PENGARUH PERBANDINGAN UMPAN DAN PELARUT FS

gelombang sebagai berikut : 956,72 cm -1 ; 1.373,36 cm -1 ; 1.456,30 cm -1 ; 1.647,26 cm -1 ; 1.743,71 cm -1 ; 2.879,82 cm -1 ; 2.910,68 cm -1 ; 3.392,90 cm -1 . Spektrum dianalisis dengan mencermati puncak serapan gelombang yang diperlihatkan data spektrum puncak serapan pada bilangan gelombang sebagai berikut : bilangan gelombang 956,72 cm -1 menunjukkan gugus R-CH=CH-R pada rantai likopen. Bilangan gelombang 1.373,36 cm -1 menunjukkan gugus -CH 3 - pada rantai likopen. Bilangan gelombang 1.456,30 cm -1 menunjukkan vibrasi bending dari - CH 2 - pada rantai likopen. Bilangan gelombang 1.647,26 cm -1 dan 1.743,71 cm -1 menunjukkan adanya ikatan C=C pada rantai likopen. Bilangan gelombang 2.879,82 cm -1 dan 2.910,68 cm -1 menunjukkan gugus C-H pada rantai likopen. Bilangan gelombang 3.392,90 cm -1 kemungkinan gugus O-H dari uap air yang terikat pada likopen [59]. Maka dari hasil analisa FTIR ini dapat disimpulkan bahwa likopen yang dihasilkan memiliki gugus-gugus yang diharapkan.

4.2 PENGARUH PERBANDINGAN UMPAN DAN PELARUT FS

HEKSANA DAN JENIS ANTISOLVENT TERHADAP EKSTRAKSI LIKOPEN Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh perbandingan umpan dan pelarut FS heksana dan jenis antisolvent terhadap ekstraksi likopen dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar 4.2 Pengaruh Perbandingan Umpan dan Pelarut FS Heksana dan Jenis Antisolvent terhadap Ekstraksi Likopen 0,5 1 1,5 2 2,5 3 1:2 1:2,5 1:3 1:3,5 1:4 1:4,5 K ad ar t ot al l ik op en m g1 10 m g Perbandingan Umpan dan Pelarut FS, vv antisolvent metanol antisolvent etanol Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar perbandingan umpan dan pelarut FS heksana yang digunakan maka kadar total likopen yang diperoleh semakin meningkat pula. Pada perbandingan umpan dan pelarut 1:4,5 diperoleh kadar total likopen paling tinggi baik pada antisolvent metanol maupun pada etanol yaitu 2,7 mg150 ml dan 2,2 mg150 ml. Hal ini sesuai dengan teori bahwa jumlah likopen semakin meningkat dengan semakin besarnya volume pelarut [60]. Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada perbandingan Umpan:Pelarut FS 1:2, jumlah likopen yang terekstrak sebesar 1,27 mg150 ml sampel untuk antisolvent metanol dan 0,2 mg150 ml sampel untuk antisolvent etanol. Hal ini menandakan bahwa rendemen likopen yang terekstrak pada tomat ma sih sedikit, dimana kandungan likopen dalam buah tomat adalah 3.041 μg100 gram buah tomat [26]. Massa 150 ml jus tomat yang digunakan adalah 110 gram sehingga dalam umpan jus tomat 150 ml, terdapat likopen sebesar 3.345,1 μg110 gram jus tomat. Masih rendahnya rendemen likopen ini dikarenakan oleh pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi masih dalam jumlah kecil. Ikatan hidrogen yang kuat dan tingkat kebasaan yang besar dapat menyebabkan pembengkakan pada jaringan tomat, yang menyebabkan solvent berpenetrasi dengan mudah. Banyak faktor seperti komposisi pelarut, temperatur ekstraksi, perbandingan umpan dan pelarut dan tekanan ekstrasi, secara signifikan mempengaruhi efisiensi ekstraksi [61]. Demikian juga pada perbandingan Umpan:Pelarut FS 1:2,5, jumlah likopen yang terekstrak masih rendah yaitu sebesar 1,3 mg150 ml sampel untuk antisolvent metanol dan 0,87 mg150 ml sampel untuk antisolvent etanol. Selanjutnya pada perbandingan Umpan:Pelarut FS 1:3, jumlah likopen yang terekstrak masih rendah, namun mengalami peningkatan dari perbandingan Umpan:Pelarut FS sebelumnya yaitu sebesar 1,38 mg150 ml sampel untuk antisolvent metanol dan 0,93 mg150 ml sampel untuk antisolvent etanol. Sementara itu pada perbandingan Umpan:Pelarut FS 1:3,5, jumlah likopen yang terekstrak lebih meningkat lagi yaitu sebesar 1,53 mg150 ml sampel untuk antisolvent metanol dan 1,05 mg150 ml sampel untuk antisolvent etanol. Universitas Sumatera Utara Peningkatan terus terjadi pada perbandingan Umpan:Pelarut FS 1:4, jumlah likopen yang terekstrak yaitu sebesar 2,5 mg150 ml sampel untuk antisolvent metanol dan 1,1 mg150 ml sampel untuk antisolvent etanol. Semakin banyak pelarut yang digunakan yaitu pada perbandingan Umpan:Pelarut FS 1:4,5, jumlah likopen yang terekstrak meningkat kembali yaitu sebesar 2,7 mg150 ml sampel untuk antisolvent metanol dan 2,2 mg150 ml sampel untuk antisolvent etanol. Bila perbandingan umpan dan pelarut makin besar, maka makin besar pula jumlah likopen yang terekstraksi dan juga semakin tinggi yield ekstraksi yang diperoleh [62]. Rasio umpan dan pelarut yang tinggi menghasilkan ekstrak dalam jumlah besar, hal ini sesuai dengan prinsip perpindahan massa dimana driving force untuk perpindahan massa adalah gradien konsentrasi antara umpan dengan pelarut. Rasio umpan dan pelarut yang tinggi dapat mendukung peningkatan gradien konsentrasi, yang menghasilkan kenaikan laju difusi yang menyebabkan ekstraksi lebih optimal oleh pelarut [63,64]. Hal ini sejalan dengan Zhang et al. [65] yang menyatakan bahwa kesempatan komponen bio-aktif untuk melakukan kontak dengan solvent pengekstraksi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah solvent pengekstrasi dan tidak akan berlanjut hingga tercapainya kesetimbangan [64]. Berdasarkan Roh et. al., [17], setelah dilakukan beberapa tes untuk mengekstraksi likopen dari buah tomat menggunakan beberapa pelarut, seperti heksana, etil asetat, dan etanol, diperoleh yield tertinggi likopen diperoleh dengan mengekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Komposisi kimia pelarut adalah faktor penting yang mempengaruhi ukuran partikel dan distribusi partikel. Semakin meningkatnya volatilitas pelarut akan menyebabkan penurunan ukuran partikel [66,67]. Partikel dengan volatilitas yang lebih tinggi mendorong sistem untuk mencapai keadaan lewat jenuh jauh lebih cepat, sehingga menurunkan ukuran partikel [68]. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 Hasil Analisa HPLC Ekstraksi Likopen dari Buah Tomat Menggunakan Pelarut A Heksana dan B Etil Asetat [17] Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai absorbansi likopen hasil ekstraksi likopen menggunakan pelarut heksana lebih rendah bila dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Maka dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian telah sesuai dengan teori. Kristalisasi dari larutan dapat dianggap sebagai proses dua langkah. Langkah pertama adalah pemisahan fasa pembentukan dari kristal baru. Yang kedua adalah pertumbuhan kristal ini menjadi ukuran yang lebih besar. Kedua proses dikenal sebagai nukleasi dan pertumbuhan kristal. Analisis proses kristalisasi industri membutuhkan pengetahuan baik nukleasi maupun pertumbuhan kristal. Pembentukan kristal baru, yang disebut nukleasi, mengacu pada awal proses pemisahan fasa. Molekul-molekul zat terlarut telah membentuk partikel berukuran sekecil mungkin pada kondisi saat ini. Tahap selanjutnya dari proses kristalisasi ialah inti tumbuh lebih besar dengan penambahan molekul zat terlarut dari larutan yang sangat jenuh. Bagian dari proses kristalisasi ini dikenal sebagai pertumbuhan kristal. Pertumbuhan kristal, bersama dengan nukleasi, mengontrol distribusi ukuran partikel akhir yang diperoleh pada sistem. Selain itu, kondisi dan laju pertumbuhan kristal memiliki dampak yang signifikan terhadap kemurnian produk dan sifat kristal [55]. Pada kristalisasi dengan antisolvent, pelarut kedua yang dikenal sebagai antisolvent ditambahkan pada pelarut utama, sehingga menyebabkan pengurangan kelarutan zat terlarut pada pelarut utama dan menciptakan driving force lewat jenuh. Perbedaan jenis antisolvent mempengaruhi ukuran kristal dan distribusi kristal. Kondisi lewat jenuh dan komposisi pelarut juga merupakan faktor penting Universitas Sumatera Utara yang mempengaruhi bentuk dan sifat kristal. Kelarutan terjadi maksimum dengan penggunaan metanol sebagai antisolvent dan semakin berkurang dengan bertambahnya rantai pada alkohol. Efek ini mengindikasikan bahwa kemampuan pelarut untuk membentuk ikatan hidrogen dengan hetero-atom pada molekul merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelarutan pada alkohol. Semakin panjang rantai alkil pada alkohol, kemampuannya untuk membentuk ikatan hidrogen dengan molekul semakin menurun, terutama pada alkohol dengan cabang dari gugus metil, kelarutan akan menurun. Dengan penambahan alkohol, semakin tinggi tingkat kepolaran maka kristal akan semakin berlapis-lapis dibandingkan dengan alkohol dengan tingkat kepolaran rendah. Dengan penambahan metanol, kristal yang terbentuk akan berbentuk seperti plat, sedangkan dengan penambahan alkohol lain, kristal akan seperti jarum dengan serpihan-serpihan. Metanol dan etanol menghasilkan pembentukan kristal yang cepat [69]. Gambar 4.4 Morfologi Kristal dengan Penambahan Antisolvent a Metanol dan b Etanol [69] Metanol sebagai antisolvent memiliki koefisien partisi yang lebih tinggi daripada etanol dimana koefisien partisi berhubungan dengan daya pelarutan karetenoid dan trigliserida [17]. Maka dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian telah sesuai dengan teori. a b Universitas Sumatera Utara

4.3 PENGARUH PERBANDINGAN UMPAN DAN PELARUT FS