Analisis dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis teh Indonesia

(1)

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS TEH INDONESIA

SKRIPSI

VENTY FITRIANY NURUNISA H34070044

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS TEH INDONESIA

SKRIPSI

VENTY FITRIANY NURUNISA H34070044

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

RINGKASAN

VENTY FITRIANY NURUNISA. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN MOHAMMAD BAGA)

Peranan teh sebagai bahan baku bagi industri, kontributor devisa bagi negara, penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar yang juga memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar perkebunannya telah menjadikan teh sebagai salah satu komoditas unggulan nasional. Posisi Indonesia dalam perdagangan internasional merupakan salah satu produsen sekaligus eksportir teh terbesar di dunia. Tahun 2008, pangsa pasar ekspor Indonesia mencapai 5,8 persen dari total ekspor dunia. Namun, kondisi tersebut bukan merupakan kondisi optimal agribisnis teh Indonesia. Selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia cenderung mengalami penurunan luas area, yang kemudian berdampak kepada volume produksi dan penurunan volume ekspor. Sejak tahun 2000, Indonesia kehilangan sekitar 2,18 persen area perkebunan teh per tahun. Hal tersebut berdampak pada penurunan rata-rata produksi dan ekspor sebesar 0,83 dan 1,7 persen per tahun. Hal ini tidak dapat dibiarkan, mengingat kendala yang dihadapi oleh sebuah subsistem dalam sistem agribisnis teh Indonesia akan berdampak terhadap kinerja subsistem lainnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah kondisi sistem agribisnis teh di Indonesia, menganalisis dayasaingnya serta merumuskan strategi pengembangan yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Teh yang diteliti adalah teh curah sebagai produk yang dieskpor Indonesia. Pada analisis strategi, lingkup penelitian yang digunakan adalah subsistem budidaya dan pengolahan teh curah sebagai lingkungan internal, sementara subsistem hulu, pemasaran dan subsistem jasa penunjang ditambah dengan kondisi global termasuk ke dalam lingkungan eksternal. Teh yang diteliti adalah teh hitam dan teh hijau curah yang merupakan produk teh mayoritas yang diekspor oleh Indonesia. Data yang digunakan hampir 70 persen merupakan data sekunder, dan sisanya diperoleh dari wawancara dan observasi lapang (data primer). Alat yang digunakan adalah kerangka sistem agribisnis teh, Sistem Berlian Porter, Matriks SWOT dan Arsitektur Strategik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem agribisnis teh Indonesia terbagi menjadi subsistem hulu, budidaya, pengolahan, pemasaran dan subsistem jasa penunjang. Subsistem hulu terdiri dari empat kegiatan utama yaitu usaha pembibitan teh, penyediaan sarana dan jasa transportasi, penyediaan sarana dan mesin pertanian serta usaha penyedia pupuk dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh tanaman teh. Pada subsistem budidaya, usaha perkebunan teh di Indonesia terbagi menjadi usaha perkebunan rakyat (PR), usaha perkebunan besar negara (PBN) dan usaha perkabunan besar swasta (PBS). Luas area perkebunan milik rakyat mencapai 46,25 persen dari total area perkebunan teh di Indonesia, dengan produksi yang dicapai sekitar 38.593 ton pada tahun 2008. Sementara luas area perkebunan besar negara dan swasta mencapai 31,2 persen dan 22,55 persen dari total area perkebunan di Indonesia dengan produksi mencapai 78.354 ton dan 37.024 ton di tahun 2008. Berdasarkan proses pengolahannya, kegiatan usaha


(4)

pada subsistem pengolahan teh curah terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan pengolahan teh hitam curah dan kegiatan pengolahan teh hijau curah. Selain itu, kegiatan yang terjadi pada subsistem pemasaran teh Indonesia dibagi perdagangan yang melalui sistem lelang (auction) dan sistem direct selling. Sementara kegiatan agribisnis teh Indonesia juga didukung oleh lembaga penyedia jasa dan penunjang seperti lembaga penelitian Pusat Penelitian Teh dan Kina, lembaga keuangan, kelompok tani dan koperasi, lembaga pemasaran seperti Kantor Pemasaran Bersama Nusantara, asosiasi seperti Asosiasi Teh Indonesia dan Asosiasi Petani Teh Indonesia serta Dewan Teh Indonesia yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah.

Analisis dayasaing menggunakan Sistem Berlian Porter menunjukan bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari komponen pendukungnya, komponen peranan pemerintah baru memiliki keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja, sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua komponen utama.

Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia. Sementara untuk perkebunan besar negara dan swasta strategi lebih mengarah kepada peningkatan produksi dan diversifikasi produk, khususnya untuk produk teh tujuan ekspor. Permasalahan lain yang menjadi fokus strategi adalah permasalahan yang terkait dengan konsumsi teh, strategi yang digunakan lebih diutamakan kepada peningkatan upaya promosi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai teh dan manfaatnya. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik agribisnis teh Indonesia.


(5)

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS TEH INDONESIA

VENTY FITRIANY NURUNISA H34070044

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia

Nama : Venty Fitriany Nurunisa

NRP : H34070044

Disetujui, Pembimbing

Ir. Lukman Mohammad Baga, MA.Ec NIP. 19640220 198903 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Venty Fitriany Nurunisa H34070044


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Venty Fitriany Nurunisa, dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 31 Januari 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Sugandi dan Ibunda Mari Komariah Tentamia.

Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Panaragan 1 Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2004, penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah pertama lalu melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2007, penulis lulus dan melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor.

Penulis berhasil diterima menjadi mahasiswa di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Selama masa pendidikan di IPB, penulis merupakan pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis, dan menjabat sebagai sekertaris pada Divisi Creativity and Career Development Department selama dua kali masa kepengurusan (2008-2009 dan 2009-2010).


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia”.

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kondisi sistem agribisnis teh di Indonesia, menganalisis dayasaing agribisnis teh Indonesia serta merumuskan strategi yang tepat dan dapat digunakan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis teh tersebut.

Namun, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang timbul karena keterbatasan dan kendala-kendala yang dihadapi selama proses penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan-kemudahan kepada penulis dari awal penyusunan hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Ir. Lukman Mohammad Baga MA. Ec selaku dosen pembimbing

akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan, dukungan dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi ini, 2. Ibu Dr. Ir Ratna Winandi, MS selaku penguji utama dan Ibu Yanti Nuraeni

Muflikh, SP. M.Agribuss selaku dosen penguji perwakilan Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran serta masukan untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Sugandi dan Mari Komariah Tentamia atas

segala doa, kasih sayang, bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

4. Adik-adik tersayang, Dian Sidhikah dan Firman Fajrin Ahmad atas segala doa dan dukungannya.

5. Bapak Dr. Sultoni Arifin (Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia), Ibu Rosmanindjar (Kepala Sekretariat Dewan Teh Indonesia), Bapak Drs. Dadang Djuanda dan Ibu Ir. Mudjiwati Sadjad MS, Is (PT. Kantor Pemasaran Bersama Nusantara), Ibu Henny Yunaeny Suryamin (Perwakilan Kebun Gunung Mas, PTPN VIII) serta Bapak Dr. Boyke Setiawan Soeratin Sp, MM (Asosiasi Teh Indonesia) sebagai pembimbing eksternal penulis yang telah memberikan banyak masukan, saran, informasi dan pengarahan mengenai agribisnis teh di Indonesia.

6. Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis angkatan 44 serta sahabat-sahabat yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

7. Serta pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Juni 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Karakteristik Teh Indonesia ... 8

2.2 Sistem Agribisnis Komoditas di Indonesia ... 10

2.2 Dayasaing Komoditas Indonesia ... 12

2.3 Strategi Pengembangan Agribisnis ... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1 Pemahaman Mengenai Agribisnis ... 15

3.1.2 Konsep Dayasaing ... 17

3.1.3 Formulasi Strategi ... 19

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 21

IV METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 24

4.2 Data dan Instrumentasi ... 24

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

4.4.1 Analisis Berlian Porter ... 25

4.4.2 Analisis SWOT ... 32

4.4.3 Arsitektur Strategik ... 33

V SISTEM AGRIBISNIS TEH INDONESIA ... 35

5.1 Perdagangan Teh Dunia ... 35

5.1.1 Produksi dan Konsumsi Teh Dunia ... 35

5.1.2 Ekspor dan Impor Teh Dunia ... 36

5.2 Sistem Agribisnis Teh Indonesia ... 38

5.2.1 Subsistem Hulu ... 38

5.2.2 Subsistem Usahatani Teh ... 43

5.2.3 Subsistem Pengolahan ... 48

5.2.4 Subsistem Pemasaran ... 50


(12)

VI DAYASAING AGRIBISNIS TEH INDONESIA ... 58

6.1 Analisis Komponen Sistem Berlian Porter ... 58

6.1.1 Kondisi Faktor Sumberdaya ... 58

6.1.2 Kondisi Permintaan Domestik ... 70

6.1.3 Industri Terkait dan Pendukung ... 76

6.1.4 Persaingan, Struktur dan Strategi ... 81

6.1.5 Peran Pemerintah ... 83

6.1.6 Peran Kesempatan ... 86

6.2 Keterkaitan Antar Komponen Utama ... 88

6.2.1 Keterkaitan antara Komponen Kondisi Fakor Sumberdaya dengan Kondisi Permintaan Domestik ... 88

6.2.2 Keterkaitan antara Komponen Kondisi Permintaan Domestik dengan Industri Terkait dan Industri Pendukung ... 89

6.2.3 Keterkaitan antara Komponen Industri Terkait dan Pendukung dengan Persaingan, Struktur dan Strategi ... 90

6.2.4 Keterkaitan antara Komponen Persaingan, Struktur dan Strategi dengan Kondisi Faktor Sumberdaya ... 91

6.2.5 Keterkaitan antara Komponen Kondisi Faktor Sumberdaya dengan Industri Terkait dan Pendukung ... 92

6.2.6 Keterkaitan antara Komponen Struktur, Persaingan dan Strategi dengan Komponen Kondisi Permintaan Domestik ... 92

6.3 Keterkaitan Komponen Pendukung ... 95

6.3.1 Peranan Pemerintah terhadap Komponen Utama ... 95

6.3.2 Peranan Kesempatan terhadap Komponen Utama ... 96

VII STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ARSITEKTUR STRATEGIK AGRIBISNIS TEH INDONESIA ... 100

7.1 Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia ... 100

7.1.1 Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 100

7.1.2Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 102

7.1.3 Perumusan Matriks SWOT Agribisnis Teh Indonesia .... 110

7.2 Rancangan Arsiektur Strategik ... 120

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

8.1 Kesimpulan ... 125

8.2 Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Neraca Perdagangan Pertanian Tahun 2005-2009 ... 1

2. Nilai dan Jumlah Ekspor Teh Indonesia Tahun 2000-2009 ... 4

3. Jenis Teh Berdasarkan Varietas ... 8

4. Kadar Katekin pada Beberapa Jenis Teh ... 9

5. Negara-Negara Produsen dan Konsumen Teh Dunia Tahun 2008 ... 36

6. Negara-Negara Eksportir dan Importir Teh Dunia (2008) ... 37

7. Kebun Biji (KB) yang Menghasilkan Turunan Cukup Baik dan Dapat Digunakan sebagai Sumber Penghasil Biji ... 39

8. Stek atau Klon Tanaman Teh yang Dikeluarkan PPTK ... 40

9. Luas Area, Produksi dan Produktivitas Teh Nasional Tahun 1999-2010 ... 43

10. Luas Area dan Produksi Teh Berdasarkan Tipe Pengusahaan Tahun 2000-2010 ... 44

11. Karakteristik Umum Produsen Teh di Indonesia Berdasarkan Tipe Kepemilikan Usaha ... 46

12. Analisis Usahatani Kebun Teh dengan Produk Pucuk Basah dan Daun Kering ... 48

13. Spesifikasi Teh Berdasarkan Grade ... 49

14. Produk Olahan Utama dan Sampingan Teh ... 50

15. Perkembangan Luas Area Perkebunan Teh Berdasarkan Provinsi Tahun 2004-2008 ... 60

16. Komposisi Teh yang Beredar di Berdasarkan Mutu Teh dan Pangsa Pasarnya di Jawa Barat dan Jawa Timur ... 71

17. Perkembangan Konsumsi Teh per Kapita Indonesia ... 72

18. Biaya Iklan yang Dikeluarkan oleh Beberapa Produsen Teh Periode Januari-Oktober 2006 (dalam 000 Rp) ... 73


(14)

19. Beberapa Jenis Merk Teh yang Beredar di Indonesia

Berdasarkan Perusahaan Pengolah ... 81

20.Perusahaan Eksportir Teh yang Tergabung ke dalam Jakarta Tea Auction ... 83

21.Tarif Impor Produk Teh di Beberapa Negara Eksportir Teh ke Indonesia ... 85

22.Keterkaitan Antar Komponen Utama ... 94

23.Keterkaitan Antar Komponen Pendukung dengan Komponen Utama ... 97

24.Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 101

25.Perkembangan Populasi Penduduk Indonesia ... 103

26.Rasio Penambahan Nilai pada Produk Teh ... 105

27.Matriks SWOT Agribisnis Teh Nasional ... 111

28.Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Teh Indonesia ... 121


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Perkembangan Produksi di Beberapa Negara Penghasil Teh

Terbesar Dunia Tahun 2000-2008 ... 3

2. Lingkup Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis ... 17

3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

4. The Complete System of National Competitive Advantage ... 31

5. Ruang Lingkup Sistem Agribisnis Teh ... 34

6. Perkembangan Harga Rata-Rata Teh Indonesia, Sri Langka dan Kenya Tahun 1999-2008 ... 38

7. Jalur Tataniaga Teh Indonesia (2010) ... 52

8. Lembaga Penelitian Pendukung Agribisnis Teh Indonesia ... 54

9. Produktivitas Area Tanam Teh per Provinsi Tahun 2008 ... 64

10.Perkembangan Produktivitas Rata-Rata Area Perkebunan Teh di Indonesia Tahun 2000-2010 ... 65

11.Volume Impor Teh Negara Timur Tengah dari Indonesia Tahun 2006-2010 ... 76

12.Konsumsi Air Teh Kemasan (200 ml) ... 79

13.Keterkaitaan Antar Komponen Dayasaing dalam Agribisnis Teh Indonesia ... 98

14.Rancangan Arsitektur Strategik Agribisnis Teh Indonesia ... 124

       


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Persentase Pangsa Produksi Teh Dunia (2000-2008) ... 134

2. Persentase Pangsa Ekspor Teh Dunia (2000-2008) ... 134

3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Teh Dunia ... 134

4. Daftar Perusahaan Teh di Indonesia ... 135


(17)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Dibandingkan dengan subsektor lain dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan merupakan kontributor devisa tertinggi. Tabel 1 menunjukkan neraca perdagangan pertanian selama periode 2005-2009, dimana subsektor perkebunan mengalami surplus perdagangan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 21,25 persen per tahun. Selain sebagai kontributor devisa, Febriyanthi (2008) juga menyebutkan peranan lain dari subsektor perkebunan yaitu sebagai subsektor penyerap tenaga kerja dan kontributor bagi produk domestik bruto.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Pertanian Tahun 2005-2009 Tahun

Kegiatan

2005 2006 2007 2008 2009 (US$ 000)

1 Subsektor Perkebunan

Ekspor 10.673.186 13.972.064 19.948.923 27.369.363 21.581.670 Impor 1.532.520 1.675.067 3.379.875 4.535.918 3.949.191 Neraca 9.140.666 12.296.997 16.569.048 22.833.445 17.632.479

2 Subsektor Hortikultura

Ekspor 227.974 238.063 254.765 432.727 378.627 Impor 367.425 527.415 795.846 909.669 1.063.120 Neraca -139.451 -289.352 -541.081 -476.942 -684.493

3 Subsektor Peternakan

Ekspor 396.526 388.939 748.531 1.148.170 754.914 Impor 1.121.832 1.190.396 1.696.459 2.352.219 2.132.800 Neraca -725.306 -801.457 -947.928 -1.204.049 -1.337.886

4 Subsektor Tanaman Pangan

Ekspor 286.744 264.155 289.049 348.914 321.280 Impor 2.115.140 2.568.453 2.729.147 3.526.961 2.737.862 Neraca -1.828.396 -2.304.299 -2.440.098 -3.178.047 -2.416.582

Sektor Pertanian

Ekspor 11.584.429 14.863.221 21.241.268 29.299.174 23.036.491 Impor 5.136.916 5.961.331. 8.601.327 11.324.767 9.882.973 Neraca 6.447.513 8.901.890 12.639.941 17.974.407 13.153.518

Sumber : BPS (2010) dalam Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2010)

Pemerintah melalui Kementrian Pertanian periode 2010-2014 menetapkan beberapa komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional ini merupakan komoditas yang menjadi prioritas


(18)

untuk dikembangkan dalam periode pembangunan pertanian di masa yang akan datang. Pengembangan komoditas ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, perolehan devisa atau ekspor, subtitusi produk impor serta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu komoditas perkebunan yang termasuk ke dalam komoditas unggulan nasional adalah teh1.

Teh merupakan komoditas yang memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional. Sebanyak 61 persen produk teh Indonesia diekspor untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri (BPS 2010). Sementara sisanya berperan sebagai bahan baku bagi industri dan konsumsi dalam negeri. Selain itu, usaha perkebunan teh juga memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Santoso (2009) menyebutkan bahwa usaha perkebunan teh mampu menyerap sekitar 450.000 tenaga kerja dan telah menghidupi sekitar 2,25 juta jiwa petani teh Indonesia. Rasio penyerapan tenaga kerja usaha perkebunan teh mencapai 2-3 orang per hektar, lebih tinggi dibandingkan komoditas perkebunan lain seperti kelapa sawit.

Selain kontribusinya bagi perekonomian nasional, usaha perkebunan teh juga memberikan dampak positif bagi lingkungan. Keberadaan perkebunan teh dapat membantu mempertahankan sistem hidrologi, mencegah erosi pada tanaman teh yang telah produktif, menyerap CO2 dan menghasilkan O2 serta dapat menjadi alternatif pilihan fasilitas rekreasi (agrowisata). Selain itu, dalam konteks pengembangan industri, industri teh curah dan industri teh olahan Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan karena nilai backward dan forward linkage dari indsutri ini lebih dari satu, sehingga menyebabkan multiplier effects bagi industri teh nasional2.

       1

Komoditas unggulan nasional yang berasal dari subsektor perkebunan terdiri dari kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, teh, tebu, karet, kapas, tembakau, cengkeh, jarak pagar, nilam dan kemiri sunan (Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2010).

2

Menurut Santoso dan Suprihatini (2007b), peningkatan permintaan baik di sektor industri teh curah maupun teh olahan sebesar satu satuan akan meningkatkan output yang relatif besar di semua industri, termasuk industri itu sendiri sebesar 1,5 kali lipat. Dengan memperhitungkan efek konsumsi masyarakat terhadap teh, yaitu ketika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga yang bekerja di industri teh, maka kenaikan output tersebut dapat mencapai 3 kali lipat. Selain itu, industri teh curah dan teh olahan juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan pendapatan tenaga kerja di semua industri. Efek induksi yang terjadi terhadap industri lain akibat peningkatan pendapatan tenaga kerja di industri teh curah dan teh olahan tersebut sebesar 1,6 kali lipat.


(19)

Indonesia termasuk ke dalam sepuluh produsen dan eksportir teh terbesar di dunia. Pada tahun 2000, Indonesia merupakan produsen teh terbesar kelima di dunia dengan volume produksi teh Indonesia mencapai 5,5 persen. Begitu juga dengan kegiatan ekspor teh Indonesia, posisi Indonesia saat itu menempati urutan kelima dengan pangsa ekspor teh mencapai 8 persen dari total volume ekspor teh dunia. Namun, seiring dengan berkembangnya persaingan diantara produsen dan eksportir teh dunia, posisi Indonesia semakin tergeser oleh negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Turki. Hingga pada tahun 2008 pangsa produksi dan ekspor teh Indonesia turun menjadi 3,6 dan 5,8 persen. Salah satu penyebab turunnya produksi teh nasional adalah maraknya konversi areal perkebunan teh menjadi areal tanam komoditas lain. Perkembangan produksi teh negara-negara di dunia ditunjukkan oleh Gambar 1.

 

Perkembangan Produksi Teh di Beberapa Negara Penghasil Teh Gambar 1.

hun 2000-2008

Sumber : ITC (2009)


(20)

Sebagai penghasil teh, Indonesia menghadapi persaingan dengan produsen-produsen lainnya. Pada perdagangan teh internasional, Vietnam, Kenya dan Sri Langka merupakan tiga pesaing terdekat Indonesia3. Beberapa tahun terakhir ini Vietnam mampu meningatkan produksi teh mereka, sementara produksi teh Indonesia terus menurun. Kenya dan Sri Langka merupakan kompetitor Indonesia dalam hal kesamaan produk teh yang dihasilkan. Produk teh hitam CTC milik Indonesia memiliki kesamaan dengan produk teh hitam CTC yang dihasilkan Kenya, sementara produk teh hitam Orthodox Indonesia relatif serupa dengan teh hitam Orthodox yang diproduksi Sri Langka.

Tabel 2. Nilai dan Jumlah Ekspor-Impor Teh Indonesia Tahun 2000-2009 Tahun

Ekspor Impor Nilai

Jumlah (Ton) Nilai Jumlah(Ton)

(000 US $) (000 US $)

2000 112.105 105.582 3.091 2.632

2001 112.524 107.144 3.091 2.632

2002 103.427 100.184 3.561 3.526

2003 95.970 88.894 3.807 4.000

2004 116.018 98.572 5.531 3.925

2005 121.777 102.389 7.161 5.479

2006 134.515 95.338 8.703 5.293

2007 125.243 83.658 11.855 10.366

2008 158.958 96.209 11.990 6.625

2009 171.628 92.305 12.537 7.168

Sumber : Dirjenbun (2010)

Tabel 2 menunjukkan perkembangan kegiatan ekspor dan impor teh Indonesia selama tahun selama tahun 2000 hingga 2009. Pada kegiatan ekspor teh, nilai ekspor teh Indonesia cenderung mengalami peningkatan, namun volumenya cenderung menurun, dan penurunan yang terjadi rata-rata mencapai 1,7 persen setiap tahunnya. Penurunan volume ekspor ini dapat menyebabkan pangsa ekspor teh Indonesia menurun. Sementara itu, di dalam negeri produk-produk teh impor mulai banyak memasuki pasar domestik. Tabel 2 menunjukkan       

3

Hasil wawancara dengan Ir. Mudjiwati Sadjad Msc.-IS, PT. Kantor Pemasaran Bersama Nusantara [20 Maret 2011]


(21)

adanya peningkatan kegiatan impor teh di dalam negeri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kecenderungan peningkatan volume dan nilai impor teh ke Indonesia. Selama periode tersebut, volume impor teh Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 18,67 persen per tahun, sementara nilai impor meningkat sebesar 20 persen per tahunnya.

Penurunan volume ekspor teh akan mempengaruhi pangsa pasar teh Indonesia di pasar internasional, sementara peningkatan kegiatan impor teh akan mengurangi perolehan devisa bagi negara. Fungsi teh sebagai salah satu kontributor devisa akan terganggu, hal ini akan berimbas terus hingga ke pelaku produksi di lapangan. Dengan mempertimbangkan kondisi persaingan yang semakin ketat, dimana negara-negara produsen dan eksportir teh saat ini telah mampu meningkatkan kinerja produknya, maka penting untuk mengetahui bagaimana dayasaing agribisnis teh Indonesia di pasar internasional kemudian merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan kegiatan agribisnis teh Indonesia dalam rangka peningkatan dayasaing tersebut.

1.2Perumusan Masalah

Kondisi iklim dan topografi alam Indonesia merupakan modal awal bagi pengembangan agribisnis teh di negara ini. Sumberdaya alam yang kita miliki merupakan suatu bentuk keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh semua negara. Agar suatu negara dapat terus bersaing di pasar internasional, maka memiliki keunggulan komparatif saja tidaklah cukup. Dibutuhkan sebuah kompetensi yang mampu bersaing baik di dalam negeri maupun di tengah pasar persaingan global. Mengingat besarnya peranan agribisnis teh Indonesia yang ditunjukkan dengan adanya multipier effects yang lebih dari satu, maka integrasi antara setiap subsistem dalam sistem agribisnis teh di Indonesia sangat penting untuk ditingkatkan.

Saat ini, subsistem budidaya agribisnis teh Indonesia sedang dihadapkan oleh kondisi penurunan luas area perkebunan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap volume produksi teh Indonesia. Selama periode 2000-2009 telah terjadi penurunan luas area perkebunan teh sebesar 2,18 persen setiap tahun. Penurunan luas areal ini kemudian berdampak pada penurunan produksi teh nasional, dimana selama tahun 2000 hingga tahun 2010 terjadi penurunan produksi rata-rata sebesar


(22)

0,83 persen (Dirjenbun 2010). Di sisi lain, penurunan kinerja di subsistem budidaya tersebut juga mempengaruhi subsistem pemasaran teh Indonesia. Pangsa pasar teh Indonesia cenderung terus menurun akibat adanya kecenderungan penurunan volume ekspor teh dari tahun ke tahun.

Berbagai kendala yang dihadapi oleh para produsen teh nasional nyatanya saling terkait antar subsistem. Untuk itu, dibutuhkan integrasi yang baik dari setiap subsistem. Integrasi ini perlu didukung oleh kelengkapan serta distribusi informasi yang dibutuhkan sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholder teh di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan pemetaan potensi maupun kendala yang dihadapi oleh setiap subsistem dan digambarkan sebagai gambaran umum agribisnis teh Indonesia.

Kendala lain yang dihadapi adalah semakin kompetitifnya persaingan global. Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab merupakan negara-negara pengimpor teh dunia, namun mereka mampu memberikan nilai tambah pada teh dengan mengolahnya menjadi produk hilir dan mengekspornya kembali dengan harga lebih tinggi4. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Indonesia, dimana sebagian besar teh yang diekspor Indonesia masih merupakan produk bahan baku atau produk teh curah. Akibatnya, nilai ekspor teh Indonesia semakin jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara lain yang mulai mengkombinasikan produk ekspor mereka dengan produk teh kemasan. Dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global, sesuai dengan program peningkatan nilai tambah, dayasaing dan ekspor yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014, maka penting untuk mengetahui dayasaing agribisnis teh Indonesia dan rumusan strategi yang mampu meningkatkan dayasaing tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kondisi sistem agribisnis teh Indonesia?

2. Bagaimana dayasaing agribisnis teh Indonesia?

3. Bagaimana rumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut?

       4

Komoditi Teh di Indonesia dalam http://www.csrreview-online.com/lihatartikel.php?id=24 [Diakses pada 5 Oktober 2010]


(23)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menelaah sistem agribisnis teh Indonesia.

2) Menganalisis dayasaing agribisnis teh Indonesia.

3) Merumuskan strategi pengembangan agribisnis teh Indonesia. 1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, diantaranya :

1) Bagi penulis, diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai permasalahan yang telah diuraikan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan akan meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat sebuah tulisan ilmiah.

2) Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk sumber informasi untuk suatu penelitian lain yang berkaitan dengan topik ini.

3) Bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait lainnya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan dayasaing komoditi di era globalisasi.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji teh curah sebagai komoditas strategis yang memiliki banyak manfaat dan peluang untuk dikembangkan. Teh curah hijau dan hitam merupakan produk teh yang diekspor oleh Indonesia (BPS 2011). Lingkup analisis pada penelitian ini adalah sistem agribisnis teh Indonesia, dimana pada analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian Porter, proses analisis dilakukan hingga diketahui ada tidaknya keterkaitan antar komponen dalam Sistem Berlian Porter. Namun, untuk mengetahui sejauh apa keterkaitan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu, pada analisis strategi pengembangan agribisnis teh, lingkungan internal yang diamati terdiri subsistem budidaya dan subsistem pengolahan teh curah. Hal ini dikarenakan kegiatan diantara kedua subsistem tersebut sulit untuk dipisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Sementara lingkungan eksternal merupakan subsistem lain di luar subsistem budidaya dan pengolahan teh curah ditambah dengan lingkungan global.


(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Teh Indonesia

Teh merupakan tanaman berbentuk pohon yang tingginya bisa mencapai belasan meter. Namun, tanaman teh yang dibudidayakan di perkebunan selalu dipangkas hingga mencapai ketinggian 90-120 meter untuk memudahkan pemetikan. Tanaman teh bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun merupakan tanaman yang berasal dari Cina. Diperkirakan, tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1684, dan mulai dikenal luas sebagai tanaman perkebunan pada awal abad ke-19 (Nazaruddin & Paimin 1993).

Teh tergolong ke dalam minuman fungsional karena memiliki banyak khasiat yang baik bagi kesehatan. Manfaat yang dapat diperoleh dari meminum teh secara teratur diantaranya adalah dapat menurunkan munculnya risiko penyakit kanker dan radiovaskular, menurunkan berat badan, mencegah osteoporosis dan merupakan sumber mineral dan vitamin. Sangat dianjurkan meminum teh secara teratur sebanyak 4-5 kali sehari untuk dapat memperoleh manfaat dari senyawa yang terkandung dalam teh (Pambudi 2006).

Berdasarkan varietasnya, teh terbagi menjadi varietas Sinensis dan varietas Assamica. Varietas teh yang umumnya dibudidayakan di Indonesia adalah varietas Assamica. Sementara varietas Sinensis umumnya dibudidayakan di negara Cina dan Jepang. Secara umum, perbedaan dari kedua varietas ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Teh Berdasarkan Varietas

No. Jenis Teh

Sinensis Assamica

1 Tinggi pohon sekitar 3-9 meter Tinggi pohon sekitar 12-20 meter

2 Pertumbuhan lambat Pertumbuhan lebih cepat

3 Jarak antara cabang dengan tanah sangat dekat

Jarak antara cabang dengan tanah agak jauh

4 Daun berukuran kecil, pendek, berujung tumpul, berwarna hijau tua

Daun lebar, panjang, berujung runcing, berwarna hijau mengkilat

5 Hasil produksi sedikit Hasil produksi tinggi.

6 Kualitas baik Kualitas baik

7 Banyak terdapat di Cina dan Jepang Dibudidayakan di Indonesia

8 Kandungan katekin tidak dominan Kandungan katekin tinggi


(25)

Selain perbedaan secara fisik, kedua varietas ini juga memiliki perbedaan pada kandungan katekinnya. Katekin adalah kandungan pada teh yang bermanfaat untuk kesehatan dan merupakan antioksidan yang sangat efektif untuk menetralkan radikal bebas dalam tubuh. Kadar katekin yang terdapat pada teh Assamica lebih tinggi dibandingkan dengan kadar katekin teh yang berasal dari varietas Sinensis. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa kualitas teh Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan kualitas teh dari negara lain, khususnya Cina dan Jepang5. Kandungan katekin yang terdapat pada beberapa jenis teh yang diperdagangkan di pasar internasional ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Kadar Katekin pada Beberapa Jenis Teh

No. Negara Jenis Teh Kadar Katekin (%)

1. Indonesia Teh Hitam Orthodox Teh Hitam CTC

Teh Hijau Ekspor Teh Wangi

8,24 7,02 11,60

9,28

2. Jepang Teh Sencha 5,06

3. China Teh Oolong

Teh Wangi

6,73 7,47

4. Sri Langka Teh Hitam 7,39

Sumber : Bambang et al (1995) dalam Indarto (2007)

Spillane (1992) diacu dalam Nazaruddin dan Paimin (1993) membagi perkebunan teh yang diusahakan di Indonesia berdasarkan ketinggian daerah penanamannya. Berikut ini adalah kelima jenis wilayah penanaman teh tersebut :

1. High grown, berada pada ketinggian lebih dari 1.500 m. Contohnya adalah perkebunan Sinumbar dan perkebunan Sperata di Jawa Barat.

2. Good medium, berada pada ketinggian antara 1.200-1.500 m. Contohnya adalah perkebunan Malabar, Gunung Mas, dan Goalpara di Jawa Barat. 3. Medium, berada pada ketinggian 1.000-1.200 m. Contohnya adalah

perkebunan Wonosari di Jawa Timur.

4. Low medium, berada pada ketinggian 800-1.000 m Contohnya adalah perkebunan Pasir Nangka dan Cikopo Selatan di Jawa Barat.

       5

DIN. 2007. Teh Indonesia Lebih Menyehatkan dalam www.kompas.co.id [Diakses pada 18 Oktober 2010]


(26)

5. Common, berada pada ketinggian di bawah 800 m. Contohnya adalah perkebunan Gunung Rang.

Kemudian, Suprihatini dan Rosyadi (2003) mengungkapkan bahwa komposisi produk teh Indonesia pada tahun 2002 yang diperjualbelikan melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) sebagian besar (50 persen) adalah jenis medium grown tea, dan sisanya sebanyak 30 persen dan 20 persen merupakan low grown tea dan high grown tea.

2.2 Sistem Agribisnis Komoditas di Indonesia

Kajian mengenai sistem agribisnis di Indonesia telah banyak dilakukan. Khusus mengenai sistem agribisnis teh, Yusdja et al (2003) melakukan penelitian mengenai analisis dampak sosial ekonomi tehadap adopsi teknologi pemberantasan hama tanaman pada perkebunan teh rakyat, dimana salah satu tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis sistem agribisnis perkebunan rakyat di daerah penelitian, yaitu Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Garut sebagai daerah penelitian didasari oleh besarnya potensi perkebunan rakyat disana, dengan luas areal mencapai 7.049,4 ha atau sebesar 59,09 persen dari total areal perkebunan teh di Garut. Selain itu, dilihat dari data pertumbuhan areal tanam perkebunan teh selama periode 1989-2001, perkebunan teh rakyat di kabupaten ini menunjukkan kinerja yang sangat positif. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan luas areal perkebunan rakyat sebesar 69,09 persen selama periode 1989-2001. Hal tersebut sangat berbeda dengan kinerja perkebunan negara dan swasta yang justru mengalami kemunduran.

Dilihat dari aspek produktivitasnya, perkebunan teh rakyat di wilayah ini memiliki tingkat produktivitas terendah dibandingkan dengan perkebunan negara dan swasta. Perkebunan rakyat dengan luas areal mencapai 7.049,4 ha hanya mampu mencapai produktivitas sebesar 0,811 kg teh kering/ha/tahun. Berbeda dengan perkebunan negara dan swasta yang mampu mencapai tingkat produktivitas sebesar 1.718 kg/ha/tahun dan 1.272 kg/ha/tahun. Pemilihan desa contoh dilakukan berdasarkan kontribusi masyarakatnya terhadap budidaya teh. Desa Pamulihan dan Desa Pangauban merupakan dua desa contoh yang sebagian masyarakatnya merupakan petani yang sumber pendapatannya berasal dari budidaya tanaman teh.


(27)

Kegiatan yang termasuk dalam subsistem hulu teh di desa contoh terdiri dari informasi mengenai aksesibilitas petani terhadap input-input pertanian. Berdasarkan hasil pengamatan, Yusdja et al (2003) menyatakan bahwa petani teh di desa contoh telah mengenal beberapa varietas seperti TRI 0205, Kiara, Gambung dan beberapa jenis varietas lainnya. Namun, petani masih mengeluhkan tingginya harga bibit tanaman teh (Rp 1.500 – Rp 2.000 per pohon) yang tidak sebanding dengan harga produk yan dihasilkan. Di samping itu, masih terbatasnya pengadaan bibit teh menyebabkan petani masih menemui kesulitan untuk dapat mengkases bibit.

Dalam pengadaan tenaga kerja, sebagian besar petani mengandalkan tenaga kerja keluarga. Namun dalam pelaksanaan pemetikan umumnya petani menggunakan jasa tenaga buruh terutama bagi petani yang menguasai lahan kebun yang luas. Sementara dalam penguasaan sarana dan prasarana pertanian, petani masih tergolong sangat minim dalam menguasai sarana peralatan.

Pada pengelolaan kebun atau budidaya, petani umumnya bergantung pada harga teh yang terjadi. Rendahnya harga teh serta tingginya biaya produksi akan memperkecil penerimaan petani tersebut. Hal ini menyebabkan kemampuan penguasaan terhadap sarana dan prasaran pertanian, pemberian pupuk serta intensitas pemeliharaan sangat minim dilakukan. Umumnya, petani menerapkan pola tanam teh secara monokultur, kecuali kondisi tanaman yang masih kecil atau telah banyak yang tua/mati dan belum dilakukan replanting, umumnya dilakukan tumpangsari dengan tanaman lain seperti sayuran atau tembakau.

Kegiatan di susbsistem pemasaran dicerminkan dari kegiatan sebagian besar petani contoh yang melakukan pemasaran teh melalui pedagang pengumpul desa. Dibandingkan dengan tataniaga perkebunan negara dan swasta, jalur tataniaga perkebunan rakyat mempunyai rantai yang lebih panjang. Hal tersebut seringkali tidak menguntungkan bagi petani karena petani tidak mendapat insentif yang baik atas kerja kerasnya dalam menghasilkan teh. Di samping itu, bentuk rantai tataniaga yang panjang juga diduga mempengaruhi keputusan petani. Salah satu akibat dari ketergantungan petani yang tinggi terhadap pedagang adalah pedagang dapat mengatur keputusan petani khususnya dalam penggunaan pestisida, dalam hal ini pedagang dapat berperan sebagai penyalur pestisida.


(28)

Lembaga serta pihak yang bertanggung jawab dalam mendampingi petani teh rakyat dalam hal ini adalah penyuluh.

Dalam penelitiannya, Yusdja et al (2003) menyimpulkan bahwa petani teh rakyat di wilayah penelitian masih jauh dalam kemandirian usaha. Selain lahan yang dikelola relatif sempit, petani juga dihadapkan pada lemahnya permodalan serta kurangnya kerjasama antar petani teh. Kondisi ini mendorong petani teh memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pedagang pengumpul yang terbukti tidak memberikan insentif yang menguntungkan pada petani teh rakyat.

2.3 Dayasaing Komoditas Indonesia

Penelitian mengenai dayasaing teh pernah dilakukan sebelumnya. Tatakomara (2004) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditas teh di Indonesia, serta dayasaing komoditas teh di pasar internasional. Pada periode 1992-2002, sebagian besar area perkebunan teh merupakan perkebunan rakyat, sisanya dimiliki oleh pemerintah dan pengusaha swasta. Namun, apabila dilihat dari volume produksinya perkebunan rakyat justru menempati posisi terendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan negara dan swasta. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penggunaan teknologi yang mendukung dalam hal produksi.

Dilihat dari perkembangan produksi, dalam kurun waktu 1992-2002, Indonesia telah mengalami perkembangan produksi sebesar 1,16 persen, perkembangan produksi ini searah dengan perkembangan luas areal perkebunan teh sebesar 1,56 persen. Sedangkan dilihat dari perkembangan ekspor tehnya, Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,72 persen. Namun peningkatan volume ekspor ini tidak diiringi dengan peningkatan nilai ekspor, yang turun rata-rata sebesar 1,29 persen setiap tahunnya.

Dari hasil regresi untuk model ekspor teh Indonesia dapat disimpulkan bahwa variabel-varaibel yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia yaitu produksi teh domestik, volume ekspor teh Indonesia tahun sebelumnya, harga teh dunia, lag harga teh dunia, nilai tukar rupiah sebelumnya, konsumsi teh domestik, dan variabel harga domestik. Dari ketujuh variabel tersebut, variabel produksi teh Indonesia, volume ekspor tahun sebelumnya, dan konsumsi teh domestik berpengaruh nyata terhadap ekspor tahun sebelumnya. Sedangkan sisanya tidak


(29)

berpengaruh nyata. Dilihat dari elastisitasnya, hanya variabel produksi domestiklah yang memiliki elastisitas lebih dari satu. Artinya ekspor teh Indonesia cukup peka terhadap perubahan produksi teh domestik.

Tatakomara (2004) menyatakan bahwa teh Indonesia yang dinilai dengan menggunakan indeks REER telah memiliki keunggulan komparatif, karena sumberdaya alam yang melimpah yang dimiliki Indonesia. Namun, diperlukan usaha yang lebih keras lagi untuk meningkatkan dayasaing teh Indonesia secara kompetitif, sehingga dayasaing di pasar internasionalnya menjadi lebih kuat.

Penelitian mengenai dayasaing teh di Indonesia juga pernah dilakukan oleh Febriyanthi (2008). Alat yang digunakan untuk meneliti dayasaing teh adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), sementara teori Berlian Porter digunakan untuk menganaisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa selama periode 1996-2005, terdapat pertumbuhan produktivitas sebesar 11,3 persen. Namun hal ini berbeda dengan pertumbuhan produksi komoditas teh Indonesia yang hanya naik sebesar 0,71 persen. Hal ini dikarenakan luas areal penanaman teh yang mengalami penurunan sebesar 1,12 persen. Febriyanthi (2008) menyatakan bahwa struktur pasar yang dihadapi teh Indonesia dalam pasar teh internasional, adalah pasar persaingan oligopoli dan pasar persaingan monopoli. Posisi Indonesia di masing-masing pasar tersebut adalah market follower. Akibatnya Indonesia sangat rentan terhadap adanya kekuatan pesaing-pesaing yang kuat, seperti Sri Langka, Kenya, Cina dan India.

Berdasarkan analisis keunggulan komparatif, Indonesia memiliki dayasaing yang kuat. Namun dilihat dari keunggulan kompetitif, Indonesia masih berdayasaing lemah. Secara garis besar hal ini menunjukkan bahwa dayasaing Indonesia di pasar internasional masih lemah. Analisis keunggulan komparatif dengan metode RCA menunjukkan bahwa komoditas teh Indonesia yang berdayasaing kuat adalah teh hijau kode HS 090210 dan teh hitam kode HS 090240 dikarenakan keunggulan komparatif yang dimiliki kedua produk itu dan nilai ekspor yang cukup tinggi, serta pangsa pasar yang luas. Komoditi teh hijau hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001-2003, sementara teh


(30)

hitam berpotensi berdaya saing kuat karena memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2004 dan 2005.

Analisis keunggulan kompetitif dengan teori Berlian Porter menunjukkan bahwa komoditas teh Indonesia berdayasaing lemah karena terdapat berbagai kendala yaitu kualitas teh Indonesia yang belum memenuhi standar internasional, kualitas sumberdaya manusia yang masih lemah, kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pembangunan komoditas teh Indonesia, permintaan domestik yang semakin menurun serta kebijakan pemerintah yang tidak kondusif terhadap pembangunan komoditi teh nasional. Namun, dalam penelitiannya Febriyanthi (2008) belum melakukan analisis keterkaitan antar komponen yang menentukan dayasaing suatu negara (competitive advantage of nations).

2.4 Strategi Pengembangan Agribisnis

Penelitian mengenai strategi pengembangan komoditas juga pernah dilakukan oleh Puspita (2009). Puspita melakukan penelitian mengenai dayasaing serta pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia, masing-masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hal ini terlihat pada subsistem agribisnis hulu yang belum terbentuk sehingga sarana produksi berupa benih masih sulit diperoleh. Selain itu, kegiatan usahatani juga belum mampu mendukung subsistem agribisnis hilir yang telah berkembang.

Dari setiap komponen dayasaing agribisnis gandum lokal, terdapat keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa agribisnis gandum lokal yang baru dikembangkan di Indonesia dayasaingnya masih lemah. Sedangkan strategi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal diantaranya adalah optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan bimbingan, pembinaan dan pendampingan bagi petani, membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan, menciptakan sumber permodalan bagi petani, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal, pembatasan


(31)

volume impor, menciptakan produk olahan gandum lokal berkualitas tinggi untuk pasar tertentu serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal. Puspita (2009) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gandum lokal di Indonesia.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah dalam analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian Porter, dilakukan pula analisis keterkaitan antar komponen utama dan komponen penunjang. Dengan demikian, akan tampak hubungan antara komponen yang saling mendukung dan yang belum saling mendukung. Selain itu, penelitian ini juga dilengkapi dengan analisis strategi pengembangan agribisnis teh Indonesia yang dilakukan menggunakan alat analisis matriks SWOT lalu dipetakan ke dalam arsitektur strategik agribisnis teh Indonesia. Kedua analisis tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tahapan penerapan strategi untuk mengembangkan dan meningkatkan dayasaing agribisnis teh Indonesia.


(32)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Pemahaman Mengenai Agribisnis

Istilah dan paradigma agribisnis pertama kali diperkenalkan oleh Davis dan Goldberg (1957). Awalnya, pemahaman ide mengenai agribisnis muncul untuk menjawab permasalahan yang terjadi di sektor pertanian Amerika Serikat yang tidak tumbuh sesuai dengan harapan ditambah kesejahteraan petani yang tidak juga membaik walaupun telah didukung oleh sumberdaya alam yang sesuai dan besar, teknologi maju, petani yang progresif dan fasilitas infrastruktur publik serta kebijakan yang kondusif. Davis dan Goldberg (1957) diacu dalam Simatupang (2010). menyatakan bahwa :

1. Kinerja usahatani secara mikro dan sektor pertanian secara agregat sangat ditentukan oleh keberadaan dan kinerja dari sektor-sektor terkait di luar pertanian.

2. Masalah pokok pertanian Amerika Serikat bukanlah di dalam sektor pertanian atau usahatani melainkan di luar sektor pertanian atau non-usahatani.

3. Permasalahan dan kebijakan untuk mendukung pembangunan pertanian harus didukung dengan perspektif sistem yaitu saling keterkaitan kinerja usahatani dengan usaha-usaha maupun jasa atau fasilitas penunjang di luar sektor pertanian.

Berbagai penelitian lanjutan kemudian menyimpulkan bahwa paradigma agribisnis yang diperkenalkan David dan Goldberg berlaku umum, termasuk di negara-negara berkembang. Di Indonesia, pemahaman mengenai agribisnis seringkali bias dengan pemahaman mengenai pertanian. Berdasarkan ketiga konsep awal mengenai agribisnis di atas, David dan Goldberg (1957) diacu dalam Simatupang (2010) mendefinisikan agribisnis sebagai berikut :

Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and all distribution of farm supplies; production activities on the farm; and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them”.


(33)

Sementara pertanian dalam arti luas merupakan seluruh mata rantai pemanenan energi surya secara langsung maupun tidak langsung melalui proses fotosintesis dan proses pendukung lainnya untuk kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan kemasyarakatan serta mencakup bidang tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan6. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pertanian hanyalah suatu bagian dari sistem agribisnis.

Subsistem Agribisnis Hulu Industri Perbenihan/ Pembibitan Tanaman, Agrootomotif, Agrokimia Subsistem Usahatani Usaha Tanaman Pangan dan Hortikultura, Usaha Perkebunan, Usaha Peternakan Subsistem Pengolahan Industri Makanan, Minuman, Pangan, Barang Serat Alam, Biofarma, Agrowisata dan Estetika Subsistem Pemasaran Distribusi, Promosi, Informasi Pasar, Struktur Pasar, Kebijakan Perdagangan

Subsistem Jasa dan Penunjang

Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan

Pendidikan dan Penyuluhan Transportasi dan Pergudangan

Gambar 2. Lingkup Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis

Sumber : Saragih (2010), Hlm xx

3.1.2 Konsep Dayasaing

Simanjuntak (1992) dalam Siregar (2009) mengatakan bahwa dayasaing dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pada dasarnya, pembangunan agribisnis merupakan suatu upaya untuk meningkatkan dayasaing yang dilakukan melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage).

Perbedaan dan perubahan pada sumberdaya yang dimiliki suatu negara atau daerah mengakibatkan keunggulan komparatif dan secara dinamis akan mengalami perkembangan. Pearson dan Gotsch (2004) dalam Siregar (2009)       

6


(34)

membagi faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif menjadi lima, yaitu :

1. Perubahan dalam sumberdaya alam 2. Perubahan faktor-faktor biologi 3. Perubahan harga input

4. Perubahan teknologi

5. Biaya transportasi yang lebih murah dan efisien

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka suatu keunggulan komparatif merupakan suatu hal yang tidak stabil dan dapat diciptakan. Kondisi tersebut mengacu kepada kemampuan pengelolaan yang dilakukan secara dinamis dari suatu wilayah dengan keterbatasan sumberdaya namun didukung oleh dukungan tenaga kerja, modal serta proses pengolahan lanjutan.

Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Secara operasional, Simatupang (1995) dalam Siregar (2009) menyebutkan bahwa keunggulan kompetitif adalah kemampuan memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik di pasar domestik maupun pasar internasional, pada harga yang sama atau lebih rendah dibandingkan yang ditawarkan oleh pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak sebesar ongkos penggunaan (opportunity cost) sumberdaya. Kondisi ini menyebabkan keunggulan kompetitif tidak saja ditentukan oleh keunggulan komparatif (menghasilkan barang lebih murah dibandingkan dengan pesaing), tetapi juga ditentukan oleh kemampuan untuk memasok produk dengan atribut (karakter) yang sesuai dengan keinginan konsumen (Simatupang 1995 dalam Siregar 2009).

Porter (1998) menyatakan bahwa keunggulan suatu negara tergantung kepada kemampuan industrinya dalam inovasi dan pengembangan. Adanya persaingan yang ketat menyebabkan suatu perusahaan akan memperoleh keunggulan bersaing pada akhirnya. Konsep dayasaing pada tingkat nasional adalah produktivitas. Produktivitas adalah nilai dari output yang dihasilkan oleh satu satuan tenaga kerja atau kapital. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup suatu negara dalam jangka panjang.


(35)

Terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing suatu industri yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, kondisi industri pendukung dan industri terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi perusahaan. Keempat faktor utama tersebut didukung oleh faktor pemerintah dan faktor kesempatan dalam meningkatkan dayasaing industri. Faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu lingkungan dimana suatu perusahaan lahir dan belajar bagaimana bersaing. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu sistem yaitu The Diamond of National Advantage. Setiap poin dalam berlian tersebut mempengaruhi keberhasilan suatu negara dalam mendapatkan keunggulan bersaing di pasar internasional (Porter 1990).

3.1.3 Formulasi Strategi 1) Matriks SWOT

Analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisis situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisis ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Analisis SWOT melihat bagaimana kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada sebuah perusahaan atau organisasi. Menurut Rangkuti (2006) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, barulah dapat ditentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang ada.

Analisis SWOT ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. Kekuatan atau strengths (S), merupakan suatu kelebihan khusus yang memberikan keunggulan kompetitif di dalam suatu industri yang berasal dari perusahaan. Kekuatan perusahaan akan mendukung perkembangan usaha dengan cara memperlihatkan sumber dana, citra, kepemimpinan pasar, hubungan dengan konsumen ataupun pemasok serta faktor-faktor lainnya.


(36)

2. Kelemahan atau weaknesses (W), merupakan keterbatasan dan kekurangan dalam hal sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan, kemampuan manajerial, keahlian pemasaran dan pandangan orang terhadap merek dapat menjadi sumber kelemahan.

3. Peluang atau opportunities (O), merupakan situasi yang diinginkan perusahaan. Segmen pasar, perubahan dalam persaingan, perubahan teknologi, peraturan dalam persaingan, peraturan baru atau yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber peluang bagi perusahaan.

4. Ancaman atau threats (T), merupakan situasi yang paling tidak disukai dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang diharapkan oleh perusahaan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya posisi penawaran pembeli dan pemasok, perubahan teknologi, peraturan baru yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber ancaman bagi perusahaan.

Selain empat komponen dasar ini, analisis SWOT, dalam proses analisisnya akan berkembang menjadi beberapa subkomponen yang jumlahnya tergantung pada kondisi organisasi, dimana masing-masing subkomponen adalah penjabaran dari masing-masing komponen.

2) Arsitektur Strategik

Pendekatan arsitektur strategik merupakan suatu pendekatan yang bersifat bentangan atau stretch (Hamel & Prahald 1995). Pendekatan ini muncul sebagai respon dari pendekatan klasik yang dinilai kurang mampu untuk mengakomodasi perubahan lingkungan yang tergolong cepat, karena ketika menyusun pendekatan klasik membutuhkan asumsi-asumsi yang sangat ketat (Yoshida 2004).

Selanjutnya Yoshida (2004) menyatakan bahwa arsitektur strategik diciptakan untuk lebih adaptif dan fleksibel di dalam menghadapi suatu perubahan, sehingga dengan diaplikasikannya arsitektur strategik ini, organisasi akan secara leluasa mengembangkan skenario yang diperkirakan akan memuluskan jalan menuju tercapainya visi dan misi organisasi tersebut. Strategi dengan skenarionya kemudian dipetakan ke dalam sebuah blue print strategy.


(37)

Blue print strategy ini sepenuhnya disusun untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi dalam waktu yang telah ditentukan.

Unsur-unsur yang diperlihatkan dalam arsitektur strategik adalah visi dan misi organisasi, analisis internal dan eksternal organisasi, pemahaman mengenai tantangan yang dialami dan akan dialami oleh organisasi, serta sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut. Sehingga pada akhirnya semua unsur tersebut disatukan ke dalam sebuah peta umum strategik yang kemudian akan diimplementasikan untuk jangka waktu tertentu.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha perkebunan teh di Indonesia telah berlangsung sejak lama. Komoditas teh perama kali diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia oleh bangsa Belanda pada awal abad ke-19. Seiring dengan kontribusi yang diberikan, komoditas teh menjadi komoditas strategis yang kemudian ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan nasional pada tahun 2010. Keberadaan usaha perkebunan teh di Indonesia merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Kemampuan usaha perkebunan teh dalam menyerap tenaga kerja menjadikan perkebunan teh turut berkontribusi dalam mengurangi pengangguran. Selain itu, peningkatan permintaan baik di sektor industri teh curah maupun teh olahan sebesar satu satuan akan meningkatkan output di semua industri, termasuk industri itu sendiri dan menciptakan multiplier effects yang kemudian akan meningkatkan perekonomian di sektor tersebut (Santoso & Suprihatini 2007).

Pada perdagangan teh internasional, Indonesia dikenal sebagai produsen sekaligus eksportir besar. Namun, adanya persaingan yang ketat diantara negara-negara kompetitor belum mampu diatasi dengan baik oleh industri teh curah di dalam negeri. Hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan posisi Indonesia dari posisi kelima menjadi produsen teh terbesar ketujuh selama periode 2000 hingga 2008. Penurunan produksi tersebut juga mempengaruhi pangsa pasar teh Indonesia di pasar internasional.

Penurunan kinerja Indonesia di pasar internasional tersebut harus segera diatasi karena dapat berakibat buruk pada produsen dan industri teh di dalam negeri. Salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan adalah adanya potensi untuk


(38)

meningkatkan konsumsi teh domestik. Upaya peningkatan konsumsi teh di dalam negeri akan didukung oleh tingginya populasi penduduk Indonesia dengan tren pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Upaya peningkatan konsumsi domestik tersebut seiring dengan kebiasaan minum teh yang telah membudaya bagi sebagian masyarakat Indonesia. Hal tersebut menunjukkan ada kesempatan bagi industri teh domestik untuk mengalihkan pasar tehnya dari pasar internasional menuju pasar domestik. Selanjutnya, hal tersebut diharapkan mampu mengatasi persaingan yang timbul akibat adanya peningkatan kegiatan impor produk teh asing ke Indonesia.

Gambaran di atas menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisis kondisi agribisnis teh Indonesia saat ini, kemudian melakukan analisis dayasaing agribisnis teh Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian Porter dilakukan dengan tujuan mengetahui kesiapan agribisnis teh Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Sementara perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan alat analisis Matriks SWOT dengan tujuan memperoleh strategi yang mampu mengoptimalkan kekuatan dan segala peluang yang ada sehingga kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat diminimalisir akibatnya.


(39)

• Indonesia memiliki kondisi iklim dan topografi yang sesuai untuk pengembangan teh.

• Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir teh terbesar di dunia.

Multiplier effects yang ditimbulkan oleh agribisnis teh Indonesia besar (lebih dari satu)

• Adanya dukungan dari

pemerintah melalui penetapan teh sebagai salah satu

komoditas unggulan nasional.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis SWOT

Analisis Dayasaing Agribisnis Teh

Indonesia

• Luas areal perkebunan teh menurun 2,18 persen

• Produksi teh dalam negeri yang menurun 0,83 persen selama sepuluh tahun terakhid

• Volume ekspor yang semakin menurun sebesar 1,7 persen selama sepuluh tahun terakhir.

• Persaingan di pasar

internasional yang semakin ketat.

• Rendahnya konsumsi teh domestik

Enam Komponen Dayasaing Berlian Porter

1. Kondisi Faktor

Sumberdaya

2. Kondisi Permintaan

3. Industri Terkait dan

Industri Pendukung

4. Struktur, Persaingan dan

Strategi Perusahaan

5. Peran Pemerintah

6. Peran Kesempatan

Sistem Agribisnis Teh Indonesia

Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia


(40)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah pelaksanaan penyusunan proposal penelitian. Sebelum tahap penyusunan proposal, dilakukan kegiatan pra-penelitian (pengumpulan data dan informasi pendahuluan) selama minggu ketiga hingga minggu keempat bulan Desember 2010. Kemudian, kegiatan penelitian termasuk kegiatan pengumpulan dan pengolahan data hingga penarikan kesimpulan dilakukan sejak bulan Februari hingga Maret 2011. Selama proses pengumpulan data dan informasi, penulis juga sekaligus melakukan kegiatan pengolahan data hingga bulan April 2011.

4.2 Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi secara langsung ke beberapa perkebunan teh di Provinsi Jawa Barat serta melalui wawancara mendalam terhadap beberapa tokoh teh nasional. Sedangkan data sekunder merupakan data yang telah terdokumentasi sebelumnya dan diperoleh dari data time series selama tahun 2000-2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Dirjen Perkebunan, International Tea Committee (ITC) serta laporan tahunan, hasil penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, literatur, buku dan dokumentasi lain yang dikeluarkan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), serta sumber informasi lainnya seperti majalah, buletin dan internet. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa alat pencatat, alat perekam, alat penyimpan data elektronik serta daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua periode, periode pengumpulan data tahap I, dan pengumpulan data tahap II. Pengumpulan data tahap I dimulai sejak bulan Desember 2010 bersamaan dengan proses penyusunan proposal. Pengumpulan data tahap I dilakukan dengan


(41)

menggunakan literatur, pencarian data statistik, serta browsing internet. Sedangkan pengumpulan data tahap II dilakukan setelah proposal penelitian selesai, yaitu pada bulan Februari-Maret 2011. Teknik pengumpulan data yang digunakan sama seperti pada tahap I, namun pada periode ini pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara mendalam dengan tokoh teh nasional (elite interview). Wawancara dilakukan dengan beberapa narasumber yang dinilai mampu mewakili beberapa komponen penting dalam agribisnis teh Indonesia. Beberapa narasumber dalam penelitian ini adalah Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia, Asisten Manajer Pemasaran Teh, PT KPBN7, professional tea taster dan quality control PT KPBN, staff PTPN VIII Kebun Gunung Mas, Mandor I Tanaman Perkebunan Ciliwung (perkebunan swasta yang menjalin kemitraan dengan perkebunan rakyat), anggota Asosiasi Teh Indonesia, pengamat komoditas perkebunan.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum agribisnis teh di Indonesia, dayasaing agribisnis teh di Indonesia, serta untuk menganalisis strategi pengembangan agribisnis teh di Indonesia. Alat yang digunakan untuk menganalisis dayasaing teh di Indonesia adalah Teori Berlian Porter, sedangkan untuk mengetahui strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis teh di Indonesia, digunakan metode SWOT Analysis. Kemudian, untuk menyusun dan memetakan strategi pengembangan agribisnis teh di Indonesia yang telah diperoleh, digunakan Arsitektur Strategi.

4.4.1 Analisis Berlian Porter

Teori Berlian Porter dapat digunakan untuk mengetahui dayasaing suatu komoditas berdasarkan kondisi dari komponen-komponen yang saling mendukung dan menguatkan di suatu negara terkait dengan komoditas tersebut. Terdapat empat komponen utama dan dua komponen penunjang yang membentuk       

7

PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT KPBN) merupakan lembaga pemasaran teh yang dibawahi PTPN. Sistem pemasaran yang dilakukan berdasarkan pada sistem lelang. Sejak tahun 2010 lembaga tersebut bertransformasi badan hukum menjadi perseroan terbatas.


(42)

model seperti berlian. Komponen utama tersebut terdiri dari kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, serta struktur, persaingan, dan strategi perusahaan. Sedangkan komponen penunjang Berlian Porter merupakan faktor pemerintah dan faktor kesempatan. Berikut ini adalah penjelasan dari setiap komponen yang terdapat pada Teori Berlian Porter :

1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu :

a) Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing industri nasional mencakup biaya aksesibilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk sumberdaya pertanian laut lainnya), peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lain-lain.

b) Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral).

c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologinya.


(43)

d) Sumber Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembayaran (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal.

e) Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jenis, mutu dan ketersediaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan. Hal tersebut termasuk ketersediaan sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing nasional, yaitu :

a) Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi :

i) Struktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan struktur segmen yang sempit.

ii)Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan.


(44)

iii) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing.

b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan melakukan penetrasi lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas.

c) Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing produk negara yang dikunjungi tersebut.

3. Industri terkait dan Industri Pendukung

Keberadaan indutri terkait dan industri pendukung yang telah memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang relatif murah, mutu lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Struktur industri dan perusahaan juga menetukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur


(45)

industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri bersaing. Struktur persaingan yang berada pada suatu industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan tersebut dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.

a) Struktur Pasar

Istilah struktur pasar digunakan untuk menunjukkan tipe pasar. Derajat persaingan struktur pasar (degree of competition of market share) dipakai untuk menentukan sejauh mana perusahaan-perusahaan individual mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijual di pasar. Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan, jumlah penjual dan keragaan produk (nature of the product) adalah dimensi-dimensi yang penting dari struktur pasar. Adapun dimensi lainnya adalah mudah atau sulitnya memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan mempengaruhi permintaan melalui iklan, dan lain-lain. Beberapa struktur pasar yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Biasanya struktur pasar yang dihadapi industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri.

b) Persaingan

Tingkat persaingan dalam suatu industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional


(46)

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat persaingannya rendah.

c) Strategi Perusahaan

Dalam menjalankan suatu usaha, baik perusahaan berskala besar maupun perusahaan berskala kecil, dengan berjalannya waktu, pemilik atau manajer dipastikan memiliki keinginan untuk mengembangkan usahanya dalam lingkup yang lebih besar. Untuk mengembangkan usaha, perlu strategi khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha. Penyusunan suatu strategi diperlukan perencanaan yang matang dengan memperhatikan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan tersebut.

5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh pada faktor-faktor penentu dayasaing global. Dayasaing global akan dipengaruhi secara langsung oleh perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri tersebut. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan dayasaingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.

Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik baik secara langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya, maupun secara langsung melalui perannya sebagi pembeli barang dan jasa. Kebijakan penetapan bea keluar dan bea masuk, tarif pajak, dan lain-lainnya juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam meningkatkan dayasaing global.

Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan yang melemahkan faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing global. Peran pemerintah adalah


(47)

memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu dayasaing, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif dan efisien. 6. Peran Kesempatan

Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali perusahaan dan pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri nasional. Beberapa kesempatan yang mampu meningkatkan naiknya dayasaing global industri nasional adalah penemuan baru murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang), peningkatan permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya.

Persaingan, Struktur, Strategi

Perusahaan

Kondisi Faktor Sumberdaya Peranan

Kesempatan

Industri Terkait dan Industri

Pendukung

Kondisi Permintaan Domestik

Peranan Pemerintah

Keterangan :

Garis ( ) menunjukkan keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung Garis ( ) menunjukkan keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung

komponen utama

Gambar 4. The Complete System of National Competitive Advantage


(1)

134

Lampiran 1.

Persentase Pangsa

Produksi Teh Dunia (2000-2008)

No Negara Pangsa Produksi (persen)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 India 28,8 27,9 27,2 27,4 27,0 27,3 27,4 25,2 25,8

2 Bangladesh 1,8 1,9 1,7 1,8 1,7 1,8 1,5 1,5 1,5

3 Sri Langka 10,4 9,7 10,1 9,5 9,3 9,2 8,7 8,1 8,4

4 Indonesia 5,5 5,5 5,3 5,3 5,0 4,5 4,1 3,7 3,6

5 Cina 23,6 22,9 24,2 24,0 25,2 27,0 28,7 30,4 31,6

6 Iran 1,5 1,9 1,6 1,8 1,2 0,7 0,6 0,4 0,5

7 Jepang 3,0 3,0 2,7 2,9 3,0 2,9 2,8 2,5 2,4

8 Turki 4,4 4,7 4,6 4,8 5,1 3,9 4,0 4,7 4,1

9 Vietnam 2,4 2,6 2,9 2,9 2,8 3,8 4,0 4,0 4,4

10 Kenya 8,0 9,6 9,3 9,2 9,8 9,3 8,7 9,8 9,1

11 Malawi 1,4 1,2 1,3 1,3 1,5 1,1 1,3 1,3 1.1

12 Uganda 1,0 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,0 1,2 1.1

13 Lainnya 8,2 8,0 8,0 8,0 7,3 7,4 7,2 7,2 6,4

Sumber : ITC (2009)

Lampiran 2.

Persentase Pangsa Ekspor Teh Dunia (2000-2008)

No Negara Pangsa Produksi (persen)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 India 15,4 12,8 13,8 12,2 12,4 12,4 13,6 11,1 11,8

2 Bangladesh 1,4 0,9 0,9 0,9 0,9 0,6 0,3 0,7 0,5

3 Sri Langka 21,1 20,5 19,9 20,8 18,6 19,0 19,9 18,7 18,2

4 Indonesia 8,0 7,1 7,0 6,3 6,3 6,5 6,0 5,3 5,8

5 Cina 17,2 17,8 17,5 18,6 17,9 18,2 18,1 18,4 18,1

6 Vietnam 4,2 4,2 5,3 4,3 6,3 5,6 6,6 7,1 6,3

7 Kenya 16,4 19,3 18,9 19,3 21,4 22,2 19,8 21,8 23,4

8 Malawi 2,9 2,7 2,7 3,0 3,0 2,7 2,7 3,0 2,4

9 Uganda 1,7 1,6 1,6 1,5 1,5 1,4 1,5 1,9 1,5

10 Tanzania 2,0 2,2 2,2 2,4 1,9 2,1 2,1 2,8 2,6

11 Argentina 3,8 4,0 4,0 4,2 4,2 4,2 4,5 4,8 4,7

12 Lainnya 5,9 6,9 6,2 6,5 5,6 5,1 4,9 4,4 4,7

Sumber : ITC (2009)

Lampiran 3.

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Teh Dunia

Tahun

Produksi (000 Ton) Konsumsi

(000

Ton)

1998 3.026

2.973

1999 2.948

2.925

2000 2.929

2.880

2001 3.058

2.992

2002 3.086

3.021

2003 3.217

3.173

2004 3.335

3.203

2005 3.458

3.361

2006 3.580

3.488

2007 3.751

3.618

2008 3.804

3.658


(2)

135

Lampiran 4.

Daftar Perusahaan Teh di Indonesia

No Nama Perusahaan Alamat

1 CV Agrogarden Jln. Sultan Agung Tirtayasa No. 21 Cirebon 2 CV Anugerah Jln. Suniaraja No. 2 D Bandung, 40111

3 PT Arteri Megah Jln. Tirtasari 81 RT 09/01 Cipayung, Depok Timur 4 PT Chakra Jln. Bojong Buah Raya No. 6A Kawasan Industri

Cilamjoeni, Bandung

5 PT Cipta Monang Utama Jln. Cideng Timur No. 86, Jakarta 10160 6 Lipton Tea Supply Unilever

Tbk (Consultative Tea Group)

Buying Department 2nd Floor Haery I Building, Jln. Kemang Selatan Raya No.151 Jakarta 10151 7 PT Danitama Niagaprima Jln. Sultan Hasanudin 47-48 Jakarta 12160 8 Daun Burung Jln. Jenderal A. Yani No. 142/144 Tegal 9 PT Duta Serpack Inti Kawasan Industri Palm Manis, Desa Gandasari,

Jati Uwung, Tangerang

10 PT Fajar Nusa Rifindo Jln. Cipinang Cempedak II/2 Polonia, Jakarta 11 PT Gunung Rosa Djaja Desa Karyamukti, Campaka, Cianjur

12 PT Gunung Sari Hijau 63 Desa Susukan Tr II/6, Cigudeg, Bogor 13 PT Hefima Niagatama Jln. Raya Alternatif Cibubur Blok G No. 15,

Cimanggis, Cibinong

14 PT Ide Mesin Teh Indonesia Jln. Dr. Wahidin No.31 Tegal 52111 15 L.Elink Schuurman (Thee) BV

(Representative Office)

Wisma Adiwirakerta Lantai III, Jln. Wijaya I No. 7, Kebayoran Baru, Jakarta

16 PT Incomex Agratama Jln. Jati Padang No. 15 Pasar Minggu, Jakarta 17 INDOHAM

(Representative Office)

Hotel Kartika Chandra, Office Tower Lt.7, Jln. Gatot Subroto, Jakarta 12930

18 PT Indo Tirta Jaya Abadi Jln. Majapahit No. 769 (Km 11), Semarang 19 Indonesia Nature Tea

Company

Jln. Soetomo No. 480, Medan 20231

20 PT Intermas Pasific Mutiara Kebon Jeruk Plaza Blok B No. 3-3 dan C 3-4 Jln. Perjuangan Kedoya, Jakarta 11530

21 PT Jangkar Jati Jln. Ancor Barat VII No. 12 Blok A/50, Jakarta 22 UD Jasa Prima Jln. Citaliktik Bojongsayang No. 23, Pananjung,

Bandung 40377

23 PT J.A Wattie Wisma BSG Lt.8 Jln. Abdul Muis No. 40 Jakarta 24 JFR Scheibler & Co Jln. Raya Jatipadang No. 15, Ragunan Jakarta 25 PT Karti Wana Raya Jln. Kebun Besar No. 27, Jakarta 12420 26 KOPTHINDO Jln. Soekarno Hatta No. 35, Bandung 40233 27 PT Kantor Pemasaran

Bersama Nusantara

Jln. Taman Cut Mutiah No. 11, Jakarta 28 PD Kurnia Jln. Cipelang Leutik II/3, Sukabumi 43114 29 PT Lautan Mutiara Sewu Jln. Cideng Barat No. 37 A/B, Jakarta 11440 30 PT Mohtex Jln. KH. Wahid Hasyim No. 45 Jakarta 10350 31 PT Martina Berto Kawasan Industri Pulogadung Jln. Pulo Kambing

II No. 1 Jakarta 13930 32 PT Maskapai Perkebunan

Mulia

Gedung Tedja Buana Lt. 3 Jln. Menteng Raya No. 29, Jakarta 10340

33 PT Megah Salaras Jln. Arteri Pondok Indah 28 E, Kebayoran Lama, Jakarta, 10350

34 PT MP. Indorub Sumber Wadung

Jln. Puri Mutiara VI No. 18E, Cipete Selatan, Jakarta 12410


(3)

136

No Nama Perusahaan Alamat

35 PD Mekar Wangi Jln. Sumber Hegar V No. 12-8, Bandung 40222 36 PT Multi Fitindo Jln. Pintu Air V No. 53B Pasarbaru, Jakarta 12710 37 PT Multikemindo Perkasa Golden Vile Blok CF Jln. Kali Sekretaris (Daan

Mogot II) No. 58, Jakarta 11510

38 PT Mustika Ratu Tbk Mutika Ratu Centre 12th Floor, Jln. Gatot Subroto Kav. 74-75, Jakarta Selatan

39 CV Nanjung Jln. Satria K No. 70 Cibolerang, Bandung 40224 40 PT Nanteatraco Jln. Tulodong Bawah VIII No. 33, Kebayoran

Baru, Jakarta 12190

41 PT Nitoh Malindo Jln. Saweringanding No. 12 Makasar 90113 42 PT Nirmala Agung Gedung JITC Lt. 9-10, Jln. Mangga Dua Raya,

Jakarta

43 PT Nyalindung Jln. Raya Purwakarta No. 625 Desa Nyalindung Cipatat, Bandung

44 PT Otsuka Jaya Indah Jln. Cilosari No. 25 Cikini, Jakarta Pusat 45 Pabrik Teh Teteco Jln Srayu No. 7 Tegal

46 Pabrik Teh Tong Tji Jln. Jenderal A. Yani No. 210, Tegal 47 CV Padakersa Jln. Tomang Raya No. 47 G, Jakarta 11440 48 PT Pagilaran Jln. Faridan M. No. 11 Yogyakarta 55224 49 PT Pecconina Baru Jln. Bekasi Timur IV No. 3A Jatinegara, Jakarta 50 Penyortir Teh “Djunaedi” Jln. Bintang Mas No. 17 Cibinong, Bogor 51 PT Perkebunan Nusantara VIII Jln. Sindang Sirna No. 4 Bandung 40153 52 PT Perkebunan Nusantara XII Jln. Rajawali No. 44 Surabaya 60175 53 PT Perkebunan Nusantara IX Jln. Mugas Dalam (Atas), Semarang 50011 54 PT Perkebunan Nusantara IV Jln. Letjen Suprapto No. 2 Medan 20152 55 PT Perkebunan Nusantara VI Jln. Zainir Havis No. 1 Koto Baru, Jambi 36128 56 PT Perkebunan Nusantara VII Jln. Prof. Dr. Suparno, SH No. 231, Jakarta 12870 57 PT Perkebunan Teh Jambi Jln. T. Jogonegoro No. 39 Wonosobo

58 CV Prima Jasa Jln. Merdeka No. 48, Bogor

59 PT Perkebunan Cihaur I-V Kebon Jeruk Plaza Blok E-11, Jln. Perjuangan Kedoya, Jakarta 11530

60 PT Perkebunan Hasfarm Napu Jln. Hasanudin No. 6 Blok M3 Jakarta 12160 61 Perusahaan Teh Ciwangi Jln. Pasirkaliki No. 135 Bandung

62 Perusahaan Teh Cangkir Jln. Jenderal A. Yani No. 10 Pekalongan 63 PT PP London Sumatera Jln. A. Yani No. 2 Medan

64 PT Pucuk Mas Tiga Daun Jln. Taman Aries Blok H-4 No. 11, Jakarta 11620 65 CV Putra Sejati Jln. Holis No. 266 Bandung

66 Pusat Penelitian Teh dan Kina Jln. Ir. H. Juanda No. 107 Gambung, Bandung 67 Pukoveri Jabar

(Unit Niaga dan Jasa)

Jln. Aceh No. 4 Bandung

68 PT Putindo Inti Selaras Jln. Bisma Raya Blok A No. 548 Jakarta 69 PT Rambate Ratahayu Jln. Citarum No. 19 Surabaya 60241 70 PT Roboco Jayatama Jln. KH Hasyim Ashari, Jakarta 10150

71 PT Sarana Mandiri Mukti Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 3 No. 314b, Jln. Jenderal Gatot Subroto Senayan, Jakarta 72 PT Sari Bumi Kawi Jln. Jenderal A. Yani No. 15 Wlingi, Blitar

73 PT Sari Bumi Pakuan Jln. Pulo Ayang Raya Blok OR-1 Kawasan Industri Pulogadung , Jakarta

74 PT Sariwangi A.E.A Jln. Mercedes Benz No. 228, Cicadas, Gunung Putri, Bogor


(4)

137

No Nama Perusahaan Alamat

75 PT Sari Rasa Jln. Tiang Bendera III No. 8, Jakarta Pusat 76 PT Sasanamitra Wijaya Jln. Cempaka Putih Timur IV No. 10, Jakarta 77 Seko Fajar Plantation Jln. Gatot Subroto Kav 22, Jakarta 12930 78 PT Setia Hati Nugraha Jln. Lautze No. 17 K, Jakarta Pusat 10210 79 Setyawan Jln. Kebonjati No. 230, Bandung

80 PD Sidodadi Jln. Dr. Cipto No. 65 Pekalongan Timur 81 PT Sinar Inesco Jln. Batununggal Permai V No. 1, Bandung 82 PT Sinar Maluku Jln. Lamandau IV No. 21 Kebayoran Baru, Jakarta 83 PT Sinar Sosro Indonesia Jln. Raya Bekasi Km 28 Cakung, Jakarta 13960 84 PT Spadenta Nusantara Jln. Pulo Asem Timur II No. 16 Rawamangun,

Jakarta Timur

85 CV Sumber Hidup Jln. Pasar Baru No. 84 Banjarmasin, Kalimantan 86 PT Sumber Rejeki Jln. Kolonel Sugiono No. 39, Tegal

87 PT Tatar Anyar Indonesia Cilandak Commercial Estate, Building 202EN Cilandak, Jakarta 12075

88 PT Teha Jln. Arjuna No. 29 Bandung 89 Pabrik Teh Giju Jln. Pekalongan No. 44 Cirebon 90 Teh Gunung Subur Jaten Km 9, Karanganyar, Surakarta 91 PT Teh Nusamba Indah Jln. Menteng Raya No. 73, Jakarta 10330 92 Teh Pecco Jln. Kalibaru Selatan No. 3, Cirebon 93 PT Teh Wangi 999 Jln. RA Kartini No. 61-63, Pekalongan 94 PT Trijasa Primaselaras Jln. Gajahmada No. 194, Jakarta 11120 95 PT Tunggal Naga Jln. Raya Selatan No. 130 Adiwerna, Tegal 96 Van Rees BV

(Representative Office)

Deli Maatschppij, Cilandak Commercial Estate Building III, Jln. KKD Cilandak, Jakarta 12560 97 Yoosuf Akbani Jln. Cempaka Putih Tengah No. 27B/D-4, Jakarta Sumber : Indonesian Tea Catalogue


(5)

138

Lampiran 5.

Berbagai Jenis Mutu Teh Curah

Broken Orange Peko (

BOP)

Broken Tea

(BT)

DUST

Broken Orange Peko Fanning

(BOP F)

Broken Peko

(BP)

Peko Fanning

(PF)


(6)

Peko Fanning 1

(PF 1)

Fanning

(FANN)

139

Peko Fanning 2

(PF 2)

Peko Dust

(PD)

DUST 2

Tea Sample yang dibagikan kepada peserta lelang 2 minggu sebelum Auction Sumber : PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (2011)