Kajian Tingkat Produksi dan Pendapatan Usaha Tani Sayuran Dataran Rendah Di Kawasan Agribisnis Kota Medan

(1)

KAJIAN TINGKAT PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHA TANI SAYURAN DATARAN RENDAH

DI KAWASAN AGRIBISNIS KOTA MEDAN

(Studi Kasus : Kecamatan Medan Marelan )

SKRIPSI

OLEH :

KARTIKA

010334021

SEP/AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(2)

ABSTRAK

KARTIKA, 2007, “KAJIAN TINGKAT PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TANI SAYURAN DATARAN RENDAH DI KAWASAN AGRIBISNIS KOTA MEDAN”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan marelan Kota Medan mulai Desember 2005 sampai Pebruari 2006. di bawah bimbingan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MSP sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak M. Mozart B. Darus, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing.

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil penelitian yaitu :

a. Rata-rata luas lahan petani sayur di Kecamatan Medan Marelan adalah 0,29 Ha untuk usahatani sayuran secara bergilir. Dalam mengelola usahatani sayur petani mencurahkan tenaga kerja rata-rata 82 HKP/tahun. Rata-rata nilai produksi sayur adalah Rp 25.357.391/tahun, biaya yang dikeluarkan rata-rata Rp 6.169.600/petani. Sedangkan pendapatan yang diperoleh petani sayur sebesar Rp 18.304.400/tahun. Dengan demikian pendapatan petani sayur di Kecamatan Medan Marelan rata-rata Rp 1.525.367/bulan.

b. Usahatani tani sayur di Kecamatan Medan Marelan layak diusahakan karena petani dapat memperoleh pendapatan yang layak setiap bulannya. Pendapatan petani akan dapat ditingkatkan apabila petani meningkatkan luas lahan usahataninya. Karena berdasarkan analisis diketahui bahwa ada pengaruh factor luas lahan, tenaga kerja dan sarana produksi terhadap produksi. Maka dengan demikian jelaslah bahwa dengan meningkatnya produksi petani akan memperoleh pendapatan yang semakin baik, lebih-lebih apabila petani dapat mengelola usahataninya dengan efisien.

c. Adalah hubungan yang nyata antara luas lahan, tenaga kerja dan modal dengan pendapatan petani sayur di kecamatan Medan Marelan. Hal ini memberi gambaran bahwa apabila petani meningkatkan luas lahannya, meningkatkan jumlah tenaga kerja akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Akan tetapi jumlah modal yang digunakan petani menunjukkan kurang efisien. Hal ini mungkin dapat disebabkan tingginya harga saprodi atau terlalu tingginya jumlah penggunaan saprodi.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah memeberikan kesehatan dan keselamatan serta kelapangan waktu sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan meyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “KAJIAN TINGKAT PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TANI SAYURAN DATARAN RENDAH DI

KAWASAN AGRIBISNIS KOTA MEDAN”. Dengan kasus Kecamatan Medan

Marelan.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan dan merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta saya ucapkan banyak terima kasih yang telah membesarkan saya dan memberikan dukungan yang tak henti-hentinya kepada saya baik material maupun spiritual, sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Thomson Sebayang, MSP sebagai Ketua Komisi Pembimbing 2. Bapak M. Mozart B. Darus, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing

3. Seluruh Dosen dan staff yang ada di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian USU Medan.

4. Bapak Kepala Camat kecamatan Medan Marelan yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian serta Bapak kepala Kelurahan khususnya para petani sayur yang menjadi sampel penelitian.


(4)

5. Kepada rekan-rekan saya yang telah banyak membantu selama melakukan praktek penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, baik kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini maupun untuk tulisan yang akan datang sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.

Akhirnya, atas segala baik budi semua pihak yang telah diberikan, kiranya mendapat ridho dari Allah SWT dan semoga ilmu yang diperoleh penulis selama ini dapat dipergunakan untuk kepentingan agama, bangsa dan negara. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Juli 2007 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

RIWAYAT HIDUP………... ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR LAMPIRAN ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ………. Viii

I. PENDAHULUAN………

Latar Belakang ……… 1

Identifikasi Masalah ………. 7

Tujuan Penelitian ……….. 8

Kegunaan Penelitian ……….. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………... Tinjauan Pustaka ……….. 10

Landasan Teori ……….. 12

Kerangka Pemikiran ……… 22

Hipotesis Penelitian ……… 24

III.METODEPENELITIAN………...………..

Metode Penentuan Daerah Penelitian ……… 25

Metode Penentuan Sampel ……….. 25

Metode pengumpulan Data ……… 26

Metode Analisis Data ……….. 26


(6)

IV.DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN……….

Letak Kecamatan Medan Marelan ……… 30

Pembagian Wilayah ……… 31

Penduduk ……….. 32

Sarana Pendidikan ……….. 36

Sarana Kesehatan ……… 37

Agama ……… 37

Sarana Ibadah ………. 38

HASIL DAN PEMBAHASAN……….

Tingkat Produksi dan Pendapatan Usahatani Sayuran ………. 41

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Produksi ……… 48

Kelayakan Usaha Tani Sayuran ………. 52

Hubungan Faktor Produksi dengan Pendapatan Petani Sayur ……… 57

KESIMPULAN DAN SARAN………..

Kesimpulan ……… 60

Saran ……….. 61

DAFTAR PUSTAKA


(7)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hakekatnya agribisnis merupakan keseluruhan kegiatan operasional dalam kaitannya dengan industri pertanian dengan penekanan pada aspek bisnisnya. Dengan demikian, agribisnis mencakup bidang usaha yang luas, yang apabila dikembangkan dapat menimbulkan dampak ekonomi yang luas pula mulai dari penyerapan tenaga kerja, investasi, produksi, nilai tambah, peningkatan ekspor dan akhirnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itulah dalam pembangunan pertanian, agribisnis dimasa datang akan memainkan peran yang cukup besar, karena kegiatan ini tidak saja mampu memacu pertumbuhan,menumbuhkan efisiensi karena landasannya yang berpijak pada kompetisi dan nilai tambah, tetapi juga diharapkan sekaligus dapat menciptakan pemerataan (Beddu amang, 2000;6).

Akhir-akhir ini agribisnis telah berkembang sedemikian rupa karena kondisi perekonomian Indonesia mulai bergeser dari yang semula didominasi oleh peranan sektor primer khususnya pertanian. Kini peranan itu digantikan oleh sektor yang lain. Disamping itu juga adanya kemauan politik pemerintah yang mengarahkan perekonomian Indonesia berimbang antara sektor pertanian dan sektor industri. Oleh karena itu perkembangan sektor pertanian dan industri menjadi saling mendukung satu sama lain (Beddu amang, 2000;1).

Agribisnis merupakan satu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam artian yang luas adalah kegiatan usaha yang


(8)

menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian adalah kegiatan usaha yang menghasilkan/menyediakan prasarana/sarana/input bagi kegiatan pertanian (industri pupuk, alat pertanian, peptisida, dsb), sedangkan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian adalah kegiatan usaha yang menggunakan hasil pertanian sebagai input (industri pengolahan hasil pertanian, perdagangan, dsb ) (Soekartawi (d), 2003; 2).

Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara agraris, artinya pertanian masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha ( Soekartawi (b), 1993; 10 ).

Dalam tatanan pembangunan nasional, sistem pertanian memegang peranan penting karena selain bertujuan untuk menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor non migas. Besarnya kesempatan kerja yang diserap dan besarnya jumlah penduduk yang masih tergantung pada sektor pertanian ini memberikan arti bahwa di masa mendatang sektor ini masih perlu di tumbuh kembangkan (M Noor, 1996; 1).

Pada tahun 1990 sebagian besar penduduk Indonesia, yakni sekitar 70% (dari 180 juta jiwa) tinggal di pedesaan dan sisanya 30% tinggal di perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran, baik bagi orang yang tinggal di kota maupun di desa harus membeli sayur-sayurannya di pasar (Sutarno H, 1995; 1).


(9)

Luas daratan Indonesia lebih dari 191 juta hektar dengan sifat tanah dan iklim yang beragam. Sumber daya alam yang beragam ini sangat potensial dimanfaatkan untuk usaha tani dengan berbagai komoditas. Bila dimanfaatkan secara baik sumber daya alam tersebut akan dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat (Loekman S, 1998; 7).

Di Indonesia, luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura relatif kecil dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk jenis tanaman pangan lainnya. Walaupun demikian, budidaya tanaman ini penting peranannya sebagai sumber gizi ( tanaman sayuran dan buah-buahan ) dan keindahan ( tanaman hias ) yang dibutuhkan manusia di dalam hidupnya (Lakitan B, 1995; 1).

Pada luas pemilikan tanah yang sempit dan terbatasnya petani yang terjun di agribisnis hortikultura menyebabkan peluang pasar yang ada belum banyak dapat dimanfaatkan, oleh karena itu bergabungnya petani dalam kelompok tani sangat di perlukan untuk meningkatkan kemampuan usaha dalam upaya memanfaatkan peluang pasar secara optimal sehingga effisiensi usaha tani dapat diusahakan yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing usaha taninya (Rahardi F, 1993; 14).

Komoditas hortikultura juga akan terus di tingkatkan agar pendapatan petani dapat di tingkatkan. Manfaat lain dari pembangunan hortikultura disamping untuk meningkatkan pendapatan petani juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral yang diperoleh dari hortikultura itu (Soekartawi(c), 1995;117).

Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral yang murah serta berfungsi sebagai pengatur metobolisme dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan tingkat kecerdasan dan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit seperti kanker dan influenza. Sayuran ini juga mengandung serat yang berguna untuk membantu proses


(10)

pencernaan sehingga dapat mencegah kanker usus. Pada saat ini konsumsi sayuran oleh masyarakat Indonsia diperkirakan baru mencapai 67% dari jumlah yang dianjurkan menurut standart internasional untuk menuju masyarakat sehat gizi yakni rata-rata 150 g/kapita/hari. Sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah tersebut berada pada semua sayuran yang bergizi tinggi atau sayur-sayuran yang berdaun hijau ( kangkung, bayam, caisin, daun singkong) (Sutarno H, 1995; 7).

Sayur-sayuran tergolong komoditi yang mudah rusak sehingga kehilangan hasil biasanya tinggi yakni berkisar 10 – 30%. Komoditi sayuran mempunyai kadar air antara 70 – 95%. Stomata yang banyak terdapat pada bagian-bagian tanaman dapat menyebabkan tanaman mudah layu. Kememaran pada sayuran akibat benturan akan menimbulkan perubahan-perubahan penampakan dan serta apabila mengalami luka akan mempercepat kebusukan. Sedangkan di pihak konsumen menginginkan sayuran harus masih dalam keadaan segar (Sutarno H, 1995; 67).

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu makanan, termasuk sayuran, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Hal ini terlihat jelas pada masyarakat kota yang sebahagian besar memang mampu membelinya. Dengan demikian jelaslah bahwa mutu dan kesegaran sayur sangat menentukan harganya. Padahal seperti produk hortikultura yang lain, sayuran sangat mudah rusak dan membusuk dalam waktu yang relatif singkat sehingga mutunya menurun atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sama sekali. Hal ini berarti pasar harus selalu dipasok sayuran segar setiap hari. Dari sini dapat ditarik kesinpulan, peluas bisnis sayuran cukup besar dan menarik

(Rahardi F, 1993; 1).

Pemerintah Kota Medan menetapkan suatu kawasan Agribisnis di sebahagian wilayah Kota Medan yang posisinya berada di bagian Utara kota Medan mencakup


(11)

wilayah kecamatan Medan Labuhan, Medan Deli dan Medan Marelan. Sedangkan di bagian Selatan mencakup kecamatan Medan Amplas, di bagian Barat mencakup wilayah Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Selayang, Di bagian Timur mencakup wilayah kecamatan Medan Sunggal dan Kecamatan Medan Helvetia.

Kecamatan Medan Marelan merupakan sentra produksi sayur mayur dan daerah pengembangan agribisnis usahatani sayur mayur di Kotemadya Medan. Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Produksi Sayuran Perkecamatan di Kota Medan Tahun 2005.

No Kecamatan Sawi (ton)

Kacang Panjang (ton)

Cabe (ton)

Terong (ton)

Timun (ton)

Kangkung (ton)

Bayam (ton)

1 M.Belawan 0 0 0 0 0 0 0

2 M.Labuhan 412 211 73 167 137 104 219

3 M.Deli 399 139 50 56 102 196 146

4 M.Sunggal 81 66 15 50 34 142 95

5 M.Helvetia 89 66 28 64 56 118 69

6 M.Denai 0 30 12 40 8 69 0

7 M.Tembung 6 0 0 43 0 84 24

8 M.Tuntungan 84 324 75 215 208 130 104 9 M.Selayang 233 272 92 237 258 255 188

10 M.Johor 0 77 33 76 0 20 18

11 M.Amplas 140 122 72 129 111 114 137

12 M.Baru 0 0 0 0 0 0 0

13 M.Polonia 11 36 5 31 0 17 0

14 M.Maimun 0 0 0 0 0 0 0

15 M.Barat 0 0 0 0 0 0 0

16 M.Petisah 0 0 0 0 0 0 0

17 M.Kota 0 0 0 0 0 0 0

18 M.Area 0 0 0 0 0 0 0


(12)

20 M.Marelan 823 439 232 308 473 421 443

21 M.Perjuangn 0 0 0 6 0 42 0

Jumlah 2278 1782 687 1428 1387 1712 1443 Sumber : Dinas Pertanian Kota Medan 2005

Kecamatan Medan Marelan yang memiliki luas wilayah sebesar 44,47 km2. Pertanian di daerah ini adalah pertanian yang mempunyai sistem diversifikasi lahan, artinya tanah tersebut tidak hanya menghasilkan satu tanaman saja, tetapi menghasilkan lebih dari satu tanaman dengan menggunakan sistem tumpang gilir. Lahan yang digunakan petani di daerah penelitian adalah lahan bekas padi sawah dan tegalan yang mereka manfaatkan sebaik-baiknya. Lahan tersebut digunakan untuk tanaman padi sawah dan sebagian besar digunakan untuk sayur mayur antara lain sawi, kacang panjang, cabe, terong, timun, kangkung, bayam, sebagai komoditi utamanya.

Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2005

Sumber: Kantor Camat Medan Marelan 2005

Produksi Komoditi Sayuran (ton) No Kelurahan

Sawi (ton)

Cabai (ton)

K.Panjang (ton)

Terong (ton)

Timun (ton)

Kangkung (ton)

Bayam (ton)

1 Terjun 406,58 67,36 141,22 73,80 134 241,01 235,79

2 Tanah 600 241,29 87,8 213,05 160,4 339 28,66 91,95

3

Rengas

Pulau 143,86 76,84 70,61 73,80 − 140,12 110,45

4 Paya pasir 12,51 − 7,06 − − 11,21 4,81

5

Labuhan

Deli 18,76 − 7,06 − − − −

Jlh produksi 823 232 439 308 473 421 443

Produktivitas

(Kwt/ha) 57,15 82,85 82,83 114,07 147,81 44,78 65,14

Berdasarkan data pada tabel 2 diatas dapat dilihat komoditi sayuran yang paling besar adalah sayuran sawi dengan jumlah produksi 823 ton dengan produktivitas 57,15 (Kwt/Ha).


(13)

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang ada maka dapat dirumuskan permasalahan yang perlu diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat produksi dan pendapatan usaha tani sayuran di daerah penelitian ?

2. Faktor apakah yang singnifikan mempengaruhi jumlah produksi sayuran di daerah penelitian ?

3. Apakah usahatani sayuran adalah usaha yang menguntungkan dan layak untuk diusahakan

4. Bagaimana hubungan luas lahan, tenaga kerja dan modal dengan pendapatan petani sayuran di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui tingkat produksi dan pendapatan usaha tani sayuran di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui faktor apakah yang singnifikan mempengaruhi jumlah produksi sayuran di daerah penelitian .

3. Untuk mengetahui apakah usahatani sayuran adalah usaha yang menguntungkan dan layak untuk diusahakan di daerah penelitian

4. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan luas lahan, tenaga kerja dan modal dengan pendapatan petani sayuran di daerah penelitian?


(14)

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait lainnya dalam mengambil kebijakan khususnya bagi Dinas Pertanian untuk meningkatkan produksi dan pendapatan dalam usaha tani sayuran dataran rendah.

2. Sebagai bahan referansi atau sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan 3. Sebagai bahan untuk membuat skripsi yang merupakan salah satu syarat

dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Istilah “Sayuran” biasanya digunakan pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak (Soedharmoedjian R, 1993; 2).

Sayuran khas dataran rendah ( seperti kacang panjang, terung, bayam, kangkung, dsb) ditanam di wilayah dataran rendah. Dataran rendah (dari pantai sampai ketinggian 450 m dpl) suhu maksimumnya berada antara 27-30ºC, dan suhu malam berada antara 22-25ºC. Intensitas penyinaran tinggi (lamanya penyinaran).

Jenis tanah sampai 200 m sebagian besar termasuk aluvial dan latosol (Sutarno H, 1995; 9).

Oleh karena dataran rendah panas dan gampang menguapkan pupuk/air maka kebutuhan air dan pupuk untuk sayur dataran rendah harus menjadi perhatian tersendiri. Tanpa air dan pupuk yang cukup , sulit tercapai hasil yang baik (Nazaruddin, 1999; 4).

Pada saat ini tipe tanah untuk tanaman sayuran di Indonesia adalah tanah lempung berpasir ( tipe andosol dan latosol ) dan tanah liat aluvial, sedangkan untuk tipe tanah sayuran di dataran rendah di Indonesia adalah latosol dan aluvial. Tergantung atas ukurannya maka partikel tanah terbagi menjadi pasir, debu dan liat. Persentase dari partikel tanah ini akan menentukan kelas tekstur tanah ( dari ringan sampai berat ) yaitu pasir, lempung berpasir, liat berpasir dan liat. Latosol adalah tanah lapukan lanjut dengan pengatusan bebas, biasanya berwarna merah atau kuning/coklat. Tanah aluvial adalah tanah yang terbentuk dari bahan yang diendapkan


(16)

oleh angin atau sungai, biasanya berwarna abu-abu/kecoklatan (Sutarno H, 1995; 35-36).

Tanaman sayuran lebih baik tumbuhnya pada musim hujan diatas tanah ringan berpasir dari pada diatas tanah berat dan liat. Hal ini karena tanah ringan berpasir mempunyai kapasitas penyimpanan air tanah yang lebih sedikit, drainasenya lebih mudah. Tetapi tanah berpasir ringan akan dapat kekurangan air karena daya simpannya yang lebih rendah dari tanah liat, sedangkan tanah berat menjelang musim kemarau masih menyimpan air lebih banyak yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman dalam berproduksi

(M.Thahrir.S dan Hadmadi, 1985; 79).

Agribisnis hortikultura bukan saja mampu sebagai sumber pertumbuhan baru di sektor pertanian, tetapi juga mampu menyerap banyak tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah. Namun demikian juga diakui bahwa kendala untuk pengembangan argribisnis hortikultura ini masih terletak pada kendala yang itu. Kendala itu juga seperti skala usaha yang kecil, lemahnya permodalan, terbatasnya teknologi yang digunakan dan sederhananya manajemen yang digunakan (Soekartawi(c), 1995 ; 127).

Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah nilai produk dikurangi dengan nilai bahan baku dan bahan penunjang yang dipergunakan dalam proses produksi tersebut. Dengan kata lain, nilai tambah merupakan jumlah nilai jasa (retrun) terhadap faktor produksi tetap, tenaga kerja dan keterampilan manajemen pengelolaan (Sukirno S, 2003; 18).

Luas usaha tani yang dinyatakan dalam hektar hanyalah merupakan salah satu dari beberapa faktor yang menentukan besarnya perusahaan yang sedang dijalankan. Faktor lainnya adalah jumlah tenaga kerja yang dikerahkan pada berbagai cabang


(17)

usaha. Faktor berikutnya adalah jumlah sarana yang dibeli untuk digunakan di dalam penyelenggaraan usaha tani itu. Tanaman intensif, seperti sayur-sayuran adalah tanaman yang membutuhkan banyak tenaga kerja, pupuk dan seringkali pengairan (Mosher..A.T, 1981; 71).

Usaha tani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan, pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta dana untuk kegiatan luar usaha tani untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan, maka petani harus mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan semua perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya meneruskan harga pokok hasil usaha taninya (Hermanto.F, 1989; 23 ).

Dalam melakukan usaha pertanian seseorang pengusaha atau petani akan selalu berpikir dalam mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan optimal. Dalam teori ekonomi prinsip yang demikian itu dinamakan meminimumkan input dan memaksimalkan output (Soekartawi (a) , 1989;18) .

Dalam melaksanakan usahataninya dan meningkatkan produksi. Petani mengorbankan sejumlah faktor-faktor produksi agar memperoleh pendapatan dari usaha taninya ( Mosher, A.T, 1987; 7).

Landasan Teori

Agribisnis adalah kegiatan yang utuh dan tidak terpisah satu kegiatan dengan kegiatan lain dari mulai proses produksi, pengolahan sampai proses pemasaran (Soekartawi (c) , 1995; 128 ).

Ada beberapa pola tanam yang bisa diterapkan pada sebuah lahan sayuran. Pola tanam yang dipilih untuk diterapkan biasanya disesuaikan dengan maksud


(18)

penanaman. Selain itu juga disesuaikan dengan luas lahan, tenaga kerja, modal, aspek pasar, ataupun kultur bertani yang biasa dilakukan di daerah tersebut. Ada dua pola tanam yang biasa dipakai petani, yakni monokultur dan tumpang sari (Nazaruddin, 1999; 22).

Monokultur adalah Pola tanam dengan hanya menanam satu jenis tanaman, sedangkan penanaman beberapa jenis tanaman pada lahan produksi yang sama disebut pola tanam majemuk atau pola tanam ganda (multiple cropping). Pola tanam majemuk sangat beragam. Penanaman beberapa jenis tanam pada lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara bergiliran disebut rotasi tanaman. Penanaman beberapa jenis tanaman pada lahan yang sama dan pada waktu yang sama disebut tumpang sari jika pengaturan jarak tanamnya jelas. Sedangkan jika tanpa jarak tanam yang jelas atau ditanam secara tidak beraturan disebut pola tanam campuran (mixed cropping) (Lakitan B, 1995; 18).

Tumpang gilir adalah menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama, selama satu tahun untuk memperoleh lebih dari satu hasil panenan. Diversifikasi adalah penanaman beberapa jenis tanaman (multiple cropping) dengan waktu tanam dan waktu panen yang berbeda ( Pracaya, 2002;17).

Penggalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga pendapatan usahatani berpengaruh terhadap pemilihan pola tanam. Luas lahan, ketersedian tenaga kerja keluarga dan pendapatan usahatani berpengaruh terhadap pemilihan pola tanam, semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani maka petani akan memilih pola usahatani monokultur dan semakin sempit lahan yang dimiliki oleh petani maka petani akan memilih pola usahatani diversifikasi. Semakin besar tenaga kerja keluarga yang tersedia maka petani akan memilih pola usahatani diversifikasi dan


(19)

semakin kecil tenaga kerja yang tersedia maka petani akan memilih pola usaha tani monokultur (Lakitan B, 1995; 24).

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan sejumlah faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi produk tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan tentang pokok dari hubungan diantara tingkat produksi dan faktor produksi untuk mewujudkan produksi tersebut ( Sukirno. S, 2003; 151).

Di dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk dapat dipengaruhi oleh satu atau beberapa faktor. Secara otomatis hubungan input dengan output digambarkan sebagai berikut : Y = f (X1,X2,X3,…Xn) dimana Y merupakan produk yang dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi seperti modal (X1), tanah (X2), tenaga kerja (X3) dan faktor lain (Xn) yang artinya besar kecilnya Y bergantung pada manajemen dalam penggunaan faktor X tersebut

( Prawirokusumo.S, 1990; 27 ).

Kurva Produksi Total, Produksi Marjinal, dan Produksi

Ju

ml

ah

P

ro

d

u

ksi

A = Inflektion Point

B = Optimum Point

C = Maximum Point

I = Irrational Stage

II = Rational Stage

III = Irrational Stage

A B

C

I II II

0 Unit

TP

AP MP 0


(20)

Masing-masing tahap I,II,dan III mewakili daerah I,II, dan III, yaitu suatu daerah yang menunjukkan elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda. Sumbu X menandakan besaran faktor produksi dan sumbu Y mengukur produksi total. Pada saat kurva PT berubah arah pada titik A (inflektion point ) maka kurva PM mencapai titik maksimum. Inilah batas dimana hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang itu mulai berlaku. Di sebelah kiri kenakan hasil mulai bertambah, tetapi disebelah kanan hasil menurun. Titik kurva PT mencapai maksimum dan titik ini bersamaan dengan saat dimana kurva PM memotong sumbu X, yaitu pada saat PM menjadi negatif. Hukum hasil yang semakin berkurang menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus menerus ditambah, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya menurun. Keadaan tersebut digambarkan pada grafik di atas (Moehar daniel, 2002;131).

Kurva Biaya Total, Biaya Tetap, dan Biaya Variabel

Jumlah Produksi

Biaya Produksi

TC VC

TC

0


(21)

Kurva FC bentuknya adalah horisontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun benyaknya produksi. Sedangkan kurva VC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi ini menggambarkan ketika tidak ada produksi VC = 0 dan semakin besar produksi semakin besar nilai VC. Keadaan tersebut dapat dilihat pada grafik diatas ( Sukirno.S, 2003; 211 ).

Analisis tentang biaya produksi akan meliputi biaya produksi total dan biaya produksi variabel ( berubah-ubah ). Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperolah produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya. Biaya variabel ( biaya berubah-ubah ) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Sedangkan biaya rata-rata adalah biaya untuk memproduksi sejumlah produk tertentu dibagi dengan jumlah produk tersebut, baik itu biaya tetap ataupun biaya variabel. Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai ( Moehar daniel, 2002;121).

Hasil yang diperoleh oleh petani pada saat panen disebut pruduksi, dimana satuan dari produksi hanya satuan berat dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Apabila petani ingin meningkatkan pendapatan maka harus mengurangi biaya produksi.

Ada beberapa konsep biaya dalam ilmu ekonomi yaitu :

1) Biaya total (Fixed Cost) adalah biaya yang tidak berubah mengikuti perubahan keluaran sebuah perusahaan. Dalam jangka pendek perusahaan tidak mampu menghindari/mengubahnya bahkan apabila produksinya nol.


(22)

2) Biaya variabel (Variabel Cost) adalah biaya yang tergantung pada tingkat keluaran yang dipilih dengan kata lain biaya ini berubah-ubah mengikuti kesibukan usaha tersebut.

3) Biaya total (Total Cost) adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan atau penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel tetap total. 4) Biaya tetap rata-rata (Average Fixed Cost) adalah biaya tetap total dibagi

kuantitas keluaran. Ketika keluaran naik, biaya tetap rata-rata menurun karena total yang sama ditanggung oleh kuantitas keluaran yang semakin besar. 5) Biaya variabel rata-rata (Average Variabel Cost) adalah biaya variabel total

dibagi kuantitas keluaran.

6) Biaya total rata-rata (Average Cost) adalah biaya total dibagi kuantitas keluaran. ATC sama juga dengan jumlah biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata-rata.

7) Biaya marginal (Marginal Cost) adalah naiknya biaya total yang diakibatkan oleh memproduksi satu unit keluaran lagi. Biaya marginal mencerminkan perubahan biaya variabel serta menghitung biaya masukan tambahan yang diperrlukan untuk memproduksi masing-masing unit keluaran berikutnya ( Sukirno.S, 2003; 57 ).


(23)

Kurva Penerimaan

Jumlah Produksi

Jumlah Penerimaan

TC

TR

0

Gambar 3. Kurva biaya dan penerimaan

Penerimaan usaha tani adalah total produksi yang dihasilkan oleh usahatani sayur mayur dikali harga jual. Dalam pengelolaan usahataninya, petani akan menerima penerimaan dan pendapatan dari usahataninya. Dalam mengukur status ekonomi seseorang, dua ukuran yang sering digunakan adalah pendapatan dan kekayaan. Pendapatan mengacu pada keuntungan ( profit ). Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurang dengan biaya produksi dalam satu kali periode produksi. Secara grafik pendapatan maksimum oleh suatu usaha dapat ditunjukkan dengan grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan (penerimaan ) seperti kurva diatas (Samuelson, 2001; 264).

Pendapatan usaha tani adalah penerimaan merupakan nilai harga jual dikalikan dengan produksi. Sehingga pendapatan adalah penerimaan dikurang biaya produksi.ada beberapa pembagian tentang pendapatan yaitu :

a. Pendapatan bersih (Net Income) adalah pendapatan usaha dikurangi biaya. b. Pendapatan tenaga kerja (Labour Income) adalah jumlah seluruh penerimaan


(24)

c. Pendapatan tenaga kerja keluarga (Family’s Labour Income) adalah total pendapatan tenaga kerja di tambah tenaga kerja dalam keluarga.

d. Pendapatan keluarga petani (Family;s Income) adalah pendapatan bersih di tambah nilai tenaga kerja keluarga (Suharto P K, 1990;129-132).

Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran total usaha tani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total usaha tani disebut pendapatan bersih usaha tani (Soekartawi(a), 1989;79-80 ).

Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi seefisien mungkin. Dalam ilmu ekonomi maka pengertian efisien dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Efisiensi teknis, suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum.

b. Efisiensi alokatif, dikatakan efesiensi alokatif ( efisien harga ) kalau diniali dengan harga faktor produksi.

c. Efisiensi ekonomi, dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mancapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga

(Soekartawi(a), 1989;48).

Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya. Misalnya karena pengaruh harga maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisien harga. Cara seperti ini dapat


(25)

ditempuh, misalnya dengan membeli faktor produksi peda harga yang murah. Menjual hasil pada harga yang relatif dan sebagainya. Selanjutnya kalau petani meningkatkan hasilnya dengan menekankan harga faktor produksi dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi ekonomi. Dengan kata lain, petani melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga (Moehar Daniel, 2002; 4 ).

Sarana produksi pertanian (saprotan) terdiri atas bahan ( benih, pupuk, obat-obatan), peralatan, dan sarana lainnya yang digunakan untuk melaksanakan proses produksi pertanian. Sarana-sarana ini harus dipersiapkan sebelum memulai kegiatan budidaya tanaman

(Soekartawi(a), 1989;23).

Analisis usaha tani tidak sekedar hanya untuk mengetahui jumlah modal yang harus dikeluarkan ataupun persentase keuntungan. Namun, harus diperhitungkan pula titik balik modal/BEP dan revenue cost ratio ( R/C rasio ).

Break event point (BEP) adalah suatu kondisi pada saat hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Jadi, pada kondisi ini usaha yang dijalankan tidak mendapat keuntungan, tetapi juga tidak mengalami kerugian (impas). ( Soeharto.P.K. 1990 ; 35 ).

Cara menghitung BEP Produksi, ROI dan R/C rasio adalah sebagai berikut

BEP produksi = biaya produksi Harga jual ROI = Laba usaha tani x 100%


(26)

R/C = Penerimaan

Total Biaya

Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila nilai revenue cost ratio (R/C rasio) lebih dari satu (Hendro Sumarjono, 2004; 11).

R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan

( nisbah ) antara penerimaan dan biaya. Fixed cost biasanya diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani yang besar – kecilnya tidak tergantung dari besar – kecilnya output yang diperoleh. Sedangkan variabel cost biasanya diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan usaha tani yang besar – kecilnya dipengaruhi oleh perolehan input (Soekartawi(c), 1995;86).

̇ Jika R/C < 1, maka usaha tani sayuran tidak layak secara ekonomi

̇ Jika R/C >1, maka usaha tani sayuran layak secara ekonomi

̇ Jika R/C = 1, maka usaha tani sayuran layak secara ekonomi

Kerangka Pemikiran

Luas lahan usaha tani yang dinyatakan dalam hektar hanyalah merupakan salah satu dari beberapa faktor yang menentukan besarnya usahatani yang sedang dijalankan. Faktor lainnya adalah jumlah tenaga kerja yang dikerahkan pada berbagai usahataninya. Faktor berikutnya adalah jumlah sarana yang dibeli untuk digunakan di dalam penyelengaraan usaha tani itu. Tanaman intensif, seperti sayur-sayuran adalah tanaman yang membutuhkan banyak tenaga kerja, pupuk , bibit, obat-obatan.

Hasil yang diperoleh oleh petani pada saat panen disebut pruduksi, dimana satuan dari produksi hanya satuan berat dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya


(27)

produksi. Biaya produksi adalah jumlah yang dikorbankan selama proses produksi meliputi luas lahan, tenaga kerja bibit, bibit, pupuk, dan obat-obatan .

Usaha tani yang produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi, pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi effisiensi usaha dengan luas lahan , effisiensi usaha mengukur banyaknya hasil produksi ( out put ) yang dapat diperoleh dari satuan input.

Agar usahatani sayuran dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan beberapa faktor produksi yang dapat menunjang kegiatan usahatani tersebut yang terdiri dari modal, tenaga kerja, sarana produksi, manajement.

Penerimaan usahatani sayuran akan meningkat apabila penggunaan faktor produksi sudah optimal dimana penerimaan itu diperoleh dari hasil perkalian antara produksi dengan harga output. Penggunaan faktor produksi yang optimal akan menghasilkan produksi yang maksimal dan menggurangi biaya produksi sehingga pendapatan bersih petani akan meningkat yang dihitung dari penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi. Dari pendapatan bersih dapat dilihat apakah usahatani sayuran tersebut rugi atau menguntungkan


(28)

Skema Kerangka Pemikiran

PETANI

Usaha tani Sayuran dataran

rendah

Faktor Produksi - Modal - Tenaga kerja - Sarana produksi - Management

: ada hubungan - Luas lahan

- T. Kerja - Saprodi

Produktivitas Produksi

Penerimaan

Pendapatan bersih

Untung Rugi

Biaya Produksi Harga


(29)

Hipotesis Penelitian

Dari landasan teori yang sudah dibuat maka diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut :

1. Tingkat Produksi dan Pendapatan usaha tani sayuran tergolong tinggi 2. Faktor yang berpengaruh significant terhadap jumlah produksi adalah

faktor luas lahan, tenaga kerja dan sarana produksi.

3. Usaha tani sayuran adalah usaha yang menguntungkan dan layak untuk di usahakan.

4. Ada hubungan yang signifikan antara luas lahan, tenaga kerja dan modal dengan pendapatan..


(30)

III. METODE PENELITIAN

1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan. Terpilihnya daerah ini karena merupakan central produksi tanaman sayuran dan daerah pengembangan agribisnis usahatani sayuran di Kotamadya Medan.

2. Metode Penentuan Sampel

Populasi petani sayur mayur di Kecamatan Medan Marelan 455 KK, Jumlah sampel petani sayur-mayur diambil sebesar 10% dari populasi yakni 46 kk. Distribusi sampel untuk setiap jenis sayur-mayur ditentukan secara proporsional seperti pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Populasi dan Distribusi sampel Petani yang Melakukan Usahatani Sayuran Dataran Rendah di Kecamatan Medan Marelan.

No Sampel Pola Usaha Tani Lokasi Jumlah

Populasi

Jumlah sampel

1 Petani - Sawi

- Kangkung

- Bayam

Desa Terjun 314 31

2 Petani - Timun

- Terong

- K. Panjang

- Cabe

Tanah 600 150 15

Jumlah 464 46


(31)

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dilihat 314 KK populasi petani yang berlkasi di desa terjun menanam sayur pola tumpang gilir yaitu sawi,bayam,kangkung sebanyak 31 KK dan populasi 150 KK petani sayur yang berlokasi di Tanah 600 denagn pola Monokultur sebanyak 15 KK.

3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi langsung kepada petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan Kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Dan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Medan dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Metode Analisi Data

1. Untuk hipotesis 1 dianalisis dengan analisis tabulasi sederhana.

2. Untuk hipotesis 2 , input produksi yang digunakan dianalisis secara deskriftif berdasarkan survey di daerah penelitian. Untuk melihat pengaruh input produksi terlebih dahulu diketahiu model fungsi produksi yang digunakan. Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb Douglas, dimana variabel dependen Y adalah produksi dan variabel Independen X adalah Faktor produksi, dengan rumus sebagai berikut :

Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5 X6b6X7b7 X8b8 X9b9X10b10eu

Fungsi Produksi tersebut diubah menjadi bentuk fungsi linier berganda dengan cara mentransformasikan persamaan tersebut ke dalam log-natural (lon).

Bentuk persamaan fungsi produksi menjadi :

LnY = ln bo + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3+ b4 ln X4+ b5 ln X5+ b6 ln X6


(32)

Keterangan :

Y = Produksi sayuran (ton)

X1 = Luas lahan usahatani sayuran (Ha)

X2 = Penggunaan tenaga kerja (HKP)

X3 = Penggunaan bibit (Kg)

X4 = Penggunaan pupuk kandang (Kg)

X5 = Penggunaan pupuk Urea (Kg)

X6 = Penggunaan pupuk SP-36 Kg)

X7 = Penggunaan pupuk KCL (Kg)

X8 = Penggunaan pupuk NPK (Kg)

X9 = Penggunaan herbisida (ml)

X10 = Penggunaan insektisida (ml)

bo = Intersep u = Faktor pengganggu

e = logaritma natural, e = 2,718 bi = Koefisien regresi

Xi = Variabel Independent (Soekartawi,2002)

Mengetahui variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka digunakan uji F, yaitu :

Fhitung = r2/k

(1-r2)/(n-K-1) Ket :

r 2= Koefisien Determinasi n = Jumlah Sampel


(33)

k = Derajat Bebas Pembilang n-k-1 = Derajat Bebas Penyebut

Fhitung > Ftabel ( 0,05) ………. Ho ditolak H1 diterima

Fhitun < Ftabel ( 0,05) ………. Ho diterima H1 ditolak (Soekartawi,2002) Mengetahui secara parsial dilakukan melalui uji t, yaitu :

t-hitung = bi

Sbi

S2Y123 = ∑(Y-Y)2

n-K-1 Ket :

b = Parameter b (I =1,2) n-k-1 = Derajat Bebas

S2bi = Standart error parameter b S2Y123 = Standart error estimates

t-hitung > t-tabel………. Ho ditolak H1 diterima

t-hitun < t-tabel………. Ho diterima H1 ditolak (Soekartawi,2002 3.Untuk hipotesis 3 dianalisis dengan rumus sebagai berikut :

a) Untuk mengukur keuntungan dihitung dengan rumus ∏ = R – C

Keterangan : ∏ = Keuntungan

R = Penerimaan

C = Biaya

b) Untuk melihat kelayakan usaha dihitung dengan rumus R/C dimana : R = Penerimaan ; C = Biaya


(34)

Dimana :

o Jika R/C < 1, maka usaha tani sayuran tidak layak secara ekonomi

o Jika R/C >1, maka usaha tani sayuran layak secara ekonomi

o Jika R/C = 1, maka usaha tani sayuran layak secara ekonomi

Selanjutnya untuk menganalisis efisiensi keuntungan usaha digunakan analisis efisiensi penggunaan modal (ROI)

ROI = Laba usaha tani x 100% Modal usaha tani

Sedangkan untuk mengetahui titik impasl digunakan BEP Produksi, yaitu : BEP produksi = biaya produksi

Harga jual

4. Untuk hipotesis 4 dianalisis dengan analisis korelai

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari munculnya kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

a. Petani sampel adalah petani yang mengusahakan usaha tani di lahan pertanaman sayur mayur sebagai pemilik dan penyewa.

b. Usahatani sayuran adalah usaha yang dilakukan diatas sebidang lahan usahatani dengan komoditi sawi, kacang panjang, cabe, terong, timun, kangkung, bayam.

c. Sistem usahatani adalah suatu penataan dimana petani mengolah usahataninya berdasarkan tanggapan terhadap faktor lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi sesuai dengan kemampuan petani


(35)

d. Sistem usahatani sayuran dataran rendah adalah pola tanam tumpang gilir yaitu pola tanam dengan penanaman beberapa jenis tanaman sayuran dilahan yang sama.

e. Biaya produksi adalah jumlah yang dikorbankan selama proses produksi meliputi luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk, obat-obatan yang dinilai dalam satuan rupiah per musim panen.

f. Luas lahan adalah total seluruh lahan yang dimiliki dan disewa di usahatani sayur mayur yang diukur dalam hektar (ha)

g. Biaya sarana produksi adalah biaya yang dikeluarkan patani untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, yang digunakan petani dalam proses produksi usaha tani sayur mayur.

h. Produktivitas lahan adalah produksi tanaman yang dihasilkan persatuan luas lahan yang diukur dalam satuan Kg per Hektar .

i. Pendapatan bersih usaha tani adalah jumlah penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usaha tani sayur mayur dikurangi seluruh biaya dalam usaha tani sayur mayur

j. Penerimaan usaha tani adalah total produksi yang dihasilkan oleh usahatani sayur mayur dikali harga jual.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya medan. 2. Waktu penelitian adalah tahun 2006

3. Sampel penelitian adalah petani sayuran Dataran Rendah di Kecamatan Medan Marelan.


(36)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Medan Marelan

Kecamatan Medan Marelan berada sekitar 22 km dari Kantor Wali Kota Medan dan berada 5 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 44,47 km2. Kecamatan Medan marelan memiliki batas :

Sebelah Utara : Kab. Medan Belawan Sebelah Selatan: Kab. Deli serdang Sebelah Timur : Kec. Medan Labuhan

4.2 Jarak dan Luas wilayah Kecamatan Medan Marelan

4.2.1 Jarak Kelurahan Ke Kantor Camat

Kecamatan Medan Marelan terdiri dari 5 Kelurahan, Kelurahan terdekat adalah Rengas Pulau dan kelurahan yang paling jauh adalah Terjun. Untuk lebih jelasnya letak Kelurahan dari Kantor Camat Kecamatan Marelan dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Jarak kelurahan dari Kantor Camat Kecamatan Medan Marelan.

Kelurahan Jarak ke Kantor Camat (km)

1.Labuhan deli 2.Rengas Pulau 3.Terjun 4.Tanah 600 5.Paya pasir

4 2 6,5 3,5 2,5 Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006


(37)

4.2.2 Luas Wilayah

Luas Kecamatan Medan Marelan 44,47 km2 dan luas wilayah ini dibagi menjadi lima Kelurahan dengan masing-masing luas wilayah dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Klasifikasi Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan

Kelurahan Luas (km2) Persentase %

1.Labuhan Deli 2.Rengas Pulau 3.Terjun 4.Tanah 600 5.Paya Pasir

4.50 9.90 16.65

3.42 10.00

10.12 22.26 37.44 7.70 22.48

Total 44.47 100.00

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa wilayah teluas adalah Kelurahan Terjun seluas 16,65 km2 atau 37.44%, sedangkan wilayah terkecil adalah

Kelurahan Tanah 600 seluas 3,42 km2 atau 7,70%.

4.3 Kependuduk

4.3.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Medan Marelan + 116.716 jiwa yang tersebar di 5 Kelurahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.


(38)

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan Tahun 2006

Kelurahan Jumlah penduduk Persentase

(%)

1 .Labuhan Deli 2. Rengas Pulau 3.Tujuh

4. Tanah 600 5. Paya pasir

14,538 46,863 23,870 20,823 10,580

12.46 40.17 20.45 17.85 9.07

Jumlah 116.674 100.00

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dilihat jumlah penduduk yang terbanyak adalah di kelurahan Rengas Pulau yakni sebanyak 46.863 jiwa atau 40.17%.. Sedangkan jumlah penduduk yang terkecil adalah di Kelurahan Paya Pasir yakni sebanyak 10.850 jiwa atau 9.07%.

4.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Bila ditinjau dari jenis kelamin penduduk tiap Kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(39)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Kelurahan Pria Persentase (%) Wanita Persentase

(%)

Jumlah

1 . Tanah 600 2. Rengas Pulau 3. Terjun 4. Paya pasir 5. Labuhan Deli

10578 22774 10787 5377 7422

18.58 40.00 18.95 9.44 13.04

10245 24089 13083 5203 7116

17.15 40.33 21.90 8.71 11.91

20.823 46.863 23.870 10.580 14..538

Jumlah 56938 100.00 59736 100.00 116674

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat jumlah penduduk menurut jenis kelamin pria dan wanita lebih banyak di Rengas Pulau sebesar 22774 jiwa (40%) dan wanita 24089 jiwa atau 40.33%

4.4 Sosial Ekonomi

4.4.1. Mata Pencaharian Penduduk

Adapun mata pencaharian penduduk di tiap Kelurahan di kecamatan Medan Marelan terdiri dari pegawai, petani, nelayan, pedagang Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(40)

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk Pegawai

Kelurahan

Negeri Swasta ABRI

Petani Nelayan Pedagang

Labuhan deli Rengas pulau Terjun Tanah 600 Paya pasir 180 204 201 113 25 2.00 224 72 85 89 7 62 8 8 18 76 145 314 150 140 400 16 100 14 82 37 334 39 56 47

Jumlah 773 670 161 825 612 713

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Berdasarkan tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian yang terbanyak adalah petani sebesar 825 jiwa sedangkan mata pencaharian terkecil adalah ABRI sebayak 161 jiwa.

4.5 Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di tiap Kelurahan Kecamatan Medan Marelan adalah pendidikan tingkat SD dengan jumlah sekolah dapat dilihat di bawah ini. Tabel 9. Distribusi Sekolah Dasar Di Kec. Medan Marelan Tahun 2006

Kelurahan Inpres Swasta Jumlah Persentase (%)

Labuhan deli Rengas pulau Terjun Tanah 600 4 7 9 5 1 7 1 2 5 14 10 7 12.82 35.90 25.64 17.95 7.69


(41)

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Paya pasir 3 - 3

Jumlah 28 11 39 10.00

Berdasarkan tabel 9 di atas dilihat bahwa sarana pendidikan terbesar di Rengas Pulau sebanyak 14 Sekolah Dasar atau 35.90% sedangkan ter kecil di Paya Pasir sebesar 3 Sekolah Dasar atau 7.69%.

4.6 Sarana Kesehatan

Untuk menjamin kesehatan masyarakat tidak lepas dari sarana kesehatan yang ada di lingkungan penduduk. Begitu juga di Kecamatan Medan Marelan sarana kesehatanb juga tersedia sebagaimana terlihat pada tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Sarana Kesehatan

Kelurahan Rumah sakit Puskesmas Persentase (%) Labuhan deli

Rengas pulau Terjun Tanah 600 Paya pasir

- 4 - - -

- - 1 - -

0 80 20 0 0 Jumlah 4 1 100.00 Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana kesehatan di Rengas Pulau sebanyak 4 Rumah Sakit atau 80% dan 1 Puskesmas diterjun atau 20%.


(42)

4.7 Keagamaan

Agama yang dianut penduduk Kecamatan Medan Marelan adalah Islam, Kristen, Budha dan Hindu dengan perincian dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Pembagian Penduduk Menurut Agama

Keluraha Islam Kristen Budha Hindu

Labuhan deli Rengas pulau Terjun Tanah 600 Paya pasir

13253 42685 19807 19812 9826

532 266 14042 269 64

123 1376 110 51 31

- - 40 - -

Jumlah 105383 2535 1852 40

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Medan Marelan Mayoritas memeluk agama Islam baik di Kelurahan Labuhan Deli, Kelurahan Rengas Pulau, Kelurahan Terjun, Kelurahan Tanah 600 maupun di Kelurahan Paya Pasir. Penduduk yang terkecil adalah menganut agama Hindu dan hanya berada di Kelurahan Terjun.

4.7.1 Sarana Ibadah

Berkaiatn dengan agama yang dianut penduduk maka tidak lepas dari sarana agama. Adapun sarana agama yang ada di Kecamatan Medan Marelan berjumlah 57 dengan perincian dapat dilihat pada tabel 12 berikut.


(43)

Tabel 12. Sarana Ibadah di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2006

Kelurahan Mesjid Langgar Gereja Kelenteng Jumlah

Labuhan Deli Rengas Pulau Terjun Tanah 600 Paya pasir

1 9 5 3 1

7 8 12

7 3

- - 1 - -

- - - - -

8 17 18 10 4

Jumlah 19 37 1 57

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Marelan, 2006

Berdasarkan tabel di atas diketahui sarana ibadah berupa mesjid sebanyak 19 yang terbanyak di Kelurahan Rengas Pulau, menyusul langgar 37 yang terbanyak berada di Kelurahan Terjun. Sedangkan Gereja hanya 1 yang berada di kelurahan Terjun.


(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat Produksi dan Pendapatan usaha tani Sayuran a. Tingkat Produksi Sayuran

Setiap petani dalam mengelola usaha taninya menginginkan jumlah produksi yang maksimal, begitu juga petani sayuran di kawasan agribisnis kota Medan Kecamatan Medan Marelan.

Sebagaimana disebutkan dalam metode penelitian bahwa sampel dalam penelitian ditetapkan petani sayuran, yakni 31 petani yang mengusahakan sawi, bayam, kangkung secara bergilir dalam lahan yang sama dan 15 petani yang mengusahakan sayuran cabe, kacang panjang, timun, terong secara bergilir dalam lahan yang sama.

Berdasarkan data yang diperoleh di daerah penelitian produksi usahatani sayuran sawi yang diperoleh petani per musim tanam adalah 2400 – 9000 kg, produksi bayam antara 2400 – 9000 kg, kangkung 1500 – 6000 kg. Selanjutnya produksi uisahatani cabe yang diperoleh petani per musim tanam 528 – 2000 kg, kacang panjang 1440 – 6000 kg, timun 1500 – 6500 kg, dan terong 1600 – 7000 kg.

Di bawah ini disajikan tingkat produksi sayuran petani di Kecamatan Medan Marelan.


(45)

Tabel 18. Tingkat Produksi Usahatani Sayuran No

Jenis Sayuran Luas Areal (Ha)

Jumlah Produksi (Ton/Petani)

Jlh Produksi (Ton/Ha)

1 Sawi 7,29 4.52 19,39

2 Bayam 7,29 20,84

3 Kangkung 7,29 13.76 13,76

4 Cabe 6,15 13,26 2,19

5 K.Panjang 6,15 38,66 6,36

6 Timun 6,15 40,0 6,50

7 Terong 6,15 42,74 6,96

Sumber: Lampiran 1-54

Berdasarkan tabel di atas diketahui tingkat produksi di kedua desa penelitian jenis sayuran sawi sebanyak 19,39 ton/ha, sayuran bayam 20,84 ton/ha, kangkung 13,76 ton/ha, cabe 2,19 ton/ha, kacang panjang 6,36 ton/ha, timun 6,50 ton/ha, dan terong 6,96 ton/ha.

Tingkat produksi pada level Kecamatan berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Medan di Kecamatan Medan Marelan adalah sawi 6 ton/Ha, bayam 6,5 ton/ha, kangkung 6 ton/ha, cabe 8,3/ha kacang panjang 8,2 ton/ha, timun 14,8 ton/ha dan terong 10.6 ton/ha. Bila produktifitas daerah tersebut diperbandingkan maka produksi sayur sawi, bayam, kangkung petani sampel lebih tinggi dibandingkan rerata produksi tingkat Kecamatan. Sedangkan produksi cabe, kacang panjang, timun dan terong petani sampel lebih rendah bila dibandingkan rerata tingkat kecamatan.

Selanjutnya berdasarkan Buku Budi Daya dan pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah terbitan Penebar Swadaya, produksi sawi 10-20ton/ha, bayam


(46)

12-24 ton/ha, kangkung 12 – 44 ton/ha, cabe 10 – 20 ton/ha, kacang panjang 6,2 – 7 ton, timun 43-46 ton/ha, terong 10 – 30 ton/ha. Dengan demikian tingkat produksi cabe, timun dan terong petani sampel berada di bawah ketentuan Buku Budi Daya dan pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah terbitan Penebar Swadaya. Hanya produksi kacang panjang dari petani sampel yang mendekati ketentuan buku Penerbit Penebar Swadaya. Artinya produksi sayuran tersebut masih potensial untuk ditingkatkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produksi usahatani sayuran masih tergolong rendah maka hipotesis pertama penelitian ditolak kebenarannya.

b. Pendapatan Petani

Pendapatan adalah jumlah hasil penerimaan yang diperoleh dikurangi seluruh biaya, dalam hal ini adalah jumlah hasil penerimaan yang diterima petani dari hasil penjualan usahatani dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani sayuran.

1 Unsur Biaya Produksi

Biaya yang dikeluarkan petani dalam mengelola usahatani sayuran terdiri dari biaya bibit, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pestisida biaya peralatan dan transport. Besarnya penggunaan bibit usahatani sayuran sawi, bayam, kangkung, cabe, kacang panjang, timun dan terong dapat dilihat pada lampiran 1, 9, 17, 25, 33, 41, 49. Jumlah pencurahan tenaga kerja usahatani sayuran dapat dilihat pada lampiran 2, 10, 18, 26, 34, 42, 50. Penggunaan pupuk usahatani sayuran dapat dilihat pada lampiran 3, 11, 19,27,35,43,51. Sedangkan jumlah penggunaan pestisida dapat dilihat pada lampiran 4, 12, 20, 36, 44, 52.


(47)

2. Jumlah Biaya Produksi Sayuran

Rata-rata jumlah biaya produksi usahatani sayuran yang dikeluarkan petani dalam sekali musim tanam dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 19. Rata-rata Biaya Produksi usahatani Sayuran

No Jenis Sayuran

Rata-rata Luas Lahan

(Ha)

Rata-Rata Biaya produksi (Rp/Petani

/MT)

Rata-rata Biaya Produksi

(Rp/Ha)

1 Sawi

0.23 1.437.115 6.248.326 2 Bayam

0.23 1.517.823 6.599.230 3 Kangkung

0.23 1.546.745 6.724.978 4 Cabe

0.41 3.493.067 8.519.676 5 Kacang Panjang

0.41 3.634.007 8.863.432 6 Timun

0.41 2.499.187 6.095.578 7 Terong

0.41 2.697.784 6579961 Sumber : Lampiran 5, 13, 21, 29, 37, 45, 53

Berdasarkan tabel di atas diketahui rata-rata biaya produksi yang terbesar adalah kacang panjang sebesar Rp 363.4007/petani atau Rp 8.863.432/ha, sedangkan biaya terkecil adalah sawi sebesar Rp 1.437.115/petani atau Rp 6.248.326/Ha.

3. Penerimaan Usahatani

Hasil penerimaan usahatani sayuran adalah hasil kali produksi usahatani sayuran dengan harga jual produksi per satuan. Adapun jumlah penerimaan usahatani sayuran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(48)

Tabel 20 Penerimaan Usahatani Sayuran

No Jenis

Sayuran

Rata-rata Luas Lahan

(Ha)

Rata-rata Produksi

Rata-rata Harga (Rp/satuan)

Rata-rata Jumlah Penerimaan

(Rp/Petani)

Rata-rata Penerimaan

(Rp/Ha)

1 Sawi

0.23 14924.52 ikat 1000 14.924.516 64.011.859 2 Bayam

0.23 16106.13 ikat 500 8.053.065 34.401.091 3 Kangkung

0.23 10602.58 ikat 500 1.606.452 6.984.569 4 Cabe

0.41 884.13 kg 7500 6.631.000 16.451.281 5 Kacang

Panjang 0.41 2577.33 kg 2500 6.443.333 15.900.869 6 Timun

0.41 2666.67 kg 2000 5.333.333 13.019.412 7 Terong

0.41 2849.33 kg 3000 8.548.000 20.887.209 Sumber : Lampiran 6, 14, 22, 30, 38, 46, 54

Berdasarkan tabel di atas rata-rata penerimaan usahatani sayuran terbesar adalah sawi sebesar Rp 14.924.516/petani atau Rp 64.011.859/Ha. Sedangkan rata-rata penerimaan terkecil adalah kangkung sebesar Rp 1.606.452/petani atau Rp 6.984.569/ha

4. Pendapatan

Pendapatan usahatani sayuran petani di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(49)

Tabel 21. Pendapatan Usahatani sayuran

No Jenis Sayuran

Rata-rata Pendapatan per petani

(Rp/MT)

Rata-rata Pendapatan Per petani (Rp/Ha)

1 Sawi

13.487.401 57.788.734 2 Bayam

6.535.242 27.821.277 3 Kangkung

59.706 205.418 4 Cabe

3.137.933 7.771.200

5

Kacang Panjang 2.809.326 6.866.861

6 Timun

2.834.146 6.804.743 7 Terong

5.850.216 5.850.216

Sumber : Lampiran 8,16, 24, 32, 40, 48, 56

Berdasarkan tabel di atas diketahui rata-rata pendapatan usahatani sayur terbesar adalah sawi sebesar Rp 13.487.401/petani atau Rp 57.788.734 /ha. Sedangkan rata-rata pendapatan terkecil adalah kangkung sebesar Rp 59.706 /petani atau sebesar Rp 205.418 /ha.

Selanjutnya akan diuraikan rata-rata jumlah pendapatan petani sayur menurut pola usahatani di Kecamatan Marelan.

1) Pendapatan Petani Sampel Pola Sawi – Bayam – Kangkung

Adapun pendapatan petani sampel pola sawi – bayam – kangkung dapat dilihat pada tabel berikut.


(50)

Tabel 22. Rata-rata Pendapatan Petani Pola Sawi – Bayam – Kangkung

No Uraian Rata-Rata

(Rp/Petani)

Rata-rata Rp/Ha

1 Penerimaan

a. Sawi 14.924.516 64.889.200

b. Bayam 8.053.065 35.013.326

c. Kangkung 1.606.452 6.984.574

Jumlah Penerimaan 24.584.033 106.887.100

2 Biaya Produksi

- Sawi 1.437.115 6.248.326

- Bayam 1.517.823 6.599.231

- Kangkung 1.546.745 6.724.978

Jumlah Biaya 4.501.683 19.572.535

3 Pendapatan petani (Jlh 1 – Jlh 2) 20.082.350 87.314.565

Sumber : Lampiran 8,16, 24.

Berdasarkan tabel di atas diketahui pendapatan petani sayuran di Kecamatan Medan Marelan dengan pola sayuran sawi, bayam dan kangkung rata-rata sebesar Rp 20.082.350/petani atau Rp 87.314.565 per hektar.

Pendapatan Petani Sampel Pola Cabe– Kacang Panjang – Timun - Terong Adapun pendapatan petani sampel pola sawi – bayam – kangkung dapat dilihat pada tabel berikut.


(51)

Tabel 23. Rata-rata Pendapatan Petani Pola Cabe– Kacang Panjang - Timun - Terong

No Uraian Rata-Rata /Petani Rata-rata/Ha 1 Penerimaan

a. Cabe 6631000 16173171

b. Kacang Panjang 6443333 15715446

c. Timun 5333333 13008129

d. Terong 8548000 20848780

Jumlah Penerimaan 18407666 44896746 2 Biaya Produksi

- Cabe 3493067 8519675

- Kacang Panjang 3634007 8863432

- Timun 2499187 6095578

- Terong

2697784 6579961

Jumlah Biaya 9626261 23478685 3 Pendapatan petani (Jlh 1 – Jlh 2) 8781405 21418061 Sumber : Lampiran 32, 40, 48, 56

Berdasarkan tabel di atas diketahui pendapatan petani sampel pola cabe, kacang panjang, timun, terong rata-rata Rp 87.781.405/petani atau Rp 21.418.061/Ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendapatan petani sampel per ha pola sawi, bayam dan kangkung lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani sampel pola cabe, kacang panjang, timun dan terong.


(52)

2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Tehadap Produksi

Dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko. Panjang waktu yang dibutuhkan tidak sama tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Pada umumnya proses produksi usahatani berjalan dengan adanya persyaratan yang dibutuhkan tanaman. Persyaratan ini terdiri dari tanah, tenaga kerja dan sarana produksi. masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan salilng terkait satu sama lain (Moehar Daniel, 2002:50).

Agar usahatani sayuran dapat berjalan sebagaimana mestinya maka

dibutuhkan lahan, tenaga kerja dan sarana produksi yang dapat menunjang kegiatan

usahatani tersebut. Luas Lahan, tenaga kerja dan sarana produksi terhadap jumlah

produksi. Hal ini akan dilakukan analisis dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas

dengan persamaan :

Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5 X6b6X7b7 X8b8 X9b9X10b10eu

Untuk memudahkan penganalisaan dirubah menjadi bentuk regresi berganda dengan persamaan :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + e

Dimana :

Y = Produksi sayuran (ton)

X1 = Luas lahan usahatani sayuran (Ha)

X2 = Penggunaan tenaga kerja (HKP)

X3 = Penggunaan bibit (Kg)

X4 = Penggunaan pupuk kandang (Kg)

X5 = Penggunaan pupuk Urea (Kg)

X6 = Penggunaan pupuk SAP (Kg)

X7 = Penggunaan pupuk KCL (Kg)

X8 = Penggunaan pupuk NPK (Kg)

X9 = Penggunaan Fungisida (ml)

X10 = Penggunaan insektisida (ml)

a = Intersep u = Faktor pengganggu a,b = Besaran yang akan diduga

Berdasarkan lampiran 1-56 maka dapat dicantumkan angka-angka variabel


(53)

Berdasarkan nilai-nilai variabel sebagaimana pada lampiran 57 maka dapat dianalisis pengaruh variabel bebas (faktor produksi) terhadap variabel terikat (Produksi Sayuran).

Berdasarkan analisis dengan menggunakan komputer melalui program Statistical Product and Service Solution (SPSS) sebagaimana terlihat pada lampiran 58 diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 21 Koefisien Regresi

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

(Constant) .451 .457 .985 .331

VAR Luas lahan (X1) 8.264 12.732 .286 .649 .520

VAR Tenaga Kerja (X2) .001 .010 .002 .031 .975

VAR Bibit (X3) .108 .175 .118 .617 .541

VAR Pupuk Kandang (X4) .001 .000 .122 .848 .402

VAR Pupuk Urea (X5) .088 .036 .868 2.441 .019

VAR Pupuk SAP (X6) -5.077 -1.144 .260 -.185 .000

VAR Pupuk KCl (X7) -5.562 -1.449 .156 -.232 .000

VAR Pupuk NPK (X8) -1.556 -.501 .619 -.082 .000

VAR Herbisida (X9) .001 .000 .016 .209 .836

VAR Insektisida (X10) .001 .000 .340 .551 .585

a Dependent Variable: VAR Produksi (Y)

Berdasarkan tabel di atas nilai koefisien regresi adalah :

b1 = 8,264; b2 = 0.001; b3 = 0.108

b4 = 0.001; b5 = 0.088; b6 = - 5,077


(54)

Maka dapat dituliskan bentuk fungsi linier berganda sebagai berikut :

Y = 0,451 + 8,264X1 + 0,001X2 + 0.108X3 + 0.001X4 + 0.088X5 – 5,077X6 +

0,022X7 + 0,003X8 + 0,001X9 + 0,001X10

Dari persamaan di atas maka dapat disebutkan bahwa secara bersama-sama faktor luas lahan, penggunaan tenaga kerja, penggunaan bibit, penggunaan pupuk, kandang, penggunaan pupuk Urea, penggunaan pupuk SAP, penggunaan

pupuk KCl, penggunaan pupuk NPK, penggunaan herbisida, penggunaan insektisida

berpengaruh terhadap produksi sayuran di Kecamatan Medan Marelan.

Untuk membuktikan apakah faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi diuji dengan uji F pada g = 0,05 dengan ketentuan :

Fhitung =

) 1 /(

/ − −k n JK

k JK

res reg

Dimana:

Jkreg = Jumlah Kuadrat regresi (Explained Sum of Square )

k = jumlah variasi

JKres = jumlah kuadrat residu (Residual Sum of Square)

n = jumlah sampel

Nilai F dapat diperoleh melalui analisis varians. Berdasarkan analisis vaians pada lampiran 58 diketahui :

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 880.876 7 125.839 275.025 .000(a)

Residual 17.387 38 .458

Total 898.264 45

JK (reg) = 880,876 JK(res) = 17,387


(55)

k = 7 n = 46 Maka : Fhitung =

1) -7 -17,387/(46

880,876/7

Fhitung =

) 17,387/(38

880.87/8

Fhitung =

0,458 839 , 125 Fhitung = 275,025

Dari perhitungan di atas diperoleh Fh = 275,025, sedangkan Ftabel pada g

= 0,05 dengan dk (7 : 38) pada lampiran 59 adalah 2,26. Ternyata Fhit > Ftabel

(275,025 > 2,26) sehingga persamaan regresi Y atas X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8,

X9 , X10 adalah signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor produksi luas

lahan, tenaga kerja dan sarana produksi berpengaruh signifikan (nyata) terhadap produksi sayuran di Kecamatan Medan Marelan. Dengan demikian hipotesis kedua penelitian diterima kebenarannya.

Besarnya pengaruh faktor produksi terhadap produksi sayuran dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien Determinasi (r2).

Berdasarkan lampiran 58 diketahui : r = 0,990

r2 = 0,981

= 0,981 x 100% = 98,1 %. Dengan demikian besar pengaruh faktor produksi terhadap produksi sayuran di Kecamatan Medan Marelan sebesar 98,1%.


(56)

3. Kelayakan Usaha Tani Sayuran

Kelayakan usaha dihitung dengan rumus R/C dimana : R = Penerimaan ; C = Biaya

Dimana :

o Jika R/C < 1, maka usaha tani sayuran tidak layak secara ekonomi o Jika R/C >1, maka usaha tani sayuran layak secara ekonomi o Jika R/C = 1, maka usaha tani sayuran layak secara ekonomi

R = 1166440000 C = 324412820

R/C =

324412820 1166440000

= 3,59

Nilai R/C = 3,59 ternyata lebih besar dari 1, maka dapat disebutkan bahwa secara ekonomi usaha tani sayuran layak diusahakan di Kecamatan Medan Marelan. Karena diduga memberi keuntungan bagi petani. Dalam menganalisis keuntungan dapat dilakukan dengan Efisiensi Penggunaan Modal (ROI) dan Titik Impas Pulang Modal (BEP)

a. Efisiensi penggunaan Modal (ROI)

Untuk mengetahui keuntungan usahatani dikaitkan dengan modal yang dikeluarkan dilakukan analisa Return of Investment (ROI). Besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh keuntungan yang dicapai dan perputaran modal.

1. ROI Pola Sawi-bayam,Kangkung

ROI =

i usaha Modal

i usaha Keuntungan

tan tan


(57)

= 602.155 139. 5 622.502.84 x 100%

= 445,9%

Nilai Roi sebesar 445,9% menggambarkan bahwa dari Rp 100 modal yang ditanam akan diperoleh keuntungan Rp 445,9, dengan demikian ROI dikategorikan tinggi dan usahatani pola sawi – bayam – kangkung adalah efisien.

2. ROI Pola Cabe – Kacang Panjang – Timun - Terong

ROI =

i usaha Modal i usaha Keuntungan tan tan x 100% = 280.822 184. 8 220.054.17 x 100%

= 119,4

Nilai Roi sebesar 119,4% menggambarkan bahwa dari Rp 100 modal yang ditanam akan diperoleh keuntungan Rp 119,4, dengan demikian ROI

dikategorikan rendah dan usahatani pola Cabe – Kacang Panjang – Timun - Terong kurang efisien.

b. Titik Impas Pulang Modal (BEP)

BEP volume produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan agar usahatani sayuran tidak mengalami kerugian.

BEP Volume Produksi =

Penjualan a H oduksi Biaya Total arg Pr

1. BEP Volume Produksi sawi

BEP =

1000 67 1.437.144,


(58)

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi sawi mencapai 1437 ikat titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

2. BEP Volume Produksi Bayam

BEP =

500 58 1.517.822,

= 3.035 ikat

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi bayam mencapai 3.035 ikat titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

3. BEP Volume Produksi Kangkung

BEP =

500 16 1.546.745,

= 3.093 ikat

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi bayam mencapai 3.093 ikat titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

4. BEP Volume Produksi Cabe

BEP =

7500 67 3.493.066,

= 465,74 kg

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi cabe mencapai 465,74 kg titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

5. BEP Volume Produksi Kacang Panjang

BEP =

2500 33 3.634.007,

= 1453,6 kg

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi kacang panjang mencapai 465,74 kg titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak


(59)

6. BEP Volume Produksi Timun

BEP =

2000 67 2.499.186,

= 1249,59 kg

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi timun mencapai 1249,59 kg titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

7. BEP Volume Produksi Kacang Panjang

BEP =

3000 67 2.697.783,

= 899,26 kg

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat volume produksi terong mencapai 899,26 kg titik impas tercapai, artinya usaha sawi tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

4. Hubungan Faktor Produksi dengan Pendapatan Petani Sayur

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pada umumnya proses produksi berjalan dengan adanya persyaratan yang dibutuhkan yang sering disebut faktor produksi yakni alam (lahan), tenaga kerja dan modal dan manajemen. Keempat faktor produksi tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan produksi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pendapatan petani

Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis ke 4 yakni : “Ada hubungan yang signifikan antara luas lahan, tenaga kerja, modal dengan pendapatan Petani sayur”.


(60)

Untuk membuktikan hipotesis tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis Rgeresi Linier Berganda yaitu :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3

Dimana :

Y = Pendapatan Petani (Rp ) X1 = Luas Lahan (Ha)

X2 = Jumlah tenaga kerja (HKP)

X3 = Modal (Rp)

b1, b2, b3 = Koefisien regresi

a = Intersep

Berdasarkan data variabel pada lampiran 61 dan analisis melalui program Statistical Product and Service Solution (SPSS) maka diperoleh nilai : a = 3,856; b1 = 210,973; b2 = 0 .170; b3 = -9.4915, maka persamaan regresi adalah :

Y = 3,856 + 210,973X1 + 0,170X2 – 9,915X3

Persamaan di atas menunjukkan bahwa faktor luas lahan, tenaga kerja dan modal secara bersama-sama mempunyai hubungan yang erat dengan pendapatan petani, artinya secara bersama-sama ada pengaruh faktor luas lahan, tenaga kerja dan modal terhadap pendapatan usahatani sayuran di daerah penelitian.

Berdasarkan nilai F diketahui F hitung = 153,764 sedangkan F-hitung dengan = 0,05 dengan dk (3 : 42) pada lampiran 59 adalah 2,83 maka dapat disebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara luas lahan, tenaga kerja dan modal dengan pendapatan petani sayur, maka hipotesis 4 yang diajukan diterima kebenarannya.

Besar hubungan variabel luas lahan, tenaga kerja dan modal dengan pendapatan petani berdasarkan nilai determinasi (r2)


(1)

35 0.4 7800000 2691000 5109000 5108999 36 1 21000000 5860000 15140000 15139999 37 0.72 15000000 4333800 10666200 10666199 38 0.46 9600000 3099200 6500800 6500799 39 0.32 6600000 2067800 4532200 4532199 40 0.31 6720000 2087800 4632200 4632199 41 0.39 7500000 2736000 4764000 4763999 42 0.3 6600000 2062800 4537200 4537199 43 0.26 5700000 1941200 3758800 3758799 44 0.24 4800000 1669600 3130400 3130399 45 0.32 6000000 2027800 3972200 3972199 46 0.28 5850000 1876200 3973800 3973799

Jlh 6.15 128220000 40466755 87753245 87753238

Rata-rata 0.41 8548000 2697784 5850216 5850216

Lampiran 57. Nilai-Nilai Variabel Penelitian

No

Spl X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

Y

1 0.16 54 8.6 3800 56 32

0 32 3200 720 8.8 2 0.2 57 10.9 5000 70 40


(2)

3 0.2 55 10.4 5000 70 40

0 40 4000 900 10.5 4 0.24 64 12.9 6000 84 48

0 48 4800 1080 12 5 0.24 68 12.7 5800 82 48

0 48 4800 1080 13.2 6 0.28 80 15.2 6900 84 56

0 56 5600 1260 14 7 0.16 47 8.8 3800 56 32

0 32 3200 720 9.2 8 0.24 64 13.1 5900 84 48

0 48 4800 1080 13.2 9 0.28 75 14.8 7000 96 56

0 56 5600 1260 14.7 10 0.24 61 12.7 6000 84 48

0 48 4800 1080 13.2 11 0.32 75 17.5 8000 110 64

0 60 6400 1440 16.8 12 0.16 52 8.4 3800 56 32

0 30 3200 720 9.2 13 0.12 40 6.5 3000 42 24

0 22 2400 540 6.9 14 0.12 42 6.9 2900 40 24

0 24 2400 540 6.6 15 0.16 69 8.9 3000 56 32

0 32 3200 720 8.4 16 0.12 44 6.2 2900 40 24

0 24 2400 540 6.9 17 0.16 49 8.2 3800 56 32

0 32 3200 720 8.8 18 0.2 60 10.9 5000 70 40

0 40 4000 900 11 19 0.28 75 14.2 5600 96 56

0 56 5600 1260 14.7 20 0.4 111 20.8 9800 140 80

0 80 8000 1800 21 21 0.32 75 17.9 7900 112 64

0 64 6400 1440 16.8 22 0.4 101 21.2 9600 138 80

0 80 8000 1800 24 23 0.24 61 12.9 5600 84 48

0 48 4800 1080 12.6 24 0.32 68 13.7 7800 104 64

0 64 6400 1440 16 25 0.2 57 9.9 4600 68 40

0 40 4000 900 12 26 0.28 66 13.3 5300 96 56

0 56 5600 1260 14 27 0.24 74 12.5 5800 84 48

0 48 4800 1080 12.6 28 0.4 95 20.5 9700 138 80

0 80 8000 1800 20 29 0.24 62 13.7 5700 84 48

0 48 4800 840 12.6 30 0.2 59 10.5 4800 68 40

0 40 4000 980 12 31 0.17 48 9.3 3600 54 32

0 32 3200 720 8.4 32 0.38 134 5.275 4150 450 425 305 8000 13400 8.2


(3)

33 0.29 95 4.225 3320

0 360 340 244 6400 10720 6.544 34 0.48 142 5.81 4980

0 540 510 366 9600 16080 9.888 35 0.4 129 5.27 4150

0 450 425 305 8000 13400 8.54 36 1 188 12.662 10375

0 1125 1062.5 762.5 20000 33500 20.5 37 0.72 152 9.484 7470

0 810 765 549 14400 24120 14.76 38 0.46 142 5.335 4980

0 540 510 366 9600 16080 9.78 39 0.32 93 4.725 3320

0 360 340 244 6400 10720 6.528 40 0.31 93 4.205 3320

0 360 340 244 6400 10720 6.586 41 0.39 141 5.27 4150

0 450 425 305 800 13400 8.24 42 0.3 94 4.225 3320

0 360 340 244 6400 10720 7.352 43 0.26 99 3.7 2905

0 315 297.5 213.5 5600 9380 5.72 44 0.24 87 3.16 2490

0 270 255 183 4800 8040 4.908 45 0.32 87 4.21 3320

0 360 340 244 6400 10720 7.356 46 0.28 91 3.685 2905

0 315 297.5 213.5 5600 9380 5.68 Keterangan :

Y = Produksi sayuran (ton)

X1 = Luas lahan usahatani sayuran (Ha) X2 = Penggunaan tenaga kerja (HKP) X3 = Penggunaan bibit (Kg)

X4 = Penggunaan pupuk kandang (Kg) X5 = Penggunaan pupuk Urea (Kg) X6 = Penggunaan pupuk SAP (Kg) X7 = Penggunaan pupuk KCL (Kg) X8 = Penggunaan pupuk NPK (Kg) X9 = Penggunaan Fungisida (ml) X10 = Penggunaan insektisida (ml)

Lampiran 58. Koefisien Rgeresi, Analisis Varians dan Koefisien Regresi


(4)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) .451 .457 .985 .331

VAR Luas lahan (X1) 8.264 12.732 .286 .649 .520

VAR Tenaga Kerja (X2) .001 .010 .002 .031 .975

VAR Bibit (X3) .108 .175 .118 .617 .541

VAR Pupuk Kandang (X4) .001 .000 .122 .848 .402

VAR Pupuk Urea (X5) .088 .036 .868 2.441 .019

VAR Pupuk SAP (X6) -5.077(a) -1.144 .260 -.185 .000

VAR Pupuk KCl (X7) -5.562(a) -1.449 .156 -.232 .000

VAR Pupuk NPK (X8) -1.556(a) -.501 .619 -.082 .000

VAR Herbisida (X9) .001 .000 .016 .209 .836

VAR Insektisida (X10) .001 .000 .340 .551 .585

a Dependent Variable: VAR Produksi (Y)

ANOVA(b)

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 880.876 7 125.839 275.025 .000(a)

Residual 17.387 38 .458

Total 898.264 45

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .990(a) .981 .977 .67643

a Predictors: (Constant), VAR00010, VAR00004, VAR00002, VAR00009, VAR00003, VAR00005, VAR00001


(5)

No. Sampel Luas Lahan (Ha)

Jumlah TK (HKP)

Modal (Rp 000000)

Pendapatan (Rp000000)

1 0.16 54 3.34 13.7

2 0.20 57 3.94 17.93

3 0.20 55 3.87 15.78

4 0.24 64 4.53 18.75

5 0.24 68 4.6 20.96

6 0.28 80 5.39 21.77

7 0.16 47 3.11 14.59

8 0.24 64 4.55 21.7

9 0.28 75 5.19 22.32

10 0.24 61 4.4 21.16 11 0.32 75 5.72 25.72 12 0.16 52 3.29 15.07 13 0.12 40 2.6 11.51 14 0.12 42 2.63 10.15 15 0.16 69 3.74 13.1 16 0.12 44 2.63 10.65 17 0.16 49 3.24 13.14 18 0.20 60 3.89 17.98 19 0.28 75 5.29 23.03 20 0.40 111 7.48 34.62 21 0.32 75 5.67 28.01 22 0.40 101 7.29 40.26 23 0.24 61 4.58 20.68 24 0.32 68 5.57 25.47 25 0.20 57 3.96 19.82 26 0.28 66 5.06 22.1 27 0.24 74 4.95 18.63 28 0.40 95 7.34 31.46 29 0.24 62 4.53 19.05 30 0.20 59 3.98 19.79 31 0.17 48 3.21 13.63 32 0.38 134 9.67 13.18 33 0.29 95 7.41 11.34 34 0.48 142 11 16.66

35 0.4 129 9.45 13.46

36 1 188 21 37.13

37 0.72 152 16.1 25.49 38 0.46 142 11.1 16.66 39 0.32 93 7.43 11.06 40 0.31 93 7.36 11.64 41 0.39 141 9.78 12.33

42 0.3 94 7.41 12.07


(6)

44 0.24 87 5.86 7.828 45 0.32 87 7.27 11.86 46 0.28 91 6.6 9.796 Lampiran 61. Koefisien Regresi Analisis Varians

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B

Std.

Error Beta

(Constant) 3.856 1.303 2.959 .005

VAR Luas Lahan (X1) 210.973 10.808 4.357 19.520 .000

VAR Tenaga Kerja (X2) .170 .037 .760 4.592 .000

VAR Modal (X3) -9.915 .694 -4.629 -14.294 .000

a Dependent Variable: VAR Pendapatan (Y)

ANOVA(b)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2305.436 3 768.479 153.764 .000(a)

Residual 209.906 42 4.998

Total 2515.343 45

a Predictors: (Constant), VAR00003, VAR00002, VAR00001 b Dependent Variable: VAR00004

Model Summary

Mod

el R

R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .957(a) .917 .911 2.23557