Pembinaan Narapidana PEMBINAAN NARAPIDANA DAN PEMBEBASAN BERSYARAT

BAB III PEMBINAAN NARAPIDANA DAN PEMBEBASAN BERSYARAT

DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Pembinaan Narapidana

1. Sistem Pembinaan Pemasyarakatan Dalam pelaksanaannya pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan Petugas Pemasyarakatan adalah pegawai pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Petugas Pemasyarakatan tersebut merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pejabat Fungsional diangkat dan diberhentikan oleh Menteri sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun dalam pengangkatan Pejabat Fungsional tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain: mempunyai latar belakang pendidikan teknis di bidang pemasyarakatan, melakukan tugas yang bersifat khusus di lingkungan Unit Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan, dan memenuhi persyaratan lain bagi fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1 1 Dwidja Priyantno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, h. 109. 37 Implementasi sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas azas-azas sebagai berikut: 1. Pengayoman Pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarkatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanp membeda-bedakan orang. 3. Pendidikan dan Pembimbingan Pendidikan dan Pembimbingan adalah penyeleng-garaan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah. 4. Penghormatan harkat dan martabat manusia Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlukan sebagai manusia. 5. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Yakni Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di LAPAS, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, keterampilan olah raga, atau rekreasi. 6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluaraga dan orang-orang tertentu. Yakni bahwa walaupun Warga Binaan Pemasya-rakatan berada di LAPAS, tetapi harus didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga. Dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 12 tahun 1995, dinyatakan bahwa pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS. Sedangkan pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Adapun proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dilaksanakan secara intramural di dalam LAPAS dan secara ekstremural di luar LAPAS. Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan masyarakat. Sedang-kan pembinaan secara ektremural yang dilakukan oleh BAPAS yang disebut integrasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyara-katan yang memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan penga-wasan BAPAS. Adapun pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap: a Terpidana bersyarat; b Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat-kan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas; c Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan diserahkan kepasa orang tua asuh atau badan sosial; d Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau Pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan orang tua asuh atau badan sosial; dan e Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya. Pasal 6 ayat 3. Pembimbingan oleh BAPAS terhadap Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembimbingannnya diserahkan kepada orang tua asuh, atau badan sosial, karena pembimbingannya masih merupakan tanggung jawab Pemerintah. Terhadap Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada oran tua asuh atau badan sosial, pembimbingannya tetap dilakukan oleh BAPAS karena anak tersebut masih berstatus Anak Negara. Pembimbingnya oleh BAPAS terhadap Anak yang berdasarkan penetapan pengdilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya dilakukan sepanjang ada permintaan dari orang tua atau walinya kepada BAPAS. 2 Pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan meliputi program pembinaan dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian ini diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga Binaan Pemasyarakatan dapat 2 Ibid., h. 108 kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. 3 2. Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan. a. Narapidana Narapidana adalah terpidana seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. b. Anak Didik Pemasyarakatan Anak Didik Pemasyarakatan adalah: 1 Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 delapan belas tahun; 2 Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahka kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 delapan belas tahun; 3 Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 delapan belas tahun. c. Klien Pemasyarakatan 3 Penjelasan Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan atau Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS. Adapun Klien terdiri dari: 1 Terpidana bersyarat; 2 Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas; 3 Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan pembinaanya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; 4 Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau penjabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan 5 Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya. Pasal 42 ayat 1. d. Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Untuk kontrol pelaksanaan sistem pemasyarakatan maka menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan adalah suatu Badan Penasihat Menteri yang bersifat non-struktural. Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang terdiri dari para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non-pemerintah dan perorangan lainnya misalnya dari kalangan organisasi advokat pengacara dan LSM ini bertugas memberi saran dan atau pertimbangan kepada Menteri yang antara lain berdasarkan keluhan atau pengaduan Warga Binaan Pemasyarakatan. Sedangkan Tim Pengamat Pemasyarakat yang terdiri dari pejabat- pejabat LAPAS, BAPAS atau pejabat terkait laiannya memiliki tugas: 1. Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan; 2. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan; dan 3. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasya- rakatan. Pasal 45 Ayat 4. e. Keamanan dan Ketertiban Dalam hal keamanan dan ketertiban di LAPAS yang bertanggung jawab adalah Kepala LAPAS. Dalam menjalankan tugasnya Kepala LAPAS berwenang memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan LAPAS yang dipimpinnya. Adapun jenis hukuman disiplin tersebut dapat berupa: 1. Tutupan sunyi paling lama 6 enam hari bagi Narapidana atau Anak Pidana; dan atau; 2. Menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Namun, dalam memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin, petugas pemasyarakatan wajib: memberlakukan Warga Binaan Pemasyarakatan secara adil dan tidak bertindak sewenang-wenang dan mendasarkan tidankannya pada peraturan tata tertib LAPAS. 3. Pandangan Islam dalam Pembinaan Pemasyarakatan Dalam sistem hukum Islam, pidana penjara kurungan atau juga pemasyarakatan termasuk dalam kelompok pidana ta’zir. Artinya pidana yang merupakan kewenangan hakim untuk menentukannya. Karena putusan perkaranya harus diselesaikan oleh Pengadilan yang dipimpin oleh seorang hakim. Dalam sejarah perkembangan Hukum Islam, jenis pidana penjara telah dipraktekkan sejak masa Nabi Muhammad Saw. para Sahabat dan generasi penerusnya. Sejalan dengan tujuan pemidanaan dalam hukum Islam yang intinya untuk memelihara agama ﻦْﻳﺪﻟا ﻆْﺣ , memelihara akal ْﻘ ْﻟا ﻆْﺣ memelihara jiwa حْوﺮﻟا ﻆْﺣ dan memelihara harta لﺎﻤْﻟا ﻆْﺣ dan memelihara keturunan ْﺴﱠﻨﻟا ﻆْﺣ agar pelaku tindak pidana mendapat pelajaran, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan kembali menjadi manusia yang baik. Konsep ini sejalan dengan konsep taubat. Menurut ajaran Islam, taubat merupakan satu-satunya cara bagi manusia untuk membersihkan diri dari berbagai bentuk kesalahan dan dosa dan melepaskannya dari kecemasan yang mengguncangkan jiwa. 4 4 Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara Bagian I, diakses pada tanggal 15 November 2009 dari http:www.ditjenpas.go.idindex.php?option=com_contenttask=viewid=178Itemid =9. Taubat dalam pandangan Islam harus dilakukan segera dan diiringi dengan tekad untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Kesungguhan dalam bertaubat harus dibuktikan dalam bentuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Taubat dalam pandangan Islam artinya ruju’ kembali pada perbuatan-perbuatan yang baik serta diridhai oleh Allah swt. Dengan demikian, taubat berarti kembali kepada fitrah kemanusiaan, kesucian dan dengan melaksanakan atau mematuhi dan menaati perintah Allah swt. serta meninggalkan seluruh perbuatan yang dapat menodai fitrah kemanusiaan. Esensi taubah dalam konsep hukum Islam yang terkait dengan pemidanaan penjara, sejalan dengan konsep pemidanaan dalam Sistem Pemasyarakatan di Indonesia. 5

B. Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam