32
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai p ada bulan Maret 2007 sampai bulan Maret 2008 di wilayah Gugus Pulau Kaledupa GPK, Kabupaten Wakatobi,
Propinsi Sulawesi Tenggara.
3.3 Pemecahan Masalah
Dalam merumuskan langkah untuk memecahkan masalah di atas, dilakukan penelitian secara bertahap untuk menemukan pola pemanfaatan
ruang yang optimal dalam mengelola PPK secara berkelanjutan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 tiga tahapan kegiatan, yaitu: 1 Tahap Identifikasi
dan Penyusunan Basis Data yang meliputi pengumpulan datainformasi menyangkut kondisi sumberdaya dan jasa lingkungan di PPK, bentuk
pemanfaatan ruang yang ada existing conditions, serta rancangan basis data spasial yang akan di susun berdasarkan struktur data yang di peroleh. 2 Tahap
Analisis meliputi analisis kesesuaia n lahan dan daya dukung ekologis yang menghasilkan peta kesesuaian dan daya dukung suatu peruntukkan. Analisis
aspek ekonomi menyangkut analisis nilai ekonomi total sumberdaya melalui valuasi ekonomi sumberdaya mangrove dan terumbu karang, yang
menghasilkan peta nilai ekonomi sumberdaya.; dan 3 Tahap Penyusunan Pola Pemanfaatan Ruang GPK. Tahapan ini diharapkan mampu menghasilkan
rekomendasi kebijakan pengelolaan PPK secara berkelanjutan. Ketiga tahapan ini membentuk alur kegiatan penelitian yang akan dilakukan sebagaimana
terlihat pada Gambar 7. Jenis data yang dikumpulkan, baik data primer maupun data sekunder,
dapat dibagi kedalam 3 kategori yaitu: data ekologis, data ekonomi, dan data sosial. Data ekologis meliputi fisik pulau, oseanografi dan kua litas perairan, serta
ekosistem. Data ekonomi meliputi aktifitas ekonomi dan nilai manfaat sumberdaya. Data sosial meliputi kebijakan pembangunan Pemerintah
Kabupaten Wakatobi dan pertimbangan sosial budaya dalam pemanfaatan ruang wilayah GPK. Secara ringkas jenis data yang dikumpulkan seperti terlihat
pada Tabel 6.
33
Gambar 7 Alur Kegiatan Penelitian
34
Tabel 6 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan No.
Kategori Jenis Data
Pengukuran A
Ekologis 1 Fisik Pulau
Luas gugus pulau, jumlah pulau, panjang pantai, tipe pantai, dasar pantai, letak geografis, nama
pulau, lokasi sumber dan potensi air tawar, iklim Primer
dan Sekunder
2 Oseonografi dan
Kualitas Perairan
Arus, suhu, salinitas, kedalaman perairan, Zat padatan tersuspensi TSS, oksigen terlarut,
fosfat, nitrat, pH Primer
dan Sekunder
3 Ekosistem Hutan, Lahan, Pasir Putih, Mangrove, Lamun,
dan Terumbu karang Primer
dan Sekunder
B Ekonomi
1 Aktifitas ekonomi
Jenis lapangan usaha dapat meliputi perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan,
pariwisata, perdagangan Primer
dan Sekunder
2 Nilai manfaat sumberdaya
Hutan, Lahan, Pasir Putih, Mangrove, Lamun, dan Terumbu karang,
Primer dan
Sekunder C
Sosial 1 Kebijakan
pembangunan Perda, aturan masyarakat, isu pembangunan,
kebijakan prioritas,
proses perumusan
perencanaan dan dokumennya, serta lainnya Sekunder
2 Pertimbangan Sosial budaya
Wilayah adat, norma dan adat istiadat, tanggapan dan persepsi terhadap arahan
pemanfaatan ruang Primer
dan Sekunder
3.3.1 Tahap identifikasi Dan penyusunan basis data
Tahapan ini merupakan tahapan I yang diawali dengan pengkajian dan pengumpulan data sifatnya primer dan sekunder untuk mengidentifikasi dan
menginventarisasi sumberdaya di GPK yang meliputi kondisi sumberdaya dan jasa lingkungan serta pemanfaatan ruang yang ada, yang dilanjutkan dengan
penyusunan basis data. Pelaksanaan tahapan ini banyak mengacu dari hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Manafi, 2003 serta untuk
melengkapi daftar jenis dan sumber data yang telah disebutkan diat as. Dalam tahap identifikasi dan penyusunan basis data serta tahap analisis
dilakukan dengan memanfaatkan software SIG Arc View 3.2a dan ArcGIS 9.2 karena berbagai informasi dan data diupayakan selalu dapat ditempatkan di atas
ruang sebagaimana pendekatan penelitian ini. Data yang dianalisis terdiri dari 2 bagian yaitu data spasial dan data attribut. Data spasial merupakan data yang
bereferensi geografis atau memiliki koordinat yang dapat berupa titik point, garis, dan poligon. Sedangkan data at tribut merupakan data yang tidak
bereferensi geografis atau tidak memiliki koordinat yang dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif, namun data attribut dapat menjadi penjelasan atau dasar
35
dalam menyusun tema spasial baru tertentu yang bereferensi geografis. Data spasial bersumber pada peta dan citra satelit. Dalam penelitian ini peta dasar
yang digunakan adalah peta rupa bumi yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Sementara itu koordinat yang digunakan adalah koordinat UTM Universal
Transverse Mercator yang satuannya adalah meter. Hal ini dilakukan untuk memudahkan perhitungan dibanding bila menggunakan koordinat derajat .
Data fisik pulau di peroleh dari ekstraksi informasi dari citra satelit dan peta tematik serta laporan yang ada. Sedangkan data oseanografi dan kualitas
perairan selain berdasarkan laporan yang ada, dilakukan pengukuran langsung dilapangan serta pengambilan sampel yang kemudian di analisis di laboratorium
pada bulan mei 2007. Jumlah dan sebaran lokasi sampling kualitas perairan disesuaikan dengan lokasi sampling yang telah dilakukan pada pemantauan
kualitas lingkungan perairan pulau Kaledupa tahun 2001 oleh Program Coremap Fase I, yaitu sebanyak 15 titik Gambar 8.
Gambar 8 Lokasi pengambilan sampel kualitas perairan
36
Adapun metode pengukuran yang dilakukan untuk memperoleh data kualitas perairan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Variabel kualitas perairan dan alatmetode pengukurannya No.
Jenis Data Satuan
Alat Metode 1
Suhu
O
C Termometer air raksa
2 Salinitas
ppt Refraktometer
3 Kedalaman perairan
cm Tongkat berskala
4 TSS
ppm Turbidimeter
6 Oksigen terlarut
ppm DO meter
7 Fosfat
ppm Spectrophotometer
8 Nitrat
ppm Spectrophotometer
10 pH
– pH meter
Sementara itu untuk data ekosistem dikhususkan pada ekosistem dominan di wilayah PPK yaitu dibatasi pada lahan daratan khususnya hutan,
mangrove, dan terumbu karang. Ekstraksi informasinya dilakukan dengan mengolah citra satelit dan peta tematik serta laporan yang ada yang kemudian
dilakukan deliniasi wilayah ekosistem yang dimaksud kan. Adapun tematik yang dihasilkan merupakan peta guna lahan eksisting untuk tema lahan daratan,
mangrove, dan terumbu karang. Setiap hasil delinasi batas ekosistem dilanjutkan dengan penggalian
informasi yang lebih rinci dengan mamanfaatkan laporan yang tela h ada dan wawancara. Dalam melakukan wawancara, kelompok sampel ditentukan sesuai
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini purposive sampling. Adapun kelompok sampel dimaksud adalah kelompok stakeholders yang terdiri dari 10
kelompok: yaitu Pemda W akatobi, Pemerintah Kecamatan, Anggota Legislatif Asal Kaledupa, Badan Pengelola TNKW, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda,
Nelayan Budidaya, Nelayan Tangkap, Pengusaha, TNC -WWF. Setiap kelompok di pilih satu orang yang diharapkan memahami benar permasalahan ya ng akan
ditanyakan. Responden suatu kelompok dimungkinkan dapat bertambah seiring dengan perlunya penambahan orang yang benar -benar memahami masalah
pada kelompok tersebut. Adapun unsur data yang dicari seperti yang tertera pada Tabel 8.
37
Tabel 8 Unsur data setiap ekosistem
No Ekosistem
Unsur data Metode
Keterangan Sumber 1 Lahan
daratan Luas
Analisis spasial SIG
Mengacu laporan yang pernah ada
Klasifikasi pemanfaatan
Laporan dan Wawancara
Penggunaan lahan eksisting Identifikasi
manfaat Wawancara
Purposive sampling 2 Mangrove
Luas Analisis
spasial SIG Perlu diperbandingan dengan
laporan Identifikasi
manfaat Wawancara
Purposive sampling Jenis Mangrove
spesies Laporan dan
Identifikasi Pemerintah dan Literatur
Identifikasi Laju degradasi
luas mangrove Analisis
spasial SIG Laporan dan wawancara
3 Terumbu karang
Luas Analisis
spasial SIG Mengacu laporan yang pernah
ada Luas tutupan
terumbu karang hidup
Analisis spasial SIG
Metode Mantatow Identifikasi
manfaat Wawancara
Purposive sampling Jenis Terumbu
karang spesies Laporan dan
Identifikasi Pemerintah dan Literatur
Identifikasi Laju degradasi
luas tutupan terumbu karang
hidup Analisis
spasial SIG Laporan dan wawancara
responden
Secara umum data ekonomi makro dib utuhkan untuk mendapatkan penjelasan umum tentang gambaran ekonomi wilayah di Kabupaten Wakatobi
dan secara khusus gambaran ekonomi diwilayah GPK. Data tersebut diperoleh dari Satuan Kerja Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Wakatobi. Secara khusus data kategori ekonomi yang dibutuhkan untuk analisis
adalah nilai ekonomi sumberdaya mangrove, dan terumbu karang. Data ini diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan data i dentifikasi nilai manfaat pada unsur data identifikasi manfaat kategori ekologis diatas. Metode yang digunakan dalam
analisis perhitungan nilai ekonomi sumberdaya akan dije laskan pada tahap analisis data.
38
3.3.2 Tahap analisis
Pada tahap II ini dilakukan analisis data yang di bagi ke dalam 3 tiga bagian yaitu:
Bagian pertama adalah analisis kesesuaian yang dilanjutkan dengan
analisis daya dukung. Dalam bagian ini data yang bertemakan pemanfaatan di olah untuk mendapatkan peta kesesuaian pemanfaatan. Adapun t ema
pemanfaatan akan dikelompokkan pada: Permukiman, Budidaya Pertanian, Pariwisata Pantai, Pariwisata Bahari, dan Budidaya Laut.
Bagian kedua adalah analisis daya dukung yang merupakan langkah
lanjutan dari analisis kesesuaian. Dalam bagian ini data yang bertemakan pemanfaatan di olah untuk mendapatkan daya dukungnya. Permukiman dan
Budidaya Pertanian dihitung daya dukungnya berdasarkan kebutuhan air tawar. Pariwisata Pantai, Pariwisata Bahari, dan Budidaya Laut di hitung
daya dukungnya berdasarkan kebutu han ruang.
Bagian ketiga adalah analisis nilai manfaat sumberdaya . Dalam bagian ini
data yang bertemakan sumberdaya di olah untuk mendapatkan peta nilai ekonomi total sumberdaya. Adapun tema sumberdaya akan dibatasi pada
Mangrove dan Terumbu karang. Adapun prosedurnya dalam setiap bagian adalah sebagai berikut:
a Analisis Kesesuaian
Dalam melakukan analisis kesesuaian digunakan matriks kesesuaian untuk tema pemanfaatan meliputi Permukiman, Budidaya Pertanian, Pariwisata
Pantai, Pariwisata Bahari, dan Budidaya Laut. Matriks disusun berdasarkan acuan kriteria kesesuaian setiap peruntukkan. Matriks kesesuaian lahan diatas
dapat dimodifikasidisusun dengan melakukan pembobotan weighting dan pengharkatan scoring, dan parameternya disesuaikan dengan kondisi wi layah
penelitian.
Permukiman Matriks kesesuaian untuk permukiman disusun dengan mengacu pada
Harjowigeno dan Widiatmaka 2001, dan Sjafii 2000 seperti yang tertera pada Tabel 9.
39
Tabel 9 Matriks kesesuaian untuk permukiman
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1.5
3 1.5–3
2 3
1 3
Jarak dari jalan km
=0.1 4
0.1–0.5 3
1–2 2
2 1
2 Kemiringan
0-5 4
5–8 3
8–15 2
15 1
3 Jarak dari
pantai m 200
4 100–200
3 65–100
2 65
1 3
Drainase Poreus
4 Tidak
tergenang 3
Tergenang periodik
2 Tegenang
terus 1
2 Erosi tanah
Tidak Ada
4 Ada erosi
1 2
Kedalaman efektif tanah
cm 30
4 20–30
3 10–20
2 10
1 2
Pembatas tanah
Tidak Ada
4 Tanah
berbatu 3
Bertanah 2
Batu 1
2 Kondisi
Bukan Hutan
4 Hutan
1 4
Budidaya Pertanian
Matriks kesesuaian untuk budidaya pertanian disusun dengan mengacu pada Harjowigeno dan Widiatmaka 2001, dan Sjafii 2000 seperti pada Tabel 10.
Tabel 10 Matriks kesesuaian untuk budidaya pertanian
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1
3 1–2
2 2
1 3
Jarak dari jalan km
0-1 4
1–1.5 3
1.5–3 2
3 1
1 Kemiringan
8 4
8–15 3
15–45 2
45 1
2 Jarak dari
pantai m 200
4 100–200
3 65–100
2 65
1 3
Drainase Poreus
4 Tidak
tergenang 3
Tergenang periodik
2 Tegenang
terus 1
3 Erosi tanah
Tidak ada
4 Ada erosi
1 3
Kedalaman efektif tanah
cm 30
4 20–30
3 10–20
2 10
1 4
Pembatas tanah
Tidak ada
4 Tanah
berbatu 3
Bertanah 2
Batu 1
3 Kondisi
Bukan hutan
4 Hutan
1 4
40
Budidaya Laut
Matriks kesesuaian untuk budidaya laut disusun dengan mengacu pada Bakosurtanal 1996 dan Soselisa 2006 seperti yang tertera pada Tabel 11.
Tabel 11 Matriks kesesuaian untuk budidaya laut
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
pH 6–9
4 4.5–5 dan
6–6.5 3
4–4.5 dan 6.5–9
2 4 dan 9
1 3
DO mglt 6
4 5–6
3 4–5
2 4
1 4
Salinitas
o oo
30–35 4
23–30 3
18–23 2
18 dan 35 1
3 Fosfat
mglt 0–0.5
4 0.5–1
3 1–3
2 3
1 4
Nitrat mglt 0–0.5
4 0.5–1
3 1–3
2 3
1 4
Suhu permukaan
laut °C 26–30
4 20 –26 dan
30–32 3
14–20 dan 32–35
2 14 dan 35
1 2
Kecepatan Arus mdt
=0.5 4
0.5–0.75 3
0.75–1 2
1 1
3 Kecerahan
m 5
4 3–5
3 1–3
2 1
1 4
Material dasar
perairan Pasir
4 pasir
berkarang 3
pasir lamun
2 Terumbu
karang 1
3
Pariwisata Pantai
Matriks kesesuaian untuk pariwisata pantai disusun dengan mengacu pada Dahyar 1999, Arifin 2001, dan Soselisa 2006 seperti yang tertera pada
Tabel 12. Tabel 12 Matriks kesesuaian untuk pariwisata pantai
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1.5
3 1.5–3
2 3
1 4
DO mglt 7
4 5–7
3 3–5
2 3
1 3
Kecepatan Arus mdt
=0.3 4
0.3–0.5 3
0.5–1 2
1 1
3 Kecerahan
m 5
4 3–5
3 3–5
2 1
1 3
Material dasar
perairan Berpasir
4 Pasir
berkarang 3
Pasir berlumpur
2 Lumpur
1 3
41
Pariwisata Bahari
Matriks kesesuaian untuk pariwi sata bahari disusun dengan mengacu pada Dahyar 1999, Arifin 2001, dan Soselisa 2006 seperti yang tertera pada
Tabel 13. Tabel 13 Matriks kesesuaian untuk pariwisata bahari
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1.5
3 1.5–3
2 3
1 4
DO mglt 7
4 5–7
3 3–5
2 3
1 2
Kecepatan Arus mdt
=0.5 4
0.5–1 3
1–5 2
5 1
3 Kecerahan
m 5
4 10–25
3 5–10
2 5
1 2
Material dasar
perairan Berpasir
4 Pasir
berkarang 3
Pasir berlumpur
2 Lumpur
1 3
Tutupan komunitas
karang 75
4 50–75
3 25–50
2 25
1 4
Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan yang dimaksud akan di peroleh peta kesesuaian lahan yang mendeskripsikan pola penggunaan bagi
peruntukan kawasan dengan 3 kelas kesesuaian yaitu : -
Sesuai s yang berarti bahwa daerah yang dimaksud tidak mempunyai pembatas yang serius untuk penerapan perlakuan yang diberikan atau
hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukantingkat perlakuan yang diberikan;
- Sesuai Bersyarat sb yang berarti bahwa daerah yang dimaksud
mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan atau pembatas akan lebih meningkatkan
masukantingkatan perlakuan yang diperlukan; dan -
Tidak Sesuai ts yang berarti daerah yang dimaksud sama sekali tidak dapat digunakan karena memiliki pembatas yang permanen.
b Analisis Daya Dukung
Analisis daya dukung dilakukan pada setiap kegiatan pemanfaatan yang telah di analisis kesesuaiannya. Hasil analisis ini akan menjadi ”masukan” dalam
42
menentukan daya dukung setiap peta kesesuaian setiap peruntukkan. Adapun pendekatan perhitungan daya dukung adalah:
Analisis daya dukung berdasarkan perbandingan jumlah ketersediaan
sumberdaya air tawar dengan standar kebutuhan air yang merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari layanan
publik mendasar yaitu sebesar 6 0 ltoranghari =1.8 m
3
orangbln. Analisis
daya dukung ini digunakan untuk kegiatan p emanfaatan pemukiman.
Perhitungan ketersediaan air tawar didasarkan pada asumsi total debit air yang tersedia dari semua sumber air PPK serta dapat mengacu dari
perbandingan antara resapan tahunan dengan curah hujan tahunan yaitu berkisar antara 25
–50.
Analisis daya dukung berdasarkan perbandingan jumlah ketersediaan sumberdaya air tawar dengan standar kebutuhan air standar kebutuhan air
untuk sektor pertanian sebesar 0 .54 ltdetHa. Analisis daya dukung ini
digunakan untuk kegiatan pemanfaatan budidaya pertanian. Perhitungan
ketersediaan air tawar didasarkan pada asumsi total debit air yang tersedia untuk kawasan yang sesuai dari semua sumber air PPK serta dapat
mengacu dari perbandingan antara resapan tahunan dengan curah hujan tahunan yaitu berkisar antara 25
–50 yang telah dikurangi dengan
kebutuhan untuk pemukiman 60 ltoranghari.
Analisis daya dukung berdasarkan jumlah maksimum pengunjung yang
secara fisik dapat ditampung dikawasan yang sesuai pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Analisis daya
dukung ini digunakan untuk pemanfaatan pariwisata pantai dan bahari.
Pariwisata pantai diperuntukkan dalam asumsinya dibatasi untuk kegiatan rekreasi pantai dan wisata mangrove. Rekreasi pantai memanfaatkan wilayah
pantai dan wisata mangrove memanfaatkan kawasan mangrove. S edangkan pariwisata bahari dalam asumsinya dibatasi untuk snorkling, olahraga bahari
memancing, kaya, kano, berperahu dan selam. Snorkling dan olahraga bahari memanfaatkan wilayah permukaaan perairan da n selam
memanfaatkan kolom air. Mengacu Yulianda et al. 2007 nilai K, lt, Wp, dan Wt kegiatan tersebut di GPK seperti yang tertera pada Tabel 1 4.
43
Tabel 14 Nilai K, Lt, Wp, dan Wt untuk kegiatan wisata di GPK
No Kegiatan
K org Lt m2
Wp jam Wt jam
Keterangan 1
Snorkling 1
250 3
6 50 X5 m untuk 1 orang
2 Rekreasi pantai
1 100
5 6
50 X2 m untuk 1 orang 3
Olahraga bahari 1
200 2
4 100 X2 m untuk 1 orang
4 Selam
2 1 000
2 8
100 X10 m untuk 2 orang 5
Wisata mangrove 1
100 2
8 50 m track untuk 1 orang
Nilai daya dukung pariwisata pantai dan bahari selanjutnya dikalikan 10 untuk memperolah daya dukung pemanfaatanya.
Analisis daya dukung berdasarkan perbandingan jumlah maksimum unit
budidaya yang secara fisik dapat ditampung di ruang kawa san tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Analisis daya dukung ini
digunakan untuk kegiatan pemanfaatan budidaya laut dengan kegiatan
budidaya rumput laut dan keramba jaring apung KJA. Luas kawasan yang digunakan untuk budidaya laut telah dap at diketahui dari hasil analisis
kesesuaian. Metode perhitungan selanjutnya mengacu Aji dan Murdjani 1986, Indriani dan Sumiarsih 1999, Anggadiredja et al. 2006,
Hardjamulia et al. 1991 bahwa luasan satu unit budidaya rumput laut dengan metode dekat dasar sebesar 100 m
2
, metode rakit sebesar 12.5 m
2
, dan metode long line sebesar 150 m
2,
serta ukuran optimal yang digunakan satu unit keramba jaring apung KJA di perairan Indonesia adalah
“3 m x 3 m x 3 m”.
c Analisis Nilai Manfaat Sumbe rdaya
Dalam analisis ini merupakan kelanjutan dari hasil identifikasi manfaat dan nilai manfaat pada tahapan pengumpulan data kategori ekonomi yang
menggunakan kuesioner. Pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai manfaat sehingga diperoleh total nilai manfaat sumberdaya.
Metode valuasi setiap manfaat sumberdaya yang digunakan adalah sebagai berikut :
Transfer manfaat Benefit transfer
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode transfer manfaat pada fungsi hutan sebagai konservasi air, nilai keanekaragam an hutan, nilai
keanekaragaman mangrove, dan nilai keanekaragaman terumbu karang
44
Biaya kompensasi Compensation costs
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya kompensasi yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan pelestarian dan perlindungan
wilayah GPK
Biaya pencegahan kerusakan Damage avoided cost Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pencegahan kerusakan jika
terjadi kehilangan fungsi tersebut.
Harga pasar Market price Kuantifikasi nilai menggunakan metode harga pasar dari kayu bakar, ikan,
rumput laut, batu karang
Biaya pengganti Replacement cost Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pengganti untuk
membangun bangunan penahan abrasi dan perlindungan pantai.
Pasar pengganti Surrogate market Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode pasar pengganti dengan
mengungkapkan nilai dari suatu perbaikan nyata dari kualitas lingkungan.
Penilaian berdasarkan preferensi Kuantifikasi nilai ini dilakukan dengan menduga hubungan antara kesediaan
untuk membayar WTP atau kesediaan menerima WTA Kuantifikasi nilai ini menggunakan teknik valuasi yang bersifat “partisipatif” berupa penilaian
langsung oleh masyarakat dalam hal ini 10 responden yang telah ditetapkan. Estimasi WTP atau WTP didekati oleh total kesediaan membayar atau
kesediaan menerima dari para konsumen. Mengacu ke FAO 2000, nilai setiap konsumen dapat secara langsung diperoleh dari hasil perhitungan
nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut. .............................. 4
Keterangan: MWTPA adalah nilai tengah WTP atau WTA. Jumlah sampel 10 responden dan y
i
adalah besaran WTPWTA yang diberikan responden ke-i. Apabila sebaran WTP WTA terlalu ekstrim, maka disarankan mengganti tekni k nilai tengah dari rata-rata
menjadi nilai median.
Setelah mengetahui tingkat WTP WTA yang dihasilkan per individu dari persamaan diatas maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan
preferensi secara sederhana dapat dilakukan dengan m enggunakan formula:
10 1
10 1
i i
y A
P MWT
45
.............................. 5
Keterangan: TB adalah total benefit,
WTPA
i
adalah nilai WTPWTA per-individu, dan
P = total populasi GPK pada tahun 2006.
Dari nilai manfaat sumberdaya yang diperoleh akan dipetakan sesu ai
sumberdaya tersebut dengan a tribut nilai manfaafnya sehingga diperoleh peta nilai manfaat sumberdaya . Selanjutnya melakukan analisis spasial khususnya
overlay dan query analisys untuk mendapatkan peta nilai ekologi-ekonomi ruang Eco-Space Value
. d Eco-Space Value
Eco-Space Value ESV atau nilai ekologi-ekonomi suartu ruang merupakan penggambaran spasial dari hasil kesesuaian suatu ruang untuk
pemanfatan tertentu yang ditumpangsusunkan dengan total nilai manfaat sumberdaya pada ruang tersebut. ESV me ngacu pada konsep Ecospace dan
Ecovalue. Ecospace adalah penggambaran spasial dari ecosim yang digunakan dalam penyelidikan kedinamisan dari ekosistem dengan menggunakan
beberapa parameter dalam menjelaskan alur biomasa dan persamaan keseimbangan massa dari ekosistem tersebut. Ecovalue merupakan konsep
nilai ekologi dari manfaat langsun g dan jasa lingkungan ekosistem . Pauly et.al 2000 menggunakannya konsep ecospace dan ecosim
sebagai alat untuk pembuatan hipotesa tentang kemungkinan perubahan efek pengelolaan seperti perubahan pada tekanan ikan dan pembentukan daerah
perlindungan laut. Selanjutnya dinyatakan bahwa model spasial dapat lebih sesuai untuk mengevaluasi kebijakan Daerah Perlindungan Laut DPL.
Penelitian ecospace terus berkembang untuk mend alami penjelasan spasial dari pengaruh dan keberhasilan suatu upaya proteksi wilayah ruang tertentu untuk
tujuan konservasi. Christensen 2007 mengembangkannya kedalam penjelasan
untuk struktur habitat, distribusi ikan, dan zona pemanfaatan.
Penyebutan ecospace dan ecovalue dapat dianalogikan dengan Peta Kesesuaian sebagai Ecospace dan Peta Total Nilai Ekonomi Sumberdaya
sebagai Ecovalue. Oleh karena itu overlay Ecospace dan Ecovalue akan
menghasilkan Peta Nilai Eko–Ekonomi Ruang atau disebut Eco-Space Value selanjutnya disingkat ESV. Peta ESV ini digunakan sebagai peta dasar
2006
P A
WTP TB
i
46
penyusunan peta pola pemanfaatan ruang GPK dengan memberi batasan tertentu. Pada penelitian ini tahapan dimaksud dilakukan di tahap III.
Langkah yang dilalui adalah sebagai berikut: a. Peta Kesesuaian untuk peruntukkan di darat, merupakan hasil overlay peta
permukiman pm dan peta budidaya pertanian bp, disebut Peta pm_bp
b. Peta Kesesuaian untuk peruntukkan di perairan, meliputi pariwisata pantai pp, pariwisata bahari pb dan budi daya laut bl, dioverlay dengan peta
total nilai ekonomi sumberdaya Mangrove M menghasilkan
Peta ESV_pp_pb_bl_ M
c. Peta Kesesuaian untuk peruntukkan di perairan, meliputi pariwisata pantai pp, pariwisata bahari pb dan budidaya laut bl, dioverlay de ngan peta
total nilai ekonomi sumberdaya terumbu karang TK menghasilkan Peta ESV_pp_pb_bl_TK
3.3.3 Tahap penyusunan pola pemanfaatan ruang GPK
Tahapan ini merupakan tahapan III yang merupakan optimasi pola pemanfaatan ruang, dengan pemanfaatan dibatasi pada peruntukan pariwisata
bahari, pariwisata pantai, budidaya laut, permukiman, dan budidaya pertanian. Beberapa pertimbangan yang digunakan meliputi:
Secara nasional Wakatobi merupakan salah satu wilayah konservasi
Taman Nasional sehingga arahan kebijakan umum pengembangan wilayah dalam bentuk hirarkhi kewilayahan pusat dan wilayah sekitar termasuk
sarana prasarana harus ditempatkan pada ruang wilayah tertentu.
Dalam RTRW Propinsi Sultra, Wakatobi merupakan wilayah pengembangan III bersama dengan Pulau Buton bagian selatan, Pulau Muna bagian selatan
dan Pulau Kabaena dengan pusat pengembangan Kota Bau -Bau, diarahkan pada pengembangan sektor perikanan yang ramah lingkungan, pariwisata
bahari yang berbasis konservasi dan jasa transportasi terbatas . Sehingga pola pemanfaatan ruang Wakatobi khususnya GPK diarahkan pada
peruntukan dimaksud namun disesuaikan dengan karakteri stiknya.
Dalam Rencana Pola Ruang RTRW Propinsi Sultra, perbandingan kawasan lindung dan kawasan budidaya mencapai 38:62.
Deliniasi batas wilayah kawasan lindung dan kawasan budidaya tidak
terpisah antara darah daratan dan perairan.
47
Langkah yang di lalui adalah sebagai berikut: a. Setiap kombinasi Kelas ESV dikelompokkan poligon menjadi 3 kelompok
meliputi: ESV Rendah, ESV Sedang, ESV Tinggi.
b. Peta pm_bp dapat langsung disebut sebagai Peta ESV Daratan.
c. Peta ESV_pp_pb_bl_M
terlebih dahulu
dioverlay dengan
Peta ESV_pp_pb_bl_TK lalu poligon yang ada dikelompokkan berdasarkan
sebaran nilainya sehingga diperoleh Peta ESV_pp_pb_bl_TKM yang selanjutnya disebut Peta ESV Perairan
d. Peta ESV Daratan dan Peta ESV Perairan digabungkan union sehingga
menghasilkan Peta ESV Gugus Pulau Kaledupa yang selanjutnya disebut
Peta ESV GPK dengan kombinasi yang dihasilkan sebagai Model Pola
Pemanfaatan Ruang.
48
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Pemanfaatan Ruang Kepulauan Wakatobi
Struktur ruang wilayah Kabupaten Wakatobi dibagi ke dalam 4 Satuan Wilayah Pengembangan SWP dengan arahan pengembangannya difokuskan
pada Pariwisata dan Perikanan. Pusat pengembangan w ilayah terletak di ibukota masing-masing kecamatan, sedangkan pola pemanfaatan ruangnya
disesuaikan dengan peruntukkan pemanfaatan ruang pulau -pulau kecil dan integrasi zonasi taman nasional dan rencana peruntukan ruang wilayah yakni
didominasi oleh aktivitas konservasi, perikanan dan pariwisata Gambar 9. Struktur ruang di Wakatobi sangat bergantung pada wilayah pusat
kegiatan dan permukiman di setiap pulau. Sejak masa kesultanan hingga sebelum Wakatobi menjadi kabupaten, ibukota kecamatan yang ada menj adi
pusat pengembangan di setiap pulau. Pusat pemerintahan kecamatan di gugus pulau Wangi-wangi terletak di Wanci dengan arahan pengembangannya ke
Mandati. Pusat pemerintahan di gugus pulau Kaledupa terletak di Ambeua dengan arah pengembangan ke Langge. P usat pemerintahan di gugus pulau
Tomia terletak di Waha dengan arah pengembangan ke Tongano Barat. Pusat pemerintahan di gugus pulau Binongko terletak di Rukuwa dengan arah
pengembangan di sekitarnya. Setelah terbentuknya kabupaten maka wilayah pengembangan tersebut menjadi pusat pemerintahan kecamatan sehingga
struktur wilayah menjadi berubah. Perubahan ini juga mempengaruhi pola pemanfaatan ruang yang ada terutama pada wilayah permukiman dan pusat
pemerintahan kecamatan yang dibentuk. Perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang
di Wakatobi diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk dan kebutuhan masyarakat. J ika hal ini terus berlangsung tanpa pengelolaan maka pada suatu waktu luasan pemanfaatan sumberdaya lahan
tertentu akan berpengaruh negatif terhadap penyediaan sumberdaya dan jasa lingkungan yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pola
pemanfaatan ruang yang optimal sebagai bentuk pengelolaan ruang dengan harapan dapat menjamin keberlanjutan hidu p masyarakat di GPK.
49
SWP I
Sumber: Bappeda Kabupaten Wakatobi 2007
Gambar 9 Rancangan Stuktur Ruang Kabupaten Wakatobi dengan 4 SWP
SWP II
SWP III
SWP IV Karang Kapota
Karang Kaledupa Wangi-Wangi
Kaledupa Tomia
Binongko BISNIS
Pariwisata Perikanan
BUDAYA OLAHRAGA Pariwisata
Perikanan
PENDIDIKAN RISET Pariwisata
Perikanan
INDUSTRI RAMAH LINGKUNGAN Pariwisata
Perikanan
50
Dalam melakukan pembangunan wilayah dan penyusunan RTRW khususnya struktur dan pola pemanfaatan ruang di Kab upaten Wakatobi
tentunya selalu mempertimbangkan kondisi dan status wilayah ini sebelumnya, yaitu sebagai wilayah taman nasional laut. Hal penting yang perlu diadopsi dan
dipertimbangkan adalah zonasi Taman Nasional Wakatobi TNW. Saat ini zonasi TNW sedang diajukan untuk ditetapkan perubahannya. Hal ini dilakukan
untuk mengadopsi dinamika masyarakat serta perubahan status wilayah ini menjadi daerah otonom kabupaten. Zonasi Taman Nasional Wakatobi
tahun 1996 Gambar 10 dan Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 2007 Gambar 11 cukup berbeda, misalnya luas zona inti pada tahun 2007 lebih kecil
dari tahun 1996. Begitupula zona lainnya yang mengalami perubahan . Zonasi yang telah melalui diskusi publik sebagai koreksi zonasi 1996 yang telah
disepakati menjadi usulan zonasi 2007 terdiri dari 6 enam zona meliputi: zona inti core zone seluas ± 1 300 Ha 0.09 , zona perlindungan bahari no take
zone seluas ± 36 450 Ha 2. 62, zona pariwisata tourism tone seluas 6 180 Ha 0.44, zona pemanfaatan lokal local use zone seluas 804 000 Ha
57.84, zona pemanfaatan umum common use zone seluas 495 700 Ha 35.66, dan zona daratankhusus land zone seluas ± 46 370 Ha 3.34.
Perubahan zonasi yang dilakukan memiliki makna penting yaitu adanya penetapan batasan kegiatan yang boleh dan t idak boleh dilakukan pada zona
yang ada. Pada zona inti dan zona perlindungan bahari kegiatan yang boleh hanyalah kegiatan restorasi atau pemulihan sumberdaya sedangkan kegiatan
yang boleh tapi harus mendapatkan ijin terlebih dahulu adalah kegiatan pendidikan dan upacara adatritual agama. Sementara itu untuk kegiatan
pemanfaatan sumberdaya lebih diarahkan pada zona pemanfaatan tradisional dan umum, sedangkan pemanfaatan jasa di zona pariwisata. Secara tegas
kegiatan berlayar melintas atau berlabuh pada semua zona bol eh dilakukan kecuali pada zona inti. Selain beberapa pengaturan di atas juga dicantumkan
catatan larangan berupa ketentuan umum yaitu segala kegiatan yang dilarang menurut perundang-undangan Indonesia termasuk bom, sianida dan racun,
pengambilan penyu dan telurnya, pengambilan ikan hias, pengambilan i kan hiu, penggunaan kompresor untuk bius, tabung dan linggis untuk menambang
karang. Pengaturan kegiatan di atas dalam bentuk matriks dapat dilihat pada Lampiran 1.
51
Sumber: Balai Taman Nasional Wakatobi, 200 7
Gambar 10 Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 1996
52
Sumber: Balai Taman Nasional Wakatobi, 200 7
Gambar 11 Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 2007
53
4.2 Pemanfaatan Ruang Gugus Pulau Kaledupa