Analisis Data Tahap Do

13 Tabel 2 Action plan Perbaikan No Permasalahan Penyebab Perbaikan Waktu Pelaksanaan 1 Jumlah sekop dan desain tidak sesuai. • jumlah sekop sedikit • desain sekop yang ada belum sesuai dengan kebutuhan. •mengajukan pembelian sekop yang mencukupi untuk proses pengemasan. • mengajukan desain baru sekop dengan memberi lubang- lubang disekitar sekop agar dapat digunakan dengan lebih efektif saat pengisian produk. 06 Juni 2013 2 Produk tidak tersusun setelah pengisian. • petugas yang posisinya jauh dari timbangan melempar produk setelah pengisian. • petugas saat pengisian produk terlalu banyak sehingga tumpah. Selain itu, jumlah produk yang terlalu banyak selama pengisian menyebabkan petugas timbang bekerja lebih lama saat menstandarisasi berat produk. • petugas yang posisinya jauh dari timbangan mengumpulkan hasilnya disekitar petugas yang didekat timbangan. • Saat pengisian produk petugas harus mengetahui jumlah batasan standar pengisian produk yang dikemas dengan cara melihat batasan ukuran kemasan produk yang telah ditimbang. 18 dan 20 Juni 2013 3 Perbedaan penetapan petugas untuk merapikan kemasan. • petugas pengemasan hanya fokus pada bagian pengisian produk sehingga di bagian merekatkan kemasan terjadi penumpukan produk. • menetapkan 1 petugas yang bekerja flexibel dalam merapikan kemasan dan menimbang produk saat akan terjadi penumpukan di salah satu bagian tersebut 18 dan 20 Juni 2013 4 Decoding kemasan setelah produk keluar IQF. • operator membuat kode produksi pada kemasan setelah produk keluar dari IQF yang menyebabkan produk tidak dapat langsung dikemas oleh petugas pengemasan. •operator harus sudah membuat kode produksi pada kemasan minimal 10 menit sebelum produk keluar IQF dengan membuat perhitungan perkiraan jumlah kemasan yang akan digunakan. 18 dan 20 Juni 2013 14 Berdasarkan action plan yang telah disusun, secara garis besar terdapat 2 faktor yang mempengaruhi yaitu, manajemen sumberdaya manusia yang kurang efektif dan ketersediaan alat bantu yang tidak memadai. Salah satu aktifitas yang dapat dilakukan dalam mengatasi manajemen sumberdaya manusia yang kurang efektif adalah pengembangan SDM Sumber Daya Manusia. Aktivitas pengembangan SDM meliputi peningkatan ketrampilan kerja karyawan Mathis dan Jackson 2006. Metode yang dapat dilakukan adalah memberikan training karyawan pengemasan. Training pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang Nawawi 1997. Tujuan training adalah meningkatkan produksivitas karyawan dengan memanajemen sumber daya manusia. Keberhasilan training karyawan dapat diukur dengan memberikan pre-test dan post-test pada saat sebelum dan setelah kegiatan training. Pre-test dan post-test yang diberikan selama penyampaian training sama berkaitan dengan kerja karyawan selama pengemasan. Soal pre-test dan post-test karyaawan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kegiatan training dapat dikatakan berhasil dengan melihat adanya peningkatan nilai dari hasil pre- test dan post-test Lampiran 5 yang telah diberikan pada saat sebelum dan setelah training. 3.2.3 Lakukan Percobaan Pada tahap ini, uji coba dilakukan terhadap berbagai alternatif perbaikan yang telah disusun sebelumnya. Namun, dikarenakan kondisi dan situasi perusahaan yang tidak memungkinkan maka saat dilakukan percobaan tidak semua alternatif perbaikan dapat diterapkan yaitu, alternatif perbaikan terkait dengan pengajuan pembelian dan desain alat bantu baru Lampiran 6. Perbaikan tersebut belum bisa diterapkan karena barang yang dibutuhkan sekop belum diterima oleh pihak perusahaan dari pabrik tempat pemesanan alat tersebut. Oleh karena itu, perbaikan yang diterapkan saat percobaan hanya terbatas pada pemberian training terhadap karyawan pengemasan. Training diberikan pada semua shift kerja yaitu, shift pagi 07.00- 15.00, shift siang 15.00-23.00, dan shift malam 23.00-07.00 dengan waktu yang berbeda disuaikan dengan jadwal kerja masing-masing shift tersebut. Training karyawan untuk shift pagi dan siang dilakukan pada hari yang sama secara bergantian pada tanggal 14 Juni dari pukul 13.30-17.00 WIB di ruang meeting PT. Belfoods Indonesia. Sementara itu, untuk training shift malam dilakukan pada minggu selanjutnya saat pertukaran shift kerja ketika shift tersebut berganti menjadi shift pagi pada tanggal 18 juni 2013 dari pukul 14.00-15.00 WIB dengan menggunakan ruang kantin PT. Belfoods Indonesia. 15 Percobaan perbaikan dilakukan pada tanggal 20 Juni 2013 diruang pengemasan produksi. Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali proses produksi yaitu, pada shift pagi dan shift siang. Pada shift pagi, percobaan perbaikan dilakukan dengan menggunakan 3 meja pengemasan dengan jumlah karyawan 21 orang. Sedangkan untuk perbaikan yang dilakukan pada shift siang menggunakan 2 meja pengemasan dengan jumlah karyawan pengemasan sebanyak 14 orang. Mekanisme pengamatan untuk mengetahui jumlah WIP produk yang ada pada penelitian ini mengikuti kegiatan kerja yang biasa dilakukan oleh perusahaan yaitu, setiap akhir shift kerja petugas akan mencatat besarnya jumlah produk yang dijadikan WIP dan menginformasikan ke petugas di shift selanjutnya.

3.3 Tahap Check

3.3.1 Periksa Kesimpulan Statistik Proses perbaikan setelah memberikan training pada karyawan pengemasan selama proses produksi produk chicken nugget A ukuran 250 g cukup berhasil menurunkan jumlah WIP produk dibandingkan sebelum dilakukan perbaikan. Perbaikan dilakukan pada shift pagi dan shift siang pada tanggal 20 Juni 2013. Jumlah produk chicken nugget A yang diproduksi pada shift pagi sebesar 1882.77 kg dalam waktu 3 jam proses pengemasan. Proses pengemasan dilakukan dengan menggunakan 3 meja pengemasan 21 karyawan. Sementara itu, pada shift siang jumlah produk chicken nugget A yang diproduksi sebesar 3221.40 kg dalam waktu 5 jam proses pengemasan. Perbandingan persentase jumlah WIP produk antara sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan selama proses produksi dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Perbandingan persentase jumlah WIP produk antara sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan Hasil yang diperoleh pada shift pagi menunjukkan bahwa persentase WIP produk mampu diturunkan hingga mencapai 0 dari 27.37 Rata-rata WIP dengan 3 meja pengemasan dari data Lampiran 3. Sedangkan pada 27.37 0.00 47.98 10.97 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Sebelum perbaikan Setelah perbaikan 3 meja pengemasan 2 meja pengemasan WI P Produk Proses Pengemasan 16 shift siang persentase WIP produk mampu diturunkan dari 47.89 Rata- rata WIP dengan 2 meja pengemasan dari data Lampiran 3 menjadi 10.97. Namun, jika melihat dari sisi kemampuan kerja masing-masing karyawan maka untuk shift pagi yang total karyawannya 21 orang hanya mampu mengemas 30 kg. Hasil tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan kemampuan pengemasan karyawan pada shift siang dengan total karyawan 14 orang, dimana setiap karyawan mampu mengemas produk rata-rata 46 kg. Kemampuan pengemasan masing-masing karyawan tersebut diperoleh dengan membagi total produk yang diproduksi dengan waktu produksi dan jumlah karyawan dalam satu shift kerja. Hasil tersebut menunjukkan bahwa besarnya WIP produk dipengaruhi besar oleh kemampuan kerja masing- masing karyawan.

3.3 Tahap Action

3.4.1 Pertahankan Hasil Perbaikan

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi besarnya jumlah WIP produk yang terjadi selama proses produksi adalah produktivitas karyawan yang menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan diantaranya, kemauan kerja, kemampuan kerja, lingkungan kerja, penghasilan, dan hubungan kerja Sinungan 2008. Oleh karena itu, kegiatan yang dapat dilakukan dalam mempertahankan hasil perbaikan sebaiknya adalah dengan memberikan training berkelanjutan pada karyawan. Namun, mengingat kegiatan training yang telah dilakukan sebelumnya, dirasa kurang efektif untuk diterapkan diperusahaan dikarenakan penyampaian training butuh waktu yang cukup lama. Cara lain dapat dilakukan dengan membuat Peraturan tugas kerja yang efektif dan memberikan gambaran susunan kerja yang cukup mudah dimengerti oleh karyawan. Peraturan dan susunan kerja selama pengemasan diajukan kepada pihak produksi untuk dilakukan evaluasi. Susunan aturan kegiatan kerja yang memuat alternatif perbaikan dan telah melalui tahap evaluasi oleh pihak produksi selanjutnya diajukan untuk dapat dijadikan standar baru dalam proses pengemasan selama proses produksi produk yang juga dapat diberlakukan pada semua jenis produk terutama untuk produk reguler nugget. Peraturan tugas kegiatan kerja dapat dilihat pada Tabel 3 dengan dilengkapi susunan kerja yang ditunjukkan pada Gambar 7. Tabe No 1 2 3 4 5 6 el 3 Peratu Bagian K Pengisian produk Penimban Merapikan kemasan Merekatk kemasan produk Pengkarto produk Pembuat produksi kemasan plastik katon Gam uran Tugas Kerja Jum ≤ 3 ngan 1 or n 1 or an 1 or onan 1 or kode dan Mas oran mbar 7 Susu Kerja Peng mlah Petuga orang rang rang rang rang sing-masing ng unan kegiat gemasan Se s Kegiata ● Mem dalam k kemasan ● Tidak diisi p tumpah ● Ada p saat kem ● Petug keahlian standar ● Petug memban alat timb ● Men mampu sealing ● Mem produk, rapi 1 ● Mem akan di ● Petug pada ke produk an kerja pen lama Proses an Kerja mperkirakan kemasan ses n tidak berle k melempar p produk kem petugas bagia masan sisa se gas timbang n mampu produk deng gas bekerja ntu bagian p bang tidak te netapkan pe bekerja de kemasan persiapkan k dan menyus mastikan jadw produksi gas membua emasan min. keluar IQF ngemasan p s Produksi pengisian p suai standar ebihan produk yang mungkinan an ambil kem edikit g harus me memperki gan cepat secara berg penimbangan erpakai etugas yang engan cepat karton, meng sun karton d wal produk at kode pro 10 menit seb produk 17 produk berat g telah besar masan emiliki irakan antian n saat g ahli t saat gemas dengan yang oduksi belum