32
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian  ini  dilaksanakan  mulai  p ada  bulan  Maret  2007  sampai  bulan Maret  2008  di  wilayah  Gugus  Pulau  Kaledupa  GPK,  Kabupaten  Wakatobi,
Propinsi Sulawesi Tenggara.
3.3 Pemecahan Masalah
Dalam  merumuskan  langkah  untuk  memecahkan  masalah  di atas, dilakukan  penelitian secara  bertahap untuk  menemukan  pola  pemanfaatan
ruang  yang  optimal  dalam  mengelola  PPK  secara  berkelanjutan.   Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 tiga tahapan kegiatan, yaitu: 1 Tahap Identifikasi
dan  Penyusunan Basis  Data  yang  meliputi  pengumpulan  datainformasi menyangkut  kondisi  sumberdaya  dan  jasa  lingkungan  di  PPK,  bentuk
pemanfaatan ruang yang ada  existing conditions, serta rancangan basis data spasial yang akan di susun berdasarkan struktur data yang di peroleh. 2 Tahap
Analisis meliputi  analisis  kesesuaia n  lahan  dan  daya  dukung  ekologis  yang menghasilkan  peta  kesesuaian  dan  daya  dukung   suatu  peruntukkan.    Analisis
aspek  ekonomi    menyangkut  analisis  nilai  ekonomi  total  sumberdaya  melalui valuasi  ekonomi  sumberdaya  mangrove  dan  terumbu  karang,  yang
menghasilkan peta nilai ekonomi sumberdaya.; dan 3 Tahap Penyusunan Pola Pemanfaatan  Ruang GPK.  Tahapan  ini  diharapkan  mampu  menghasilkan
rekomendasi kebijakan pengelolaan PPK secara berkelanjutan. Ketiga tahapan ini  membentuk  alur  kegiatan  penelitian  yang  akan   dilakukan  sebagaimana
terlihat pada Gambar 7. Jenis  data  yang  dikumpulkan,  baik  data  primer  maupun  data  sekunder,
dapat  dibagi  kedalam  3  kategori  yaitu:  data  ekologis,  data  ekonomi,  dan  data sosial. Data ekologis meliputi fisik pulau, oseanografi dan kua litas perairan, serta
ekosistem.  Data  ekonomi  meliputi  aktifitas  ekonomi  dan  nilai  manfaat sumberdaya.  Data  sosial  meliputi  kebijakan  pembangunan  Pemerintah
Kabupaten  Wakatobi  dan  pertimbangan  sosial  budaya  dalam  pemanfaatan ruang wilayah GPK. Secara ringkas jenis data yang dikumpulkan seperti terlihat
pada Tabel 6.
33
Gambar 7 Alur Kegiatan Penelitian
34
Tabel 6 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan No.
Kategori Jenis Data
Pengukuran A
Ekologis 1 Fisik Pulau
Luas gugus pulau, jumlah pulau, panjang pantai, tipe pantai, dasar pantai, letak geografis, nama
pulau, lokasi sumber dan potensi air tawar, iklim Primer
dan Sekunder
2 Oseonografi dan
Kualitas Perairan
Arus,  suhu,  salinitas,  kedalaman  perairan,  Zat padatan  tersuspensi  TSS,  oksigen  terlarut,
fosfat, nitrat, pH Primer
dan Sekunder
3 Ekosistem Hutan,  Lahan,  Pasir  Putih,  Mangrove,  Lamun,
dan Terumbu karang Primer
dan Sekunder
B Ekonomi
1 Aktifitas ekonomi
Jenis lapangan usaha dapat meliputi perikanan tangkap  dan  budidaya,  industri  pengolahan,
pariwisata, perdagangan Primer
dan Sekunder
2 Nilai  manfaat sumberdaya
Hutan,  Lahan,  Pasir  Putih,  Mangrove,  Lamun, dan Terumbu karang,
Primer dan
Sekunder C
Sosial 1 Kebijakan
pembangunan Perda,  aturan  masyarakat,  isu  pembangunan,
kebijakan prioritas,
proses perumusan
perencanaan dan dokumennya, serta lainnya Sekunder
2 Pertimbangan Sosial budaya
Wilayah  adat,    norma  dan  adat  istiadat, tanggapan  dan persepsi  terhadap  arahan
pemanfaatan ruang Primer
dan Sekunder
3.3.1 Tahap identifikasi Dan penyusunan basis data
Tahapan  ini  merupakan  tahapan  I  yang  diawali  dengan  pengkajian  dan pengumpulan  data  sifatnya  primer  dan  sekunder  untuk  mengidentifikasi  dan
menginventarisasi  sumberdaya  di GPK  yang  meliputi  kondisi  sumberdaya  dan jasa  lingkungan  serta  pemanfaatan  ruang  yang  ada,  yang  dilanjutkan  dengan
penyusunan basis  data. Pelaksanaan  tahapan  ini  banyak  mengacu  dari  hasil penelitian  sebelumnya  yang  telah  dilakukan  Manafi,  2003  serta  untuk
melengkapi daftar jenis dan sumber data yang telah disebutkan diat as. Dalam tahap identifikasi dan penyusunan basis data serta tahap analisis
dilakukan dengan memanfaatkan software SIG Arc View 3.2a dan ArcGIS 9.2 karena berbagai informasi dan data diupayakan selalu dapat ditempatkan di atas
ruang sebagaimana pendekatan penelitian ini. Data yang dianalisis terdiri dari 2 bagian  yaitu  data  spasial  dan  data  attribut. Data  spasial merupakan  data  yang
bereferensi  geografis  atau  memiliki  koordinat  yang  dapat  berupa  titik  point, garis,  dan  poligon.  Sedangkan  data  at tribut merupakan  data  yang  tidak
bereferensi geografis atau tidak memiliki koordinat yang dapat berupa kuantitatif maupun  kualitatif,  namun  data  attribut  dapat  menjadi  penjelasan  atau  dasar
35
dalam  menyusun  tema  spasial  baru  tertentu  yang  bereferensi geografis.  Data spasial  bersumber  pada  peta  dan  citra  satelit.  Dalam  penelitian  ini  peta  dasar
yang  digunakan  adalah  peta  rupa  bumi  yang  dikeluarkan  oleh  Bakosurtanal. Sementara  itu  koordinat  yang  digunakan  adalah  koordinat  UTM Universal
Transverse  Mercator  yang  satuannya  adalah  meter.  Hal  ini  dilakukan  untuk memudahkan perhitungan dibanding bila menggunakan koordinat derajat .
Data  fisik  pulau  di peroleh  dari  ekstraksi  informasi  dari  citra  satelit  dan peta tematik serta laporan yang ada. Sedangkan data oseanografi dan  kualitas
perairan selain berdasarkan laporan yang ada, dilakukan pengukuran langsung dilapangan serta pengambilan sampel yang kemudian di analisis di laboratorium
pada  bulan  mei  2007.  Jumlah  dan  sebaran  lokasi  sampling  kualitas  perairan disesuaikan  dengan  lokasi  sampling  yang  telah  dilakukan  pada  pemantauan
kualitas lingkungan perairan pulau Kaledupa tahun 2001 oleh Program Coremap Fase I, yaitu sebanyak 15 titik Gambar 8.
Gambar 8 Lokasi pengambilan sampel kualitas perairan
36
Adapun  metode  pengukuran  yang  dilakukan  untuk  memperoleh  data kualitas perairan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Variabel kualitas perairan dan alatmetode pengukurannya No.
Jenis Data Satuan
Alat  Metode 1
Suhu
O
C Termometer air raksa
2 Salinitas
ppt Refraktometer
3 Kedalaman perairan
cm Tongkat berskala
4 TSS
ppm Turbidimeter
6 Oksigen terlarut
ppm DO meter
7 Fosfat
ppm Spectrophotometer
8 Nitrat
ppm Spectrophotometer
10 pH
– pH meter
Sementara  itu  untuk  data  ekosistem  dikhususkan  pada  ekosistem dominan  di wilayah  PPK  yaitu  dibatasi  pada lahan  daratan  khususnya  hutan,
mangrove,  dan  terumbu  karang.  Ekstraksi  informasinya  dilakukan  dengan mengolah citra satelit dan peta  tematik serta laporan  yang ada  yang kemudian
dilakukan deliniasi wilayah ekosistem yang dimaksud kan. Adapun tematik yang dihasilkan  merupakan  peta  guna  lahan  eksisting  untuk  tema  lahan  daratan,
mangrove, dan terumbu karang. Setiap  hasil  delinasi  batas  ekosistem  dilanjutkan  dengan  penggalian
informasi  yang  lebih  rinci  dengan  mamanfaatkan  laporan  yang  tela h  ada  dan wawancara. Dalam melakukan wawancara, kelompok sampel ditentukan sesuai
tujuan  yang  ingin  dicapai  dalam  penelitian  ini   purposive  sampling.  Adapun kelompok  sampel  dimaksud  adalah  kelompok  stakeholders  yang  terdiri  dari 10
kelompok:  yaitu  Pemda  W akatobi,  Pemerintah  Kecamatan,  Anggota  Legislatif Asal  Kaledupa,  Badan  Pengelola  TNKW,  Tokoh  Masyarakat,  Tokoh  Pemuda,
Nelayan Budidaya, Nelayan Tangkap, Pengusaha, TNC -WWF. Setiap kelompok di pilih satu orang yang diharapkan memahami benar permasalahan ya ng akan
ditanyakan. Responden suatu kelompok dimungkinkan dapat bertambah seiring dengan  perlunya  penambahan  orang  yang  benar -benar  memahami  masalah
pada  kelompok  tersebut.  Adapun  unsur  data  yang  dicari seperti  yang  tertera pada Tabel 8.
37
Tabel 8 Unsur data setiap ekosistem
No Ekosistem
Unsur data Metode
Keterangan Sumber 1 Lahan
daratan Luas
Analisis spasial SIG
Mengacu laporan yang pernah ada
Klasifikasi pemanfaatan
Laporan dan Wawancara
Penggunaan lahan eksisting Identifikasi
manfaat Wawancara
Purposive sampling 2 Mangrove
Luas Analisis
spasial SIG Perlu diperbandingan dengan
laporan Identifikasi
manfaat Wawancara
Purposive sampling Jenis Mangrove
spesies Laporan dan
Identifikasi Pemerintah dan Literatur
Identifikasi Laju degradasi
luas mangrove Analisis
spasial SIG Laporan dan wawancara
3 Terumbu karang
Luas Analisis
spasial SIG Mengacu laporan yang pernah
ada Luas tutupan
terumbu karang hidup
Analisis spasial SIG
Metode Mantatow Identifikasi
manfaat Wawancara
Purposive sampling Jenis Terumbu
karang spesies Laporan dan
Identifikasi Pemerintah dan Literatur
Identifikasi Laju degradasi
luas tutupan terumbu karang
hidup Analisis
spasial SIG Laporan dan wawancara
responden
Secara  umum  data  ekonomi  makro  dib utuhkan  untuk  mendapatkan penjelasan  umum  tentang  gambaran  ekonomi  wilayah  di  Kabupaten  Wakatobi
dan secara khusus gambaran ekonomi diwilayah GPK. Data tersebut diperoleh dari Satuan  Kerja  Pemerintah Propinsi  Sulawesi  Tenggara dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Wakatobi. Secara  khusus  data  kategori  ekonomi  yang  dibutuhkan  untuk  analisis
adalah  nilai  ekonomi    sumberdaya  mangrove,  dan  terumbu  karang.  Data  ini diperoleh  melalui  wawancara  menggunakan  kuesioner  yang  dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan data i dentifikasi nilai manfaat pada unsur data identifikasi  manfaat  kategori  ekologis  diatas. Metode  yang  digunakan  dalam
analisis  perhitungan  nilai  ekonomi  sumberdaya  akan  dije laskan  pada  tahap analisis data.
38
3.3.2 Tahap analisis
Pada  tahap  II  ini  dilakukan  analisis  data  yang  di bagi  ke dalam  3  tiga bagian yaitu:
 Bagian  pertama  adalah analisis  kesesuaian  yang  dilanjutkan  dengan
analisis daya dukung. Dalam bagian ini data yang bertemakan pemanfaatan di olah  untuk  mendapatkan  peta  kesesuaian  pemanfaatan.  Adapun  t ema
pemanfaatan  akan  dikelompokkan pada: Permukiman,  Budidaya  Pertanian, Pariwisata Pantai, Pariwisata Bahari, dan Budidaya Laut.
 Bagian kedua adalah analisis  daya  dukung yang  merupakan  langkah
lanjutan  dari  analisis  kesesuaian.  Dalam  bagian  ini  data  yang   bertemakan pemanfaatan di olah untuk mendapatkan daya dukungnya. Permukiman dan
Budidaya  Pertanian  dihitung  daya  dukungnya  berdasarkan  kebutuhan  air tawar.  Pariwisata  Pantai,  Pariwisata  Bahari,  dan  Budidaya  Laut  di hitung
daya dukungnya berdasarkan kebutu han ruang. 
Bagian ketiga adalah analisis  nilai  manfaat  sumberdaya .  Dalam  bagian  ini
data  yang  bertemakan sumberdaya  di olah  untuk  mendapatkan  peta  nilai ekonomi  total  sumberdaya.  Adapun  tema  sumberdaya  akan  dibatasi  pada
Mangrove dan Terumbu karang. Adapun prosedurnya dalam setiap bagian adalah sebagai berikut:
a Analisis Kesesuaian
Dalam  melakukan  analisis  kesesuaian  digunakan  matriks  kesesuaian untuk  tema  pemanfaatan meliputi Permukiman, Budidaya  Pertanian,  Pariwisata
Pantai,  Pariwisata  Bahari,  dan  Budidaya  Laut. Matriks disusun  berdasarkan acuan  kriteria  kesesuaian  setiap  peruntukkan. Matriks  kesesuaian lahan  diatas
dapat  dimodifikasidisusun  dengan  melakukan  pembobotan   weighting  dan pengharkatan  scoring, dan  parameternya  disesuaikan  dengan kondisi wi layah
penelitian. 
Permukiman Matriks  kesesuaian untuk  permukiman  disusun  dengan  mengacu  pada
Harjowigeno dan Widiatmaka 2001, dan Sjafii 2000 seperti yang tertera pada Tabel 9.
39
Tabel 9 Matriks kesesuaian untuk permukiman
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1.5
3 1.5–3
2 3
1 3
Jarak dari jalan km
=0.1 4
0.1–0.5 3
1–2 2
2 1
2 Kemiringan
0-5 4
5–8 3
8–15 2
15 1
3 Jarak dari
pantai m 200
4 100–200
3 65–100
2 65
1 3
Drainase Poreus
4 Tidak
tergenang 3
Tergenang periodik
2 Tegenang
terus 1
2 Erosi tanah
Tidak Ada
4 Ada erosi
1 2
Kedalaman efektif tanah
cm 30
4 20–30
3 10–20
2 10
1 2
Pembatas tanah
Tidak Ada
4 Tanah
berbatu 3
Bertanah 2
Batu 1
2 Kondisi
Bukan Hutan
4 Hutan
1 4
 Budidaya Pertanian
Matriks  kesesuaian  untuk  budidaya  pertanian  disusun  dengan  mengacu  pada Harjowigeno dan Widiatmaka 2001, dan Sjafii 2000 seperti pada Tabel 10.
Tabel 10 Matriks kesesuaian untuk budidaya pertanian
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1
3 1–2
2 2
1 3
Jarak dari jalan km
0-1 4
1–1.5 3
1.5–3 2
3 1
1 Kemiringan
8 4
8–15 3
15–45 2
45 1
2 Jarak dari
pantai m 200
4 100–200
3 65–100
2 65
1 3
Drainase Poreus
4 Tidak
tergenang 3
Tergenang periodik
2 Tegenang
terus 1
3 Erosi tanah
Tidak ada
4 Ada erosi
1 3
Kedalaman efektif tanah
cm 30
4 20–30
3 10–20
2 10
1 4
Pembatas tanah
Tidak ada
4 Tanah
berbatu 3
Bertanah 2
Batu 1
3 Kondisi
Bukan hutan
4 Hutan
1 4
40
 Budidaya Laut
Matriks  kesesuaian  untuk  budidaya laut disusun  dengan  mengacu  pada Bakosurtanal 1996 dan Soselisa  2006 seperti yang tertera pada Tabel 11.
Tabel 11 Matriks kesesuaian untuk budidaya laut
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
pH 6–9
4 4.5–5 dan
6–6.5 3
4–4.5 dan 6.5–9
2 4 dan 9
1 3
DO  mglt 6
4 5–6
3 4–5
2 4
1 4
Salinitas
o oo
30–35 4
23–30 3
18–23 2
18 dan 35 1
3 Fosfat
mglt 0–0.5
4 0.5–1
3 1–3
2 3
1 4
Nitrat mglt 0–0.5
4 0.5–1
3 1–3
2 3
1 4
Suhu permukaan
laut °C 26–30
4 20 –26 dan
30–32 3
14–20 dan 32–35
2 14 dan 35
1 2
Kecepatan Arus mdt
=0.5 4
0.5–0.75 3
0.75–1 2
1 1
3 Kecerahan
m 5
4 3–5
3 1–3
2 1
1 4
Material dasar
perairan Pasir
4 pasir
berkarang 3
pasir lamun
2 Terumbu
karang 1
3
 Pariwisata Pantai
Matriks  kesesuaian  untuk pariwisata  pantai disusun  dengan  mengacu  pada Dahyar  1999, Arifin  2001,  dan  Soselisa  2006 seperti  yang  tertera  pada
Tabel 12. Tabel 12 Matriks kesesuaian untuk pariwisata pantai
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1.5
3 1.5–3
2 3
1 4
DO  mglt 7
4 5–7
3 3–5
2 3
1 3
Kecepatan Arus mdt
=0.3 4
0.3–0.5 3
0.5–1 2
1 1
3 Kecerahan
m 5
4 3–5
3 3–5
2 1
1 3
Material dasar
perairan Berpasir
4 Pasir
berkarang 3
Pasir berlumpur
2 Lumpur
1 3
41
 Pariwisata Bahari
Matriks  kesesuaian  untuk  pariwi sata  bahari  disusun  dengan  mengacu  pada Dahyar  1999,  Arifin  2001, dan Soselisa  2006  seperti  yang  tertera  pada
Tabel 13. Tabel 13 Matriks kesesuaian untuk pariwisata bahari
Parameter Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Skala
Skor Bobot
Jarak dari sumber
air km =0.5
4 0.5–1.5
3 1.5–3
2 3
1 4
DO  mglt 7
4 5–7
3 3–5
2 3
1 2
Kecepatan Arus mdt
=0.5 4
0.5–1 3
1–5 2
5 1
3 Kecerahan
m 5
4 10–25
3 5–10
2 5
1 2
Material dasar
perairan Berpasir
4 Pasir
berkarang 3
Pasir berlumpur
2 Lumpur
1 3
Tutupan komunitas
karang 75
4 50–75
3 25–50
2 25
1 4
Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan yang dimaksud akan di peroleh peta kesesuaian lahan yang mendeskripsikan pola penggunaan bagi
peruntukan kawasan dengan 3  kelas kesesuaian yaitu : -
Sesuai  s  yang  berarti  bahwa  daerah  yang  dimaksud  tidak  mempunyai pembatas  yang  serius  untuk  penerapan  perlakuan  yang  diberikan  atau
hanya  mempunyai  pembatas  yang  tidak  berarti  terhadap  penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukantingkat perlakuan yang diberikan;
- Sesuai  Bersyarat  sb  yang  berarti  bahwa  daerah  yang  dimaksud
mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang  harus  diterapkan  atau  pembatas  akan  lebih  meningkatkan
masukantingkatan perlakuan yang diperlukan; dan -
Tidak  Sesuai  ts  yang  berarti  daerah  yang  dimaksud  sama  sekali  tidak dapat digunakan karena memiliki pembatas yang permanen.
b Analisis Daya Dukung
Analisis daya dukung dilakukan pada setiap kegiatan pemanfaatan yang telah di analisis kesesuaiannya. Hasil analisis ini akan menjadi ”masukan” dalam
42
menentukan  daya  dukung  setiap  peta  kesesuaian  setiap  peruntukkan.  Adapun pendekatan perhitungan daya dukung adalah:
 Analisis daya  dukung  berdasarkan  perbandingan  jumlah  ketersediaan
sumberdaya  air  tawar  dengan  standar  kebutuhan  air  yang  merupakan  hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari layanan
publik mendasar  yaitu  sebesar  6 0  ltoranghari  =1.8 m
3
orangbln. Analisis
daya  dukung  ini  digunakan  untuk  kegiatan  p emanfaatan pemukiman.
Perhitungan  ketersediaan  air  tawar  didasarkan  pada  asumsi  total  debit  air yang  tersedia  dari  semua  sumber  air  PPK  serta  dapat  mengacu  dari
perbandingan  antara  resapan  tahunan  dengan  curah  hujan  tahunan  yaitu berkisar antara 25
–50. 
Analisis daya  dukung  berdasarkan  perbandingan  jumlah  ketersediaan sumberdaya  air  tawar  dengan  standar  kebutuhan  air  standar  kebutuhan  air
untuk  sektor  pertanian  sebesar  0 .54  ltdetHa. Analisis  daya  dukung  ini
digunakan  untuk  kegiatan  pemanfaatan budidaya pertanian. Perhitungan
ketersediaan air tawar didasarkan pada asumsi total debit air  yang tersedia untuk  kawasan  yang  sesuai dari  semua  sumber  air  PPK  serta  dapat
mengacu  dari  perbandingan  antara  resapan  tahunan  dengan  curah  hujan tahunan  yaitu  berkisar  antara  25
–50  yang  telah  dikurangi  dengan
kebutuhan untuk pemukiman 60 ltoranghari.
 Analisis daya  dukung  berdasarkan  jumlah  maksimum  pengunjung  yang
secara  fisik  dapat  ditampung  dikawasan  yang sesuai pada  waktu  tertentu tanpa  menimbulkan  gangguan  pada alam  dan  manusia.  Analisis  daya
dukung  ini  digunakan  untuk  pemanfaatan pariwisata pantai dan  bahari.
Pariwisata  pantai  diperuntukkan  dalam  asumsinya  dibatasi  untuk kegiatan rekreasi pantai dan wisata mangrove. Rekreasi pantai memanfaatkan wilayah
pantai dan wisata mangrove memanfaatkan kawasan mangrove. S edangkan pariwisata bahari dalam asumsinya dibatasi untuk snorkling, olahraga bahari
memancing,  kaya,  kano,  berperahu   dan selam. Snorkling  dan  olahraga bahari  memanfaatkan  wilayah  permukaaan  perairan  da n  selam
memanfaatkan kolom air. Mengacu Yulianda et al. 2007 nilai K, lt, Wp, dan Wt kegiatan tersebut di GPK seperti yang tertera pada Tabel 1 4.
43
Tabel 14 Nilai K, Lt, Wp, dan Wt untuk kegiatan wisata di GPK
No Kegiatan
K org Lt m2
Wp jam Wt jam
Keterangan 1
Snorkling 1
250 3
6 50 X5 m untuk 1 orang
2 Rekreasi pantai
1 100
5 6
50 X2 m untuk 1 orang 3
Olahraga bahari 1
200 2
4 100 X2 m untuk 1 orang
4 Selam
2 1 000
2 8
100 X10 m untuk 2 orang 5
Wisata mangrove 1
100 2
8 50 m track untuk 1 orang
Nilai  daya  dukung  pariwisata  pantai  dan  bahari  selanjutnya  dikalikan  10 untuk memperolah daya dukung pemanfaatanya.
 Analisis  daya  dukung  berdasarkan  perbandingan  jumlah  maksimum  unit
budidaya  yang  secara  fisik  dapat  ditampung  di  ruang  kawa san  tanpa menimbulkan  gangguan  pada  alam  dan  manusia.  Analisis  daya  dukung  ini
digunakan  untuk  kegiatan  pemanfaatan budidaya  laut dengan kegiatan
budidaya rumput laut dan keramba jaring apung KJA. Luas kawasan yang digunakan  untuk  budidaya  laut  telah  dap at  diketahui  dari  hasil  analisis
kesesuaian.  Metode  perhitungan  selanjutnya  mengacu Aji  dan  Murdjani 1986,  Indriani  dan  Sumiarsih  1999, Anggadiredja et  al. 2006,
Hardjamulia et  al.  1991  bahwa  luasan  satu  unit  budidaya  rumput  laut dengan metode dekat dasar sebesar 100 m
2
, metode rakit sebesar 12.5 m
2
, dan metode long line sebesar 150 m
2,
serta ukuran optimal yang digunakan satu  unit  keramba  jaring  apung  KJA  di  perairan  Indonesia adalah
“3 m x 3 m x 3 m”.
c Analisis Nilai Manfaat Sumbe rdaya
Dalam  analisis  ini  merupakan  kelanjutan  dari  hasil  identifikasi  manfaat dan  nilai  manfaat  pada  tahapan  pengumpulan  data  kategori  ekonomi  yang
menggunakan  kuesioner. Pada  tahap  ini  dilakukan  kuantifikasi  nilai  manfaat sehingga diperoleh total nilai manfaat sumberdaya.
Metode  valuasi  setiap  manfaat  sumberdaya  yang digunakan  adalah sebagai berikut  :
 Transfer manfaat Benefit transfer
Kuantifikasi  nilai  ini  menggunakan  metode  transfer manfaat pada fungsi hutan  sebagai  konservasi  air,  nilai  keanekaragam an  hutan,  nilai
keanekaragaman mangrove, dan nilai keanekaragaman terumbu karang
44
 Biaya kompensasi Compensation costs
Kuantifikasi  nilai  ini  menggunakan  metode  biaya  kompensasi  yang dikeluarkan  untuk  melaksanakan  kegiatan  pelestarian  dan  perlindungan
wilayah GPK 
Biaya pencegahan kerusakan Damage avoided cost Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pencegahan kerusakan jika
terjadi kehilangan fungsi tersebut. 
Harga pasar Market price Kuantifikasi  nilai  menggunakan  metode  harga  pasar dari kayu  bakar,  ikan,
rumput laut, batu karang 
Biaya pengganti Replacement cost Kuantifikasi  nilai  ini  menggunakan  metode  biaya  pengganti  untuk
membangun bangunan penahan abrasi dan perlindungan pantai. 
Pasar pengganti Surrogate market Kuantifikasi  nilai  ini  menggunakan  metode  pasar  pengganti  dengan
mengungkapkan nilai dari suatu perbaikan nyata dari kualitas lingkungan. 
Penilaian berdasarkan preferensi Kuantifikasi nilai ini dilakukan dengan menduga hubungan antara kesediaan
untuk  membayar WTP  atau  kesediaan menerima  WTA Kuantifikasi  nilai ini  menggunakan teknik  valuasi  yang  bersifat  “partisipatif”  berupa penilaian
langsung oleh masyarakat dalam hal ini 10 responden yang telah ditetapkan. Estimasi  WTP atau  WTP didekati  oleh  total  kesediaan  membayar  atau
kesediaan  menerima  dari  para  konsumen. Mengacu  ke  FAO  2000,  nilai setiap  konsumen  dapat  secara  langsung  diperoleh  dari  hasil  perhitungan
nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut. .............................. 4
Keterangan: MWTPA adalah nilai tengah WTP atau WTA. Jumlah sampel 10 responden dan y
i
adalah  besaran WTPWTA yang  diberikan  responden  ke-i.  Apabila  sebaran WTP WTA terlalu  ekstrim,  maka  disarankan  mengganti  tekni k  nilai  tengah  dari  rata-rata
menjadi nilai median.
Setelah  mengetahui  tingkat  WTP WTA  yang  dihasilkan  per  individu dari  persamaan  diatas  maka  total  nilai  ekonomi  sumberdaya  berdasarkan
preferensi secara sederhana dapat dilakukan dengan m enggunakan formula:
10 1
10 1
i i
y A
P MWT
45
.............................. 5
Keterangan: TB  adalah  total  benefit,
WTPA
i
adalah  nilai  WTPWTA per-individu,  dan
P = total populasi GPK pada tahun 2006.
Dari  nilai  manfaat  sumberdaya  yang  diperoleh  akan  dipetakan  sesu ai
sumberdaya  tersebut  dengan  a tribut  nilai  manfaafnya  sehingga  diperoleh peta nilai manfaat sumberdaya . Selanjutnya melakukan analisis spasial khususnya
overlay dan query analisys untuk mendapatkan peta nilai ekologi-ekonomi ruang Eco-Space Value
. d Eco-Space Value
Eco-Space  Value ESV  atau  nilai  ekologi-ekonomi  suartu  ruang merupakan  penggambaran  spasial  dari  hasil  kesesuaian  suatu  ruang  untuk
pemanfatan  tertentu  yang  ditumpangsusunkan  dengan  total  nilai  manfaat sumberdaya pada  ruang  tersebut.  ESV  me ngacu  pada  konsep  Ecospace  dan
Ecovalue. Ecospace adalah penggambaran spasial dari ecosim  yang digunakan dalam penyelidikan  kedinamisan  dari  ekosistem  dengan  menggunakan
beberapa  parameter  dalam  menjelaskan  alur  biomasa  dan  persamaan keseimbangan  massa  dari  ekosistem  tersebut.  Ecovalue  merupakan  konsep
nilai ekologi dari manfaat langsun g dan jasa lingkungan ekosistem . Pauly et.al  2000  menggunakannya konsep  ecospace  dan  ecosim
sebagai  alat  untuk  pembuatan  hipotesa  tentang  kemungkinan  perubahan  efek pengelolaan    seperti  perubahan  pada  tekanan  ikan  dan  pembentukan  daerah
perlindungan  laut.  Selanjutnya  dinyatakan  bahwa  model  spasial  dapat  lebih sesuai  untuk  mengevaluasi  kebijakan  Daerah  Perlindungan  Laut  DPL.
Penelitian ecospace terus berkembang untuk mend alami penjelasan spasial dari pengaruh dan keberhasilan suatu upaya proteksi wilayah ruang tertentu untuk
tujuan konservasi. Christensen 2007 mengembangkannya kedalam penjelasan
untuk struktur habitat, distribusi ikan, dan zona pemanfaatan.
Penyebutan  ecospace  dan  ecovalue  dapat  dianalogikan  dengan Peta Kesesuaian  sebagai  Ecospace   dan Peta  Total  Nilai  Ekonomi  Sumberdaya
sebagai  Ecovalue.  Oleh  karena  itu overlay  Ecospace  dan  Ecovalue  akan
menghasilkan Peta Nilai Eko–Ekonomi Ruang atau disebut Eco-Space Value selanjutnya disingkat ESV. Peta ESV  ini  digunakan  sebagai peta  dasar
2006
P A
WTP TB
i
 
46
penyusunan  peta  pola  pemanfaatan  ruang  GPK  dengan  memberi  batasan tertentu. Pada penelitian ini tahapan dimaksud dilakukan di tahap III.
Langkah yang dilalui adalah sebagai berikut: a. Peta Kesesuaian untuk peruntukkan di darat, merupakan hasil overlay peta
permukiman pm dan peta budidaya pertanian bp, disebut Peta pm_bp
b. Peta  Kesesuaian  untuk  peruntukkan  di perairan,  meliputi  pariwisata  pantai pp,  pariwisata  bahari  pb  dan  budi daya  laut  bl,  dioverlay  dengan  peta
total  nilai  ekonomi  sumberdaya  Mangrove  M  menghasilkan
Peta ESV_pp_pb_bl_ M
c. Peta  Kesesuaian  untuk  peruntukkan  di perairan,  meliputi  pariwisata  pantai pp,  pariwisata  bahari  pb  dan  budidaya  laut  bl,  dioverlay  de ngan  peta
total  nilai  ekonomi  sumberdaya  terumbu  karang  TK  menghasilkan Peta ESV_pp_pb_bl_TK
3.3.3 Tahap penyusunan pola pemanfaatan ruang GPK
Tahapan  ini  merupakan  tahapan  III  yang merupakan optimasi pola pemanfaatan ruang, dengan pemanfaatan dibatasi pada peruntukan pariwisata
bahari,  pariwisata  pantai,  budidaya  laut,  permukiman,  dan  budidaya  pertanian. Beberapa pertimbangan yang digunakan meliputi:
 Secara  nasional  Wakatobi  merupakan  salah  satu  wilayah  konservasi
Taman Nasional sehingga arahan kebijakan  umum pengembangan wilayah dalam  bentuk  hirarkhi  kewilayahan  pusat  dan  wilayah  sekitar  termasuk
sarana prasarana harus ditempatkan pada ruang wilayah tertentu. 
Dalam RTRW Propinsi Sultra, Wakatobi merupakan wilayah pengembangan III bersama dengan Pulau Buton bagian selatan, Pulau Muna bagian selatan
dan Pulau Kabaena dengan pusat pengembangan Kota Bau -Bau, diarahkan pada  pengembangan  sektor perikanan  yang  ramah  lingkungan,  pariwisata
bahari  yang  berbasis  konservasi dan jasa  transportasi  terbatas .  Sehingga pola  pemanfaatan  ruang  Wakatobi  khususnya GPK diarahkan  pada
peruntukan dimaksud namun disesuaikan dengan karakteri stiknya. 
Dalam Rencana Pola Ruang RTRW Propinsi Sultra, perbandingan kawasan lindung dan kawasan budidaya mencapai 38:62.
 Deliniasi  batas  wilayah  kawasan  lindung  dan  kawasan  budidaya  tidak
terpisah antara darah daratan dan perairan.
47
Langkah yang di lalui adalah sebagai berikut: a. Setiap  kombinasi  Kelas ESV dikelompokkan  poligon  menjadi  3  kelompok
meliputi: ESV Rendah, ESV Sedang, ESV Tinggi.
b. Peta pm_bp dapat langsung disebut sebagai Peta ESV Daratan.
c. Peta ESV_pp_pb_bl_M
terlebih dahulu
dioverlay dengan
Peta ESV_pp_pb_bl_TK lalu  poligon yang  ada dikelompokkan  berdasarkan
sebaran  nilainya sehingga  diperoleh Peta ESV_pp_pb_bl_TKM yang selanjutnya disebut Peta ESV Perairan
d. Peta ESV  Daratan  dan Peta ESV  Perairan  digabungkan union  sehingga
menghasilkan  Peta ESV  Gugus  Pulau  Kaledupa  yang  selanjutnya  disebut
Peta ESV  GPK dengan  kombinasi  yang  dihasilkan sebagai Model  Pola
Pemanfaatan Ruang.
48
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Pemanfaatan Ruang Kepulauan Wakatobi
Struktur  ruang  wilayah  Kabupaten  Wakatobi  dibagi  ke dalam  4  Satuan Wilayah  Pengembangan  SWP  dengan  arahan  pengembangannya  difokuskan
pada  Pariwisata  dan  Perikanan.  Pusat  pengembangan  w ilayah  terletak  di ibukota  masing-masing  kecamatan,  sedangkan    pola  pemanfaatan  ruangnya
disesuaikan  dengan  peruntukkan  pemanfaatan  ruang  pulau -pulau  kecil  dan integrasi  zonasi  taman  nasional  dan  rencana  peruntukan  ruang  wilayah  yakni
didominasi oleh aktivitas konservasi, perikanan dan pariwisata  Gambar 9. Struktur  ruang  di  Wakatobi sangat  bergantung  pada  wilayah pusat
kegiatan  dan  permukiman  di setiap  pulau.  Sejak  masa  kesultanan   hingga sebelum  Wakatobi menjadi  kabupaten,  ibukota  kecamatan  yang  ada  menj adi
pusat pengembangan di setiap pulau. Pusat pemerintahan kecamatan di gugus pulau  Wangi-wangi  terletak di  Wanci  dengan  arahan  pengembangannya  ke
Mandati.  Pusat  pemerintahan  di  gugus  pulau Kaledupa   terletak  di Ambeua dengan  arah  pengembangan  ke  Langge.  P usat  pemerintahan  di  gugus  pulau
Tomia terletak di Waha dengan arah pengembangan ke Tongano Barat. Pusat pemerintahan  di  gugus  pulau  Binongko  terletak  di  Rukuwa  dengan  arah
pengembangan  di sekitarnya. Setelah  terbentuknya  kabupaten  maka  wilayah pengembangan  tersebut  menjadi  pusat  pemerintahan kecamatan sehingga
struktur  wilayah  menjadi  berubah.   Perubahan  ini  juga  mempengaruhi  pola pemanfaatan  ruang  yang  ada terutama  pada  wilayah  permukiman  dan  pusat
pemerintahan kecamatan yang dibentuk. Perubahan struktur dan pola  pemanfaatan  ruang
di Wakatobi diperkirakan  akan  meningkat  seiring  dengan  meningkatnya  pertumbuhan
penduduk  dan  kebutuhan  masyarakat.  J ika  hal  ini  terus  berlangsung  tanpa pengelolaan  maka pada suatu  waktu luasan pemanfaatan  sumberdaya  lahan
tertentu akan berpengaruh  negatif terhadap penyediaan sumberdaya  dan  jasa lingkungan yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pola
pemanfaatan  ruang  yang optimal  sebagai  bentuk  pengelolaan  ruang dengan harapan dapat menjamin keberlanjutan hidu p masyarakat di GPK.
49
SWP I
Sumber: Bappeda Kabupaten Wakatobi 2007
Gambar  9  Rancangan Stuktur Ruang Kabupaten Wakatobi dengan 4 SWP
SWP II
SWP III
SWP IV Karang  Kapota
Karang Kaledupa Wangi-Wangi
Kaledupa Tomia
Binongko BISNIS
Pariwisata Perikanan
BUDAYA  OLAHRAGA Pariwisata
Perikanan
PENDIDIKAN   RISET Pariwisata
Perikanan
INDUSTRI RAMAH LINGKUNGAN Pariwisata
Perikanan
50
Dalam  melakukan  pembangunan  wilayah  dan  penyusunan  RTRW khususnya  struktur  dan  pola  pemanfaatan  ruang  di  Kab upaten Wakatobi
tentunya selalu mempertimbangkan kondisi dan  status wilayah ini sebelumnya, yaitu sebagai wilayah taman nasional laut. Hal penting yang perlu diadopsi dan
dipertimbangkan  adalah  zonasi  Taman  Nasional  Wakatobi  TNW.    Saat  ini zonasi TNW sedang diajukan untuk ditetapkan perubahannya. Hal ini dilakukan
untuk  mengadopsi  dinamika  masyarakat  serta  perubahan status  wilayah  ini menjadi  daerah  otonom  kabupaten. Zonasi Taman Nasional Wakatobi
tahun  1996 Gambar 10 dan Zonasi Taman Nasional  Wakatobi  tahun  2007 Gambar 11 cukup berbeda, misalnya luas zona inti pada tahun 2007 lebih kecil
dari  tahun  1996.  Begitupula zona lainnya  yang  mengalami  perubahan . Zonasi yang  telah  melalui  diskusi  publik  sebagai  koreksi  zonasi 1996  yang  telah
disepakati menjadi usulan zonasi 2007 terdiri dari 6 enam zona meliputi: zona inti core zone seluas ± 1 300 Ha 0.09 , zona perlindungan bahari no take
zone  seluas  ±  36  450  Ha  2. 62, zona pariwisata  tourism tone seluas 6 180 Ha 0.44, zona pemanfaatan lokal local use zone seluas 804 000 Ha
57.84, zona pemanfaatan umum  common use zone seluas  495  700  Ha 35.66, dan zona daratankhusus land zone seluas ± 46 370 Ha 3.34.
Perubahan zonasi yang dilakukan memiliki makna penting yaitu adanya penetapan  batasan  kegiatan  yang  boleh  dan  t idak  boleh  dilakukan  pada  zona
yang  ada. Pada  zona  inti  dan  zona  perlindungan  bahari  kegiatan  yang  boleh hanyalah  kegiatan  restorasi  atau  pemulihan  sumberdaya  sedangkan  kegiatan
yang  boleh  tapi  harus  mendapatkan  ijin  terlebih  dahulu  adalah kegiatan pendidikan  dan  upacara  adatritual  agama. Sementara  itu  untuk kegiatan
pemanfaatan  sumberdaya  lebih  diarahkan  pada  zona  pemanfaatan  tradisional dan  umum,  sedangkan  pemanfaatan  jasa  di  zona  pariwisata.  Secara  tegas
kegiatan berlayar  melintas  atau  berlabuh  pada  semua  zona  bol eh  dilakukan kecuali  pada  zona  inti. Selain  beberapa  pengaturan  di atas  juga  dicantumkan
catatan  larangan  berupa  ketentuan  umum  yaitu   segala  kegiatan  yang  dilarang menurut  perundang-undangan  Indonesia  termasuk  bom,  sianida  dan  racun,
pengambilan penyu dan telurnya, pengambilan ikan hias, pengambilan i kan hiu, penggunaan kompresor  untuk  bius,  tabung  dan  linggis  untuk  menambang
karang. Pengaturan  kegiatan  di atas  dalam  bentuk  matriks  dapat  dilihat pada Lampiran  1.
51
Sumber: Balai Taman Nasional Wakatobi, 200 7
Gambar 10 Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 1996
52
Sumber: Balai Taman Nasional Wakatobi, 200 7
Gambar 11  Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 2007
53
4.2 Pemanfaatan Ruang Gugus Pulau Kaledupa