pereaksi Lieberman-burchard, timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid Harborne, 1987.
3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Petai
Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III 1979, caranya adalah
sebagai berikut: Masukkan 10 bagian 796,08 gram simplisia dengan derajat halus yang
cocok dalam bejana, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari etanol 96 5 liter, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering
diaduk, lalu diserkai, diperas, dan diremaserasi ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian 7 liter, maserat dipindahkan ke dalam
bejana tertutup cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 7 liter. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari
cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu 40
○
C , selanjutnya diuapkan di waterbath pada suhu 40
○
3.9 Pengujian Efek Antimutagenik
C sampai diperoleh ekstrak kental sebanyak 123, 1 gram.
Pengujian efek antimutagenik meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan suspensi CMC 5 mgmencit, penyiapan suspensi ekstrak etanol biji
petai, penyiapan larutan siklofosfamid, penyiapan serum darah sapi, pengujian pada mencit, pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur dan pengamatan
apusan pada mikroskop.
Universitas Sumatera Utara
3.9.1 Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit dengan berat 25 - 35 g dibagi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.
Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih dua minggu untuk penyesuaian lingkungan,
mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya.
3.9.2 Penyiapan Suspensi CMC 0,5
Pembuatan suspensi CMC 0,5 bv dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling
panas sebanyak 10 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air,
kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai batas tanda.
3.9.3 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etanol Biji Petai EEBP
Pembuatan suspensi EEBP dilakukan sebagai berikut: sebanyak 5 gram EEBP dimasukkan ke dalam lumpang. Ditambahkan CMC 0,5, kemudian
digerus sampai homogen. Dituangkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dan dicukupkan sampai batas tanda. Maka diperoleh suspensi 5.
3.9.4 Penyiapan Larutan Siklofosfamid 0,01 bv
Pembuatan Larutan Siklofosfamid LS dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang sebanyak 50 mg siklofosfamid serbuk kemudian dimasukkan
ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan larutan fisiologis [NaCl 0,9 bv] sampai batas tanda.
3.9.5 Pembuatan Serum Darah Sapi SDS
Universitas Sumatera Utara
Serum diperoleh dari darah sapi segar yang ditampung menggunakan beaker glass dari tempat pemotongan hewan. Sebanyak 10 ml darah sapi segar
dimasukkan ke dalam glass ukur selanjutnya dimasukkan ke dalam vakum tube. Vakum tube ditutup dan didiamkan lebih kurang 30 menit, kemudian disentrifuge
dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Diambil cairan yang berwarna bening kekuning-kuningan bagian atas yang merupakan serumnya. Hasil serum
yang didapatkan sebanyak 5 ml.
3.9.6 Pengujian Pada Mencit
Pengujian aktivitas antimutagenik dilakukan dengan cara uji mikronukleus dengan modifikasi. Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok,
masing-masing terdiri dari 5 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:
- Kelompok I : kelompok normal, diberikan suspensi CMC 5 mgmencit
secara oral, selama tujuh hari. - Kelompok II
:kontrol positif, dengan pemberian suspensi CMC 5 mgmencit secara oral selama tujuh hari dan hari ke
delapan diberikan siklofosfamid 50 mgkg bb secara intraperitonial.
Kelompok III :perlakuan ketiga, dengan pemberian suspensi EEBP
dengan dosis 200 mgkg bb secara oral selama tujuh hari dan hari ke delapan diinduksi dengan siklofosfamid 50
mgkg bb secara intraperitonial. Kelompok IV
:perlakuan keempat, dengan pemberian suspensi EEBP dengan dosis 400 mgkg bb secara oral selama tujuh hari
Universitas Sumatera Utara
dan hari ke delapan diinduksi dengan siklofosfamid 50 mgkg bb secara intraperitonial.
Kelompok V :perlakuan kelima, dengan pemberian suspensi EEBP
dengan dosis 800 mgkg bb secara oral selama tujuh hari dan hari ke delapan diinduksi dengan siklofosfamid 50
mgkg bb secara intraperitonial. Setelah 30 jam pemberian siklofosfamid, hewan dibunuh dengan cara
dislokasi leher dan diambil sumsum tulang femurnya dengan cara disempritkan dengan spuit yang berisi SDS sebanyak 0,3 ml dan ditampung di dalam mikrotube
Khrisna dan Hayashi, 2000.
3.9.7 Pembuatan Preparat Apusan Sumsum Tulang Femur
Campuran sumsum tulang dan SDS dalam mikrotube diputar disentrifuge dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian
supernatannya dibuang. Endapannya disuspensikan kembali dengan dua tetes SDS, kemudian satu tetes suspensi sel diambil dan diletakkan ke atas objek glass,
dengan menggunakan objek glass, dengan menggunakan objek glass yang lain, sel dihapuskan menjadi preparat apusan. Kemudian slide dikeringkan, difiksasi
dengan metanol selama metanol selama 10 menit. Kemudian diberikan pewarna giemsa dibiarkan 30 menit, dibuang zat warna dengan dibilas menggunakan air
yang mengalir kemudian apusan dikeringkan Khrisna, 2000; Sofyan, 2005.
3.9.8 Pengamatan Apusan
Data pengamatan masing-masing hewan harus dipresentasikan dalam bentuk tabel. Jumlah eritrosit polikromatik bermikronukleus maupun tidak
bermikronukleus dihitung paling tidak sebanyak 200 sel dalam penelitian ini dihitung 200 sel Anonim, 1996. Pengamatan dilakukan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
mikroskop dengan perbesaran 40x dengan bantuan minyak immersi Khrisna, 2000; Sofyan, 2005.
3.10. Analisis Data