Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

mengalami hipertensi Intradialisis, dan 16 pasien 22,5 dengan tekanan darah normal.

5.2. Pembahasan

Pedoman dari NKF KDOQI 2005 menyebutkan target tekanan darah pada predialysis adalah lebih rendah dari 14090 mmHg dan diharapkan tetap stabil saat pasien menjalani hemodialisis intradialysis. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 47 pasien 66,2 mengalami hipertensi pada predialisis. Menurut National Kidney Foundation-The Kidney Disease Outcome Quality Initiative NKFKDOQI, 2010 lebih dari separuh pasien Penyakit Ginjal Kronik menderita hipertensi, sehingga banyak dijumpai pasien yang mengalami hipertensi pada predialisis. Tekanan darah post dialisis diharapkan lebih rendah dari 13080 mmHg NKF KDOQI, 2005. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 41 orang 57,7 mengalami hipertensi saat postdialisis. Tingginya kejadian hipertensi postdialisis pada penelitian ini kemungkinan karena terjadinya hipotensi intradialisis dan hipertensi intradialisis saat hemodialisis berlangsung. NKF KDOQI 2006 menyebutkan hipotensi intradialisis dan hipertensi intradialisis dapat menyebabkan hemodialisis tidak adekuat. Hemodialisis yang tidak adekuat menyebabkan setelah hemodialisis masih ditemukan gejala seperti hipertensi Cahyaningsih, 2011. Hasil pengukuran tekanan darah intradialisis yang dilakukan setiap jam menunjukkan kejadian hipertensi intradialisis dan hipotensi intradialisis. Universitas Sumatera Utara Hipotensi intradialisis dialami oleh 2,8 pasien. Hasil ini lebih rendah dibandingkan rujukan teori yang menyebutkan frekuensi hipotensi intradialisis adalah 20-30 dari seluruh hemodialisis Daugirdas, et al, 2007. Meskipun demikian hasil penelitian ini hampir sama dengan yang dilaporkan Devenfort 2006 bahwa frekuensi hipotensi intradialisis sekitar 5-40. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang mengalami hipotensi intradialisis berusia 56-65 tahun lansia akhir. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Handayani 2013 yang menunjukkan bahwa sebagaian besar pasien yang mengalami hipotensi intradialisis berusia 56-65 tahun yaitu sebanyak 66,7. NKF KDOQI 2005 menyebutkan bahwan pasien yang beresiko mengal ami hipotensi intradialisis adalah pasien dengan usia ≥ 65 tahun. Pedoman NKF KDOQI 2005 tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukan hipotensi dialami oleh pasien berusia 56-65 tahun. Hipotensi intradialisis yang terjadi pada pasien berusia 56-65 tahun dalam penelitian ini dapat diakibatkan oleh faktor-faktor lain dimana menurut Kooman et al.,2007 penyebab hipotensi intradialisis adalah multifaktor. Hipotensi intradialisis yang terjadi pada pasien berusia 56-65 tahun dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain berupa penyakit diabetes, laju ultrafiltrasi yang tinggi, sesi hemodialisis yang pendek dan makan selama sesi hemodialisis. Hasil observasi peneliti selama penelitian pasien yang mengalami hipotensi intradialisis adalah pasien dengan penyakit diabetes melitus, makan selama hemodialisis dan lama Universitas Sumatera Utara sesi hemodialisis adalah 4 jam dengan frekuensi hemodialisis 2 kali seminggu. Hal ini bisa menjadi faktor-faktor lain penyebab hipotensi intradialisis sesuai dengan pendapat Kooman et al., 2007 .Hipotensi intradialisis pada penelitian ini terjadi pada jam ketiga dan keempat. Hasil penelitian Mira, Perazella, Parikh, Peixoto, dan Brewster 2008 juga menunjukkan bahwa hipotensi intradialisis dialami pasien setiap jam dan lebih banyak dialami pada jam ketiga dan keempat yaitu sebesar 50 pasien. Salah satu faktor penyebab hipotensi intradialisis yang paling dominan adalah berkurangnya volume sirkulasi darah karena ultrafiltrasi Kooman et al., 2007. Hasil penelitian Zhou, et al 2006 menunjukkan bahwa nilai relative blood volume RBV mengalami penurunan paling tinggi pada jam terakhir hemodialisis. Tubuh akan berespon terhadap penurunan volume darah. Respon untuk mempertahankan hemodinamik tubuh karena penurunan volume darah tersebut adalah takikardi serta vasokontriksi arteri dan vena Kooman et al., 2007. Faktor-faktor penyebab hipotensi intradialisis diatas dapat menggangu respon kardiovaskuler untuk mencegah terjadinya hipotensi intradialisis. Jika tubuh tidak mampu berespon secara adekuat terhadap penurunan volume darah saat hemodialisis maka akan terjadi hipotensi intradialisis Kooman et al., 2007. Penyakit diabetes melitus memperberat disfungsi saraf otonom yang telah ada pada penderita Penyakit Ginjal Kronik karena uremia kronis dimana salah satu mekanisme kompensasi terhadap penurunan volume darah diatur oleh saraf Universitas Sumatera Utara otonom, sehingga penyakit diabetes melitus berperan sebagai penyebab hipotensi intradialisis Sato et al., 2001. Mayoritas responden mengalami hipertensi intradialisis saat menjalani hemodialisis. Hipertensi intradialisis bukan common complication saat menjalani hemodialisis Daugirdas et al, 2007. Hasil penelitian yang dilakukan Inrig et al, 2009 menunjukkan bahwa hipertensi intradialisis dialami oleh 13 pasien. Namun penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hipertensi intradialisis dalam penelitian ini dialami oleh 53 pasien 74,7. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Armiyati 2012 yang menunjukan bahwa 70 pasien mengalami hipertensi intradialisis selama hemodialisis. Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi hipertensi intradialisis mengalami peningkatan secara bertahap setiap jam. Hipertensi intradialisis paling banyak dialami pada jam keempat yaitu sebanyak 53 pasien 74,7. Hasil penelitian Armiyati 2012 juga menunjukkan bahwa frekuensi hipertensi intradialisis mengalami peningkatan secara bertahan setiap jam dan paling banyak dialami pada jam keempat yaitu sebanyak 70 pasien. Tingginya kejadian hipertensi intradialisis pada penelitian ini kemungkinan karena kebanyakan responden sudah menjalani hemodialisis 8 bulan yaitu sebanyak 58 orang 81,7. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lee Ganiesh 2011 dalam Rustanti 2012, semakin lama penderita menjalani hemodialisis maka akan semakin sering mengalami komplikasi hemodialisis baik Universitas Sumatera Utara akut maupun kronis. Hipertensi intradialisis merupakan salah satu komplikasi akut saat menjalani hemodialisis. Mekanisme hipertansi intradialisis sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui. Faktor-faktor yang diduga dapat menyebabkan hipertensi intradialisis, seperti kelebihan cairan volume overload, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron RAAS karena diinduksi oleh hipovolemia saat dilakukan ultrafiltrasi, overaktivitas simpatis, variasi dari ion K+ dan Ca2+ saat hemodialisis, viskositas darah yang meningkat karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin, ultrafiltrasi yang berlebih saat hemodialisis, obat antihipertensi terekskresikan saat hemodialisis dan adanya disfungsi endotel Locatelli et al., 2010. Hasil penelitian oleh Inrig et al., 2010 menunjukkan faktor penyebab hipertensi intradialisis yang paling berpengaruh adalah kelebihan cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, ultrafiltrasi yang berlebihan, serta disfungsi endotel. Pada pasien Penyakit Ginjal Kronik terdapat disfungsi endotel sehingga akan terjadi ketidakseimbangan faktor-faktor humoral pada sel endotel. Ultrafiltrasi yang berlebih diduga akan membuat faktor-faktor humoral pada sel endotel menjadi lebih tidak seimbang lagi. Hal tersebut menyebabkan peningkatan ADMA asymmetric dimethylarginine yang merupakan inhibitor sekresi NO Nitric Oxide, sehingga akan terjadi penurunan kadar NO. Nitric oxide sendiri merupakan vasodilator yang berperan dalam mekanisme pencegahan kenaikan tekanan darah. Ketidakseimbangan tersebut juga menyebabkan peningkatan ET-1 Endothelin-1 yang merupakan vasokonstriktor. Ketidakseimbangan tersebut Universitas Sumatera Utara akan menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi vaskuler yang selanjutnya akan menyebabkan hipertensi intradialisis. Ultrafiltrasi yang berlebih kemungkinan besar disebabkan karena asupan makanan dan cairan yang berlebih saat masa interdialitik waktu diantara dua sesi hemodialisis. Hal ini akan menyebabkan kelebihan berat badan interdialitik sehingga untuk mencapai target berat badan kering jumlah cairan yang ditarik akan semakin besar. Ultrafiltrasi berlebih selain memicu ketidakseimbangan faktor-faktor humoral pada sel endotel juga diduga memicu hypovolemia. Hipovelemia yang terjadi akan memicu pengaktivan system RAAS Sistem Renin Angiotensi Aldosteron sehingga terjadi oversekresi Renin dan Angiotensin II yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler sehingga terjadi hipertensi intradialisis Chazot Jean, 2010. Stephen, An, Thakur, Zhang dan Reisin 2003 menyebutkan hipertensi intradialisis berkontribusi terhadap peningkatan kejadian gagal jantung dan kematian pasien. Studi yang dilakukan oleh Inrig, et al 2009 menunjukkan bahwa setiap peningkatan tekanan darah 10 mmHg selama hemodialisis meningkatkan resiko mortalitas dan rawat inap di rumah sakit. Agarwal Light 2010 membuktikan bahwa hipertensi intradialisis dapat dijadikan sebagai penanda kelebihan volume cairan. Inrig et al., 2009 menyatakan bahwa penilaian berat badan kering secara berkala juga edukasi tentang asupan cairan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan yang akan memicu terjadinya hipertensi intradialisis. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

6.1. Kesimpulan

Tekanan darah pasien saat menjalani hemodialisis adalah kebanyakan mengalami hipertensi intradialisis. Frekuensi hipertensi intradialisis meningkat secara bertahap setiap jam dan paling banyak dialami pada jam keempat.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Pasien Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi bagi pasien tentang bagaimana tekanan darahnya saat menjalani hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga pasien mengetahui keadaannya bermasalah atau tidak, sehingga pasien dapat melakukan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi seperti mengunjungi unit hemodialisis sesuai dengan jadwal terapi, pengaturan diet nutrisi dan pembatasan cairan. 6.2.2. Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan bahan evaluasi bagi perawat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui monitoring berkelanjutan selama hemodialisis, pendidikan kesehatan dan kolaborasi. Universitas Sumatera Utara