1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu tujuan utama sebuah perusahaan adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Manajer sebagai pengelola perusahaan
diharapkan dapat mengoptimalkan nilai perusahaan serta mampu melakukan pengelolaan sumber daya perusahaan secara efektif dan efisien. Untuk
mempertanggungjawabkan kepada investor atas pengelolaan sumber daya perusahaan yang telah dipercayakan kepada manajemen maka diterbitkanlah
laporan keuangan. Laporan keuangan financial statements adalah dokumen perusahaan yang melaporkan sebuah perusahaan dalam istilah moneter dan
merupakan media yang paling penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan
keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan
membutuhkan informasi keuangan diantaranya adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah,
dan masyarakat. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 Tentang Penyajian Laporan
Keuangan, Paragraf ke 7 Revisi 2009 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Di dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi, aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk
2
keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas Nugroho dan Mutmainah, 2012.
Laporan keuangan harus dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan SAK yang telah disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan DSAK.
SAK memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan. Menurut Wardhani 2008 fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku manajer dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan
transaksi keuangan perusahaan. Kebebasan manajemen dalam memilih metode akuntansi ini dimanfaatkan
untuk menghasilkan laporan keuangan yang berbeda-beda di setiap perusahaan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan perusahaan tersebut atau dengan kata
lain perusahaan memiliki kebebasan dalam memilih salah satu dari beberapa alternatif yang ditawarkan dalam standar akuntansi keuangan yang dianggap
sesuai dengan kondisi perusahaan Oktomegah, 2012. Misalnya kebutuhan perusahaan untuk mengantisipasi kondisi perekonomian yang tidak stabil, maka
untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus berhati-hati dalam menyajikan laporan keuangan. Suwardjono 1989 dalam Nugroho dan Indriana
2012 menyatakan bahwa tindakan kehati-hatian tersebut diimplikasikan dengan mengakui biaya atau rugi yang memungkinkan akan terjadi, tetapi tidak
segera mengakui pendapatan atau laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar. Prinsip pelaporan yang bersifat kehati-hatian
tersebut seringkali disebut dengan konservatisme akuntansi.
3
Konservatisme biasanya didefinisikan sebagai reaksi kehati-hatian prudent terhadap ketidakpastian, ditujukan untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan pemegang saham shareholders dan pemberi pinjaman debtholders yang menentukan sebuah verifikasi standar yang lebih tinggi
untuk mengakui goodnews daripada badnews Lara et al, 2005. Ketidakpastian dan risiko tersebut harus tercermin dalam laporan keuangan agar nilai prediksi
dan kenetralan bisa diperbaiki. Konservatisme adalah prinsip dalam pelaporan keuangan yang
dimaksudkan untuk mengakui dan mengukur aktiva dan laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkupi dengan
ketidakpastian Wibowo, 2002 dalam Nugroho dan Indriana, 2012. Konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih cepat, mengakui pendapatan dan untung lebih
lambat, menilai aktiva dengan nilai yang terendah, dan kewajiban dengan nilai tertinggi Sari dan Adhariani, 2009. Implikasi dari penerapan prinsip ini adalah
pilihan metode akuntansi ditunjukan pada metode yang melaporkan laba dan aktiva lebih rendah atau hutang lebih tinggi Nugroho dan Indriana, 2012.
Konservatisme disiarkan untuk tetap digunakan karena konservatisme dapat membatasi tindakan manajer untuk membesar-besarkan laba serta
memanfaatkan informasi yang asimetri ketika menghadapi klaim atas aktiva perusahaan Anggraini dan Trisnawati, 2008. Kebanyakan perusahaan
melaporkan laporan keuangan yang telalu optimistis untuk menarik calon investor baru agar menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut setelah
melihat laporan keuangan yang memiliki laba yang tinggi. Para kreditur
4
mendesak agar laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip konservatisme, karena untuk menetralisir perusahaan yang terlalu optimistis dalam melaporkan
keuangannya Sari dan Adhariani, 2009. Konservatisme merupakan prinsip yang dapat mempengaruhi penilaian dalam akuntansi. Selain itu, penerapan
konservatisme akan menghasilkan laba yang berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan untuk membesar-besarkan laba dan membantu pengguna
laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate Fala, 2007.
Banyak pihak yang mendukung dan menolak konsep konservatisme, karena bagi mereka laporan keuangan yang disajikan dengan menggunakan prinsip
konservatisme akan mengakibatkan laporan keuangan menjadi bias sehingga tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi risiko perusahaan
Haniati dan Fitriany, 2010. Konservastisme bermanfaat bagi perusahaan diungkapkan antara lain oleh Feltham dan Ohloson 1996 dalam sari 2004
dan Ahmed et al 1998 dalam Sari 2004 yang membuktikan bahwa laba dan aktiva yang dihitung dengan konservatisme akuntansi dapat digunakan untuk
menilai perusahaan. Hendriksen dan Breda 1997 dalam Nugroho dan Mutmainah 2012
menyatakan beberapa argumen yang mendukung dan menolak konservatisme. Argumen yang mendukung konsep konservatisme antara lain, konservatisme
dari akuntan penting untuk mengimbangi optimisme berlebihan dari manajer dan pemilik, penilaian lebih saji laba lebih berbahaya daripada kurang saji laba
konsekuensi kebangkrutan lebih serius dari pada keuntungan, dan untuk
5
mengurangi risiko risiko membayar pajak, risiko diawasi pemerintah dan para analis sekuritas, risiko pembayaran dividen yang tinggi untuk investor.
Argumen yang menolak salah satunya adalah tidak dapat diinterpretasikan dengan tepat dan bertentangan dengan tujuan pengungkapan semua informasi
yang relevan. Givoly dan Hayn 2002 dalam Sari 2004 menunjukkan bahwa telah
terjadi peningkatan penggunaan konservatisme pada perusahaan-perusahaan di Amerika sejak tahun 1980, misalnya banyak perusahaan yang melakukan write
down terhadap pengeluaran riset dan pengembangan. Givoly dan Hayn 2000
menjelaskan bahwa dalam satu dekade terakhir terdapat peningkatan pengunaan laporan keuangan yang konservatif pada perusahaan-perusahaan di Amerika,
hal tersebut membuktikan meskipun banyak pihak yang mengkritik namun konservatisme akuntansi masih dipandang sebagai metoda yang bermanfaat
bagi para pemakai laporan keuangan. Begitupun halnya di Indonesia, umumnya perusahaan di Indonesia memilih konservatisme Anggraini dan Trisnawati,
2008. Balachandaran dan Mohanram 2006 dalam Fuad 2012 membuktikan
bahwa kandungan informasi akuntansi pada perusahaan yang konservatif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak atau kurang
konservatif. Berkurangnya measurement error yang terdapat pada perusahaan yang menerapkan konservatisme akuntansi, sebagaimana dinyatakan oleh
Watts 2003, merupakan penyebab utama tingginya relevansi nilai akuntansi dibandingkan yang non-konservatisme.
6
Terdapat beberapa kasus atau sekandal keuangan terkait dengan penerapan konservatisme akuntansi, diantaranya terjadi pada beberapa perusahaan raksasa
farmasi Amerika Serikat, Merck melakukan mark-up pendapatan revenue senilai US12,4 miliar penggelembungan nilai pendapatan dari anak
perusahaannya yakni Medco, di mana dana tersebut secara nominal tidak pernah diterima oleh Medco. Nilai pendapatan tersebut adalah perolehan dari program
asuransi kesehatan untuk para pekerja. Dilaporkan bahwa nilai pendapatan Medco tersebut merupakan perhitungan sejak 1999 hingga 2001, yang nilainya
setara dengan 10 dari total pendapatan konsolidasi Merck. Medco dilaporkan meraih pendapatan sebesar US29,69 miliar atau 59 dari total pendapatan
Merck yang mencapai US50,69 miliar cybermed.cbn.net.id, 2002. Sehingga menghasilkan nilai laba yang overstated.
Di Indonesia tercatat perusahaan PT Kimia Farma Tbk. KAEF melakukan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan, adapun dampak kesalahan
tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3 dari
penjualan dan 24,7 dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Pada unit industri bahan baku terdapat kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7
miliar. Pada unit logistik sentral terdapat kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar. Pada unit perdagangan besar farmasi
PBF terdapat kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar BAPEPAM,
2002.
7
Selain itu Indofarma juga tersangkut kasus skandal overstate dalam penyajian laporan keuangan, berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM
terbukti PT Indofarma Tbk. PT INAF melaporkan nilai barang dalam proses dinilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya overstated dalam penyajian nilai
persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp 28.870.000.000,00 dua puluh delapan miliar delapan ratus tujuh puluh juta
rupiah. Akibat overstated persedian sebesar Rp 28.870.000.000,00 tersebut, maka Harga Pokok Penjualan akan understated dan menyebabkan laba bersih
juga akan mengalami overstated dengan nilai yang sama pula BAPEPAM, 2004.
Kasus yang terjadi pada Merck, Kimia Farma dan Indofarma menunjukkan adanya kegagalan dalam penerapan konservatisme akuntansi pada beberapa
perusahaan farmasi. Pihak manajemen tidak berhati-hati dalam penyajian laporan keuangan sehingga mengakibatkan overstate laba pada laba bersih. Di
dalam hal ini perusahaan dinilai memiliki optimisme yang berlebihan dalam mengakui laba, sehingga menyebabkan nilai laba menjadi lebih besar dari yang
seharusnya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi manajemen melakukan tindakan
konservatisme, diantaranya adalah struktur kepemilikan manajerial. Struktur kepemilikan memberi pengertian yang berbeda dalam hal mengawasi jalannya
perusahaan. Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan Wahyudi dan
Pawestri, 2006. Pemegang saham terbesar dapat mengendalikan perusahaan
8
antara lain memiliki hak untuk perluasan usaha dan pengambilan keputusan dalam manajemen. Wu 2006 dalam Wardhani 2008 mengatakan bahwa
perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan manajerial yang lebih tinggi menunjukan pola yang lebih konservatif dalam pelaporan pendapatannya.
Hasil penelitian Septian dan Anna 2014 menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap konservatisme
akuntansi, Dewi dan Suryanawa 2014 menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan positif terhadap konservatisme
akuntansi, Fatmariani 2013 menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan negatif terhadap konservatisme akuntansi,
Lafond dan Roychowdhury 2007 menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap konservatisme akuntansi, dan Sari dkk
2014 menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Berbeda dengan hasil
penelitian Wulandari dkk 2014 dan Alfian dan Sabeni 2013 yang menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap konservatisme akuntansi, dan Nugroho dan Mutmainah 2012 yang menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Faktor lain yang mempengaruhi konservatisme adalah leverage tingkat
hutang. Tingkat hutang adalah penggunaan aset dan sumber dana sources of funds
oleh perusahaan yang memiliki beban tetap dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham Sartono, 2001 dalam
9
Alhayati, 2013. Lo 2005 menyatakan jika perusahaan mempunyai hutang yang tinggi, maka kreditur juga mempunyai hak untuk mengetahui dan
mengawasi jalannya kegiatan operasional perusahaan, yang mengakibatkan perusahaan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pelaporan laba.
Hasil penelitian Dewi dan Suryanawa 2014 dan Alhayati 2013 menyimpulkan bahwa tingkat hutang leverage berpengaruh signifikan positif
terhadap konservatisme akuntansi, Alfian dan Sabeni 2013 menyimpulkan bahwa rasio leverage berpengaruh positif signifikan terhadap konservatisme
akuntansi, dan Lafond dan Roychowdhury 2007 menyimpulkan bahwa leverage
berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Berbeda dengan hasil penelitian Pramudita 2012 yang menyimpulkan bahwa tingkat
hutang tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Faktor lain yang juga mempengaruhi konservatisme yaitu growth
opportunities atau kesempatan perusahaan untuk tumbuh. Pertumbuhan
perusahaan merupakan kemampuan perusahaan meningkatkan size-nya Kaliapus dan Trombley, 2001 dalam Fatmariani, 2013. Perusahaan yang
konservatif cenderung dengan perusahaan yang berkembang dan memiliki tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
terdapat cadangan tersembunyi yang dapat digunakan untuk investasi. Dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan maka semakin tinggi
perusahaan untuk memilih akuntansi yang konservatif Sari dkk, 2014. Hasil penelitian Wulandari dkk 2014 menyimpulkan bahwa growth
opportunities berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi, Fatmariani
10
2013 menyimpulkan bahwa growth opportunities berpengaruh signifikan positif terhadap konservatisme akuntansi, dan Alfian dan Sabeni 2013
menyimpulkan bahwa kesempatan tumbuh berpengaruh positif signifikan terhadap konservatisme akuntansi, Berbeda dengan hasil penelitian Septian dan
Anna 2014 dan Lastari 2014 yang menyimpulkan bahwa growth opportunities
tidak berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi, dan Sari dkk 2014 yang menyimpulkan bahwa growth opportunities
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi konservatisme yaitu ukuran
perusahaan. Berdasarkan ukurannya perusahaan dibagi menjadi perusahaan kecil dan besar. Dimana perusahaan yang besar memiliki sistem manajemen
yang lebih kompleks dan memiliki laba yang tinggi pula. Oleh karena itu perusahaan yang besar memiliki masalah dan risiko yang lebih kompleks
daripada perusahaan-perusahaan kecil. Perusahaan yang berukuran besar akan dikenakan biaya politis yang tinggi, sehingga untuk mengurangi biaya politis
tersebut perusahaan menggunakan akuntansi konservatif Aristiyani dan Wirawati, 2013.
Hasil penelitian Septian dan Anna 2014 menyimpulkan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi, dan
Lafond dan Roychowdhury 2007 menyimpulkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Berbeda dengan hasil
penelitian Alfian dan Sabeni 2013 yang menyimpulkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.
11
Penelitian tentang konservatisme akuntansi telah banyak dilakukan, tetapi hasilnya masih belum konsisten. Dari uraian latar belakang yang telah
disebutkan dan adanya penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, maka
peneliti ingin meneliti lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial,
Leverage, Growth Opportunities dan Ukuran Perusahaan terhadap Konservatisme Akuntansi Studi pada Perusahaan
Farmasi yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2014”.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari dkk 2014 mengenai pengaruh struktur kepemilikan
manajerial, debt covenant, dan growth opportunities terhadap konservatisme akuntansi. Adapun perbedaan dari penelitian ini dibandingkan penelitian
sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Variabel Independen
Variabel Independen yang digunakan peneliti terdahulu adalah struktur kepemilikan manajerial, debt covenant, dan growth opportunities.
Penelitian kali ini mengganti variabel debt covenant dengan variabel leverage
berdasarkan penelitian
Alhayati 2013,
dikarenakan pengukurannya yang menggunakan rasio leverage dan leverage lebih dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat konservatisme suatu perusahaan dibandingkan debt covenant. Kemudian menambah satu variabel lain
berdasarkan penelitian Septian dan Anna 2014 yaitu ukuran perusahaan untuk diuji kembali dan mengetahui konsistensi pengaruh variabel tersebut
terhadap konservatisme akuntansi.
12
2. Sampel Penelitian Penelitian sebelumnya menggunakan sampel dari perusahaan sektor
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Sedangkan penelitian kali ini menggunakan sampel dari perusahaan farmasi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Industri farmasi dipilih karena perkembangan industri tersebut saat ini semakin meningkat. Indonesia
terhitung sebagai salah satu negara yang berpotensi mengembangkan pasar farmasi dengan pertumbuhan cukup pesat. Menurut lembaga Frost
Sullivan, pasar farmasi di Indonesia diproyeksikan tumbuh tertinggi keempat di kawasan Asia Pasifik periode 2011-2015 indonesia-
pharmacommunity.blogspot.com, 2012.
B. Perumusan Masalah