Hasil Belajar Afektif Pembahasan

53 kelamin yang berbeda untuk melakukan percobaan dan diskusi kelompok menyelesaikan pertanyaan di LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin dalam Trianto 2007:52, bahwa pada pembelajaran STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 siswa yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Kelompok-kelompok yang telah terbentuk dihadapkan pada suatu permasalahan yaitu membuktikan konsep pada materi kalor. Kemudian siswa diminta melakukan percobaan secara berkelompok agar masalah yang dihadapi dapat terselesaikan. Dari kegiatan percobaan siswa mampu mengetahui bagaimana konsep kalor dibuktikan dan dipahami secara langsung. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengamatan langsung membuat pengetahuan tentang kalor mudah diingat dan tidak cepat dilupakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Scott 2008 yang membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif STAD Student Teams Achievement Division dapat meningkatkan prestasi akademik atau hasil belajar siswa karena setiap anggota tim dalam pembelajaran dapat a bekerja pada lembar kerja secara berpasangan, b bergiliran menanyai satu sama lain, c membahas masalah sebagai sebuah kelompok, atau d menggunakan strategi apa pun mereka yang ditugaskan untuk mempelajari materi. Kedua, penelitian dari Foulds 1996, yaitu siswa dapat belajar dengan bebas untuk melakukan suatu percobaan sehingga siswa akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Siswa belajar mengidentifikasi, menafsirkan, mengubah, analisis data, merencanakan dan merancang percobaan, dan merumuskan hipotesis sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4.2.2 Hasil Belajar Afektif

Aspek afektif siswa yang dinilai dalam penelitian ini meliputi: kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan bekerjasama. Aspek afektif siswa dinilai melalui pengamatan terhadap setiap siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang 54 berdasarkan pada kriteria penilaian yang disusun. Peningkatan hasil belajar afektif terjadi karena siswa terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Penilaian hasil belajar afektif pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap atau perilaku siswa ketika pembelajaran sedang berlangsung. Siswa semakin disiplin dalam mengikuti pelajaran di setiap siklus. Siswa masuk ruang laboratorium sebelum guru masuk dan tertib di dalam kelas. Hal ini menunjukkan bahwa minat siswa dalam mengikuti pembelajaran juga meningkat. Adanya minat untuk belajar membuat siswa lebih perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto 2003:181, bahwa siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap hal yang disukainya. Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hasil belajar afektif siswa mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Presentase untuk aspek kejujuran pada siklus 1 mencapai 65,44 . Kejujuran siswa dapat dilihat dari data yang diperoleh ketika kegiatan percobaan apakah data yang ditulis di LKS dikerjakan sendiri dan bersikap jujur. Dari siklus 1 ke siklus 2 mengalami perubahan dalam perilaku siswa. Dalam hal ini siswa menjadi lebih jujur. Dari siklus 2 ke siklus 3 juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 70,59 pada siklus 2 dan 99,53 pada siklus 3. Hal tersebut adanya peningkatan ketuntasan siswa dalam mengumpulkan data percobaan, penyelesaian LKS. Untuk aspek kedisiplinan siswa terlihat ketika siswa memasuki kelas sebelum guru masuk kelas. Dari siklus 1 ke siklus 2 maupun siklus 2 ke siklus 3 siswa semakin disiplin ketika memasuki kelas. Tanggung jawab siswa semakin meningkat, siswa sadar bahwa LKS harus dibuat sesuai prosedur. Kerjasama siswa terlihat ketika melakukan kegiatan percobaan dan diskusi kelompok dari siklus 1 sampai siklus 3, kerjasama siswa semakin meningkat dan terlihat 55 jelas sehingga kegiatan berjalan lancar dan tepat waktu. Bekerja secara berkelompok bertujuan untuk membiasakan siswa memperoleh solusi secara bersama, memudahkan siswa berinteraksi dengan temannya, dan saling bertukar pikiran. Peningkatan tersebut terjadi karena guru memberikan motivasi dan pengarahan kepada siswa pada akhir pembelajaran agar bertindak jujur dalam menyelesaikan percobaan, disiplin masuk kelas, bertanggung jawab dan mau bekerjasama dengan teman sekelompoknnya ketika melakukan percobaan. Menurut gagne dalam Anni 2006:2 belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Untuk menanamkan sikap disiplin, kejujuran, dan kerapian siswa melalui proses pembiasaan dalam pembelajaran. Pengalaman secara langsung dan pembiasaan sikap disiplin, kejujuran, dan kerapian dapat membawa sikap ke arah lebih baik dan meningkatkan motivasi siswa belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Anni 2006: 157, bahwa jika dalam belajar siswa diberikan pengalaman belajar secara langsung maka motivasi siswa dalam belajar akan meningkat.

4.2.3 Hasil Belajar Psikomotorik