Lokasi kandang harus dekat dengan sumber air, mudah terjangkau, tidak membahayakan ternak, tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Lokasi
usaha peternakan diusahakan bukan areal yang masuk dalam daerah perluasan kota dan juga merupakan daerah yang nyaman dan layak untuk peternakan sapi
perah Syarief dan Sumoprastowo, 1985. Ditambahkan, hal-hal lain yang perlu diperhatikan pada kandang sapi perah adalah lantai, selokan, dinding, atap,
ventilasi serta tempat pakan dan minum. Menurut Siregar 2001, sebaiknya kandang 20--30 cm lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Kandang sebaiknya
diarahkan ke timur atau membujur ke utara selatan agar bagian dalam kandang memperoleh sinar matahari pagi yang memadai. Sinar matahari bermanfaat untuk
mengeringkan lantai kandang sehingga mengurangi resiko terjangkitnya penyakit. Menurut Ginting dan Sitepu 1989, rata-rata setiap seekor sapi membutuhkan
luas lantai 3,5--4 m
2
belum termasuk bangunan untuk tempat pakan, air minum, dan selokan untuk pembuangan air. Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan sapi perah adalah lantai kandang. Menurut Sudarmono 1993, lantai kandang sebaiknya dibuat dari bahan yang cukup keras beeding dan tidak
licin untuk dapat menjaga kebersihan dan kesehatan kandang. Kebersihan kandang sangat diperlukan karena akan mempengaruhi kesehatan sapi, salah satu
cara untuk menjaga kebersihan kandang adalah dengan membuat lantai kandang diupayakan miring. Lebih tegas Siregar 2001, menyebutkan bahwa supaya air
mudah mengalir atau kering, lantai kandang harus diupayakan miring dengan kemiringan kurang lebih 2
.
Jarak dari rumah dengan kandang juga harus diperhatikan. Kandang yang terlalu dekat dengan rumah atau pemukiman akan menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia, selain itu sirkulasi udara di rumah dan kandang menjadi tidak lancar. Menurut Aksi Agraris Kanisius 1995, jarak ideal antara kandang dengan
bangunan rumah minimal 10 meter. Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi
persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Sapi perah akan berproduksi maksimal apabila berada dikondisi yang nyaman comfortable. Bila kedua hal
tersebut tidak terpenuhi akan menyebabkan terjadinya gangguan reproduksi yang berkaitan pada rendahnya efisiensi reproduksi. Menurut Sudono dkk. 2003,
persyaratan umum kandang untuk sapi perah adalah sebagai berikut: 1. sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari, sehingga kandang tidak
lembab. Kelembaban ideal yang dibutuhkan sapi perah adalah 60--70; 2. lantai kandang selalu kering;
3. tempat pakan yang lebar sehingga memudahkan sapi dalam mengonsumsi pakan yang disediakan;
4. adanya tempat air minum agar air selalu tersedia sepanjang hari. Produksi sapi perah dapat optimum apabila kondisi internal dan eksternal sapi
perah baik. Kondisi eksternal berkaitan dengan lingkungan yang baik adalah pengaruh suhu. Suhu lingkungan yang optimum untuk sapi perah dewasa berkisar
antara 5--21º C, sedangkan kelembaban udara yang baik untuk pemeliharaan sapi
perah adalah sebesar 60 dengan kisaran 50--75 Adriyani dkk., 1980. Suhu kandang yang terlalu panas dan kelembaban yang terlalu tinggi dapat berpengaruh
buruk pada proses reproduksi khususnya pada saat pembuahan Hardjopranjoto, 1995. Stres panas dapat memperpendek lama birahi, dan penurunan intensitas
birahi menyebabkan waktu inseminasi buatan tidak tepat, serta ovulasi yang diperpendek menyebabkan tumbuhnya kasus kawin berulang.
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 29 April sampai 13 Mei 2014 di Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.
B. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini adalah sapi perah betina
laktasi yang ada di BBPTU-HPT Baturraden.
C. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner mengenai ternak
dan perawat ternak yang ada di BBPTU-HPT Baturraden.
D. Metode Penelitian
1. Teknik pengambilan data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus. Data yang digunakan
adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara mengamati ternak dan menajemen pemeliharaan sapi perah, serta melakukan wawancara pada
perawat ternak yang ada di lokasi penelitian, data inseminasi buatan pada sapi perah dan data pemeriksaan kebuntingan PKB. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari recording di BBPTU-HPT.
2. Besaran sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah betina produktif
yang ada di BBPTU-HPT Baturraden. Sapi perah betina produktif adalah sapi perah betina yang masih berproduksi dan menghasilkan anak, baik dalam keadaan
laktasi, bunting atau kering kandang. Berikut tabel jumlah ternak sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturaden.
Tabel 1. Jumlah ternak sapi laktasi
Farm Jumlah Ternak ekor
Tegal Sari 124
Limpakuwus 70
Total 194
Sumber : BBPTU-HPT Beturraden, 2013 3.
Variabel yang digunakan
Variabel dependent yang digunakan adalah nilai service per conception SC
pada sapi perah, sedangkan variabel independent adalah PNDDKN: pendidikan perawat ternak, LMBKJ: lama bekerja, PNHKURS: pernah mengikuti kursus,
PGTHNBTRNK: pengetahuan beternak, PGTHNBRHPRKWN: pengetahuan birahi dan perkawinan, CRKWN: cara mengawinkan sapi, PKB: pemeriksaan
kebuntingan, FREKPER: frekuensi pemerahan, FREKHIJ: frekuensi pemberian hijauan, JMLHIJ: jumlah hijauan, FREKKONS: frekuensi pemberian konsentrat,
JMLKONS: jumlah kosentrat, SISAIR: sistem pemberian air minum, JMLAIR: jumlah air minum, BTKDDG: bentuk dinding kandang, BHNLNTAI: bahan lantai
kandang, BHNATP: bahan atap kadang, LSKNDG: luas kandang per ekor, UMUR: umur sapi, PERLAK: periode laktasi, PROD: produksi susu, KOSONG:
lama waktu kosong, BRHIPOSTPART: birahi pertama setelah beranak, PKWNPOSTPART: perkawinan kembali setelah beranak, SKOR: skor kondisi
tubuh, SMN: asal produksi semen, CI: selang beranak, SAPIH: penyapihan pedet, LAMALAK: lama masa laktasi, KERING: lama masa kering, dan REPRO:
gangguan repoduksi.
4. Pelaksanaan Penelitian
Langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
melakukan pengisian kuisioner dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung terhadap perawat ternak, melihat data recording yang ada, dan
mengamati manajemen pemeliharaan sapi perah di lokasi penelitian.
5. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda.
Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean terhadap data perawat ternak dan ternak untuk memudahkan diolah dalam program SPSS statistik
packet for social science Sarwono, 2006. Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari penyusunan model kemudian dilakukan analisis kembali sampai
didapatkan model nilai P 0,10.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada peternak dan ternak di Balai Besar Pembibitan
Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1 service per conception SC pada sapi laktasi di BBPTU – HPT Baturraden
adalah 2,12±1,23. 2
faktor-faktor yang memengaruhi nilai SC berasal dari variabel perawat ternak dan ternak. Pada tingkat perawat ternak adalah pendidikan perawat
ternak yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,615, jumlah sapi yang dipelihara berasosiasi positif dengan besar faktor 0,067, pengetahuan
beternak yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,721, dan letak kandang yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,060.
3 faktor-faktor yang memengaruhi SC sapi perah pada tingkat ternak di
BBPTU-HPT Baturraden adalah periode laktasi yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,174, lama waktu kosong yang berasosiasi positif
dengan besar faktor 0,238, perkawinan setelah melahirkan yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,214, calaving interval jarak melahirkan yang
berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,326, lama laktasi yang berasosiasi