II. BAHAN DAN METODE
2.1 Materi Uji
Larva diperoleh dari induk ikan patin siam yang berasal dari petani patin di Ciampea, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Larva ikan patin dihasilkan
dari pemijahan secara buatan. Larva yang digunakan yaitu larva yang baru menetas. Jumlah larva yang digunakan dalam pemeliharaan adalah 180 ekor
akuarium.
2.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang
diterapkan yaitu metode kejutan salinitas dengan salinitas 20 ppt dengan lama perendaman 2 menit, kemudian dilanjutkan dengan perendaman larutan tiroksin
0,05 mgl, larutan tiroksin 0,1 mgl, dan larutan tiroksin 0,2 mgl. Perendaman hormon tiroksin dilakukan selama 1 jam. Berikut ini merupakan rancangan
percobaan yang dilakukan. a. Kontrol
: tidak diberi kejutan salinitas dan larutan hormon tiroksin b. Perlakuan P1 : kejutan salinitas 20 ppt dan hormon tiroksin 0,05 mgl
c. Perlakuan P2 : kejutan salinitas 20 ppt dan hormon tiroksin 0,1 mgl d. Perlakuan P3 : kejutan salinitas 20 ppt dan hormon tiroksin 0,2 mgl
2.3 Prosedur Kerja 2.3.1 Persiapan wadah
Akuarium yang digunakan berukuran 15 x 15 x 25 cm sebanyak 12 unit dimasukkan ke dalam akuarium berukuran 110 x 80 x 25 cm akuarium besar.
Sebelum digunakan, akuarium tersebut dibersihkan menggunakan desinfektan detergen, kemudian dijemur sampai kering. Setelah dibersihkan, akuarium
berukuran 110 x 80 x 25 cm dilapisi dengan plastik hitam dibagian luarnya.
6 Gambar 1 Akuarium pemeliharaan paska perlakuan kejutan salinitas dan
perendaman hormon tiroksin Sumber air yang digunakan berasal dari tandon penampungan air yang
berada di Departemen Budidaya Perairan. Air yang berasal dari tandon utama diendapkan kembali pada tandon berukuran 3 m
3
. Kemudian akuarium yang berukuran 15 x 15 x 25 cm diisi air sebanyak 4,5 liter dan pada akuarium
berukuran 110 x 80 x 25 cm diisi air setinggi 20 cm. Agar suhu di dalam akuarium tetap stabil maka pada akuarium besar dipasang thermostat dengan daya
50 watt sebanyak 1 unit dengan kisaran suhu 30-31 C serta diberi aerasi.
2.3.2 Penyiapan Hormon Tiroksin
Hormon Tiroksin yang digunakan berasal dari tablet thyrax dengan kandungan tiroksin 0,1 mgtablet. Pada perlakuan 0,05 mgl P1, digunakan 1
tablet thyrax yang telah digerus, kemudian dimasukkan ke dalam 2 l air, pada perlakuan 0,1 mgl P2 digunakan 2 tablet thyrax yang telah digerus, kemudian
dimasukkan ke dalam 2 l air, sedangkan pada perlakuan 0,2 mgl P3 digunakan 4 tablet thyrax yang telah digerus, kemudian dimasukkan ke dalam 2 l air.
2.3.3 Metode Perlakuan
Jumlah larva yang digunakan yaitu 180 ekorakuarium. Kepadatan larva pada saat kejutan salinitas dan perendaman larutan hormon tiroksin adalah 180
ekor 360 ml. Sebelum direndam dalam larutan hormon tiroksin, larva diberi perlakuan kejutan salinitas dengan salinitas 20 ppt selama 2 menit. Penggunaan
salinitas 20 ppt selama 2 menit didasarkan pada uji pendahuluan ketahanan larva
7 yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian larva direndam pada larutan
perendaman tiroksin sesuai dengan dosisnya, yaitu 0,05 mgl P1, 0,1 mgl P2, dan 0,2 mgl P3 selama 1 jam, sedangkan untuk kontrol K tidak diberikan
perlakuan perendaman hormon dan kejutan salinitas. Pemeliharaan larva paska perlakuan perendaman dalam larutan tiroksin dan
kejutan suhu adalah selama 12 hari. Padat tebar larva yang digunakan adalah 180 ekorakuarium dan akuarium yang digunakan berukuran 15 x 15 x 25 cm. Selama
masa pemeliharaan dilakukan penyifonan, pemberian makananan berupa artemia dan cacing sutera cacah, dan pergantian air. Pergantian air mulai dilakukan pada
hari ke-3 sebanyak 50 . Pola pemberian pakan pada larva paska perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Pada saat berumur 1 – 5 hari larva diberi artemia,
selanjutnya pada umur 6 - 9 hari diberi oplosan artemia dan cacing sutera, pada umur 10
– 12 hari larva diberi pakan cacing sutera.
Tabel 1 Frekuensi Pemberian Pakan
FrekuensiHari 1-5 hari
6 - 9 hari 10 - 12 hari
2 jam sekali 3 jam sekali
4 jam sekali
2.3.4 Pengelolaan Kualitas Air
Pada saat larva berumur 1-3 hari dilakukan penyifonan untuk membuang kotoran. Pergantian air mulai dilakukan saat larva berumur 4 hari, air diganti
sebanyak 50 , kemudian pada hari ke- 8 sampai hari ke-12 dilakukan pergantian air sebanyak 80 .
2.4 Parameter Uji 2.4.1 Volume Kuning Telur
Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil lima ekor larva dari tiap-tiap perlakuan dan diamati pada jam ke- 0, 6, 12, 18, dan 24 menggunakan mikroskop
yang dilengkapi mikrometer. Hasil pengukuran dikonversi dalam satuan milimeter dengan cara mengalibarasi mikroskop tersebut menggunakan mikrometer objektif.
8 Perhitungan volume kuning telur menggunakan rumus Hemming dan Buddington
1988 dalam Pramono dan Marnani 2009 :
V= π6LH
2
Keterangan : V
: volume kuning telur mm
3
L : diameter kuning telur memanjang mm, dan
H : diameter kuning telur memendek mm
2.4.2 Persentase Penyerapan Kuning Telur
Nilai persentase penyerapan kuning telur merupakan konversi dari volume kning tlur yang dihitung dengan rumus Hemming dan Buddington 1988 dalam
Pramono dan Marnani 2009 :
LPK = [Vo-VnVo] x 100
Keterangan : V
: volume kuning telur awal periode sampling mm
3
V
n
: volume kuning telur akhir periode sampling mm
3
2.4.3 Persentase Bukaan Mulut
Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil lima ekor larva dari tiap-tiap perlakuan dan diamati pada jam ke- 0, 6, 12, 18, dan 24 menggunakan mikroskop
yang dilengkapi mikrometer. Larva yang diamati sebanyak 5 ekorakuarium. Persentase dihitung menggunakan rumus :
Persentase Bukaan Mulut = [LsLt] x 100
Keterangan : Ls
: Jumlah larva sampel yang telah terbuka mulutnya Lt
: Jumlah total larva sampel
2.4.4 Panjang Akhir
Larva sampel terlebih dahulu diberi minyak cengkeh sebanyak 1 tetes agar pingsan. Kemudian larva diletakkan ke atas kertas milimeter blok dan diukur
panjang totalnya dari ujung mulut sampai ujung sirip ekor.
2.4.5 Tingkat Kelangsungan Hidup
Survival Rate SR atau tingkat kelangsungan hidup adalah persentase jumlah ikan yang hidup setelah dipelihara dalam waktu tertentu dibandingkan
9 dengan jumlah pada awal pemeliharaan. SR dihitung dengan rumus Effendie
1997 :
x 100
Keterangan : Nt
= Jumlah ikan yang dihasilkan pada waktu t ekor No
= Jumlah ikan awal pada saat ditebar ekor SR
= Tingkat kelangsungan hidup
2.4.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur adalah pH, DO, suhu, dan kesadahan. Parameter DO dan pH diukur menggunakan DO meter dan pH meter. Parameter
suhu diukur menggunakan thermometer. Sedangkan untuk parameter kesadahan diukur dengan metode titrasi, prosedurnya yaitu: diambil 25 ml sampel, kemudian
ditambahkan 1 ml buffer hardness dan 2 tetes EBT Eriochrome Black T. Langkah terakhir yaitu dilakukan titrasi EDTA Ethylene Diamine Tetra Acid sampai
berwarna biru tua. Setelah didapatkan nilai titrasi, dimasukkan ke dalam rumus berikut:
Keterangan : N = Normalitas 0,0112
2.5 Analisis Data
Data diolah menggunakan persamaan Rancangan Acak Lengkap RAL dan diuji ANOVA dengan hipotesis. Ho = Perendaman larutan Hormon tiroksin
dengan metode kejutan salinitas tidak mempengaruhi parameter pengamatan. H
1
= Perendaman larutan Hormon tiroksin dengan metode kejutan salinitas
mempengaruhi parameter pengamatan Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan
program MS. Excel 2007 dan SPSS 17.0 yang meliputi Analisis Ragam ANOVA dengan uji F pada selang kepercayaan 95, digunakan untuk
menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan dan
10 derajat kelangsungan hidup. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan
antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Analisa deskriptif dilakukan pada parameter perkembangan bukaan mulut dan analisis
biaya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil 3.1.1 Volume Kuning Telur