Sifat dan Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam Hukum

b. Bidang hubungan kerja; Masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak mengadakan hubungan kerja, yang didasari dengan perjanjian kerja, baik dalam batas waktu tertentu maupun tanpa batas waktu. c. Bidang kesehatan kerja; Selama menjalani hubungan kerja yang merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatannya. d. Bidang keamanan kerja Adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Negara mewajibkan pengusaha untuk menyediakan keamanan ataupun alat keamanan kerja bagi pekerja. e. Bidang jaminan sosial. Jaminan sosial bagi tenaga kerja telah diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang biasa disingkat menjadi Jamsostek. Dengan diundangkannya UU tersebut, maka pengusaha tertentu wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek.

7. Sifat dan Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam Hukum

Nasional Sifat hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah privat karena mengatur hubungan antar individu. Namun hukum ketenagakerjaan juga dapat bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam masalah-masalah ketenagakerjaan dan terdapat sanksi pidana dalam UU Ketenagakerjaan. Salah satu bentuk campur tangan pemerintah adalah dengan adanya perlindungan dari pemerintah melalui peraturan-peraturan yang mengikat pekerjaburuh dengan pengusaha; membina dan mengawasi proses hubungan industrial. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sifat dari hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah privat, tetapi juga memiliki sifat publik. Berdasarkan sifatnya, hukum ketenagakerjaan memiliki kedudukan dalam tata hukum nasional Indonesia pada bidang hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum administrasi Ada 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu subjek hukum dalam penyelenggaraan negara dan bagaimana peranannya. Subjek hukum dalam penyelenggaraan negara menyangkut 3 hal yaitu pejabat, lembaga, dan warga negara. Pejabat dalam hal ini adalah pejabat negara yang tunduk pada ketentuan hukum administrasi. Peranannya berkaitan dengan menjalankan fungsi negara di dalam perbuatan peraturan atau pemberian izin, bagaimana negara melakukan pencegahan terhdadap sesuatu hal yang dapat terjadi, dan bagaimana upaya hukumnya. Pemerintah sebagai penyelenggara negara di bidang ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan ketiga fungsi tersebut dengan baik. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata Pada hakikatnya yang memegang peranan penting dalam hukum perdata adalah para pihak, dalam hal ini adalah pekerjaburuh dan pemberi kerja ataupun pengusaha. Hubungan antara mereka didasarkan pada perikatan yang diwujudkan dalam perjanjian kerja. Disini pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas atau lebih tepatnya sebagai fasilitator apabila terdapat perselisihan yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri. Selain itu fungsi pengawasan dari pemerintah dapat maskimal apabila secara filosofis kedudukan pemerintah lebih tinggi dari yang diawasi. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum pidana  Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam hukum pidana adalah pentingnya penerapan sanksi hukum bagi pelanggar peraturan perundang-undangan. Dalam UU Ketenagakerjaan terdapat sanksi pidana bagi yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam tata hukum nasional Indonesia secara teoritis dapat dipisahkan menjadi 3 bidang, yaitu bidang administrasi, bidang perdata, dan bidang pidana. Namun dalam praktiknya harus dijalankan secara bersamaan karena berhubungan satu dengan yang lainnya. Hubungan hukum yang dilakukan oleh pekerjaburuh dengan pengusaha termasuk dalam bidang hukum perdata. Namun selama proses pembuatan, pelaksanaan, dan berakhirnya hubungan tersebut diawasi oleh pemerintah dalam rangka menjalani 3 fungsinya. Apabila selama proses-proses tersebut terdapat pelanggaran tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka dapat diterapkan sanksi pidana. Paralegal LBH Jakarta Pertemuan 1 : Perkuliahan 1 Pengantar Pengertian dan Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan Hukum Ketenagakerjaan merupakan istilah baru dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum perburuhan pada khususnys, Menurut UU No. 13 Tahun 2003, pengertian ketenagakerjaan adalah lebih luas dibandingkan dengan perburuhan sebagaimana dalam KUHPerdata. Namun demikian pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang ketenagakerjaan masih mempergunakan beberapa undang-undang yang dikeluarkan sebelum dikeluarkan UU No. 13 Tahun 2003. Adapun perkembangan Hukum Ketenegakerjaan dapat dicatat dalam 5 lima fase. Hakikat dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan Secara yuridis hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah sama, walaupun secara social- ekonomi kedudukan antara pekerja dan pengusaha adalah berbeda. Dan segala sesuatu mengenai hubungan kerja diserahkan kepada kedua belah pihak, oleh karena itu untuk memenuhi trasa keadilan perlu ada peraturan perundang-undangan untuk melindungi pekerja. Peraturan mana adalah mengatur tentang hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak. Pre Employment, During Employment, dan Post Employment Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, antara lain menyebutkan bahwa : Tiap-tiap tenaga kerja barhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan , oleh karena itu tidak boleh ada diskriminasi antara pekerja wanita dan pria. Adapun ruang lingkup tenaga kerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 adalah pre – employment, during employment, dan post employment. Selain itu tenaga kerja berhak atas pembinaan dan perlindungan dari pemerintah. Literatur : Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Syahputra tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang- Undangan Ketenagakerjaan baru diIndonesia, Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Rivisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung Prints,Darwan, 2000, Hukum KetenagakerjaanIndonesia, Cet.II, PT. Citra Aditya bakti,Bandung Pertemuan 2 : Tutorial 1 Discussion Task – Study Task Setelah pembelajaran terhadap materi perkuliahan mengenai pengantar yang merupakan pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan diatas, maka mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini : 1 Mendiskusikan pengertian serta membandingkan pengertian tersebut dan merumuskan unsur-unsurnya 1. Diskusikan perkembangan Hukum Ketenagakerjaan 2. Diskusikan, apa yang saudara ketahui tentang hakikat dan sifat Hukum Ketenagakerjaan 3. Terangkan dan jelaskan apa yang dimaksud dengan tenaga kerja 4. Ceritakan asas-asas dari hubungan kerja Literatur : Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Syahputra tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang- Undangan Ketenagakerjaan baru diIndonesia, Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Rivisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung Prints,Darwan, 2000, Hukum KetenagakerjaanIndonesia, Cet.II, PT. Citra Aditya bakti,Bandung Pertemuan 3 : Perkuliahan 2. Hubungan Kerja dan Norma Kerja Perjanjian Kerja dan hubungan Industrial Dalam Hukum Ketenagakerjaan memang belum dapat diberikan batasan yang jelas tentang definisi dari hubungan kerja, namun dapat diperoleh pengertian bahwa : hubungan kerja itu timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerja, dimana pekerja atau serikat pekerja disatu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan pada pengusaha atau organisasi pengusaha dilain pihak selama suatu waktu, dengan menerima upah. Peraturan yang mengatur perjanjian kerja adalah sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Pengertian hubungan kerja antara pelaku proses produksi baik barang maupun jasa pada dewasa ini lebih dikenal dengan istilah “Hubungan Industrial” yang merupakan suatu peningkatan tata nilai kaidah hukum ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan Kesepakatan Kerja adalah perjanjian perburuhan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha atau organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud oleh UU No.13 Tahun 2003 Istilah Kesepakatan Kerja merupakan perubahan istilah perjanjian perburuhan atau perjanjian kerja sebagai pencerminan Hubungan Industrial Pancasila. Kesepakatan Kerja merupakan salah satu sarana pendukung pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila yang dari waktu kewaktu perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian Kerja Bersama PKB merupakan salah satu sarana hubungan Industrial Pancasila yang pada hakikatnya merupakan perjanjian perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang _ Undang Nomor 13 Tahun 2003 Permintaan pembuatan PKB selain harus diajukan oleh salah satu pihak, juga harus diikuti oleh itikad baik, jujur, tulus, dan terbuka. Sedang tempat pembuatannya dilakukan di Kantor Perusahaan yang bersangkutan dengan biaya perusahaan, kecuali bila Serikat Pekerja mampu ikut membiayai. Pembinaan Norma Kerja Pemerintah membina perlindungan kerja termasuk norma kerja yang meliputi : perlindungan tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu kerja, system pengupahan, istirahat, cuti, pekerja anak dan wanita, tempat kerja, perumahan, kesusilaan, beribadat menurut agama dan kepercayaan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial dan sebagainya. Hal ini wajib dilakukan untuk memelihara kegairahan dan noral kerja yang dapat menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Sedang yang dimaksud dengan pembinaan norma perlindungan adalah pembentukan, pengertian dan pengawasannya. Norma adalah standardukuran tertentu yang harus dijadikan pegangan. Literatur : Syahputra tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang- Undangan Ketenagakerjaan baru di Indonesia, Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1996, Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Djumialdji,F.X., Wiwoho Soejono, 1982, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara,Jakarta Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Rivisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rachmat, Martoyo, 1991, Serikat Pekerja, Pengusaha dan Kesepakatan Kerja Bersama, Cet.II, Penerbit Fikahati Aneska,Jakarta Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja. Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja Pertemuan 4 : Tutorial 2. Discussion Task – Study Task Setelah pembelajaran pokok bahasan hubungan kerja dan norma kerja serta sub-sub pokok bahasan , mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini, sebagai berikut : 1. Diskusikan, apa yang anda ketahui tentang Perjanjian Kerja 2 Diskusikan prosedur dan syarat-syarat pembuatan peraturan perusahaan. 3 Apa yang saudara ketahui tentang Perjanjian Kerja Bersama 4 Jelaskan Prosedur pembuatan Perjanjian Kerja Bersama 5 Diskusikan bidang-bidang yang termasuk pembinaan norma kerja 6 Diskusikan pengertian yang dicakup dalam norma kerja. Literatur : Syahputra tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang- Undangan Ketenagakerjaan baru di Indonesia, Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1996, Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Djumialdji,F.X., Wiwoho Soejono, 1982, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara,Jakarta Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Rivisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rachmat, Martoyo, 1991, Serikat Pekerja, Pengusaha dan Kesepakatan Kerja Bersama, Cet.II, Penerbit Fikahati Aneska,Jakarta Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja. Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja. Pertemuan 5 : Perkuliahan 3 Perlindungan Tenaga Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Masalah keselamatan dan kesehatan kerja bukanlah masalah kecil bagi pengusaha. Kecelakaan kerja sangat merugikan baik pengusaha, tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat. Dengan terjadinya kecelakaan kerja , maka akan menimbulkan kerugian yang berupa hilang atau berkurangnya kesempatan kerja, modal, dan lain sebagainya. Pengusaha diwajibkan untuk mengatur dan memelihara tempat kerja yang menyangkut ruangan , alat, perkakas dimana pekerja melakukan tugasnya, termasuk petunjuk-petunjuk bagi pekerja agar pekerja terhindar dari kecelakaan kerja. Terhadap pengusaha yang tidak mengindahkan hal ini, maka mereka wajin mengganti kerugian apabila terjadi musibah terhadap pekerja. Sedang disisi lain harus diadakan kesehatan kerja yaitu perlindungan terhadap tenaga kerja dari eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sasaran utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan bangsa secara merata. Tenaga kerja sebagai salah satu unsure pembangunan yang mempunyai kegiatan produktif perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap kesejahteraannya Perlindungan tersebut diberikan baik semasa pekerja ada dalam hubungan kerja maupun setelah berakhirnya hubungan kerja. Perlindungan Upah Kebijakan ketenagakerjaan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat-syarat kerja, kondisi kerja , dan hubungan kerja. Sistem pengupahan ditujukan kepada system pembayaran upah secara keseluruhan tidak termasuk uang lembur. Sistem ini didasarkan atas prestasi kerja dan tidak dipengaruhi oleh tunjangan-tunjangan yang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja. Pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang, namun tidak mengurangi kemungkinan pembayaran dapat berupa barang yang jumlahnya dibatasi. Upah pada dasarnya merupakan imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Kualitas tingkat upah dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti, kondisi perusahaan, keterampilan, standard hidup, dan jenis pekerjaan. Literatur : Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dilengkapi dengan Peraturan- Peraturan Tahun 1993 dan Asuransi Sosial Tenaga Kerja ASTEK, Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Asuransi Sosial ABRI ASABRI. Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Rajaguguk, H.P., 2002, Peranserta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan, Co-determination, Edisi.I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan,Jakarta Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Rivisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pertemuan 6 : Tutorial 3 Discussion Task – Study Task Setelah mempelajari, mengetahui, dan memahami perlindungan tenaga kerja sebagai pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasannya, mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini : 1. Diskusikan tentang keselamatan kerja dan kesehatan kerja 2. Bandingkan pengertian keselamatan kerja dengan kesehatan kerja 3. Diskusikan, apa yang saudara ketahui tentang jaminan social 4. Bagaimana ketentuan-ketentuan jaminan social yang ada sekarang ini 5. Ceritakan perkembangan jaminan social tenaga kerja. 6. Jelaskan tentang kebijakan pengupahan 7. Diskusikan, aspek-aspek apa yang mempengaruhi system pengupahan. Literatur : Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dilengkapi dengan Peraturan- Peraturan Tahun 1993 dan Asuransi Sosial Tenaga Kerja ASTEK, Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Asuransi Sosial ABRI ASABRI. Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Rajaguguk, H.P., 2002, Peranserta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan, Co-determination, Edisi.I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan,Jakarta Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Rivisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pertemuan 7 : Perkuliahan 4 Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja Kebijakan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja selama ini belum mewujudkan penyelesian perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan murah sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Menurut undang-undang ini penyelesaian perselisihan hubungan industrial diupayakan jalan damai melalui musyawarah dan sejauh mungkin dihindarkan pemutusan hubungan kerja Apabila hal ini tidak tercapai, maka pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja dan pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Upaya tersebut dilakukan dengan menyediakan mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih. Disamping itu perlu diakomodasikan keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi atau arbitase. Lain dari pada itu pemerintah juga mengatur cara dan tingkat penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU No.2 Tahun 2004, telah diterapkan prinsip-prinsip terciptanya suatu penyelesaian yang didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, sehingga penyelesaian tersebut sedapat mungkin tidak menimbulkan konplik antara para pihak. Dengan diterapkannya Hubungan Industrial Pancasila dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, bukan berarti tidak lagi terjadi PHK. Akan tetapi fungsi dan peranan HIP telah mengubah pola hubungan ketenagakerjaan antara pihak-pihak, bukan lagi sebagai lawan, melainkan sebagai partner dalam proses produksi Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja harus sedapat mungkin dicegah, akan tetapi apabila hal ini tidak dapat dihindari, maka pengusaha harus merundingkan maksud dan tujuan dari pemutusan hubungan kerja dengan serikat pekerja atau kepada pekerja secara perorangan kelau mereka tidak menjadi anggota dari serikat pekerja. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pemutusan hubungan kerja : – mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pekerja yang akan di PHK – mengajukan permohonanpenetapan secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada pengadilan hubungan industrial – Sebelum adanya penetapan, maka masing-masing pihak tetap melakukan kewajibannya – Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap hal diatas berupa tindakan skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses PHK Pertemuan 8 : Tutorial 4 Discussion Task – Study Task Setelah proses pembelajaran terhadap pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan tersebut diatas, maka mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan seperti dibawah ini : 1. Diskusikan, bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial 2. Diskusikan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial 3. Diskusikan prinsip-prinsip penyelesaian perselisihan hubungan industrial 4. Diskusikan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial 5. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang pemutusan hubungan kerja 6. Sebutkan alasan dan izin pemutusan hubungan kerja Literatur – Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Undang-Undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial – Surat Edaran Menteri Tenaga erja dan Transmigrasi Nomor SE.907Men.PHI.PPHIX2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal – Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi Nomor SE.13MenSJ-HKI2005 tentang Putusan MahkamahKonstitusiRItentang Hak Materiil UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang dasar RI Tahyun 1945 – Surat Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi omor B.600MenSj-HKVIII2005 perihal Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan – Anonim, 1987, Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila dengan Petunjuk Operasional, Cet.II Yayasan Tripartit Nasional,Jakarta – Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. – Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung – Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat- Syarat Kerja. – Asikin, Zainal ed., 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja grafindo Persada,Jakarta – Shamad, Yunus, 1995, Hubungan Industrial di Indonesia, PT. bina Sumberdaya Manusia,Jakarta. Pertemuan 9 : Perkuliahan 5 Organisasi Perburuhan InternasionalInternational Labour Organization Sejarah, Struktur Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan ILO Organisasi Perburuhan Internasional atau sisingkat menjadi ILO adalah merupakan organisasi internasional yang khusus membahas masalah-masalah ketenagakerjaan secara luas Salah satu tugas nya adalah menyelenggarakan Konperensi Perburuhan Internasional Konperensi diadakan setiap tahun yang dihadiri oleh wakil delegasi tiap Negara anggota PBB yang terdiri dari unsur Tripatit Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja. Konvensi dan Rekomendasi ILO ILO bertugas menyelenggarakan Konperensi dan meningkatkan kondisi kerja dan kesejahteraan pekerja dengan cara membuat peraturan perundang-undangan atau standard-standar internasional yang dituangkan dalam bentuk Konvensi dan rekomendasi dan disyahkan oleh Konperensi Perburuhan Internasional. Kemudian diratifikasi oleh setiap negara anggota yang mempnyai kekuatan hukum sebagai undang-undang, sedang rekomendasi dibuat untuk tidak diratifikasi malainkan untuk memberikan pedoman khusus kepada Negara anggota di dalam menyusun peraturan perundang- undangan nasional di Negara masing-masing. Akibat dari meratifikasi suatu Konvensi adalah setiap Negara yang meratifikasi konvensi mempunyai kewajiban yang mengikat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut. Literatur Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Depnaker, 1988 Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan,Jakarta Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung Pertemuan 10 : Tutorial 5 Discussion Task – Study Task Setelah mempelajari , mengetahui, dan memahami pokok bahasan mengenai organisasi perburuhan internasional beserta sub pokok bahasannya, mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan hal-hal sebagai berikut : 1. Ceritakan sejarah ILO secara singkat 2. Bagaimana struktur ILO 3. Diskusikan, bagaimana cara ILO untuk meningkatkan kondisi kerja dan kesejahteraan pekerja 4. Adabebrapa buah konvensi yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI. 5. Hambatan apa yang dihadapi oleh anggota ILO untuk meratifikasi konvensi 6. Bagaimana tata cara pembuatan laporan tahunan tentang pelaksanaan konvensi Literatur Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Depnaker, 1988 Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan,Jakarta Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan,Jakarta. Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung Pertemuan 11 : Perkuliahan 6 Pengawasan Ketenagakerjaan Peranan Pengawasan Ketenagakerjaan Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan hubungan kerjs, seperti mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan dengan memberikan penyuluhan, melakukan pengusutan, serta mencari masukan tentang peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Pengawasan bukanlah alat perlindungan bagi pekerja , melainkan lebih merupakan suatu usaha untuk menjamin pelaksanaan perasturan perlindungan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Faedah dari pengawasan adalah terpel;iharanya ketertiban masyarakat, khususnya masyarakat industri yang terwujud dengan meningkatnya produktifitas dan effesiensi kerja, perlindungan bagi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan dan terciptanya suasana yang harmonis dalam dunia industri Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu Pengawasan akan berhasil apabila ada kesatuan gerak dari aparat pengawasan. Selain itu harus ada tujuan yang jelas, rencana kerja yang pasti dan didukung oleh petugas yang dapa melaksanakan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Literatur : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Anonim, 1978, Simposium Hukum Perburuhan, Cet.I, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penerbit Bina Cipta,Jakarta. Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum KetenagakerjaanIndonesiaEdisi Revisi, PT.aja Grafindo Persada,Jakarta Asikin, Zainal ed., 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja grafindo Persada,Jakarta. Djumadi, 1995, Kedudukan Kesepakatan Kerja Bersama KKB dalam Hubungan Industrial Pancasila HIP, Cet.I , PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta. Pertemuan 12 : Tutorial 6 Discussion Task – Study Task Mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini : 1. Diskusikan, apa pentingnya dari pengawasan ketenagakerjaan 2. Diskusikan fungsi dari pengawasan ketenagakerjaan 3. Diskusikan, apa yang dimaksud dengan pengawasan terpadu 4. Ceritakan dasar pelaksanaan pengawasan Literatur : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Anonim, 1978, Simposium Hukum Perburuhan, Cet.I, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penerbit Bina Cipta,Jakarta. Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta. Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum KetenagakerjaanIndonesiaEdisi Revisi, PT.aja Grafindo Persada,Jakarta Asikin, Zainal ed., 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja grafindo Persada,Jakarta. Djumadi, 1995, Kedudukan Kesepakatan Kerja Bersama KKB dalam Hubungan Industrial Pancasila HIP, Cet.I , PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta. Namun di duia internasional lebih lazim atau lazim menggunakan kata buruh. Misalnnya badan dunia PBB mempunyai organ buruh sedunia atau ILO International Labour Organization, badan dunia menggunakan kata “Labor” bukan “worker”. Dengan demiki an dapat dikatakan kata buruh, tenaga kerja atau karyawan pada hahekatnya tidak ada per bedaan, sama-sama sebagai pekerja. Sebagaimana telah dijelaskan tersebut di atas bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara buruh tenaga kerja atau karyawan, perbedaan itu lebih didasari oleh kultur bangsa indonesia. Tentu ada yang melatar belakangi sehingga bangsa indonesia mempunyai kultur seperti itu. Apa yang melatar belakangi nya sehingga terjadi demikian ? Kultur di indonesia terbangun sejak jaman kerajaan dimana ketika itu masyarakat terbagi dalam tiga kelompok yaitu kaum ningrat yaitu kaum kerabat kerajaan, kaum borjuis yakni kaum bangsawan kelompok masyarakat yang kaya menguasai sumber-sumber ekonomi terutama tanah. Dan rakyat jelata, rakyat jelata banyak yang bekerja dengan kaum borjuis, Dimana kaum borjuis sebagai pengendali ekonomi ketika itu. Rakyat jelata yang bekerja itu terkadang diperlakukan tidak manusiawi, mereka diperlakukan sebagai kasta terbawah, sejak itulah tertanam istilah buruh sebagai pekerja kasar yang dapat dikendalikan sesuai dengan kemauan si majikan. Situasi ini terus berlanjut hingga masa penjajahan. Pada masa penjajahan pun rakyat jelata terus dipekerjakan sebagai buruh kasar yang hampir-hampir tidak mempunyai akses dalam bidang perekonomian. Dari sejarah perburuhan dapat dicatat bahwa jaman feodal istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, dan sejenisnya yang lebih dikenal dengan sebutan black collar job, sedangkan orang yang melakukan pekerjaan halus terutama yang mempunyai pangkat, dan sejenisnya dinamakan dirinya pegawai yang berkedudukan sebagai priyayi yang dikenal sebagai sebutan white collar job.  Bagaimana keadaan buruh setelah merdeka ? Pada masa kemerdekaan terutama pada masa Sukarno merupakan masa transisi, kondisi buruh semakin membaik. Namun tentu saja untuk menghilangkan tradisi lama tidak mudah. Hal ini untuk melakukan perubahan terhadap kondisi buruh tidak semata-mata adanya political will dari penguasa, akan tetapi sikap metal kaum borjuis yang berprilaku piodalisme dan kaum proletar yang bermental buruh. Mental masing peran telah terbentuk sejak lama dan terjadi secara turun menurun. dan juga kondisi ini terus berlangsung, kendatipun situasinya tidak seperti pada era kerajaan dan era penjajahan, namun secara kultur tetap berjalan. Pada era Sukarno atau yang lazim disebut era orla, kaum buruh dimanfaatkan Sukarno untuk melawan imprialis dan melawan kontra revolusi  Hukum Ketenagakerjaan ~ Dalam segi apapun dan bidang manapun hukum selalu ikut berperan aktif. Selain hukum sebagai aturan, hukum juga berperan sebagai perlindungan. Di dalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya unsur-unsur hukum ketenagakerjaan, meliputi : 1. Serangkaian aturan yang berkembang kedalam bentuk lisan mauun tulisan 2. Mengatur hubungan antara pekerja dan pemilik perusahaan. 3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperolah balas jasa. 4. Mengatur perlindungan pekerja buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja buruh dsb Dari uraian di atas perlu diketahui bahwa beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari hukum ketenagakerjaan meliputi: 1. Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja. 2. Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri. 3. Menurut Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintahpimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut. 4. Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. 5. Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu. 6. Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan risiko sendiri. 7. Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruhpekerja maupun pihak majikan. 8. Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasa. 9. Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan dengan perintah penguasa. Setelah mengungat kembali bahwa hukum tenaga kerja memiliki arti dan makna yang sangat luas dan sebagai upaya untuk menghindari kesalahan persepsi terhadapa penggunanan istilah yang ada, oleh karenanya dalam artikel kali ini akan digunakan istilah yaitu istilah hukum perburuan sebagai pengganti istilah hukum ketenagakerjaan. Menurut Logemann, ruang lingkup suatu hukum perburuan ialah suatu keadaan dimana berlakunya hukum itu sendiri. Menurut teori yang dijelaskan beliau ada empat ruang lingkup yang dapat dijabarkan dibawah ini, meliputi :

1. Lingkup Laku Pribadi Personengebied