tersebut, akan meningkatkan kemampuan kita dalam memahami perubahan dinamik secara global yang terjadi didarat, laut dan atmosfir NASA, 2008.
2.4. Karakteristik Selat Sunda dan perairan sekitarnya
Perairan Indonesia merupakan wilayah tropis yang terletak diantara dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta terletak diantara dua
benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia memiliki peranan baik secara regional maupun global dalam sistem perubahan iklim. Variasi musiman dari
sistem pemanasan matahari antara Benua Asia dan Benua Australia menyebabkan adanya angin musiman angin muson, yang merubah arah angin dua kali dalam
setahun Tomascik et al., 1997; Webster et al., 1998 in Hendarti et al., 2004 di wilayah Indonesia. Angin Muson Tenggara southeast monsoon yang terjadi
antara bulan Juni dan September dipengaruhi oleh tekanan udara tinggi yang terjadi di Benua Australia dan tekanan rendah di Benua Asia. Angin tersebut
bertiup dari tenggara Benua Australia pada belahan bumi tenggara dan bergerak menuju bagian barat daya pada belahan bumi utara. Angin Muson Barat Laut
northwest monsoon terjadi antara bulan Desember dan Maret terjadi akibat tekanan atmosferik yang tinggi yang terjadi di Benua Asia dan tekanan rendah di
Benua Australia. Angin tersebut bertiup dari timur Laut Benua Asia dan Samudera Pasifik dibagian belahan bumi utara dan bergerak menuju barat Laut
dibelahan bumi Selatan. Selat Sunda yang menghubungkan wilayah Laut Jawa Bagian Barat dengan
perairan Selatan Jawa Bagian Barat dan Pantai Barat Sumatera Bagian Selatan merupakan perairan yang kondisi perairannya secara musiman dipengaruhi oleh
pergerakan massa air dari Laut Jawa dan dari Samudera Hindia Hendarti et al.,
2004. Pergerakan massa air ini mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas perairan di Selat Sunda tersebut.
Menurut Wyrtki 1961 pada bulan Juli – Oktober, Angin Muson Tenggara berhembus sangat kuat di Pantai Selatan Jawa dan Arus Khatulistiwa Selatan
tertekan jauh ke utara, sehingga cabang Arus Khatulistiwa Selatan berbelok sampai ke Selat Sunda. Diantara bulan Mei sampai dengan bulan Agustus terjadi
penaikan massa air upwelling di Selatan Jawa – Sumbawa Wyrtki 1961. Dinamika oseanografi Paparan Sunda yang dipengaruhi variabilitas transport
Arus Lintas Indonesia Arlindo yang mengalir dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia lewat pintu di Selat Lombok dan Ombai serta Laut Timor.
Besarnya transport yang keluar lewat Selat Sunda, Lombok, dan Ombai pada Musim Barat relatif lebih tinggi daripada Musim Timur menyebabkan stratifikasi
di permukaan laut lebih kuat dan ini akan mengurangi produktivitas biologi Syamsudin, 2004.
Selat Sunda juga dipengaruhi oleh adanya Angin Muson Tenggara dan Angin Muson Barat Laut yang terjadi di Indonesia. Pada saat Muson Tenggara, suhu
permukaan Selat Sunda lebih dari 29 °C, dengan konsentrasi klorofil-a lebih dari 0,5 mgm
3
dan salinitas yang rendah Hendiarti et al., 2005. Pada waktu Angin Muson Tenggara southeast monsoon, angin dari arah
tenggara wilayah Australia tersebut menyebabkan terjadinya Upwelling sepanjang Pesisir Pantai Jawa-Sumatera. Kondisi ini berlawanan ketika terjadinya Angin
Muson Barat Laut Susanto et al., 2001. Terjadinya Upwelling di sepanjang Pesisir Pantai Jawa-Sumatera pada waktu angin muson tenggara southeast
monsoon , memberikan pengaruh pada konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda. Jadi,
proses osenografi yang terjadi di perairan sekitar Selat Sunda secara umum mempengaruhi kondisi perairan di Selat Sunda.
Laut Jawa Bagian Barat mendapat masukan material organik dan non organik dari berbagai sumber. Pengaruh terbesar seperti dari tambak budidaya perikanan
aquaculture dan erosi pesisir yang terjadi pada Musim Hujan Desember sampai Maret. Laut Jawa merupakan salah satu perairan Indonesia yang secara kebetulan
dekat dan berhimpit dengan sumbu bertiupnya Angin Muson Tenggara dan Angin Muson Barat Laut yang menjadikan Indonesia memiliki dua musim Musim Barat
dan Musim Timur tersebut. Hal tersebut berpengaruh pada pola arus di Laut Jawa yang mengalami perubahan secara total dua kali dalam satu tahun sesuai dengan
perubahan musim. Pada Musim Barat arus mengalir dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa dan Laut Flores. Sedangkan pada Musim Timur berkembang
arus dari wilayah timur, dimana suplai massa air dari daerah upwelling di Laut Arafuru dan Laut Banda akan mengalir menuju perairan barat Indonesia dan pada
akhirnya menuju ke Laut Cina Selatan Wyrtki, 1961. Perairan Selatan Jawa dan Pantai Barat Sumatera bagian Selatan merupakan
wilayah yang langsung berhubungan dengan Samudera Hindia. Seperti halnya Laut Jawa, Angin Muson merupakan faktor yang mempengaruhi perairan Selatan
Jawa dan Pantai Barat Sumatera Bagian Selatan selain mendapat pengaruh dari Samudera Hindia tersebut. Pada waktu Angin Muson Tenggara, konsentrasi
klorofil-a tinggi terjadi diwilayah Selatan Jawa hingga perairan Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor dan selat Karimata Susanto et al., 2001. .
Pola arus permukaan di perairan Selatan Jawa dipengaruhi oleh pembentukan Arus khatulistiwa Selatan AKS yang merupakan bagian dari gyre Samudera
Hindia yang terbentuk di daerah antara Pantai Selatan Jawa dengan Pantai Barat Laut Australia. Arus ini menyebar dari barat laut Australia ke arah barat
Samudera Hindia. Angin yang bergerak dari timur ke barat dalam waktu yang lama menyebabkan terjadinya transpor Ekman yang mengarah menjauhi Pantai
Selatan Jawa yang menyebabkan upwelling Purba et al., 1992 in Fatma, 2006. Letak wilayah Perairan Indonesia yang unik juga menyebabkan perairan
Indonesia memiliki respon yang kuat pada fenomena klimatologi yang terjadi seperti El Niño Southern Oscillation ENSOSusanto et al., 2001. El Niño
Southern Oscillation atau ENSO adalah perbedaan fase tekanan udara
permukaan laut yang berskala global antara Indonesia dengan Samudera Pasifik Tenggara Quinn et al., 1978 in Farita, 2006.
Philander 1990 in Farita 2006 menyatakan bahwa El Niño merupakan suatu fase dari ENSO dimana Angin Pasat Tenggara dan Angin Pasat Timur Laut
melemah dan seringkali berbalik arah. Peristiwa El Niño diawali dengan turunnya udara di Pasifik Selatan Bagian Timur dan bergesernya sirkulasi Walker ke arah
timur. Fenomena El Niño memiliki siklus yang tidak teratur dengan periode antara 2 sampai 7 tahun. Pada perkembangannya juga terdapat pula fase yang
berlawanan dari El Niño, yaitu La Niña. Pada saat berlangsungnya La Niña, Angin Pasat di Samudera Pasifik bertiup dengan kuat Quinn et al., 1978, in Farita
2006. Pada saat La Niña curah hujan disebagian besar wilayah Indonesia bertambah. Peningkatan curah hujan ini sangat bergantung dari intensitas La Niña
tersebut. Terjadinya ENSO seperti pada tahun 19971998, mempengaruhi konsentrasi
klorofil-a diperairan Indonesia melalui pengaruh dari pasang surut Ffield dan
Gordon, 1996; Susanto et al., 2000 in Susanto dan Marra, 2005, Gelombang Kelvin dan Rossby Arif dan Murray, 1996; Sprintall et al., 2000 in Susanto dan
Marra, 2005, Angin Muson Asanuma et al., 2003; Moore et al., 2003 in Susanto dan Marra, 2005, dan Indian Ocean Dipole IOD Saji et al., 1999; Webster et
al., 1999 in Susanto dan Marra, 2005. Indian Ocean Dipole Mode atau IODM
juga merupakan fenomena dimana pola variabilitas suhu permukaan laut SPL di Samudera Hindia yang lebih rendah dari pada biasanya terjadi di lepas Pantai
Barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat disebagian barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh anomali angin dan presipitasi Saji et al., 1999 in Farita,
2006. Terjadinya El Niño dan La Niña kuat pada 19971998 yang juga bertepatan
dengan terjadinya Indian Ocean Dipole berasosiasi dengan nilai konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi pada wilayah upwelling disepanjang pesisir Selatan
Jawa dan Sumatera Susanto dan Marra, 2005.
3. BAHAN DAN METODE