BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam
kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
analisis titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
I.2. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Cu
2+
di dalam sampel
I.3. Manfaat Percobaan
Sebagai alat bantu dalam penentuan kadar Cu
2+
secara aplikatif dalam berbagai sampel yang didalamnya mengandung ion Cu
2+
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Reduksi-Oksidasi
Proses reduksi-oksidasi redoks adalah suatu proses yang menyangkut perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi yang lain. Reduksi adalah
penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion, atau molekul. Sedangkan oksidasi adalah pelepasan sata atau lebih elektron dari suatu atom,
ion, atau molekul. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia, dan pelepasan elektron oleh
suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian yang lain, dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi. Dalam reaksi
oksidasi reduksi redoks terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan
pengoksidasi. Kedua reaksi paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis sebagai
berikut: red oks + n é
Dimana red menunjukan bentuk tereduksi disebut juga reaktan atau zat pereduksi, oks adalah bentuk teroksidasi oksidan atau zat pengoksidasi, n
adalah jumlah elektron yang ditransfer dan é adalah elektron.
II.2. Reaksi Redoks
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat-zat anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir titrasi redoks dapat
dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator. Contoh dari reaksi redoks:
5Fe
2+
+ MnO
4
+ 8H
+
5Fe
3+
+ Mn
2+
+ 4H
2
O
Dimana:
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 2
5Fe
2+
5Fe
3+
+ 5e merupakan reaksi oksidasi MnO
4
+ 8H
+
+ 5e Mn
2+
+ 4H
2
O merupakan reaksi reduksi
II.3. Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat:
Oksidator + KI I
2
+ 2e I
2
+ Na
2
S
2
O
3
NaI + Na
2
S
4
O
6
II.4. Iodimetri
Iodimetri adalah analisis titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor +I
2
2I Na
2
S
2
O
3
+I
2
NaI + Na
2
S
4
O
6
II.5. Teori Indikator Amylum
Amylum merupakan indikator kuat terhadap iodin, yang akan berwarna biru bila suatu zat positif mengandung iodin. Alasan dipakainya amilum sebagai
indikator, diantaranya:
Harganya murah
Mudah didapat
Perubahan warna saat TAT jelas
Reaksi spontan tanpa pemanasan
Dapat dipakai sekaligus dalam iodo-iodimetri
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 3
Sedangkan kelemahan indikator ini adalah:
Tidak stabil mudah terhidrolisa
Mudah rusak terserang bakteri
Sukar larut dalam air Cara pembuatan indikator amylum:
3 gram kanji dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, lalu ditetesi aquades
sampai terbentuk pasta.
Masukkan air yang telah dipanaskan pada suhu 60-65 C sebanyak 100 cc ke dalam beaker glass yang berisi pasta amylum tersebut kemudian diaduk
sampai amylum benar-benar larut.
Bila perlu tambahkan 3 tetes KI sebagai pelindung dari peruraian bakteri.
Diamkan sampai mengendap, setelah dingin ambil bagian tengah larutan sebagai indikator.
II.6. Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi adalah tahapan-tahapan reaksi yang menggambarkan seluruh rangkaian suatu reaksi kimia. Mekanisme reaksi iodo-iodimetri:
2Cu
2+
+ 4I
-
2CuI + I
2
I
2
+ 2S
2
O
3 2-
2I
-
+ S
4
O
6 2-
I
2
+ I
-
I
3 -
Amylum + I
3 -
Amylum + I
-
biru
II.7. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
1. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan dingin, di dalam erlenmeyer tanpa katalis agar mengurangi oksidasi I
-
oleh O
2
dan udara menjadi I
2
. 2. Na
2
S
2
O
3
adalah larutan sekunder yang harus distandarisasi terlebih dulu. 3. Penambahan indikator di akhir titrasi sesaat sebelum TAT
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 4
4. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium asam kuat karena akan terjadi hidrolisa amylum.
5. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium alkali kuat karena I
2
akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat.
6. Larutan Na
2
S
2
O
3
harus dilindungi dari cahaya karena cahaya membantu aktivitas bakteri thioparus yang mengganggu.
II.8. Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1. Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O Natrium Tiosulfat Fisis :
BM : 158,09774 grmol BJ : 1.667 grcm
3
, solid TD : terdekomposisi
TL : 48,3°C Chemist :
Anion Tiosulfat bereaksi secara khas dengan asam H+ menghasilkan
sulfur, sulfur dioksida, dan air S
2
O
3aq
+ 2H
+
S
s
+ SO2
g
+ H
2
O
l
Anion Tiosulfat bereaksi secara stokiometri dengan iodin dan terjadi
reaksi redoks 2S
2
O
3 2-
aq
+ I
2aq
S
4
O
6 2-
aq
+ 2I
- aq
2. HCl Fisis :
BM : 36,47 grmol BJ : 1,268 grcc
TD : 85°C TL : -110°C
Kelarutan dalam 100 bagian air 0°C = 82,3 Kelarutan dalam 100 bagian air 100°C = 56,3
Chemist :
Bereaksi denga Hg2+ membentuk endapan putih Hg2Cl2 yang tidak larut
dalam air panas dan asam encer tapi larut dalam amoniak encer, larutan KCN serta tiosulfat.
2HCl + Hg
2+
2H
+
+ Hg
2
Cl
2
Hg
2
Cl
2
+ 2NH
3
HgNH
4
Cl +Hg +NH
4
Cl
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 5
Beraksi dengan Pb
2+
membentuk endapan putih PbCl
2
2HCl + Pb
2+
PbCl
2
↓ + 2H
+
Mudah menguap apalagi bila dipanaskan
Konsentrasi tidak mudah berubah karena udaracahaya
Merupakan asam kuat karena derajat disosiasinya tinggi
3. KI Potasium Iodida Fisis :
BM : 166,0 grmol BJ : 3,13 grcm
3
, solid TD : 1330°C
TL : 681°C Kelarutan dalam air pada suhu 6°C : 128 gr100ml
Chemist:
Ion iodida merupakan reducing agent, sehingga mudah teroksidasi
menjadi I2 oleh oxidising agent kuat seperti Cl2 2KI
aq
+ Cl
2aq
2KCl + I
2aq
KI membentuk I3- ketika direaksikan dengan iodin
KI
aq
+ I
2
KI
3aq
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 6
BAB III METODE PERCOBAAN
III.1. Alat dan Bahan
III.1.1. Bahan 1. Sampel
2. Na
2
S
2
O
3
3. K
2
Cr
2
O
7
4. HCl pekat 5. KI 0,1 N
6. Amylum 7. NH
4
OH dan H
2
SO
4
8. Aquades III.1.2. Alat
1. Buret, Klem, dan Statif 2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur 4. Beaker glass
5. Pipet tetes 6. Pipet volum
7. Corong 8. Pengaduk
9. Termometer 10. Indikatot pH
11. Kompor listrik
III.2. Gambar Alat
Gambar 3.1. Gambar 3.2. Erlenmeyer Gambar 3.3. Buret, Klem dan Statif Gelas Ukur
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 7
. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Pipet Volum
Beaker Glass Pipet Tetes
Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Termometer Corong
Pengaduk Kaca
Gambar 3.10. Gambar 3.11. Kompor Listrik Indikator PH
III.3. Keterangan Alat
1. Buret : untuk tempat titran untuk titrasi. Klem : untuk penyambung antara buret dan statif.
Statif : untuk penyangga buret 2. Erlenmeyer : untuk tempat titrat.
3. Gelas Ukur : untuk mengukur volume larutan. 4. Beaker Glass : untuk tempat zat larutan.
5. Pipet Tetes : untuk mengambil larutan. 6. Pipet Volum : untuk mengambil larutan dengan volume tertentu.
7. Corong : untuk membantu memindahkan larutan.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 8
8. Pengaduk Kaca : untuk mengaduk. 9. Thermometer : untuk mengukur suhu.
10. Indikator PH : untuk mengukur PH larutan. 11. Kompor Listrik : untuk memanaskan.
III.4. Cara Kerja
III.4.1. Pembuatan amylum 1. Timbang 3 gram kanji, masukkan ke dalam beaker glass 250 ml
2. Tambahkan 100 ml aquades, panaskan sampai suhu 40°C sambil diaduk 3. Kemudian lanjutkan proses pemanasan sampai suhu 60°C tanpa pengadukan
4. Angkat, tutup dengan kantong plastik hitam, simpan di tempat gelap, tunggu 5 menit, lapisan tengah yang berwarna putih susu yang digunakan sebagai
indikator III.4.2. Standarisasi Na
2
S
2
O
3
dengan K
2
Cr
2
O
7
0,01 N 1. Ambil 10 ml K
2
Cr
2
O
7
, encerkan dengan aquadest sampai 40 ml. 2. Tambahkan 2,4 ml HCl pekat.
3. Tambahkan 12 ml KI 0,1 N. 4. Titrasi campuran tersebut dengan Na
2
S
2
O
3
sampai warna kuning hampir hilang.
5. Kemudian tambahkan 3-4 tetes amylum sampai warna biru. 6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
7. Catat kebutuhan titran Na
2
S
2
O
3
seluruhnya. N Na
2
S
2
O
3
= VxN K 2Cr 2O 7
V Na 2 S 2 O 3 III.4.3. Menentukan kadar Cu
2+
dalam sampel 1. Ambil 10 ml sampel.
2. Test sampel, jika terlalu asam tambah NH
4
OH sampai pH 3-5 dan jika terlalu basa tambah H
2
SO
4
sampai pH 3-5 3. Masukkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi dengan Na
2
S
2
O
3
sampai warna kuning hampir hilang. 5. Tambahkan 3-4 tetes indikator amylum sampai warna biru.
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 9
7. Catat kebutuhan Na
2
S
2
O
3
seluruhnya. Cu
2+
ppm = VxN Na
2
S
2
O
3
x BM Cu x 1000
V sampel Atau
Cu
2+
ppm = VxN Na
2
S
2
O
3
x BM Cu x 1000
10 mgr L
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN