Latar Belakang Masalah PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMK.
4
mereka, pengajaran tradisional juga hanya menekankan belajar dengan hafalan yang menyebabkan hasil yang tidak memuaskan. Ada prinsip pokok dalam
pembelajaran yaitu peningkatan, mempertahankan, dan mengembangkan ketertarikan dengan materi yang diajarkan, sehingga siswa lebih bersemangat
untuk memperdalam pengetahuan dan membuat pelajaran yang dilaksanakannya lebih bermakna. Dengan kata lain, siswa haruslah diberikan kesempatan untuk
mencoba sesuatu hal yang baru, sehingga mereka dapat berinovasi dan langsung menghasilkan sesuatu yang terbaik yang telah mereka buat. Kitot, et al,
2010:264. Menurut Subagyo ,dkk 2009 permasalahan yang paling menonjol dalam
pembelajaran sains adalah kurangnya pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa dan kurangnya pemahaman konsep yang
berdampak pada hasil belajar siswa. Guevara dan Almario 2015:6 juga sependapat bahwa ilmu merupakan disiplin ilmu yang berisi tentang konsep dan
proses pengetahuan, yang keduanya dapat dikuasai jika keterampilan proses sains diberlakukan, namun pada kenyataanya guru tidak menerapkan keterampilan
tersebut secara maksimal yang mengakibatkan penguasaan konsep masih sangat minimal terlihat dari hasil belajar yang diraih siswa. Osman dan Vebrianto
2013:203 juga mendukung bahwa siswa sangat tidak tertarik dengan pembelajaran fisika yang berpusat pada guru dengan kata lain guru sebagai pusat
informasi, sehingga siswa hanya sebagai pendengar yang menyebabkan siswa kurang mampu untuk meguasai suatu materi pembelajaran dan keterampilan
proses sains yang tidak berkembang secara maksimal. Kemudian, Musasia, dkk
5
2012: 154, menyatakan bahwa motivasi dan ketertarikan siswa-siswi untuk mempelajari fisika sangat minim, untuk mengatasi hal tersebut Musasia, dkk
melakukan kerja praktek yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa tersebut. Tujuan dari pendidikan sains adalah untuk mendukung sesorang
menggunakan keterampilan proses sainsnya: dengan kata lain, akan mampu untuk menemukan masalah di sekitarnya, untuk diteliti, di analisis, dibuat hipotesisnya,
dibuktikan dengan eksperimen, disimpulkan, di generalisasikan dan diaplikasikan informasi tersebut dengan keterampilan yang dimiliki. Keterampilan proses sains
termasuk keterampilan yang semua orang mampu untuk menggunakannya di kehidupan dengan mencari sumber yang terpercaya dan meningkatkan kualitas
dan standar kehidupan dengan menggunakan sains dasar. Keterampilan proses sains adalah alat untuk memproduksi dan menggunakan informasi saintifik,
menampilkan hasil penelitian dan memcahkan masalah Aktamis dan Omar, 2008:2
Mohamad dan Ong 2013: 16 melakukan penelitian untuk menumbuhkan keaktifan siswa yaitu dengan melibatkan langsung dalam pembelajaran dan juga
memberlakukan keterampilan proses sains. Hal ini juga didukung oleh Abungu,
Okere dan Wachanga 2014:359 pengalaman yang didapat siswa dari keterampilan proses sains yaitu mampu menguhubungkan semua material sains
untuk memecahkan masalah dengan pendekatan praktikum
.
Menurut Menurut
Azizah 2012:2, setiap siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, namun cenderung takut untuk mengaplikasikan konsep yang sudah dipahami karena
kurangnya kegiatan melakukan penelitian dan juga siswa juga kurang mampu
6
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapatnya ke dalam kehidupan sehari- hari. Hal ini juga didukung oleh Matand, et al 2011:1 berpendapat bahwa untuk
mengembangkan keterampilan meneliti siswa dalam dibutuhkan kegiatan penelitian yang dimaksudkan untuk lebih mengembangkan keterampilan
menelitinya, penguasaan konsep serta rasa tanggung jawab terhadap penelitian yang dilakukan.
Berdasarkan Permendikbud No. 59 tahun 2014 Dalam rangka mewujudkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif maka
diperlukan pembelajaran yang mengarah untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber observasi, mampu merumuskan masalah menanya
bukan hanya menyelesaikan masalah. maka pembelajaran diarahkan untuk melatih peserta didik berfikir analitis pengambilan keputusan bukan berfikir mekanistis
rutin serta mampu kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Maka pembelajaran yang disarankan dalam Permendikbud no 59 tahun 2014
adalah pembelajaran yang berbasis penyingkapanpenelitian discovery inquiry learning
agar dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi. Berdasarkan penjabaran Permendikbud tersebut, maka diperlukanlah
inovasi dalam pelajaran, seperti halnya yang diutarakan oleh Jazzar 2004:2, untuk meningkatkan hasil belajar yang baik untuk siswa yaitu guru harus mampu
untuk menggunakan suatu model pembelajaran yang dalam hal ini adalah model pembelajaran Inquiry Training yang akan mampu meningkatkan kesempatan
7
siswa untuk lebih memahami pembelajaran. Jazzar juga mengatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Inquiry Training mampu meningkatkan
pemahaman suatu konsep, kreatif dan memiliki keterampilan untuk mengolah informasi yang didapatkan.
Abdi 2014 :40, melakukan penelitian yang bertujuan unntuk mengetahui pengaruh yang diberikan metode pembelajran Inquiry terhadap pencapaian
pembelajaran sains, Abdi menyatakan bahwa hasil belajar yang didapatkan siswa lebih meningkatkan dibanding dengan yang dibelajarkan dengan metode
tradisional. Akpullukcu 2011:1 juga melakukan penelitian tentang model pembelajaran Inquiry Training dengan praktikum di bidang sains dan teknologi
untuk meningkatan pencapaian akademik siswa. Penelitian yang dilakukan Chirayu 2013:1 juga akan membahas tentang pengaruh model pembelajaran
Inquiry Training untuk meningkatkan kognitif dan afektif siswa. Namun, untuk
mencapai hal yang maskimal guru harus mempersiapkan dan mengaplikasikan pembelajaran secara aktif.
Hal ini juga didukung oleh Harlen 2014:5 yang menyatakan bahwa penggunaan model Inquiry dalam pembelajaran bekontribusi untuk belajar
memahami karena pembelajaran Inquiry menunjukkan bahwa teori belajar konstruktivisme, penilaian formatif, dan penemuan memiliki karakteristik yang
hampir sama namun, masing-masing memberikan hasil yang unik terhadap siswa. Harlen juga mengatakan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran Inquiry akan mengajarkan siswa untuk mampu menyelesaikan
8
masalah yang dihadapinya, selain itu dengan pembelajaran ini keterampilan siswa dengan menemukan akan berkembang.
Avsec dan Kojicancic 2014:329 menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis penyelidikan adalah pedagogi induktif, yang memungkinkan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan, mengembangkan keterampilan
penalaran tingkat tinggi, dan untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar dengan menggunakan teknologi berbasis lingkungan belajar. Mereka juga
menjelaskan bahwa pendidikan teknologi yang berpusat pada siswa akan memunkinkan siswa belajar secara mandiri.
Serupa dengan Avsec dan Kojicancic, Pedaste dan Koiri 2014:142 mengatakan bahwa sangatlah penting untuk mendesain proses pembelajaran dan
lingkungan belajar yang nyaman untuk fokus dalam pengembangan keterampilan merefleksi dalam konteks menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang
dimilikinya. Siswa yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi di awal dan akhir tes akan mampu untuk melakukan penemuan dibandingkan yang lainnya, dan
siswa yang memiliki kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya menjadikan penemuan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapinya sehingga akan lebih memberikan manfaat yang lebih kepada dirinya. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk menghubungkan
pengetahuan akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan siswa yang hanya memiliki nilai yang tinggi pada tes yang diberikan.
Demikian juga yang dikatakan oleh Demirbas dan Tanriverdi 2011:1 hasil akhir dari pembelajaran sains adalah membantu siswa untuk paham dan tahu
9
bagaimana melakukan penelitian untuk memahami pelajaran sains itu sendiri. Selain itu, Fattahi dan Haghverdi 2015: 134 ingin meneliti peningkatan
keterampilan berpikir kritis jika siswa dibelajarkan dengan model inquiry training,
menurut pendapatnya untuk mengaplikasikan hal tersebut kemampuan guru dan buku teks yang digunakan juga berperan penting dalam peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa tersebut. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Thaiposori dan Wannapoon
2015:2143 yaitu untuk melihat peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa jika dibelajarkan dengan model inquiry training yang dibantu dengan fasilitas
jaringan nternet yang memadai, karena menurutnya untuk mengaplikasikan hal tersebut dibutuhkan banyak sumber informasi yang harus didapat yang salah satu
caranya yaitu menggunakan jaringan internet sebagai sumbernya. Uraian diatas menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara
kenyataan dan harapan yang diharapkan tercapai namun, belum tercapai secara maksimal. Berdasarkan masalah yang dibahas sebelumnya maka saya ingin
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training Dan Kemampuan Berfikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses
Sains SMK TA 20152016”.
10