Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KOAGULAN

PAC DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN

AIR BAKU (SUNGAI BELAWAN)

TUGAS AKHIR

OLEH :

BRIAN LUMBANTOBING

NIM 122410088

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum pemakaian koagulan PAC dan TAWAS yang lebih efektif untuk menurunkan kekeruhan menggunakan metode Jar test.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penulisan tugas akhir ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi program Diploma-III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku wakil dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


(4)

3. Bapak Rivai Edward Sebayang, ST, Bapak Agung, seluruh pegawai dan staf di PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK yang telah membantu dalam proses pengerjaan Tugas Akhir (TA)

4. Keluarga ku tersayang Lina Yoana lumbantobing, citra lumbantobing, John carlos lumbantobing dan op. Tioras Rajagukguk yang memberikan motivasi dalam penulisan tugas akhir ini.

5. Teman-teman seperjuangan Exaudia sitohang, Risna sitinjak dan Vera sianturi 6. Teman-teman terkasih yang berada di Gang Medan Area no 18A, Ulin,

Agustina, Elvi, Jeni, Evan dan Pridonta yang menginspirasi penulis, memberikan semangat dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayanda Herman lumbantobing tercinta dan Ibunda Lusianna Simatupang tersayang, yang memberi dukungan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendukung. Penulis juga berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca.

Medan, April 2015 Penulis,

BRIAN LUMBANTOBING NIM 122410088


(5)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KOAGULAN PAC DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN AIR BAKU (SUNGAI

BELAWAN)

ABSTRAK

Air bersih sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan aktifitas sehari-hari. Air bersih umumnya digunakan oleh manusia yang akan diolah menjadi air minum. Air bisa menjadi media penyakit, oleh karena itu untuk memperoleh air bersih harus dilakukan dengan beberapa proses pengolahan, baik secara fisis, kimiawi maupun biologi. Salah Salah satu proses pengolahan kimia adalah proses koagulasi dan flokulasi, yakni proses pengumpulan partikel-partikel penyusun kekeruhan yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi menjadi partikel yang lebih besar sehingga dapat diendapkan dengan cara pemberian bahan kimia yang disebut koagulan. Fungsi dari koagulan yaitu mengurangi kekeruhan, warna dan bau dalam air yang mempengaruhi kualitas air. Kekeruhan biasanya disebabkan karena partikel-partikel tanah dan pencemar-pencemar koloidal lainnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan koagulan yang lebih efektif dan lebih menguntungkan antara koagulan PAC dan Tawas menggunakan metode Jar test. Jar test adalah proses pengujian dosis koagulan untuk mendapatkan dosis optimum. Air baku yang dipakai menggunakan kekeruhan yang sama dan pH yang sama. Penambahan koagulan PAC dan Tawas memiliki konsentarasi 1% tetapi dosis yang berbeda untuk menurunkan kekeruhan sehingga diperoleh dosis optimum. Kekeruhan yang diharapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 416/MENKES/PER/IX/1990 yaitu maksimal 5 NTU dan kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi . Setelah diperoleh dosis optimum antara PAC dan Tawas, maka hasil tersebut akan di gunakan dalam pengolahan air baku menjadi air bersih.


(6)

COMPARATIVE EFFECTIVENESS USAGE COAGULANT PAC AND ALUM REDUCE TURBIDITY RAW WATER (BELAWAN STREAM)

ABSTACT

Clean water is needed for survival and daily activities. Clean water is generally used by humans to be processed into drinking water. Water can be a medium of disease, therefore, to obtain clean water should be required with some processing either physical, chemical or biological. One of the chemical treatment process of coagulation and flocculation, which is processing the process of collecting the particles making turbidity is not precipitated by gravity to be large particles so can be precipitated by providing chemicals called coagulant. Coagulant function of which is to reduce turbidity, color and odor in water that affect water quality. Coagulant is usually caused by soil particles and colloidal contaminants.

This research was conducted to obtain a more effective coagulant and more profitable between coagulant PAC and Alum using Jar test method. Jar test is a test process coagulant dosage to obtain optimum dose. Standard water used to use the same turbidity and pH. Alum coagulant addition and PAC has concentration 1% but different dose to reduce turbidity in order to obtain optimum dose. Turbidity is expected in accordance base on keputusan Kementrian Kesehatan RI No: 416/MENKES/PER/IX/1990 is 5 NTU and Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi. Having obtained the optimum dose between PAC and alum then the results will be used in the processing of standard water into clean water.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Air ... 4

2.1.1 Air Sungai ... 5

2.1.2 Air Bersih ... 6

2.1.3 Air Minum ... 7

2.2Purifikasi Air ... 8

2.2.1 Penyimpanan ... 8


(8)

2.2.2.1Koagulasi ... 10

2.2.2.2Pencampuran ... 10

2.2.2.3Flokulasi ... 10

2.2.2.4Sedimentasi ... 12

2.2.2.5Filtrasi ... 13

2.2.3 Klorinisasi ... 13

2.3Koagulan ... 14

2.3.1 Tawas (Alum) ... 14

2.3.2 PAC ... 16

2.4Parameter Fisika Kualitas Air ... 18

2.4.1 Kekeruhan ... 18

2.4.2 Warna ... 20

2.4.3 Rasa ... 20

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN ... 21

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Sampel ... 21

3.3Alat ... 21

3.4Bahan ... 21

3.5Prosedur Pengujian ... 22

3.5.1 Prosedur Penyiapan Sampel air baku (air sungai) ... 22

3.5.2 Prosedur Pembuatan Koagulan PAC ... 22

3.5.3 Prosedur Pembuatan Koagulan Tawas ... 22


(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil ... 24

4.2 Pembahasan ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data kekeruhan Air baku sebelum penambahan koagulan PAC

dan tawas menggunakan turbidimeter ... 24 Tabel 4.2 Data rata-rata kekeruhan dari kelima sampel setelah penambahan

koagulan PAC menggunakan metode Jar test dan turbidimeter ... 25 Tabel 4.3 Uji statistika one way anova dari kelima sampel dilihat dari

parameter kekeruhan menggunakan koagulan PAC ... 26 Tabel 4.4 Data rata-rata kekeruhan dari kelima sampel setelah penambahan

koagulan tawas menggunakan metode Jar test dan turbidimeter ... 27 Tabel 4.5 Uji statistika one way anova dari kelima sampel dilihat dari


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Grafik rata-rata kekeruhan dari kelima sampel setelah

Penambahankoagulan PAC (Poly aluminium chloride) ... 25 Gambar 4.2 Grafik rata-rata kekeruhan dari kelima sampel setelah


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Proses Air Baku menjadi Air Bersih ... 33

Lampiran 2. Bagan Alir Penelitian ... 34

Lampiran 3. Uji statistika one way anova koagulan PAC ... 36

Lampiran 4. Uji statistika one way anova koagulan tawas ... 39

Lampiran 5. Acuan Persyaratan Nilai Kekeruhan berdasarkan Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi ... 42

Lampiran 6. Acuan Nilai kekeruhan Berdasarkan Permenkes 2010 ... 43


(13)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KOAGULAN PAC DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN AIR BAKU (SUNGAI

BELAWAN)

ABSTRAK

Air bersih sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan aktifitas sehari-hari. Air bersih umumnya digunakan oleh manusia yang akan diolah menjadi air minum. Air bisa menjadi media penyakit, oleh karena itu untuk memperoleh air bersih harus dilakukan dengan beberapa proses pengolahan, baik secara fisis, kimiawi maupun biologi. Salah Salah satu proses pengolahan kimia adalah proses koagulasi dan flokulasi, yakni proses pengumpulan partikel-partikel penyusun kekeruhan yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi menjadi partikel yang lebih besar sehingga dapat diendapkan dengan cara pemberian bahan kimia yang disebut koagulan. Fungsi dari koagulan yaitu mengurangi kekeruhan, warna dan bau dalam air yang mempengaruhi kualitas air. Kekeruhan biasanya disebabkan karena partikel-partikel tanah dan pencemar-pencemar koloidal lainnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan koagulan yang lebih efektif dan lebih menguntungkan antara koagulan PAC dan Tawas menggunakan metode Jar test. Jar test adalah proses pengujian dosis koagulan untuk mendapatkan dosis optimum. Air baku yang dipakai menggunakan kekeruhan yang sama dan pH yang sama. Penambahan koagulan PAC dan Tawas memiliki konsentarasi 1% tetapi dosis yang berbeda untuk menurunkan kekeruhan sehingga diperoleh dosis optimum. Kekeruhan yang diharapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 416/MENKES/PER/IX/1990 yaitu maksimal 5 NTU dan kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi . Setelah diperoleh dosis optimum antara PAC dan Tawas, maka hasil tersebut akan di gunakan dalam pengolahan air baku menjadi air bersih.


(14)

COMPARATIVE EFFECTIVENESS USAGE COAGULANT PAC AND ALUM REDUCE TURBIDITY RAW WATER (BELAWAN STREAM)

ABSTACT

Clean water is needed for survival and daily activities. Clean water is generally used by humans to be processed into drinking water. Water can be a medium of disease, therefore, to obtain clean water should be required with some processing either physical, chemical or biological. One of the chemical treatment process of coagulation and flocculation, which is processing the process of collecting the particles making turbidity is not precipitated by gravity to be large particles so can be precipitated by providing chemicals called coagulant. Coagulant function of which is to reduce turbidity, color and odor in water that affect water quality. Coagulant is usually caused by soil particles and colloidal contaminants.

This research was conducted to obtain a more effective coagulant and more profitable between coagulant PAC and Alum using Jar test method. Jar test is a test process coagulant dosage to obtain optimum dose. Standard water used to use the same turbidity and pH. Alum coagulant addition and PAC has concentration 1% but different dose to reduce turbidity in order to obtain optimum dose. Turbidity is expected in accordance base on keputusan Kementrian Kesehatan RI No: 416/MENKES/PER/IX/1990 is 5 NTU and Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi. Having obtained the optimum dose between PAC and alum then the results will be used in the processing of standard water into clean water.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa minuman ataupun makanan tidak menyebabkan/merupakan pembawa bibit penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang sangat diperlukan (Sutrisno, 2004).

Air merupakan sumber utama bagi makhluk hidup di planet ini. Manusia mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air ini akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam bidang kehidupan ekonomi modern, air berfungsi penting untuk budidaya pertanian, industri pembangkit tenaga listrik dan transportasi. Hampir setengah penduduk dunia membutuhkan air sebagai sumber utama kebutuhan. Namun sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah indutri yang tidak dilolah ketika dibuang ke alam atau tercemar karena penggunaannya yang melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui (Sanin, 2011).

Padatan yang dapat mencemari air, berdasarkan ukuran partikel dan sifat-sifat lainnya dapat dikelompokkan menjadi padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan padatan yang terlarut. Padatan yang mengendap terdiri dari


(16)

partikel-partikel yang berukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersebut terbentuk biasanya merupakan akibat erosi. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi berukuran lebih kecil dan lebih ringan daripada padatan terendap. Padatan terlarut terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air seperti gula dan garam-garam mineral hasil buangan industri kimia (Soemarto, 2006).

Keperluan air bersih dari tahun ke tahun khususnya kebutuhan air minum di Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri dan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Ketersediaan air bersih tersebut tergantung pada keadaan sumber air bersih yang semakin sedikit akibat lahan resapan air oleh pesatnya pembangunan, pemakaian air tanah yang tak terkendali dan pencemaran dari industri (Anugrah, 2013).

Seiring dengan meningkatnya kemajuan di sektor industri, semakin meningkat pula masalah pencemaran di Indonesia. Masuknya limbah industri ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut (Soemarto, 2006).

Berdasarkan uraian diatas penulis berkeinginan melakukan uji perbandingan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas untuk menurunkan kekeruhan agar didapat dosis yang optimun sehingga menghasilkan penggunaan koagulan yang lebih efektif sesuai dengan Kesepakatan Sasaran Mutu


(17)

Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi dan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010

1.2 Tujuan

− Mengetahui efektifitas penurunan nilai kekeruhan sebelum dan sesudah penambahan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas menggunakan metode Jar test

− Mendapatkan kondisi optimum pemakaian koagulan PAC (Poly Aluminium Cloride) dan tawas menggunakan metode Jar test yang akan diterapkan dalam sistem pengolahan air di bak flokulasi sesuai dengan Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi dan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010

1.3 Manfaat

Penulis ingin memberikan informasi koagulan mana yang pemakaiannya lebih efektif antara koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas untuk menurunkan nilai kekeruhan pada air baku (sungai belawan) serta bermanfaat untuk menambah wawasan penulis dalam pemakaian koagulan yang lebih menguntungkan dan dapat diterapkan saat pengolahan air di bak flokulasi di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.


(18)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan indsutri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air (Candra, 2007).

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan terutama penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia (Sutrisno, 2004).

Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat dari berbagai jenis makluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai jenis makluk hidup berukuran kecil (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan alergi yang kontinyu selama sistem di dalamnya tidak mengalami gangguan atau hambatan (Soemarto, 2006).


(19)

Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi yang mengikuti 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik. Apabila dituang merata di seluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan air. Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang keberadaannya dijamin konstitusi pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penjamiman atas konstitusi itu lebih dipertegas lagi pada pasal 5 UU No 7 tahun 2004 tentang sumber daya air yang menyatakan: Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air dalam kehidupan pokok sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif (Sanin, 2011).

2.1.1 Air sungai

Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ketempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan, menurut undang-undang persungaian mengenai air sungai adalah suatu daerah yang terdapat di dalamnya air yang mengalir secara terus menerus (Suyono, 1994).

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirnya ke laut. Selain itu dapat digunakan juga untuk berjenis-jenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, pengelolahan air dan lain-lain (Suyono, 1994).


(20)

Air sungai biasanya digunakan sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan akan masyarakat akan air bersih. Umumnya air sungai mengandung padatan tersuspensi, baik organik maupun anorganik yang mengeruhkan air. Oleh sebab itu, air sungai harus diolah terlebih dahulu. Cara pengolahan yang digunakan bergantung pada mutu air bakunya (Anugrah, 2013).

2.1.2 Air Bersih

Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas. karena semakin maju tingkat hidup seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk keperluan minum maka dibutuhkan air sebanyak 5 liter/hari sedangkan secara keseluruhan kebutuhan akan air suatu rumah tangga untuk masyarakat Indonesia diperkirakan sebesar 60 liter/hari. Jadi untuk negara-negara yang sudah maju kebutuhan akan air pasti lebih besar dari kebutuhan untuk negara-negara yang sedang berkembang (Sutrisno, 2004).

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah dataran rendah dan berawa seperti di Sumatera dan Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih (Hamonagan, N, 2011).


(21)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat (Candra, 2007).

Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah, maka penyebaran penyakit menular dalam hal ini adalah penyakit perut diharapkan bisa ditekan seminimal mungkin. Penurunan penyakit perut ini didasarkan atas pertimbangan bahwa air merupakan salah satu rantai penularan penyakit perut (Sutrisno, 2004).

2.1.3 Air Minum

Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengolahan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dimulai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari sumber asal air tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut, agar bisa dimanfaatkan sebagai air minum. Oleh karena itu dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa diapakai sebagai sumber persediaan atau tidak (Sutrisno, 2004).


(22)

Menurut Azrul (1979) tentang syarat air minum bahwa pada dasarnya tidak ada air yang seratus persen murni yang patut untuk kesehatan, maka dibedakan atas, yakni:

a. Syarat fisik, Air yang sebaiknya dipergunakan untuk minum ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman. Syarat fisik adalah syarat yang sederhana sekali, karena dalam praktek sehari-hari, sering ditemui air yang memenuhi syarat, karena mengandung bibit penyakit yang membahayakan kesehatan.

b. Syarat bakteriologi, Pemeriksaan bakteriologi air bersih ditujukan untuk melihat adanya kemungkinan pencemaran oleh kotoran maupun tinja. Bakteri yang termasuk jenis coliform antara lain eschericia coli, aerobacter aerogenes dan eschricia feundii. Sifat bakteri golongan coliform adalah berbentuk batang.

2.2 Purifikasi Air

Purifikasi air merupakan salah satu cara untuk menjernihkan atau memurnikan sumber air baku guna mendapatkan air bersih. Proses ini dapat dilakukan dalam skala besar maupun skala kecil disesuaikan dengan kebutuhannya.

2.2.1 Penyimpanan

Air baku diisap atau dialirkan dari sumber seperti sungai, kali dan sebagainya ke dalam bak penampungan alami atau bak buatan yang sudah


(23)

dilindungi dari pencemaran. Air yang disimpan dalam wadah penampungan tersebut akan mengalami proses purifikasi secara alami berikut ini:

a. Proses fisik

Setelah mengalami poses fisik ini, kualitas air sudah dapat diperbaiki sampai sekitar 90%. Benda-benda yang terlarut dalam air akan mengendap dalam 24 jam dan air akan bertambah jernih.

b. Proses kimiawi

Selama penampungan juga berlangsung proses kimiawi. Dalam proses ini, bakteri aerobik akan mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air dengan bantuan oksigen bebas. Akibatnya, konsentrasi ammonia bebas akan berkurang sementara konsentrasi nitrat justru meningkat

c. Proses biologis

Organisme pathogen berangsur-angsur akan mati. Keadaan semacam ini dapat terlihat jika air disimpan selama 5-7 hari. Dalam kondisi tersebut, jumlah bakteri dalam air akan berkurang sampai 90% (Candra, 2007).

2.2.2 Penyaringan

Untuk memastikan bahwa satuan-satuan utama dalam suatu instalasi pengolahan bekerja dengan efisiensi, maka perlu dilakukan pembuangan sampah-sampah besar yang mengambang dan terapung, misalnya batang-batang dan cabang-cabang kayu yang mungkin ada di tempat-tempat penyadapan terutama di sungai-sungai. Saringan kasar dari batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50 mm) dipergunakan untuk tujuan ini. Pada instalasi-instalasi kecil, saringan semacam ini biasanya dibersihkan secara manual (dengan


(24)

tenaga orang). Instalasi-instalasi yang besar umumnya mempergunakan saringan-saringan yang dibersihkan secara mekanik (Linsley, 1986).

Proses filtrasi dapat dilakukan melalui slow sand filter (filter biologis) dan rapid sand filter (filter mekanis). Slow sand filter dipakai untuk proses purifikasi air dalam skala kecil sedangkan rapid sand filter dipakai untuk proses purifikasi air dalam skala besar. Berikut tahapan di dalam poses purifikasi air yang menggunakan metode rapid sand filter:

2.2.2.1Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi partikel koloid dan partikel tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektrinya untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel dan bahan yang digunakan untuk penetralan disebut koagulan (Rosariawari, 2013).

Dalam proses koagulasi ini, air sungai yang telah tersedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum (Al2[SO4]3 atau aluminium sulfat) dengan dosis bervariasi antara 5-40 mg/l bergantung pada turbiditas, warna, suhu dan pH airnya (Candra, 2007).

2.2.2.2Pencampuran

Air yang telah diberi alum dimasukkan dalam bak pencampur dan diputar sedemikian rupa selama beberapa menit sehingga terjadi diseminasi alum di dalam air (Candra, 2007).

2.2.2.3Flokulasi

Bila bahan-bahan kimia pengental ditambahkan ke air yang mengandung kekeruhan, akan terbentuk kumpulan partikel yang turun mengendap. Untuk


(25)

melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus (flokulasi) selama 20 hingga 30 menit. Hal ini menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan pengendapan gaya berat (Linsley, 1986).

Flokulasi dapat dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai cara, termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat; pengaliran melalui di atas dan di bawah kolam-kolam pengaduk; dan dengan penambahan suatu gas, biasanya udara. Input tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai flokulasi berbeda-beda dari kira-kira 1 hingga 2 hp per juta gallon (0,2 hingga 0,4 kw/103 m3) kapasitas tangki flokulator (Linsley, 1986).

Koloid-koloid yang tidak stabil cenderung untuk menggumpal. Kecepatan penggumpalan ditentukan oleh banyaknya tumbukan dan benturan yang terjadi antara partikel partikel koloid. Pada proses flokulasi ini, tumbukan antar partikel dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu :

- Tumbukan akibat gerakan zig-zag partikel secara acak. Tumbukan yang diakibatkan oleh gerakan zig-zag partikel secara acak dikenal dengan flokulasi perikenetik atau disebut gerak brown yang mengakibatkan penggabungan antar flok


(26)

- Tumbukan akibat pengaruh gerakan media dikenal dengan flokulasi ortokinetik. Gradien kecepatan pada gerakan media mengakibatkan partikel-partikel yang terbawa media akan mempunyai kecepatan yang berbeda sehingga terjadi tumbukan antar partikel (flok). Perbedaan kecepatan media sesungguhnya merupakan faktor penentu dalam proses flokulasi (Rosariawari, 2013).

Proses flokulasi sebenarnya tidak bisa terganggu. Nanum, efisiensi proses tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar dan jenis zat tersuspensi, pH larutan, kadar dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan dan adanya beberapa macam ion terlarut yang tertentu. Faktor-faktor ini kalau kurang optimal dapat menghalangi flokulasi (Rosariawari, 2013).

2.2.2.4Sedimentasi

Sedimentasi adalah pengedapan flokulat bersama dengan zat yang terlarut dalam air secara bakteri. Waktu yang diperlukan berkisar antara 2-6 jam dan paling tidak 95 % flokulat itu harus telah di endapkan sebelum air dialirkan ke dalam bak rapid sand filter (Candra, 2007).

Setiap unit bak penyaringan memiliki permukaan seluas 80-90 m2(900 kaki2). Ukuran efektif butir pasir yang digunakan berkisar antara 0,6-2,0 mm. Tinggi bak penyaringan adalah 1 m dan dibawah lapisan pasir terdapat batu-batu koral berdiameter 30-40 cm yang berfungsi sebagai penyanggah lapisan pasir diatasnya. Di bagian dasar bak penyaringan terdapat saluran pipa outlet yang berlubang-lubang. Ketinggian air di atas lapisan pasir berkisar antara 1,0-1,5 m dan kecepatan filtrasi antara 5 sampai 15 m3/m2/jam (Linsley, 1986).


(27)

Pemurnian air dengan cara pengendapan dimasaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat diendapkan ke luar. Waduk-waduk penampang bertindak sebagai kolam pengendap. Tetapi karena adanya arus kerapatan, gangguan-gangguan yang diakibatkan oleh angin dan faktor-faktor lainnya, kolam-kolam tersebut tidak dapat diandalkan untuk penjernihan yang baik. Kolam-kolam yang dibangun untuk tujuan khusus bagi pembuangan bahan terapung dari air biasanya terbuat dari beton bertulang dan dapat berbentuk empat persegi panjang atau bulat (Linsley, 1986).

Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang bersangkutan air hangat kurang rapat, sehingga suatu partikel akan mengendap lebih cepat daripada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel-partikel lumpur yang terkumpul (Linsley, 1986).

2.2.2.5Filtrasi

Sisa-sisa flok alum yang tidak mengendap pada proses sedimentasi akan menutupi permukaan lapisan pasir menyerupai lapisan Zoogleal yang terbentuk pada metode slow sand filter (Candra, 2007).

2.2.3 Klorinisasi

Klorinisasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam poroses


(28)

purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang. Karena sebagai desinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate dan kloramin (Candra, 2007).

2.3 Koagulan

Koagulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Tawas dan PAC. Kemampuan Tawas dan PAC akan dibandingkan untuk menurunkan kekeruhan pada air.

2.3.1 Tawas (Alum)

Tawas (alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia AL2(SO4)3.11H2O, 14H20 atau 18H20 umumnya yang digunakan adalah 18H20. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada ph 4 – 8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka Ph akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara ph 5,8 – 7,4 (Hamonagan, N, 2011).


(29)

Massa jenis alum adalah 480 kg/m3 dengan kadar air 11 – 17 %. Dosis alum dapat dikurangi dengan cara: penurunan kekeruhan air baku, filtrasi langsung untuk kekeruhan <50 NTU, penambahan polimer, dan penyesuaian pH optimum (6.0 – 8.0). Aluminium sulfat memerlukan alkalinitas (seperti kalsium bikarbonat) dalam air agar terbentuk flok:

Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + CaSO4 + 18H2O + 6CO2 CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 + Na2SO4

Bila alkalinitas alamnya kurang, perlu dilakukan penambahan Ca(OH)2 : Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(OH)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O

Alternatif lain adalah penambahan NaCO3 yang relatif lebih mahal (Rosariawari, 2013).

Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Range pH optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai rangenya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi (Rosariawari, 2013).

Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai koagulan dalam pengolahan air, sring menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah daripada dalam air mentah itu sendiri (Hamonagan, N, 2011).


(30)

2.3.2 PAC

Menurut Raharjo dalam Setianingsih (2000), PAC adalah polimer alumunium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai hasil riset dan pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya adalah alumunium dan alumunium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang. Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani partikel – partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih efisien. PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang tinggi dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang tinggi sehingga dapat memperkecil flok dalam air yang dijernihkan meski dalam dosis yang berlebihan (Rosariawari, 2013).

PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa, sebab PAC,memiliki muatan listrik positif yang tinggi sehingga PAC dapat dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel – partikel koloid tersebut saling mendekat (gaya tarik menarik kovalen) dan membentuk gumpalan/ massa yang lebih besar. Segi positif penggunaan PAC adalah rentang pH untuk PAC adalah 6 – 9. Daya koagulasi PAC lebih baik dan flok yang dihasilkan relatif lebih besar. Konsumsi PAC lebih sedikit sehingga biaya penjernihan air persatuan waktu lebih kecil. Akibat langsung dari proses penjernihan keseluruhan yang lebih singkat


(31)

adalah kapasitas penjernihan air (dari instalasi yang sudah ada) akan meningkat. Sedangkan segi negatif penggunaan PAC adalah penyimpanan PAC cair memerlukan kondisi temperatur maksimal 40˚C (Rosariawari, 2013).

PAC tidak keruh bila pemakaiannya berlebih, sedangkan koagulan utama (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat) bila dosis berlebihan bagi air akan keruh, akibat dari flok yang berlebihan. Maka pengunaan PAC dibidang penjernihan air lebih praktis. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa. PAC merupakan kelas dari Aluminium Chloride, yang telah dikenal dalam persenyawaan kimia organik kompleks dengan ion hidroksil (-OH) serta ion – ion aluminium bertaraf Chlorinasi yang berlainan sebagai bentuk polynuclear. Rumus umum PAC adalah (Al2(OH)nCl6-n)m. PAC digunakan sebagai koagulan dan flokulan dalam suatu proses pengolahan air. Aplikasi PAC pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

- Pada pemrosesan air permukaan untuk keperluan air bersih, air minum dan air untuk proses industri (PDAM, industri kertas, industri textile, industri baja, industri kayu, dll)

- Pada pemrosesan limbah cair industri, antara lain : industri pulpen dan kertas, industri textile, industri gula, industri makanan, dan lain – lain. Sifat – sifat PAC:

a) Titik beku = -18˚C b) Boiling point = 178˚C

c) Rumus empiris = (Al2(OH)6-n)m dengan 1<n<5 dan m<10 (Rosariawari, 2013).


(32)

2.4 Parameter Fisika Kualitas Air

Beberapa parameter fisika kualitas air adalah:

2..1 Kekeruhan

Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Nilai numerik yang menunjukan kekeruhan didasarkan pada turut-campurnya bahan-bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel (Sutrisno, 1996).

Kekeruhan menggambarkan suatu sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA , 1976; Davis dan Cornwell dalam Effendi, 2000).

Nilai ini tidak secara langsung menunjukkan banyaknya bahan tersuspensi, tetapi ia menunjukkan kemungkinan penerimaan konsumen terhadap air tersebut. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia tidak menjadi disenangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan untuk penggunaaan rumah tangga, usaha penghilangan secara hampir sempurna bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan adalah penting (Sutrisno, 1996).


(33)

Standar yang ditetapkan oleh U.S Public Health Service mengenai kekeruhan ini adalah batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat, tetapi dalam praktek angka standar ini umumnya tidak memuaskan. Kebanyakan bangunan pengolahan air yang modern menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi.Dari tinjauan tentang standar kualitas fisis ini, secara umum dapat dilihat bahwa:

a. Penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut, yang selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan tidak “safe”

b. Terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa dan kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan, dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksis terhadap manusia (Sutrisno, 1996).

Kekeruhan mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang terbagi halus, dari mana pun asalnya, yang ada di dalam air. Tingkat kekeruhan tergantung pada kehalusan partikel-partikel dan konsentrasinya. Di waktu yang lalu, standar untuk perbandingan adalah turbidimeter Jackson. Dengan alat ini, kekeruhan ditetapkan sebagai ukuran kedalaman air yang dibutuhkan untuk menghilangnya bahaya cahaya lilin. Sekarang, kekeruhan di ukur dengan suatu turbidimeter yang mengukur gangguan


(34)

lintasan cahaya melalui suatu contoh air. Air permukaan yang mengalami kenaikan tingkat kekeruhan yang besar setelah terjadinya hujan sering disebut sebagai “air yang mengkilat”. Air semacam ini lebih sulit untuk diolah daripada air yang tingkat kekeruhannya hamper tetap (Linsley, 1986).

2.4.2 Warna

Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa-rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan, air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karna mengandung lumpur dan air buangan yang mengandung besi/ tanin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polus. Warna air yang berbeda atas dua macam yaitu warna sejati (true color) yang di sebabkan bahan-bahan terlarut, dan warna semu (apperent color), yang selain disebabkan oleh adanya bahan-bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid (Kanisius, 1992).

2.4.3 Rasa

Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi dan rasa yang menyimpang tersebut biasanya dihubungkan dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal. Sebagai contoh, bau fenol, dari air buangan, yang berasal dari pabrik gas, petroleum dan plastik juga diaggap mempunyai rasa fenol dan bau khlor karena adanya senyawa khoramin (R-NH-C) atau (R-N-Cl2) juga dianggap mempunyai rasa klor (Kanisius, 1992).


(35)

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengujian Efektivitas koagulan PAC dan Tawas terhadap kekeruhan menggunakan jartest di laboratorium PDAM TIRTANADI Instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak yang berlokasi di desa Klambir V Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang. Pengujian dilaksanakan pada pukul 10,15 WIB

3.2 Sampel

Air sungai Belawan Hamparan Perak sebanyak 30 liter

3.3 Alat

- Beaker gelas - Elemeyer - Jartest - Jerigen 5 L - Kuvet - Pipet tetes

- Pipet volum 10 ml - Tisu

- Turbidimeter

3.4 Bahan

- Air Baku - Akuades


(36)

- Serbuk Koagulan PAC - Granul Koagulan Tawas

3.5 Prosedur Pengujian

3.5.1 Prosedur Penyiapan Sampel air baku (air sungai)

a. disiapkan 2 buah jerigen

b. diambil air baku di sungai hulu belawan dengan cara berlawanan arah sungai dan dengan jarak 5 m.

c. dimasukkan air baku ke dalam beaker gelas 1000 ml. d. air baku siap di lakukan penelitian

3.5.2 Prosedur Pembuatan Koagulan PAC

a. Disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan

b. Diambil serbuk pac sebanyak 10 mg dan di timbang dengan konsentrasi 1% c. Dilarutkan dalam 1000 ml menggunakan akuades di homogenkan

3.5.3 Prosedur Pembuatan Koagulan Tawas

a. Disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan

b. Diambil granul Tawas sebanyak 10 mg dan di timbangdengan konsentrasi 1%

c. Dilarutkan dalam 1000 ml menggunakan akuades di homogenkan

3.5.4 Prosedur Metode Jartest

a. Masing-masing beaker gelas yang berisi air baku 1000 ml di pastikan tidak basah (kondisi luar kering).

b. Dibuat label di setiap masing-masing beaker gelas yang akan diisi koagulan PAC dan untuk tawas


(37)

c. Dimasukkan koagulan PAC sebanyak 10 ml ke masing-masing beaker gelas dan koagulan Tawas sebanyak 10 ml ke masing-masing beaker gelas

d. Dimasukkan ke dalam alat jar test

e. Dihidupkan alat jartest dan lampu jar test

e. Diturunkan alat pengadukan pada jar test tepat di posisi tengah beaker gelas f. Tekan kecepatan mixer dengan kekuatan 140 rpm dan tekan tombol

kecepatan waktu selama 5 menit, setelah itu atur kembali kecepatan mixer 50 rpm dengan kecepatan 10 menit, kemudian matikan kecepatan mixer dengan cara mengembalikan ke posisi nol terlebih dahulu kemudian atur waktu selama 20 menit.

g. Di ukur kekeruhan masing-masing air yang telah di Jartest dengan cara mengambil air secukupnya yang kemudian dimasukan kedalam kuvet. Setelah itu, masukan kuvet tersebut ke dalam alat turbidimeter. Didapat nilai kekeruruhan dengan satuan NTU


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Air baku ditambahkan dengan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas menggunakan metode Jar test dengan dosis yang berbeda namun konsentrasi yang sama dengan menggunakan 5 sampel. Konsentrasi PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas yang digunakan pada penelitian ini adalah 1%. Berikut merupakan Kekeruhan Air baku sebelum penambahan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas yang dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Data kekeruhan Air baku sebelum penambahan koagulan PAC dan Tawas menggunakan turbidimeter

No. Sampel Air Baku

Kekeruhan

1 Sampel 1 63,5

2 Sampel 2 62,7

3 Sampel 3 64,3

4 Sampel 4 60,9

5 Sampel 5 61,7

Setelah terjadi penambahan koagulan setiap sampel menghasilkan nilai kekeruhan yang berbeda-beda menggunakan alat turbidimeter dengan dosis (ppm) yang berbeda. Setelah pengujian kekeruhan dari kelima sampel dengan dosis yang berbeda diperoleh simpangan baku dari kelima sampel. Berikut merupakan hasil kekeruhan menggunakan koagulan PAC dengan dosis yang berbeda-beda dengan hasil rata-rata kekeruhan dan simpangan bakunya. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(39)

Tabel 4.2 Data kekeruhan dari lima sampel air baku dengan penambahan koagulan PAC menggunakan metode Jar test dan turbidimeter

Untuk dapat melihat lebih jelas efektitivitas kekeruhan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dari tabel 4.1 di atas maka dapat dilihat dari gambar grafik. Berikut merupakan gambar grafik rata-rata pengujian kekeruhan dar kelima sampel dengan dosis berbeda dapat dilihat pada gambar grafik (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Grafik rata-rata simpangan baku kekeruhan dari kelima sampel air baku menggunakan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride). No. Sampel Kekeruhan dengan Dosis PAC yg berbeda (NTU)

19 ppm 21 ppm 23 ppm 25 ppm 27 ppm 29 ppm 1. 2. 3. 4. 5 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 18,6 18,1 18,7 19,2 19,1 1,27 1,25 1,26 1,20 1,19 1,01 1,14 1,08 1,35 1,27 0,74 1,06 0,92 1,20 1,11 0,50 0,63 0,57 0,69 0,60 0,40 0,42 0,44 0,53 0,51 Rata-rata ± SD 18,74 ± 0,439 1,23 ± 0,036 1,17 ± 0,138 1,00 ± 0,17 0,598 ± 0,070 0,46 ± 0,057


(40)

Tabel 4.3 Uji statistika one way anova dari kelima sampel dilihat dari parameter kekeruhan menggunakan koagulan PAC

ANOVA Konsentrasi Kekeruhan

Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1329.460 5 265.892 6276.464 .000

Within Groups 1.017 24 .042

Total 1330.476 29

Homogeneous Subsets

Konsentrasi Kekeruhan

Dosis koagulan pac N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tukey HSDa

Dosis PAC 29 ppm 5 .4600 Dosis PAC 27 ppm 5 .5980

Dosis PAC 25 ppm 5 1.0060 Dosis PAC 23 ppm 5 1.1700 Dosis PAC 21 ppm 5 1.2340

Dosis PAC 19 ppm 5 18.7400

Sig. .892 .513 1.000

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan statistika yang signifikan dengan probabilitas lebih kecil dari 0.05 antara jumlah nilai kekeruhan setelah dilakukan Jar test terhadap 5 jenis dosis koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) [F(265.8) = 6276, P: 0.000]. karena itu HO ditolak dan menerima H1.

Selain koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride), penambahan koagulan Tawas juga menghasilkan nilai kekeruhan yang berbeda-beda pada setiap dosisnya. Berikut merupakan hasil kekeruhan menggunakan koagulan Tawas yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(41)

Tabel 4.4 Rata-rata kekeruhan dari kelima sampel air baku dengan penambahan koagulan Tawas menggunakan metode Jar test dan turbidimeter

Untuk dapat melihat lebih jelas efektitivitas kekeruhan koagulan Tawas dari tabel 4.3 di atas maka dapat dilihat dari gambar grafik. Berikut merupakan gambar grafik rata-rata pengujian kekeruhan dari kelima sampel dengan dosis berbeda dapat dilihat pada gambar grafik (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Grafik rata-rata simpangan baku kekeruhan dari kelima sampel air baku menggunakan koagulan Tawas.

No. Sampel Kekeruhan dengan Dosis Tawas yg berbeda (NTU) 19

ppm

21 ppm 23 ppm 25 ppm 27 ppm 29 ppm 1. 2. 3. 4. 5 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 20,3 19.9 21,2 20,5 19,6 10,50 10,30 13,60 12,90 10,20 6,27 7,35 9,06 10,30 7,01 4,30 6,20 4,93 6,37 5,42 2,91 4,33 3,20 3,32 3,19 2,60 3,65 2,72 2,51 2,62 Rata-rata ± SD 20,3 ± 0,61 11,5 ± 1,62 7,998 ± 1,64 5,444 ± 0,866 3,39 ± 0,546 2,82 ± 0,46


(42)

Tabel 4.5 Uji statistika one way anova dari kelima sampel dilihat dari parameter kekeruhan menggunakan koagulan Tawas

ANOVA Konsentrasi Kekeruhan

Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 1080.858 5 216.172 186.021 .000

Within Groups 27.890 24 1.162

Total 1108.748 29

Homogeneous Subsets

Konsentrasi Kekeruhan

Dosis koagulan Tawas N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tukey HSDa

Dosis Tawas 29 ppm 5 2.8200

Dosis Tawas 27 ppm 5 3.3900 3.3900

Dosis Tawas 25 ppm 5 5.4440

Dosis Tawas 23 ppm 5 7.9980

Dosis Tawas 21 ppm 5

Dosis Tawas 19 ppm 5

Sig. .958 .059 1.000

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan statistika yang signifikan dengan probabilitas lebih kecil dari 0.05 antara jumlah nilai kekeruhan setelah dilakukan Jar test terhadap 5 jenis dosis koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) [F(216.172) = 186.021, P: 0.000]. karena itu HO ditolak dan menerima H1.


(43)

4.2 Pembahasan

Nilai kekeruhan sebelum ditambahkan koagulan PAC dan Tawas adalah 63,5 serta nilai Ph 6,9. Kekeruhan tersebut memiliki nilai yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan proses pengolahan air baku. Menurut (Rosariawari, 2013) Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas, namun dapat pula garam Fe (III) atau salah satu polielektrolit organis. Selain pembubuhan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut (bertumbukan) dan akhirnya bersama-sama mengendap. Kekeruhan dipengaruhi oleh: benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dan sebagainya), adanya jasad-jasad renik (plankton) dan warna air.

Dalam penilitian ini, untuk menurunkan kekeruhan ditambahkan koagulan PAC dan Tawas yang akan dihasilkan koagulan yang lebih efektif dan dibandingkan dengan Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi dan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Setelah penambahan koagulan PAC, nilai rata-rata kekeruhan setiap sampel dengan uji statistika one way anova adalah 18.74 NTU, 1.23 NTU, 1.17 NTU, 1.00 NTU, 0,59 NTU dan 0,46 NTU sedangkan dengan penambahan koagulan Tawas nilai kekeruhan menjadi 20.3 NTU, 11.5 NTU, 7.99 NTU, 5.44 NTU, 3.39 NTU dan 2.82 NTU. Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa total rata-rata kekeruhan air baku setelah diberi penambahan koagulan PAC adalah sebesar 3.86 NTU sedangkan total rata-rata kekeruhan air baku setelah diberi penambahan


(44)

koagulan tawas adalah sebesar 8.57 NTU. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa koagulan PAC lebih efektif dibandingkan dengan koagulan Tawas karena mampu menurunkan tingkat kekeruhan sampai 93.83% dari rata-rata kekeruhan awal yaitu sebesar 62.62 NTU menjadi 3.86 NTU sedangkan koagulan tawas hanya mampu menurunkan kekeruhan 86.31% yaitu dari tingkat kekeruhan 62.62 NTU menjadi 8.57 NTU.

Oleh karena itu, saat pengolahan air baku menjadi air bersih dosis optimum yang dapat dipergunakan adalah dengan menggunakan koagulan PAC dosis 21 ppm dengan kekeruhan yang akan dihasilkan 1.23 NTU yang dibandingkan sesuai dengan Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi yaitu ≤ 2 dan sesuai dengan PERMENKES No.

492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu maksimal 5 NTU. Pada kondisi dosis 23 ppm, 25 ppm, 27 ppm dan 29 ppm kekeruhan air bersih juga sudah memenuhi persyaratan. Namun, pada saat pengolahan air baku menjadi air bersih, penambahan koagulan PAC yang digunakan adalah pada dosis 21 ppm disebabkan penggunaan koagulan yang dipakai lebih sedikit sehingga lebih menguntungkan dan efisien.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

− Rata-rata nilai kekeruhan sebelum penambahan koagulan PAC dan Tawas adalah 62.62 NTU. Setelah penambahan koagulan PAC nilai rata-rata kekeruhan adalah 18.74 NTU, 1.23 NTU, 1.17 NTU, 1.00 NTU, 0.59 NTU dan 0.46 NTU sedangkan dengan penambahan koagulan tawas rata-rata nilai kekeruhan menjadi 20.3 NTU, 11.5 NTU, 7.99 NTU, 5.44 NTU, 3.39 NTU dan 2.82 NTU. Koagulan PAC lebih efektif dibandingkan dengan koagulan tawas karena mampu menurunkan tingkat kekeruhan sampai 93.83% dari kekeruhan awal yaitu sebesar 62.62 NTU menjadi 3.86 NTU sedangkan koagulan tawas hanya mampu menurunkan kekeruhan 86.31% yaitu dari tingkat kekeruhan 62.62 NTU menjadi 8.57 NTU.

− Dosis optimum yaitu 21 ppm dengan rata-rata kekeruhan 1,23 NTU menggunakan koagulan PAC yang akan digunakan untuk proses pengolahan air baku

5.2 Saran

− Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menganalisa parameter lain dari air baku (sungai Belawan), misalnya pH, logam-logam, E-Coli. − Penentuan dosis koagulan pada saat Jar test hendaknya dilakukan secara

teliti untuk memperoleh dosis koagulan yang tepat untuk air baku yang akan diolah


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, T.O. (2013). Efektivitas Campuran Poli Aluminium Clorida (PAC) dan Aluminium Sulfat (Tawas) Sebagai Koagulan Dalam Pengolahan Air Bersi .campur.polialuminium Klorida PAC-dan aluminium-sulfat tawas- sebagai koagulan dalam pengolahan-air-bersih%

Azrul, A. (1979). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Mutia ra. Halaman: 24

. 19 Januari 2015. Halaman: 1

Candra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit buku kedokteran. EGC:Jakarta. Halaman: 39-41; 50-53

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolahan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Bogor: Fakultas pertanian dan ilmu kelautan IPB. Halaman: 258

Hamonangan, N dan susilawati. 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan: Usu Press. Halaman: 17; 50-52

Kanisius. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kasinius. Halaman: 22-27

Linsley, Ray K. 1986. Teknik Sumber Daya Air, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman: 119-123

Rosariawari, Firra. (2013). Efektifitas PAC dan Tawas Untuk Menurunkan Kekeruhan Pada air Permukaan. http;//eprints.upnjatim.ac.id/4832/. 29 Maret 2015. Halaman: 2-6

Sanin, B. (2011). Sumber Daya Air dan Kesejahteraan Publik. Bogor: PT Penerbit ITB Press. Halaman: 1-3

Soemarto, S. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Triksakti University Press. Halaman: 9-12

Sutrisno,C, dkk. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT Rineka Cipta. Halaman: 1-2; 10- 11; 30-31

Suyono, s. (1994). Perbaikan dan pengaturan sungai. Jakarta: PT Pradya Paramita. Halaman: 3-4


(47)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Proses Air Baku menjadi Air Bersih

Air Sungai Belawan Sebelum di Jar test

Sampel Proses Jar test


(48)

Lampiran 2. Bagan Alir Penelitian a. Pengambilan sampel

Diambil 5 liter air baku sungai PDAMTirtanadi Hamparan Perak dengan jarak ± 3 m

Dimasukkan ke dalam 2 buah jerigen Di masukkan ke dalam beaker gelas 1000 ml

Pengujian dapat dilakukan

b. Pembuatan larutan koagulan PAC

Ditimbang serbuk PAC sebanyak 10 mg dengan konsentrasi 1%

Dimasukkan ke dalam erlemeyer 1000 ml

Dilarutkan dengan akuades sebanyak 1000 ml secara perlahan-lahan

Diaduk dengan batang pengaduk sampai serbuk larut homogen dengan akuades Air baku sungai PDAM Tirtanadi

Hamparan Perak

Air baku di dalam beaker 1000 ml

Serbuk PAC

Larutan koagulan PAC


(49)

c. Pembuatan larutan koagulan Tawas

Ditimbang serbuk PAC sebanyak 10 mg dengan konsentrasi 1%

Dimasukkan ke dalam erlemeyer 1000 ml

Dilarutkan dengan akuades sebanyak 1000 ml secara perlahan-lahan

Diaduk dengan batang pengaduk sampai serbuk larut homogen dengan akuades

d. Pengujian koagulan pac dan tawas untuk menentukan dosis optimum

Diambil larutan pac dan tawas dengan konsentrasi 19 ppm, 21 ppm , 23 ppm, 25 ppm dan 27 ppm

Dihidupkan alat jar test

Diatur waktu dan kekuatan mixer yaitu: tahap koagulasi kekuatan 140 rpm dengan waktu 5 menit, tahap floakulasi kekuatan 50 rpm dengan waktu 10 menit dan tahap sedimentasi tidak

menggunakan mixer hanya didiamkan selama 20 menit.

Dilakukan pengujian terhadap kekeruhan untuk menentukan dosis optimum. Dosis optimum yang digunakan adalah ≤ 2 NTU

Larutan koagulan Tawas Granul Tawas

6 Beaker gelas berisi 1000 ml air baku (air sungai)


(50)

Lampiran 3. Uji statistika one way anova koagulan PAC

Oneway

Descriptives Konsentrasi Kekeruhan

N Mean Std. Deviation

Std. Error 95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

Dosis PAC 19

ppm 5 18.7400 .43932 .19647 18.1945 Dosis PAC 21

ppm 5 1.2340 .03647 .01631 1.1887

Dosis PAC 23

ppm 5 1.1700 .13874 .06205 .9977

Dosis PAC 25

ppm 5 1.0060 .17994 .08047 .7826

Dosis PAC 27

ppm 5 .5980 .07050 .03153 .5105

Dosis PAC 29

ppm 5 .4600 .05701 .02550 .3892

Total 30 3.8680 6.77337 1.23664 1.3388

Descriptives Konsentrasi Kekeruhan

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Upper Bound

Dosis PAC 19 ppm 19.2855 18.10 19.20

Dosis PAC 21 ppm 1.2793 1.19 1.27

Dosis PAC 23 ppm 1.3423 1.01 1.35

Dosis PAC 25 ppm 1.2294 .74 1.20

Dosis PAC 27 ppm .6855 .50 .69

Dosis PAC 29 ppm .5308 .40 .53


(51)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Dependent Variable: Konsentrasi Kekeruhan

(I) Dosis koagulan PAC

(J) Dosis koagulan PAC

Mean Difference

(I-J)

Tukey HSD

Dosis PAC 19 ppm

Dosis PAC 21 ppm 17.50600* Dosis PAC 23 ppm 17.57000* Dosis PAC 25 ppm 17.73400* Dosis PAC 27 ppm 18.14200* Dosis PAC 29 ppm 18.28000*

Dosis PAC 21 ppm

Dosis PAC 19 ppm -17.50600* Dosis PAC 23 ppm .06400 Dosis PAC 25 ppm .22800 Dosis PAC 27 ppm .63600* Dosis PAC 29 ppm .77400*

Dosis PAC 23 ppm

Dosis PAC 19 ppm -17.57000* Dosis PAC 21 ppm -.06400 Dosis PAC 25 ppm .16400 Dosis PAC 27 ppm .57200* Dosis PAC 29 ppm .71000*

Dosis PAC 25 ppm

Dosis PAC 19 ppm -17.73400* Dosis PAC 21 ppm -.22800 Dosis PAC 23 ppm -.16400 Dosis PAC 27 ppm .40800* Dosis PAC 29 ppm .54600*

Dosis PAC 27 ppm

Dosis PAC 19 ppm -18.14200* Dosis PAC 21 ppm -.63600* Dosis PAC 23 ppm -.57200* Dosis PAC 25 ppm -.40800* Dosis PAC 29 ppm .13800

Dosis PAC 29 ppm

Dosis PAC 19 ppm -18.28000* Dosis PAC 21 ppm -.77400* Dosis PAC 23 ppm -.71000* Dosis PAC 25 ppm -.54600* Dosis PAC 27 ppm -.13800 Multiple Comparisons

Dependent Variable: Konsentrasi Kekeruhan

(I) Dosis koagulan PAC (J) Dosis koagulan PAC Std. Error Sig.

Tukey HSD Dosis PAC 19 ppm

Dosis PAC 21 ppm .13017* .000

Dosis PAC 23 ppm .13017* .000


(52)

Dosis PAC 27 ppm .13017* .000

Dosis PAC 29 ppm .13017* .000

Dosis PAC 21 ppm

Dosis PAC 19 ppm .13017* .000

Dosis PAC 23 ppm .13017 .996

Dosis PAC 25 ppm .13017 .513

Dosis PAC 27 ppm .13017* .001

Dosis PAC 29 ppm .13017* .000

Dosis PAC 23 ppm

Dosis PAC 19 ppm .13017* .000

Dosis PAC 21 ppm .13017 .996

Dosis PAC 25 ppm .13017 .803

Dosis PAC 27 ppm .13017* .002

Dosis PAC 29 ppm .13017* .000

Dosis PAC 25 ppm

Dosis PAC 19 ppm .13017* .000

Dosis PAC 21 ppm .13017 .513

Dosis PAC 23 ppm .13017 .803

Dosis PAC 27 ppm .13017* .046

Dosis PAC 29 ppm .13017* .004

Dosis PAC 27 ppm

Dosis PAC 19 ppm .13017* .000

Dosis PAC 21 ppm .13017* .001

Dosis PAC 23 ppm .13017* .002

Dosis PAC 25 ppm .13017* .046

Dosis PAC 29 ppm .13017 .892

Dosis PAC 29 ppm

Dosis PAC 19 ppm .13017* .000

Dosis PAC 21 ppm .13017* .000

Dosis PAC 23 ppm .13017* .000

Dosis PAC 25 ppm .13017* .004


(53)

Lampiran 4. Uji statistika one way anova koagulan tawas

Oneway

Descriptives Konsentrasi Kekeruhan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Dosis Tawas 19

ppm 5 20.3000 .61237 .27386

Dosis Tawas 21

ppm 5 11.5000 1.62019 .72457

Dosis Tawas 23

ppm 5 7.9980 1.64386 .73516

Dosis Tawas 25

ppm 5 5.4440 .86639 .38746

Dosis Tawas 27

ppm 5 3.3900 .54658 .24444

Dosis Tawas 29

ppm 5 2.8200 .46995 .21017

Total 30 8.5753 6.18326 1.12890

Descriptives Konsentrasi Kekeruhan

95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

Dosis Tawas 19 ppm 19.5396 21.0604 19.60 21.20

Dosis Tawas 21 ppm 9.4883 13.5117 10.20 13.60

Dosis Tawas 23 ppm 5.9569 10.0391 6.27 10.30

Dosis Tawas 25 ppm 4.3682 6.5198 4.30 6.37

Dosis Tawas 27 ppm 2.7113 4.0687 2.91 4.33

Dosis Tawas 29 ppm 2.2365 3.4035 2.51 3.65


(54)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Dependent Variable: Konsentrasi Kekeruhan

(I) Dosis koagulan Tawas

(J) Dosis koagulan Tawas

Mean Difference

(I-J)

Tukey HSD

Dosis Tawas 19 ppm

Dosis Tawas 21 ppm 8.80000* Dosis Tawas 23 ppm 12.30200* Dosis Tawas 25 ppm 14.85600* Dosis Tawas 27 ppm 16.91000* Dosis Tawas 29 ppm 17.48000*

Dosis Tawas 21 ppm

Dosis Tawas 19 ppm -8.80000* Dosis Tawas 23 ppm 3.50200* Dosis Tawas 25 ppm 6.05600* Dosis Tawas 27 ppm 8.11000* Dosis Tawas 29 ppm 8.68000*

Dosis Tawas 23 ppm

Dosis Tawas 19 ppm -12.30200* Dosis Tawas 21 ppm -3.50200* Dosis Tawas 25 ppm 2.55400* Dosis Tawas 27 ppm 4.60800* Dosis Tawas 29 ppm 5.17800*

Dosis Tawas 25 ppm

Dosis Tawas 19 ppm -14.85600* Dosis Tawas 21 ppm -6.05600* Dosis Tawas 23 ppm -2.55400* Dosis Tawas 27 ppm 2.05400 Dosis Tawas 29 ppm 2.62400*

Dosis Tawas 27 ppm

Dosis Tawas 19 ppm -16.91000* Dosis Tawas 21 ppm -8.11000* Dosis Tawas 23 ppm -4.60800* Dosis Tawas 25 ppm -2.05400 Dosis Tawas 29 ppm .57000

Dosis Tawas 29 ppm

Dosis Tawas 19 ppm -17.48000* Dosis Tawas 21 ppm -8.68000* Dosis Tawas 23 ppm -5.17800* Dosis Tawas 25 ppm -2.62400* Dosis Tawas 27 ppm -.57000

Multiple Comparisons Dependent Variable: Konsentrasi Kekeruhan

(I) Dosis koagulan Tawas (J) Dosis koagulan Tawas Std. Error

Tukey HSD Dosis Tawas 19 ppm

Dosis Tawas 21 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm .68179*


(55)

Dosis Tawas 27 ppm .68179*

Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 21 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm .68179*

Dosis Tawas 25 ppm .68179*

Dosis Tawas 27 ppm .68179*

Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179*

Dosis Tawas 21 ppm .68179*

Dosis Tawas 25 ppm .68179*

Dosis Tawas 27 ppm .68179*

Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 25 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179*

Dosis Tawas 21 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm .68179*

Dosis Tawas 27 ppm .68179

Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 27 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179*

Dosis Tawas 21 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm .68179*

Dosis Tawas 25 ppm .68179

Dosis Tawas 29 ppm .68179

Dosis Tawas 29 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179*

Dosis Tawas 21 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm .68179*

Dosis Tawas 25 ppm .68179*


(56)

Lampiran 5. Acuan Persyaratan Nilai Kekeruhan berdasarkan Kesepakatan Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi


(57)

(58)

(59)

(60)

(1)

Dosis Tawas 27 ppm .68179* Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 21 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179* Dosis Tawas 23 ppm .68179* Dosis Tawas 25 ppm .68179* Dosis Tawas 27 ppm .68179* Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 23 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179* Dosis Tawas 21 ppm .68179* Dosis Tawas 25 ppm .68179* Dosis Tawas 27 ppm .68179* Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 25 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179* Dosis Tawas 21 ppm .68179* Dosis Tawas 23 ppm .68179* Dosis Tawas 27 ppm .68179 Dosis Tawas 29 ppm .68179*

Dosis Tawas 27 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179* Dosis Tawas 21 ppm .68179* Dosis Tawas 23 ppm .68179* Dosis Tawas 25 ppm .68179 Dosis Tawas 29 ppm .68179

Dosis Tawas 29 ppm

Dosis Tawas 19 ppm .68179* Dosis Tawas 21 ppm .68179* Dosis Tawas 23 ppm .68179* Dosis Tawas 25 ppm .68179* Dosis Tawas 27 ppm .68179


(2)

Lampiran 5.

Acuan Persyaratan Nilai Kekeruhan berdasarkan Kesepakatan

Sasaran Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Efektivitas Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas Terhadap Logam Aluminium Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

29 409 48

Efektivitas Koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas (Alum) Terhadap Logam Nitrit (NO2) Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

4 61 61

Perbandingan Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Alum (Tawas) Dalam Mempertahankan Ph Pada Air Sungai Belawan Di Pdam Hamparan Perak

13 125 56

Perbandingan Efektivitas Poly Alumunium Chloride (PAC) dan Tawas dalam Menurunkan Turbidity (Kekeruhan) dan Derajat Keasaman (pH) pada Turbidity 590 NTU

46 281 33

Penetapan Dosis Pemakaian Tawas Sebagai Koagulan Untuk Menjernihkan Air Baku PDAM Tirtanadi Sunggal

23 128 33

EFFEKTIFITAS PAC DAN TAWAS UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN PADA AIR PERMUKAAN.

1 2 10

Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

0 0 14

BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

0 0 17

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KOAGULAN PAC DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN AIR BAKU (SUNGAI BELAWAN) TUGAS AKHIR - Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

0 0 12

EFEKTIVITAS KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN TAWAS TERHADAP LOGAM MANGAN (Mn) PADA AIR BAKU PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK TUGAS AKHIR - Pengaruh Efektivitas Koagulan PAC (Poly Auminium Chloride) dan Tawas terhadap Logam Mangan (Mn) pada Air Baku

0 0 11