan mutu yang seragam, teknik penyulingan dengan metode peningkatan tekanan secara bertahap 0 atm – 1.5 atm. Dengan kondisi tersebut waktu penyulingan dapat dipersingkat menjadi 13 – 15 jam. 4. Pengemasan di tingkat penyuling Menggunakan jerigen plastik dan drum Komposisi kemasan akan mempengaruhi kualitas minyak pala karena jika bereakksi dengan kemasan minyka pala akan mengalami oksidasi sehingga akan menimbulkan bau tengik pada minyak yang ditunjukkan pada saat pengujian mutu bilangan asam lemak bebas dan peroksidanya akan meningkat. Hendaknya drum kemasan minyak pala dilapisi aluminium untuk mencegah terjadinya reaksi antara minyak pala dan kemasannya 5. Transportasi Saat pengangkutan, penyuling terkadang tidak memperhitungkan kondisi cuaca panas yang akan berpengaruh pada kualitas minyak pala. Cuaca panas akan menyebabkan proses oksidasi karena bereaksi dengan dinding drum minyak pala sehingga minyak pala menjadi tengik dan terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap. 116 Lanjutan lampiran 6. 6. Pengujian Mutu Pengujian mutu dilakukan oleh eksportir meliputi uji organoleptik bau, rasa dan warna, putaran optik, indeks bias. Uji miristisin dilakukan jika ada permintaan khusus dari negara tujuan dan dilakukan oleh laboratorium perusahaan ekspor. 7. Pemasaran Petani – pedagang pengumpul – usaha penyulingan- pengumpul minyak palaeksportir – eksportir – Negara importerindutsri pemakai Petani – koperasi pengumpul sekaligus penyuling – negara importirindustri pemakai Sumber : Hasil survey pada perkebunan, penyulingan rakyat di Kabupaten Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat dan eksportir minyak pala. 117 Lampiran 7 Informasi pakar pada penelitian strategi peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia. No. Inisial Nama Jabatan Kepakaran yang diwakili 1. SK Staf Pengajar pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Penulis, dan Pakar dibidang minyak atsiri Akademisi 2. TRM Ketua Asosiasi Minyak Atsiri Indonesia Direktur PT Sarana Bela Nusa, Jakarta Eksportir minyak atsiri Praktisi 3. RF Kepala Seksi Perkebunan dan Peternakan, Direktorat Pemasaran Internasional, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian Birokrat 4. RH Tenaga Fungsional Bidang Agrobisnis untuk Pasar Eropa dan Amerika pada Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Departemen Perdagangan, Jakarta Birokrat 5. MY Direktur PT. Scent Indonesia, Jakarta Produsen, Pedagang dan Eksportir Minyak Atsiri Praktisi, Pengusaha 118 Lampiran 8 Kode program Matlab 7 untuk Metode Interpretative Structural Modelling ISM function issm function issm untuk menghitung keeratan hubungan driver power dan dependence menurut Eriyatno 1998 Copyright Dewi Darmayanti 2007 clear menanyakan ukuran matriks IV = inputNumber of variable = ; SSIM=zerosIV; Input untuk matriks SSIM for I=1:IV-1 for J=1:IV-I tmp = [Value of SSIM[ num2strI , num2strJ ] = ]; temp=inputtmp,s; if temp==V || temp == v SSIMI,J=1; elseif temp==A || temp==a SSIMI,J=2; elseif temp==X || temp ==x SSIMI,J=3; else SSIMI,J=0; end end end SSIM RM= zerosIV; Membuat Reachability Matrix RM for I=1:IV RMI,I=1; end for I=1:IV-1 for J=1:IV-I K=IV-J+1; if SSIMI,J==1 RMI,K=1; RMK,I=0; elseif SSIMI,J==2 RMI,K=0; 119 RMK,I=1; elseif SSIMI,J==3 RMI,K=1; RMK,I=1; else RMI,K=0; RMK,I=0; end end end RMF = RM; RM COUNT = 0; Membuat Reachability Matrix Final RMF berdasarkan aturan transitivitas for I=1:IV for J=1:IV if RMFI,J == 0 for K = 1:IV if RMFI,K == 1 I ~= K J~= K RMFK,J == 1 RMFI,J = 1; COUNT = COUNT + 1 ; display strcatreplaced RM,num2strI,,,num2strJ, by 1; break; end end end end end RMF Menghitung konsistensi Consistency = IVIV - COUNT IVIV sumcol = sumRMF; sumrow = sumRMF.; Menampilkan Dependence and Driver Power [Dependence,Level] = sortsumcol [DriverPower,Ranking] = sortsumrow plotbardata:,1=sumcol; plotbardata:,2=sumrow; 120 figure barplotbardata,group; title Dependece and Driver Power Plot; legendDependence,Driver Power; xlabelIndex variable ylabelValue 121 Lampiran 9 SSIM Final Sub Faktor Penentu Daya Saing Minyak Pala Indonesia Faktor Sumberdaya 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V A A X X V A A A A V 2 X X A A A A V A A A A 3 V V X X V V V V V X 4 V V X X V V V V V 5 V V A A V V V X 6 V V A A V V V 7 A A A A A A 8 V V A A X 9 V V A A 1 V V X 1 1 V V 1 2 X 1 3 Faktor Permintaan 8 7 6 5 4 3 2 1 1 X V V V V V V 2 A A A A A A 3 A A V V X 4 A A V V 5 A A A 6 A A 7 A 8 Keberadaan Industri terkait dan pendukung 7 6 5 4 3 2 1 1 A A A A A A 2 A A A A A 3 A A A X 4 A A A 5 V V 6 X 7 122 Lanjutan Lampiran Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan 4 3 2 1 1 A A X 2 A A 3 A 4 1.5. Peran Kesempatan 6 5 4 3 2 1 1 V X V V V 2 V A X V 3 A A A 4 V A 5 V 6 `1.6. Peran Pemerintah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V X V 2 A V X X A X A 3 V V V V V V 4 A V O X A 5 A V V V 6 A V X 7 A V 8 A 9 123 Lampiran 10 Daftar eksportir minyak pala Indonesia 1. P.T. Graha Negotama Mulia Produk: Nutmeg Oil Griya Hayam Wuruk Blok B11 Bandarlampung-Lampung Telp. 62-721 255986, 260435 Fax. 62-21 260435 e-mail: negotamaindo.net.id Kontak: Hamdan 2. P.T. Indowangi Nusajaya Produk: Nutmeg Oil Cemara Asri Jl. Cemara Boulevard Blok I-1 no. 149-151, Kabupaten Nias Medan- Sumatera Utara Cananga Oil Citronella Oil Nutmeg Oil Patchouli Oil Telp. 62-61 6626333 Fax. 62-61 6626333 e-mail: inwangiindowangi.co.id Website:http:www.indowangi.co.id Kontak: Tirta Salim Irani Cahaya 3. P.T. Karimun Kencana Aromatic Produk: Cananga Oil Kl. Kol Sugiono No.8 ABC Medan- Sumatera Utara Citronella Oil Cloveleaf Oil Telp. 62-61 4537077 Eugenol USP Fax. 62-61 4516178,4145 Isoeugenol Betacaryophylene, etc e-mail: karimunindosat.net.id Kaffir Lime Leaf Oil Website:http:www.indowangi.co.id Massoi Bark Oil Kontak: Petrus Arifin Nutmeg Oil Wilopo Patchouli Oil Vetiver Oil 4. P.T. Kartika Abadi, CV Produk: Cannamon Oil Jl. Yos Sudarso no. 38-40 Manado Clove Bud Oil original Nutmeg Oil Vanilla Oil Ektrak Original Telp. 62-431 852761, 08152330077 Fax. 62-431 865178 e-mail: kartikaabaditelkom.net Kontak: Beneviet A 124 Lanjutan 5. PT. Kelma Niaga Sampurna Produk: Cananga Oil Jl. Palem 2 Blok F 904. lantai 2 Citronella Oil Jakasampurna Bekasi Nutmeg Oil Jawa Barat Sandalwool Oil Telp. 62-21 8211680 Vetiver Oil Fax. 61-21 82430910 PT. Kelmacbn.net.id Kontak: Zulfattah Manurung Patchouli 6. PT. Nabateans Aromatic Produk: Citronella Oil Jl. Pori Raya No.1 Jakarta Massaoia Bark Oil Nutmeg Oil Telp. 62-21 4700163 Patchauli Oil Fax 62-21 47864045 e-mail: infonabateans.com Kontak: Y.P Panguhalan Palmarum 7. PT. Sarana Bela Nusa Produk: Cananga Oil Jl. Sinar Jaya no. 49 Jakarta Timur Citronella Oil Nutmeg Oil Telp. 62-21 4714735 Patchouli Oil Fax 62-21 4714736 e-mail: sbnindo.net.id Website: www.tradezone.comtradesitessaranabelanusa.html Kontak: T.R. manurung Panahatan 125 Lampiran 11 Kode program Matlab 7 untuk metode Analytical Hierarchy Process function VP=phaA function pha untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap tingkat hierarki keputusan menurut Saaty 1983 gunakan phaA dengan A adalah matriks perbandingan Copyright Dewi Darmayanti 2007 input untuk random indeks menurut Oarkridge Laboratory ri=[0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59]; cari ukuran matriks size_A=sizeA,1; rata-rata geometrik dalam setiap baris VE= prodA.1size_A mencari vektor prioritas VP VP = VE.sumVE mencari vektor antara VA=AVP VB = VA.VP mencari nilai eigen maksimum lambda_max = sumVBsize_A mencari indeks konsistensi, CI CI=lambda_max-size_Asize_A-1 Random indeks RI=risize_A mencari Rasio Konsistensi menggunakan random indeks CR=CIRI Menampilkan hasil tes konsistensi menurut kriteria display if CR 0.1 displayCONSISTENT else displayNOT CONSISTENT end 126 Lampiran 12 Input Gabungan Pakar untuk AHP filename buat data output fname = outputaverage.dat; L1=1; Faktor terhadap goal L2:,1=averagepha[1 2 1 12 13 2;1 6 3 4 5 2;1 3 7 6 12 5;1 3 13 4 12 2;1 3 7 6 12 5;1 2 13 12 1 14]; Sub faktor terhadap faktor sumberdaya L31:6,1=averagepha[1 15 18 18 12 12;1 2 12 13 12 14;1 5 3 4 2 7;1 3 13 12 2 3;1 3 13 12 2 3]; sub faktor terhadap permintaan L37:9,2=averagepha[1 5 3;1 13 12;1 14 13;1 12 1;1 12 1]; Sub faktor terhadap Industri pendukung L310:12,3=averagepha[1 4 3;1 5 3;1 13 12;1 13 5;1 3 7]; Sub faktor terhadap strategi perusahaan L313:14,4=averagepha[1 15;1 5;1 5;1 7;1 7]; sub faktor terhadap peran kesempatan L315:16,5=averagepha[1 1;1 3;1 5;1 3;1 3]; sub faktor terhadap peran pemerintah L317:20,6=averagepha[1 1 1 2;1 2 3 12;1 4 7 3;1 13 3 5;1 3 13 5]; Aktor terhadap subfaktor lahan L4:,1=averagepha[1 7 5 7 6 5 9;1 3 6 14 12 13 13;1 13 6 7 12 3 5;1 2 4 6 3 7 4;1 2 4 6 3 2 4]; Aktor terhadap subfaktor iklim L4:,2=averagepha[1 3 2 3 5 5 5;1 2 4 3 5 6 7;1 2 8 9 5 6 7;1 2 4 6 3 7 4;1 2 4 13 3 12 2]; Aktor terhadap subfaktor kontinyuitas bahan baku L4:,3=averagepha[1 12 12 4 2 12 12;1 13 2 13 12 1 13;1 13 3 5 12 2 4;1 4 2 1 4 12 2;1 1 2 4 4 12 2]; Aktor terhadap subfaktor bahan baku seragam L4:,4=averagepha[1 3 9 7 9 5 9;1 14 6 12 2 3 2;1 12 4 8 7 5 6;1 4 13 6 3 5 6;1 1 5 6 2 2 2]; Aktor terhadap subfaktor akses modal L4:,5=averagepha[1 4 3 6 4 3 6;1 2 14 3 13 1 4;1 12 13 5 2 4 3;1 13 4 3 5 12 2;1 1 4 3 5 14 2]; Aktor terhadap subfaktor kelembagaan L4:,6=averagepha[1 3 3 6 4 3 1;1 3 5 3 2 12 3;1 2 5 8 4 6 3;1 13 2 14 12 5 3;1 1 1 3 2 14 2]; Aktor terhadap subfaktor trend aromaterapi 127 L4:,7=averagepha[1 4 2 4 2 1 13;1 4 5 12 13 6 2;1 12 5 4 12 2 3;1 13 2 5 12 4 3;1 1 12 3 14 2 1]; Aktor terhadap subfaktor promosi ekspor L4:,8=averagepha[1 4 2 4 2 1 1;1 14 14 14 15 14 19;1 13 3 4 12 13 5;1 12 3 4 13 14 15;1 2 3 4 13 14 15]; Aktor terhadap subfaktor trend back to nature L4:,9=averagepha[1 1 3 4 3 4 3;1 12 12 17 16 13 18;1 14 12 2 13 4 3;1 13 2 3 12 4 5;1 1 1 3 12 4 5]; Aktor terhadap subfaktor dukungan lembaga penelitian L4:,10=averagepha[1 1 3 1 5 12 1;1 12 5 15 4 3 1;1 14 13 17 15 16 12;1 12 3 13 2 5 4;1 2 5 1 4 2 1]; Aktor terhadap subfaktor teknik budidaya tan. pala L4:,11=averagepha[1 4 12 1 4 1 4;1 16 2 15 14 12 13;1 2 7 3 6 5 4;1 3 7 2 4 5 6;1 3 7 2 4 12 6]; Aktor terhadap subfaktor ketersediaan perusahaan alat penyulingan L4:,12=averagepha[1 13 1 1 13 3 1;1 12 12 16 14 13 16;1 13 15 14 12 2 3;1 13 4 7 12 3 2;1 13 4 7 12 12 2]; Aktor terhadap subfaktor bersaing global L4:,13=averagepha[1 15 1 1 15 15 14;1 14 13 12 15 17 16;1 15 2 4 14 13 12;1 14 2 4 13 12 3;1 14 2 4 13 12 3]; Aktor terhadap subfaktor sistem agribisnis minyak pala L4:,14=averagepha[1 1 1 2 1 13 13;1 3 4 13 5 12 12;1 2 6 7 3 4 5;1 12 3 7 2 4 5;1 1 12 3 13 15 2]; Aktor terhadap subfaktor inovasi baru L4:,15=averagepha[1 12 2 13 12 2 2;1 12 1 15 3 2 12;1 12 5 13 4 2 3;1 14 12 15 13 3 2;1 12 13 14 14 15 1]; Aktor terhadap subfaktor diversifikasi kegunaan minyak pala L4:,16=averagepha[1 1 13 12 12 3 3;1 3 4 13 5 1 1;1 12 5 3 2 4 7;1 14 12 15 13 2 3;1 1 12 13 13 2 3]; Aktor terhadap pengembangan industri hulu antara hilir L4:,17=averagepha[1 12 1 1 18 14 13;1 1 2 14 15 13 12;1 2 3 4 5 7 6;1 13 12 4 2 5 3;1 3 2 6 4 1 1]; Aktor terhadap subfaktor kebijakan pemrintah dalam investasi L4:,18=averagepha[1 12 13 3 13 3 12;1 12 14 2 13 14 14;1 12 13 5 2 4 3;1 13 14 4 12 3 2;1 1 14 4 12 15 2]; Aktor terhadap subfaktor standar bahan baku L4:,19=averagepha[1 3 12 5 12 1 2;1 1 15 3 2 14 16;1 14 4 2 12 5 3;1 13 4 2 12 4 3;1 14 3 1 2 15 15]; Aktor terhadap subfaktor pengadaan bibit, alat dan teknologi penyulingan L4:,20=averagepha[1 1 12 2 3 2 1;1 1 12 12 5 2 2;1 2 6 6 3 7 4;1 2 7 3 4 5 8;1 1 2 14 13 12 2]; tujuan terhadap aktor petani pala L5:,1=averagepha[1 1 12 12 2;1 12 14 2 13;1 2 4 12 3;1 14 15 12 13;1 1 12 2 2]; tujuan terhadap aktor pengusaha industri minyak pala L5:,2=averagepha[1 1 12 12 3;1 2 12 4 12;1 5 5 7 6;1 2 14 3 2;1 1 12 2 2]; 128 tujuan terhadap aktor investor L5:,3=averagepha[1 1 12 12 3;1 12 14 13 15;1 2 12 5 3;1 1 13 3 4;1 1 12 3 3]; tujuan terhadap aktor lembaga penelitian L5:,4=averagepha[1 1 12 3 12;1 12 14 13 15;1 12 14 2 13;1 12 14 13 15;1 1 12 3 3]; tujuan terhadap aktor eksportir L5:,5=averagepha[1 1 12 12 3;1 12 15 13 15;1 2 3 4 5;1 12 3 6 5;1 1 13 2 2]; tujuan terhadap aktor pemerintah L5:,6=averagepha[1 1 12 14 3;1 13 15 14 16;1 13 12 14 15;1 12 15 14 14;1 1 12 3 3]; tujuan terhadap asosiasi L5:,7=averagepha[1 1 12 12 3;1 12 14 13 15;1 1 13 3 2;1 12 2 4 3;1 1 12 3 3]; strategi terhadap pangsa pasar L6:,1=averagepha[1 2 12 4;1 14 13 12;1 3 2 4;1 3 5 7;1 2 3 4]; strategi terhadap posisi tawar L6:,2=averagepha[1 2 12 4;1 17 12 2;1 12 13 2;1 5 8 3;1 2 3 4]; strategi terhadapmeningkatkan pendapatan petani dan pengusaha L6:,3=averagepha[1 2 13 5;1 14 13 12;1 2 12 3;1 3 5 7;1 2 4 5]; strategi terhadapmeningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara L6:,4=averagepha[1 2 12 4;1 15 14 12;1 13 12 2;1 2 13 12;1 1 4 5]; strategi terhadap tujuan optimalisasi sumberdaya L6:,5=averagepha[1 2 13 12;1 13 15 1;1 2 3 4;1 13 3 4;1 13 3 4]; L1T=L1 L2T=L2L1T L3T=L3L2T L4N=L4L3; L4T=L4NL2T L5T=L5L4T L6T=L6L5T Define file name Save result dlmwritefname, L1, roffset, 2, delimiter, \t, precision, 16; dlmwritefname, L1T, -append,roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L2, -append, roffset, 4, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L2T, -append,roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; 129 dlmwritefname, L3, -append, roffset, 4, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L3T, -append,roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L4, -append, roffset, 4, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L4N, -append,roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L4T, -append,roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L5, -append,roffset, 4, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L5T, -append,roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; Lanjutan dlmwritefname, L6, -append, roffset, 4, delimiter, \t, precision,16; dlmwritefname, L6T, -append, roffset, 2, delimiter, \t, precision,16; Plot hasil figure barhL2T titleLevel 2; xlabelBobot;ylabelObjek figure barhL3T titleLevel 3; xlabelBobot;ylabelObjek figure barhL4T titleLevel 4; xlabelBobot;ylabelObjek figure barhL5T titleLevel 5; xlabelBobot;ylabelObjek figure barhL6T titleLevel 6; xlabelBobot;ylabelObjek 130 Lampiran 13 Diagram bobot prioritas dengan metode AHP berdasarkan penilaian masing-masing pakar dan gabungannya Kriteria: Faktor 0,1315 0,0738 0,1315 0,2278 0,3616 0,0738 0,3806 0,0425 0,1602 0,1009 0,0643 0,2516 0,2899 0,1453 0,0322 0,0473 0,4144 0,0708 0,1602 0,0643 0,3806 0,0425 0,2516 0,1009 0,0886 0,0538 0,2436 0,1505 0,0886 0,3751 0,2452 0,0970 0,1396 0,1031 0,2621 0,1530 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 1 2 3 4 5 6 Bobot Pakar A Pakar B Pakar C Pakar D Pakar E Pakar gabungan 131 Lanjutan Kriteria : Sub Faktor Level 3 0,0043 0,0184 0,0479 0,0479 0,0065 0,0065 0,0470 0,0077 0,0191 0,0822 0,0180 0,0314 0,0380 0,1898 0,1808 0,1808 0,0211 0,0211 0,0211 0,0105 0,0306 0,0195 0,0519 0,0882 0,0519 0,1385 0,0069 0,0229 0,0126 0,1020 0,0168 0,0414 0,0841 0,0168 0,0482 0,0161 0,0698 0,0403 0,0240 0,1174 0,1104 0,0194 0,0470 0,0299 0,0733 0,0097 0,0177 0,0812 0,0465 0,0053 0,0174 0,0096 0,0394 0,0079 0,3454 0,0691 0,0389 0,0108 0,0037 0,0174 0,0251 0,0094 0,0608 0,0399 0,0155 0,0094 0,0161 0,0321 0,0161 0,1062 0,2471 0,0274 0,0372 0,0053 0,1887 0,0629 0,0266 0,0569 0,0119 0,0056 0,0139 0,0052 0,0336 0,0221 0,0086 0,0052 0,0134 0,0269 0,0134 0,1581 0,0679 0,0175 0,1316 0,0188 0,0664 0,0221 0,0988 0,0442 0,2115 0,0206 0,0344 0,0201 0,0744 0,0638 0,0316 0,0210 0,0261 0,0412 0,0297 0,0686 0,0448 0,0262 0,0773 0,0257 0,1906 0,0715 0,0582 0,0400 0,0292 0,0256 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Sub Faktor Bobot Pakar A Pakar B Pakar C Pakar D Pakar E Pakar gabungan 132 Lanjutan Kriteria: Aktor 0,1419 0,1463 0,1410 0,1371 0,1458 0,1480 0,1400 0,1169 0,1435 0,0985 0,2103 0,1238 0,1555 0,1515 0,1831 0,2862 0,0816 0,1575 0,1304 0,1024 0,0589 0,1886 0,2155 0,1056 0,2135 0,1366 0,0762 0,0641 0,1417 0,1660 0,0767 0,1029 0,1178 0,2349 0,1601 0,1595 0,1956 0,1013 0,1662 0,1437 0,1303 0,1034 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 1 2 3 4 5 6 7 Bobot Pakar A Pakar B Pakar C Pakar D Pakar E Pakar gabungan 133 Lanjutan Kriteria: Tujuan Level 5 0,1579 0,1579 0,2895 0,2957 0,0989 0,0812 0,1070 0,3017 0,1318 0,3783 0,3194 0,1716 0,2109 0,1489 0,1493 0,1483 0,2099 0,3584 0,1024 0,1810 0,2143 0,2143 0,3875 0,0919 0,0919 0,1777 0,1867 0,3289 0,1413 0,1654 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 1 2 3 4 5 Tujuan Bobot Pakar A Pakar B Pakar C Pakar D Pakar E Pakar gabungan 134 Lanjutan Kriteria: Strategi Level 6 0,2614 0,1574 0,4941 0,0871 0,0937 0,4109 0,3747 0,1207 0,3287 0,2436 0,3324 0,0953 0,4673 0,2707 0,1371 0,1249 0,4517 0,3266 0,1377 0,0840 0,3052 0,3050 0,2788 0,1110 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 1 2 3 4 Strategi Bobot Pakar A Pakar B Pakar C Pakar D Pakar E Pakar gabungan 135 Lampiran 14 Matriks rekomendasi kebijakan berdasarkan skala prioritas FaktorSub faktor Kondisi Saat ini Peraturan Kebijakan Pemerintah Kondisi yg diinginkan Implikasi kebijakan Ketersediaan bahan baku yang kontinyu • Bahan baku masih dikuasai oleh kelompok tertentu • Pala destilasi masih termasuk katagori produk pertanian yang boleh diekspor • Inefisiensi penggunaan alat penyulingan dibawah kapasitas , karena keterbatasan bahan baku • Kepemilikan lahantanaman pala umumnya sangat kecil sehingga kurang efisien - Ketersediaan bahan baku minyak pala sepanjang waktu kontinyu Regulasi pemerintah dibidang tataniaga pala Regulasi pemerintah tentang pembatasan ekspor pala destilasi Kualitas bahan baku yang seragam • Kebuntanaman pala umumnya masih diusahakan secara turun temurun dan belum menerapkan sistem budidaya tanaman pala yang baik. • Pasca panen belum dilaksanakan dengan baik • Saat ini dikenal 5 kelaskualitas biji pala • Biji pala kualitas rendah masih memiliki nilai jual • Alat pengukur kadar air biji pala belum tersedia. SNI untuk pala dan minyak pala Kualitas bahan baku yang seragam Tingkat rendemen yang dihasilkan tinggi Peningkatan kualitas SDM pelaku usaha dibidang teknik budidaya dan pasca panen tanaman pala 136 Lanjutan Ketersediaan lahan untuk pengembangan perkebunan pala • Pertumbuhan lahan tanaman pala 2.7 pertahun • Luas Perkebunan Besar Negara untuk tanaman pala menyusut • Saat ini lahan yang tersedia dan sesuai untuk perkebunan pala seluas UU No. 24 tentang Penataan Ruang Areal perkebunan tanaman pala meningkat jumlahnya Kebijakan yang ada terus dilaksanakan Perlu diterapkan lagi kebijakan rehabilitasi, intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan pala seperti yang pernah dilaksanakan di Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara pada PELITA I Ketersediaan dan kemudahan akses terhadap sumber daya permodalan • Pada aspek permodalan, sebagian besar petani, penyuling maupun pedagang memiliki modal kerja yang terbatas. • Perbankan masih menerapkan sistem agunan untuk UKM • Suku bunga bank yg berlaku sama dengan suku bunga kredit komersial Peraturan Bank Indonesia No. 96PBI2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum untuk percepatan pembiayaan kredit bagi UKM Persyaratan permohonan kredit bagi UKM lebih mudah Suku bunga bank yang diterapkan lebih rendah dari bunga kredit komersial Kebijakan yang ada terus dilaksanakan Ketersediaan kelembagaanasosiasi • Fungsi kelembagaan, pembiayaan, bengkel, supplier, sistem informasi pasar dan lain-lain masih belum berkembang. • Komunikasi antar sesama pelaku usaha masih kurang. • belum ada asosiasilembaga khusus untuk kelompok petani pala, pedagang pengumpul, pengusaha penyulingan minyak pala, asosiasi minyak pala • Indonesia belum menjadi bagian dari asosasi minyak pala dunia Kebijakan Pengembangan Kluster Minyak Atsiri oleh Departemen Perindustrian Kelembagaan Pelaku usaha minyak pala tertata dengan jelas Kebijakan yang ada terus dilaksanakan dan lebih menyentuh kepada pelaku usaha minyak pala 137 Lanjutan Iklim dan kondisi geografis yang mendukung budidaya tanaman pala Iklim dan kondisi geografis Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal Telah diterbitkan ”Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional” oleh Departemen Pertanian tahun 2002 yang disusun berdasarkan kesesuaian lahan, sumberdaya tanah, agoklimat, dan ketinggian tempat Pelaku usahainvestor dapat mengetahui wilayah2 yang sesuai untuk ditanami tanaman pala Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional oleh Badan Litbang Pertanian tahun 2002 dijadikan acuan dan lebih disosialisasikan kepada investor dan pelaku usaha PERMINTAAN Promosi ekspor • Promosi ekspor masih terbatas pada komoditas unggulan Departemen Perdagangan membentuk Badan Pengembangan Ekspor Nasional BPEN Departemen Pertanian membentuk Direktorat Pemasaran Hasil Pertanian Kebijakan yang ada terus dilaksanakan dan lebih menyentuh kepada pelaku usaha minyak pala 138 Lanjutan Adanya kecenderungan aromatherapy sebagai bagian dari gaya hidup • flavor dan fragrans dunia sebesar 5 per tahun sedangkan pasokan supply konstan. • Perkembangan pengobatan dengan aromaterapi yang sangat pesat. • Pendapatan perkapita dunia meningkat • Perluasan lahan perkebunan • meningkatnya kualitas SDM • Meningkatnya kapasitas produksi Kebijakan yang ada terus dilaksanakan Meningkatnya kesadaran konsumen untuk menggunakan senyawa alami dibanding senyawa sintetis back to nature • Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan • Konsumsi food supplement meningkat • Adanya kecenderungan kembali ke alam. Industri Pendukung dan terkait Dukungan lembaga penelitian pemerintah, swastaperusahaan, UKM untuk memecahkan masalah produksi bahan baku dan mengembangkan teknologi penyulingan minyak pala • Dukungan lembaga penelitian sudah cukup baik • Dukungan perusahaan alsintan baru terbatas pada memproduksi alat penyulingan bverdasarkan permintaan pemesan • Meningkatnya produktivitas bahan baku melalui perbaikan varietas, perbaikan lingkungan tumbuh pemupukan, pengolahan hasil • Meningkatnya produktivitas dan mutu minyak dan diversifikasi produk Ketersediaan perusahaan perkebunan perkebunan pala rakyat yang menerapkan teknik budidaya tanaman pala dan pengolahan pasca panen yang baik • Perusahaan perkebunan negara dan swasta yang ada justru mengurangi dan atau tidak lagi melakukan budidaya tanaman pala • Investor kurang berminat untuk investasi dibidang perkebunan pala Investor melakukan investasi dibidang perkebunan pala 139 Lanjutan Ketersediaan perusahaanindustri alat penyulingan minyak pala yang efisien • alat penyulingan didisain sendiri oleh pengusaha penyulungan kpd perusahaan alsitan • tingkat efisiensi sesuai keinginan penyuling • Peralatan produksi berupa ketel suling dan alat pembangkit uap masih pada tingkat teknologi sederhana.. • Perusahaan alat penyulingan belum tersedia. Teknologi industri pengolahan lebih maju kapasitas produksi lebih besar Strategi perusahaan, persaingan Kemauan dan kemampuan perusahaanpelaku usaha untuk bersaing secara global • Pengurusan perizinan, rantai tataniaga yang panjang serta adanya kartel yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. • Bisnis bersaing sehat belum sepenuhnya diterapkan pelaku usaha minyak pala khususnya pada saat munculnya pendatang baru usaha penyulingan. • beberapa perusahaan penyulingan sudah membuka wesite untuk bersaing global Membangun sistem agribisnis minyak pala • belum ada keterpaduan antara subsistem praproduksi, produksi, pascapanen dan pemasaran Peran Kesempatan Penemuaninovasi baru teknologi minyak pala Penemuan metode ekstraksi super kritis menghasilkan minyak pala dengan mutu lebih baik 140 Lanjutan Diversifikasi kegunaan minyak pala KEBIJAKAN PEMERINTAH Kebijakan pemerintah dalam mendorong pengembangan industri hulu, antara hilir Pengembangan industri minyak atsiri merupakan salah satu fokus kebijakan pemerintah Deperin mendorong pengembangan industri derivat dn cluster industri minyak atsiri Kebijakan pemerintah untuk menetapkan standar bahan baku pala dan bahan baku antara Kebijakan pemerintah dalam investasi UU Investasi memungkinkan HGU sd 95 tahun Fasilitasi pemerintah untuk pengadaan bibit tanaman pala, alat dan teknologi penyulimgan, pengembangan pasar Prosentase bantuan pemerintah untuk sarana, peralatan dan bibit pertanian baru 2,7 141 Lampiran 15 Rencana operasional peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia Nama Kegiatan : Peningkatan Dayasaing Minyak Pala Indonesia Nama Instansi : Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Kementrian Negara Usaha Kecil dan Menengah Unit Kerja Pelaksana : Departemen Perindustrian Lokasi Kegiatan : Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bogor dan Sukabumi sebagai pilot project Jangka Waktu : satu tahun Tujuan : 1. Meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha 2. Meningkatkan posisi tawar 3. Meningkatkan pangsa pasar 4. Meningkatkan pendapatan negara dan daerah Input : 1. Penelitian dan pengembangan 2. Peningkatan kualitas Sumberdaya manusia 3. Pengadaan sarana dan prasarana Output : 1. Teknologi inovasi dibidang penyulingan minyak pala yang efisien dan dapat diterapkan oleh pelaku usaha 2. Draft kebijakan dibidang investasi dan kemudahan perizinan 3. Terlatihnya pelaku usaha minyak pala dibidang kewirausahaan dan manajemen 4. Terbangunnya infrastruktur berupa laboratorium pengujian mutu 5. Terbentuknya kelembagaan khusus untuk pelaku industri minyak pala Outcome : 1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses penyulingan 2. Bertambahnya jumlah investor dan pelaku usaha dibidang industri minyak pala 3. Perusahaan industri penyulingan dapat lebih bersaing di pasar global 4. Terbukanya akses pelaku usaha terhadap bahan baku, pasar, informasi teknologi dan pemasaran 5. Meningkatnya posisi tawar Indonesia di pasar global 142 Benefit : Memberdayakan petani dan pelaku usaha minyak pala Meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha minyak pala Tumbuh dan berkembangnya industri minyak pala Impact : Meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha minyak pala Indikator keberhasilan Meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha minyak pala Meningkatnya kualitas Meningkatkan harga minyak pala Meningkatnya volume ekspor minyak pala Meningkatnya devisa dan PAD dari minyak pala Meningkatnya luas lahan, tenaga kerja, modal sebesar Rencana Kerja : 1. Pertemuan penyusunan rancangan kebijakan: a. pengembangan industri hulu, antara dan hilir minyak pala b. kemudahan permodalan, pemberian insentif pajak dan peraturan lain dalam investasi dibidang minyak pala . 2. Studi pengembangan sistem agribisnis minyak pala 3. Membangun sarana dan prasarana bagi industri minyak pala: a. laboratorium untuk mengembangkan berbagai inovasi dibidang teknologi penyulingan. b. membangun pusat pembibitan tanaman pala serta pembangunan industri alat penyulingan minyak pala. c. mendirikan pusat standarisasi bahan baku dan produk antara minyak pala. d. Perluasan areal perkebunan pala 4. Pengembangan Sumberdaya Manusia Pelaku Usaha minyak pala a. Pelatihan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi pelaku usaha b. Peningkatan kapasitas peneliti dan pelaku usaha dibidang inovasi dan diversifikasi kegunaan minyak pala. c. Pelatihan dan bimbingan kepada petani dibidang budidaya dan pasca panen tanaman pala 5. Fasilitasi lembaga penelitian dalam mengembangkan inovasi teknologi penyulingan minyak pala 6. Fasilitasi pembentukan lembagaasosiasi industri minyak pala sebagai wadah pemersatu untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan bersaing dipasar global. 143 Lampiran 16 Input pembentukan nilai tambah proses penyulingan minyak pala. a. Bahan Baku BB No. Nama Perusahaan Jumlah Perbandingan Bahan Baku Total Bahan baku Bahan baku Pala Destilasi Fuli Harga BB kg Pala:fuli Volume kg Hargakg Rp Jumlah Rp Volume kg Hargakg Rp Jumlah Rp Rp 1. UD Cinta Damai 1.200 85:15 1.020 30.000 30.600.000 180 60.000 10.800.000 41.400.000 2. CV. MMM 750 80:20 600 30.000 18.000.000 150 60.000 9.000.000 27.000.000 3. PT PAI 800 80:20 640 30.000 19.200.000 160 60.000 9.600.000 28.800.000 4. P.Iwan 1.200 85:15 1.020 30.000 30.600.000 180 60.000 10.800.000 41.400.000 5. PD RS 500 80:20 400 30.000 12.000.000 100 60.000 6.000.000 18.000.000 6. P. JJG 1.000 85:15 850 26.000 22.100.000 150 60.000 9.000.000 31.100.000 b. Tenaga Berja TK No. Nama Perusahaan Jumlah TK Lama Proses Upah Rp Jumlah org jam Upah Rp 1. UD Cinta Damai 6 30 45.000 proses 270.000 2. CV. MMM 6 30 50.000 proses 300.000 3. PT PAI 6 24 50.000 proses 300.000 4. P.Iwan 4 26 40.000 proses 160.000 5. PD RS 7 30 40.000 proses 280.000 6. P. JJG 4 24 40.000 proses 160.000 144 Lampiran 16 Input pembentukan nilai tambah proses penyulingan minyak pala Lanjutan. c. Bahan Bakar BBk No. Nama Perusahaan Jenis BB Volume L Hargaliter Jumlah Rp 1. UD Cinta Damai Kayubakar - - 100.000 2. CV. MMM Minyak tanah 480 2.750 1.320.000 3. PT PAI Minyak tanah 220 2.750 605.000 4. P.Iwan Minyak tanah 200 2.750 550.000 5. PD RS Minyak tanah 250 2.750 687.500 6. P. JJG Kayubakar - - 75.000 Asumsi: harga minyak tanah seragam d. Investasi No. Nama Perusahaan Harga Alat Pemakaian Biaya per Rp per bulan kali Proses Rp 1. UD Cinta Damai 145.000.000 8 100.694 2. CV. MMM 175.000.000 11 121.528 3. PT PAI 800.000.000 16 555.556 4. P.Iwan 145.000.000 7 100.694 5. PD RS 145.000.000 17 100.694 6. P. JJG 145.000.000 6 100.694 Asumsi: Umur pakai peralatan 15 tahun.

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1 Trend indek RCA Indonesia mencapai yang lebih rendahsebPosisi industri minyak pala Indonesia di pasar dunia cukup dominan dengan pesaing utama Grenada. Pada saat in i posisi industri minyak pala Indonesia terancam dengan kelebihan Grenada dari segi kelembagaan yang mapan, proses produksi dan rantai tataniaga yang lebih efisien serta mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. 2 Dalam rangka peningkatan mutu dan efisiensi produksi minyak pala, dari aspek budidaya perlu digunakan bibit unggul berupa tanaman pala cangkok dengan skala usaha minimal 1,4 hapetani, pemupukan sesuai anjuran, pascapanen dilakukan dengan memetik buah pala destilasi umur 3-4 bulan langsung dari pohon, pengeringan biji dan fuli pala dilakukan sampai kadar air mencapai 12-13, penyulingan dilakukan secara bertingkat dengan tekanan 0-1.5 atmosfir, pengemasan dengan menggunakan drum berlapis galvanis, pengangkutan harus menghindari panas matahari langsung, rantai pemasaran diperpendek menjadi petani – koperasi penanganan pascapanen dan pengolahan – negara konsumen. 3 Terdapat 37 tiga puluh tujuh sub faktor penentu dayasaing industri minyak pala Indonesia yang dapat diidentifikasi dan dikembangkan sebagai model struktural prioritas strategi peningkatan dayasaing, yaitu: a. Model struktural peran kesempatan bobot 0.2621 didapatkan sub sektor yang paling berperan dalam meningkatkan daya saing minyak pala berupa: 1 penemuan inovasi teknologi penyulingan minyak pala dan 2 meningkatnya diversifikasi kegunaan minyak pala. b. Model struktural faktor sumberdaya bobot 0.2452 didapatkan sub sektor yang paling berperan dalam meningkatkan daya saing minyak pala berupa: 1 ketersediaan lahan untuk pengembangan perkebunan pala, 2 iklim dan kondisi geografis yang mendukung budidaya tanaman