Hasil Belajar Kognitif Pembahasan

51

4.1.5 Analisis Uji Gain

Uji gain digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dari siklus I ke II, dan siklus II ke III. Data peningkatan uji gain disajikan pada Tabel 4.4. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 19. Tabel 4.4. Peningkatan Uji Gain Pada Hasil Belajar Siswa Aspek yang dinilai Skor Rata-rata Gain Siklus I ke II Gain Siklus II ke III Siklus I Siklus II Siklus III Hasil Belajar Kognitif 72.76 77.35 82.65 0,16 rendah 0,23 rendah Hasil Belajar afektif 75.00 78.68 89.51 0,14 rendah 0,50 sedang Hasil Belajar Psikomotorik 70,10 77.21 88.32 0,23 rendah 0,48 sedang

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hasil Belajar Kognitif

Berdasarkan hasil analisis data, kemampuan kognitif siswa mengalami peningkatan di setiap siklus. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil evaluasi tiap siklus. Pada siklus I nilai rata-rata 72,76 dan ketuntasan klasikal sebesar 64,71, hasil tersebut belum memenuhi indikator ketuntasan belajar di SMP Negeri 3 Bawen. Hal itu dikarenakan siswa belum terlatih dan terbiasa melakukan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam setting STAD yang dikemas dalam kegiatan percobaan, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar kognitif siswa dari siklus I ke siklus II mempunyai nilai rata-rata sebesar 72,76 pada siklus I menjadi sebesar 77,35 pada siklus II. Siklus II ke III juga mengalami peningkatan nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa yaitu sebesar 77,35 pada siklus II menjadi 82,65 pada siklus III. Peningkatan tersebut terjadi karena guru 52 mengarahkan siswa untuk mempelajari materi sebelum pembelajaran dimulai sehingga siswa mempunyai pengetahuan awal. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mujiono 2009: 45 bahwa belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Siswa tidak lagi pasif menerima dan menghafal informasi yang diberikan oleh guru, tetapi berusaha menemukan konsep melalui kegiatan percobaan. Pada siklus I, siswa yang tuntas belajar kognitif sejumlah 12 siswa dari 34 siswa dan nilai rata-rata 72,76 dengan ketuntasan klasikal mencapai 64,71. Pada siklus II jumlah siswa yang tuntas belajar kognitif sejumlah 7 siswa dan nilai rata-rata 77,35 dengan ketuntasan klasikal mencapai 79,41. Dari perhitungan faktor hake gain diperoleh nilai 0,3. Indikator keberhasilan untuk aspek kognitif dapat dilihat dari hasil evaluasi yang diberikan oleh siswa pada akhir tiap siklus. Pembelajaran dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam setting STAD siswa tidak hanya diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuannya saja, tetapi juga kemampuan psikomotorik yang berupa keterampilan proses. Dengan adanya keterampilan proses ini, akan mendorong siswa untuk melakukan percobaan dan diskusi untuk menjawab pertanyaan di LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Semiawan 1992: 18 mengemukakan pendekatan keterampilan proses adalah cara untuk mengembangkan keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan sikap dan nilai. Dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam setting STAD, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil seperti terlihat pada Lampiran 20 yang terdiri dari siswa yang mempunyai tingkat akademik yang heterogen dan jenis 53 kelamin yang berbeda untuk melakukan percobaan dan diskusi kelompok menyelesaikan pertanyaan di LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin dalam Trianto 2007:52, bahwa pada pembelajaran STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 siswa yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Kelompok-kelompok yang telah terbentuk dihadapkan pada suatu permasalahan yaitu membuktikan konsep pada materi kalor. Kemudian siswa diminta melakukan percobaan secara berkelompok agar masalah yang dihadapi dapat terselesaikan. Dari kegiatan percobaan siswa mampu mengetahui bagaimana konsep kalor dibuktikan dan dipahami secara langsung. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengamatan langsung membuat pengetahuan tentang kalor mudah diingat dan tidak cepat dilupakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Scott 2008 yang membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif STAD Student Teams Achievement Division dapat meningkatkan prestasi akademik atau hasil belajar siswa karena setiap anggota tim dalam pembelajaran dapat a bekerja pada lembar kerja secara berpasangan, b bergiliran menanyai satu sama lain, c membahas masalah sebagai sebuah kelompok, atau d menggunakan strategi apa pun mereka yang ditugaskan untuk mempelajari materi. Kedua, penelitian dari Foulds 1996, yaitu siswa dapat belajar dengan bebas untuk melakukan suatu percobaan sehingga siswa akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Siswa belajar mengidentifikasi, menafsirkan, mengubah, analisis data, merencanakan dan merancang percobaan, dan merumuskan hipotesis sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4.2.2 Hasil Belajar Afektif