Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik

(1)

PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK

TESIS

ARI GUSNITA 097112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh ARI GUSNITA

097112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik

Nama Mahasiswa : ARI GUSNITA Nomor Induk Mahasiswa : 097112001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I

dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K) dr. Zainuddin Amir, SpP(K)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) …..…….. Anggota : 1. Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S (K) ………… 2.Dr.DarlanDjaliChan, Sp.S ………….. 3.Dr.YuneldiAnwarSp.S(K) ………….. 4.Dr.RusliDhanu, Sp.S (K) ………….. 5. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) ………… 6. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) …….……… 7.Dr.PujiPintaO.Sinurat, Sp.S ……… 8.Dr.KhairulP.Surbakti, Sp.S ………….. 9.Dr.CutAria Arina, Sp.S …………. 10.Dr.Kiki M. Iqbal, Sp.S …………. 11.Dr.AlfansuriKadri, Sp.S ………….. 12.Dr.DinaListyaningrum, Sp.S, MSi,Med ... 13. Dr. Aida Fitri, Sp. S .………….


(5)

PERNYATAAN

Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai

Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik- Spesialis di Bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister kedokteran.

Yang terhormat Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), (Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister.

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH) dan Ketua TKP PPDS FK USU Dr. Zainuddin Amir Sp.P(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan


(7)

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf FK USU

Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan magister ini.

Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Cut Aria Arina,Sp.S dan Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

Kepada yang penulis hormati, guru besar, Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) dan Prof.Dr. Darulkutni Nasution,SpS(K) dan guru- guru penulis,

Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S, Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K), Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K), Dr. Irsan NHN. Lubis, Sp.S, Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S, Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S., Dr. S. Irwansyah, Sp.S, Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S, Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S, Dr. Dina Listyaningrum, SpS, Msi.Med, Dr. Aida Fitri, Sp.S, Dr. Iskandar Nst Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi


(8)

maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.

Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Ariwibowo dan Syafrizal serta seluruh perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan magister ini sampai selesai.

Rekan-rekan sejawat PPDS Departemen Neurologi FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberi masukan berharga kepada penulis dan selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan magister ini.

Semua pasien stroke iskemik yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, penulis haturkan terima kasih yang mendalam.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi, Drs. Sartoni AB dan Amrina yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, dan senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan


(9)

tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu mertua penulis, (Alm) Sutomo dan Hj. Siti Hadjar, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

Teristimewa kepada suamiku tercinta Dr. Eko Waskito Wibowo, yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus dalam suka dan duka, juga kepada kedua saudara kandung saya, Ira Maisita, S.Kom dan Yulia Lestari, AmKeb, yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf

Tersangat istimewa kepada kedua anakku tersayang Aqila Lutfiyah Waskito dan Mhd. Rafif Aditya Waskito yang telah menjadi motivasi dan inspirasi dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.

Kepada seluruh keluarga, rekan dan sahabat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu sekecil apapun, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.


(10)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Medan, September 2011


(11)

ABSTRAK

Latar Belakang : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kadar troponin T menjadi indikator kerusakan otot jantung pasien stroke iskemik sedangkan kadar magnesium berhubungan dengan stroke iskemik melalui perkembangan aterosklerosis

Tujuan : Untuk mengetahui peranan troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik stroke iskemik.

Metodologi : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Januari 2011 hingga April 2011. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Kadar troponin T dan magnesium serum diukur dalam 24 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan NIHSS, MRS dan

BI pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Pada penelitian ini, terdapat 26 pasien dengan 17 lelaki dan 9 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar troponin T dan magnesium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Terdapat hubungan bermakna antara kadar troponin T (r= 0,399, p=0,044) dan magnesium (r=0,455, p=0,02) terhadap skor NIHSS. Uji regresi menunjukkan bahwa dijumpai pengaruh signifikan antara kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS.

Kesimpulan : Kadar serum troponin T dan magnesium tidak memiliki peranan secara bersama-sama sebagai faktor prognostik stroke iskemik. Kadar troponin T dan magnesium serum yang tinggi merupakan prediktor independen outcome yang buruk pada stroke iskemik

Kata kunci : Stroke iskemik akut, troponin T, magnesium, faktor prognostik, NIHSS, MRS, BI


(12)

ABSTRACT

Background : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a

leading cause of mortality and disability. Eksperimental studies showed that the level of troponin T becomes an indicator for cardiac muscle damages in ischemic stroke patients. And the level of magnesium was related to the ischemic stroke by atherosclerosis progression.

Objective : To investigate the role of troponin T and magnesium as

prognostic factors in ischemic stroke.

Methods : An observational cross sectional study was done to acute

ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital from January 2011 to April 2011. The diagnose of acute ischemic stroke was established based on history, neurological examination and head CT scan. Serum troponin T and magnesium were measured within 24 hours after admission. The stroke outcome was measured by using NIHSS, MRS and BI on the fourteenth day.

Results : In this study, there were 26 patients , consisted of 17 men and 9

women. There was no significant difference of troponin T and magnesium levels based on age and gender. There was a significant correlation between troponin T (r=0.399, p=0.44) and magnesium levels (r=0.455, p=0.02) on the NIHSS score. According to the regression test, troponin T and magnesium levels have a significant role to NIHSS score.

Conclusions : Troponin T and magnesium serum levels have no any role

together as prognostic factors in ischemic stroke. The increase of troponin T dan magnesium serum level are independent predictors to outcome of ischemic stroke

Keywords : acute ischemic stroke, troponin T, magnesium, prognostic


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan Tesis...ii

Ucapan Terima Kasih………. v

Abstrak...ix

Daftar Isi...xi

Daftar Singkatan………. xiv

Daftar Lambang……… xvi

Daftar Gambar……… xvii

Daftar Tabel...vii

Lampiran... xix

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ………. .1

I.2. Perumusan Masalah……… . 10

I.3. Tujuan Penelitian……… 10

I.3.1. Tujuan Umum ……….. 10

I.3.2. Tujuan Khusus………. 10

I.4. Hipotesis……… 11

I.5. Manfaat Penelitian... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKEISKEMIK ... 12

II.1.1. Defenisi... 12

II.1.2. Epidemiologi... 12

II.1.3 Faktor resiko... 13

II.1.4. Klasifikasi... 15

II.1.5 Patofisiologi... 18

II.2 TROPONIN T... 19

II.2.1. PelepasanTroponin T... 23

II.3. MAGNESIUM... 30

II.3.1. Metabolisme Mg... .33

II.4. OUTCOME STROKE………. ….. 34

II.5. KERANGKA TEORI... 37

II.6. KERANGKA KONSEP... 38

BAB III. METODE PENELITIAN III.1. TEMPAT DAN WAKTU... 39

III.2. SUBJEK PENELITIAN ... 39

III.2.1. Populasi Sasaran... 39

III.2.2. Populasi Terjangkau... III.2.3. Besar Sampel... 39

III.2.4. Kriteria Inklusi ... 40

III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 40

III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 42

III.4. RANCANGAN PENELITIAN... 42


(14)

III.5.1. Instrumen... 42

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar troponin t... 43

III.5.1.2.Pemeriksaan kadar magnesium... 43

III.5.1.3. Pemeriksaan CT Scan……….. 43

III.5.1.4. Pengukuran Outcome……… 43

III.5.2. Pengambilan Sampel... 43

III.5.3. Kerangka Operasional ... 44

III.5.4. Variabel yang Diamati... 45

III.5.5. Analisa Statistik... 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian...46

IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Troponin T dan Mg Serum... 47

IV.1.3 Distribusi Rerata Nilai Kadar Troponin T Serum Berdasarkan Variabel... 48

IV.1.4 Distribusi Rerata Nilai Kadar Mg Serum Berdasarkan Variabel...50

IV.1.5 Distribusi Rerata Nilai NIHSS, MRS dan BI Berdasarkan Variabel IV.1.5.1. Distribusi Rerata Nilai NIHSS Berdasarkan Variabel ...53

IV.1.5.2. Distribusi Rerata Nilai mRS Berdasarkan Variabel...55

IV.1.5.3. DistribusiRerata Nilai BI Berdasarkan Variabel...57

IV.1.6 Hubungan Kadar Troponin T dan Magnesium Terhadap Nilai NIHSS, mRS dan BI... 60

IV.1.7 Peranan Kadar Troponin T dan Mg Terhadap Nilai NIHSS 60 IV.1.8 Peranan Kadar Troponin T dan Mg Terhadap Nilai mRS 63 IV.1.9 Peranan Kadar Troponin T dan Mg Terhadap Nilai BI IV.2. PEMBAHASAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan...70

V.2. Saran...71

Daftar Pustaka... 72


(15)

Lampiran………78 1. Lembar Penjelasan Kepada pasien

2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian 3. Lembar Pengumpulan Data Penelitian

4. National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

5. Modified Rankin Scale (mRS) 6. Barthel Index (BI)

7. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan 8. Data pasien penelitian


(16)

DAFTAR SINGKATAN ACS ADL APTS ASNA ATP : : : :

Acute Coronary Syndrome Activities of Daily Living Angina Pektoris Tidak Stabil Asean Neurologic Association Adenosine Triposphate

BI CAD

: Barthel Index

Coronary Artery Disease

CI : Coeficient Interval

CK-MB : Creatine Kinase-MB

CT : Computed Tomography

EKG : Elektrokardiografi

IMA : Infark Miokard Acute

LACI : Lacunar Infark

LDL : Low Density Lipoprotein

M-FIM : Motor component of Functional Independence Measure

MRI : Magnetic Resonance Imaging

MRS : Modified Rankin Scale

NIHSS OR

: :

National Institute Of Health Stroke Scale Odds Ratio

PACI : Partial Anterior Circulation Infarction

POCI SD TOAST WHO : : : :

Posterior Circulation Infarction Standard Deviation

Trial of Org in Acute Stroke Treatment World Health Organization


(17)

DAFTAR LAMBANG mEq : Milieqivalen

mg : Miligram ng : Nanogram L : Liter

mm : Milimeter n : Besar sampel p : Tingkat kemaknaan r : Koefisien korelasi

α : alfa

β : beta

O2 : Oksigen

Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah ditentukan

 1,96

Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,15) yang ditentukan oleh peneliti

 1,036 % : Persen


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kompleks Troponin 20

Gambar 2. Kompleks Troponin T-I-C Dilepas Dari Kerusakan Miosit Dalam Bentuk Molekul yang Bervariasi

22 Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan

Peningkatan Kadar Troponin Jantung

24

Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot

Jantung

27 Gambar 5. Progresi patologis menuju aterosklerosis 30 Gambar 6. Distribusi Magnesium dalam tubuh 34 Gambar 7. Grafik linear peran kadar troponin T terhadap 62

skor NIHSS

Gambar 8 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap 62 skor NIHSS

Gambar 9 Grafik linear peran kadar troponin T terhadap 64 skor MRS

Gambar 10 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap 64 skor MRS

Gambar 11 Grafik linear peran kadar troponin t terhadap 66 skor BI

Gambar 12 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap skor BI 66


(19)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8

Tabel 9

Tabel 10

Tabel 11 .

Fungsi Fisiologis Magnesesium Karakteristik Subjek Penelitian

Distribusi rerata nilai kadar Troponin T berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai kadar magnesium berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai NIHSS berdasarkan variabel

Distribusi rerata nilai mRS berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai BI berdasarkan variabel

Hubungan antara kadar troponin T dan Magnesium terhadap nilai NIHSS, MRS dan BI

Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor NIHSS

Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor MRS

Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor BI

32 47 50 52 55 57 59 60 61 63 65


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 3. Lembar Pengumpul Data

Lampiran 4. National Institute of Health Stroke Scale

Lampiran 5. Barthel Index

Lampiran 6. Modified Rankin Scale

Lampiran 7. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU

Lampiran 8. Data Dasar Penelitian Lampiran 9. Riwayat Hidup Peneliti


(21)

ABSTRAK

Latar Belakang : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kadar troponin T menjadi indikator kerusakan otot jantung pasien stroke iskemik sedangkan kadar magnesium berhubungan dengan stroke iskemik melalui perkembangan aterosklerosis

Tujuan : Untuk mengetahui peranan troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik stroke iskemik.

Metodologi : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Januari 2011 hingga April 2011. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Kadar troponin T dan magnesium serum diukur dalam 24 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan NIHSS, MRS dan

BI pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Pada penelitian ini, terdapat 26 pasien dengan 17 lelaki dan 9 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar troponin T dan magnesium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Terdapat hubungan bermakna antara kadar troponin T (r= 0,399, p=0,044) dan magnesium (r=0,455, p=0,02) terhadap skor NIHSS. Uji regresi menunjukkan bahwa dijumpai pengaruh signifikan antara kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS.

Kesimpulan : Kadar serum troponin T dan magnesium tidak memiliki peranan secara bersama-sama sebagai faktor prognostik stroke iskemik. Kadar troponin T dan magnesium serum yang tinggi merupakan prediktor independen outcome yang buruk pada stroke iskemik

Kata kunci : Stroke iskemik akut, troponin T, magnesium, faktor prognostik, NIHSS, MRS, BI


(22)

ABSTRACT

Background : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a

leading cause of mortality and disability. Eksperimental studies showed that the level of troponin T becomes an indicator for cardiac muscle damages in ischemic stroke patients. And the level of magnesium was related to the ischemic stroke by atherosclerosis progression.

Objective : To investigate the role of troponin T and magnesium as

prognostic factors in ischemic stroke.

Methods : An observational cross sectional study was done to acute

ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital from January 2011 to April 2011. The diagnose of acute ischemic stroke was established based on history, neurological examination and head CT scan. Serum troponin T and magnesium were measured within 24 hours after admission. The stroke outcome was measured by using NIHSS, MRS and BI on the fourteenth day.

Results : In this study, there were 26 patients , consisted of 17 men and 9

women. There was no significant difference of troponin T and magnesium levels based on age and gender. There was a significant correlation between troponin T (r=0.399, p=0.44) and magnesium levels (r=0.455, p=0.02) on the NIHSS score. According to the regression test, troponin T and magnesium levels have a significant role to NIHSS score.

Conclusions : Troponin T and magnesium serum levels have no any role

together as prognostic factors in ischemic stroke. The increase of troponin T dan magnesium serum level are independent predictors to outcome of ischemic stroke

Keywords : acute ischemic stroke, troponin T, magnesium, prognostic


(23)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap tahunnya, lebih kurang 795.000 orang mengalami serangan stroke, baik yang pertama, maupun serangan berulang. Diperkirakan 610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang. (Goldstein, dkk 2006; Hacke dkk, 2003; Lloyd-Jones dkk, 2009).

Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermat (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia di bawah


(24)

45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach, 2007).

Kwon dkk melakukan penilaian disabilitas pada pasien paska stroke dengan menilai Barthel Index (BI), motor component of Functional

Independence Measure (M-FIM) dan Modified Rankin Scale (MRS).

Mereka mendapatkan hubungan yang sangat erat antara BI, M-FIM dan MRS dalam menilai disabilitas pasien stroke secara global (Kwon dkk, 2004).

Variabilitas outcome pasien stroke yang sangat besar memicu

berbagai penelitian yang berupaya mengidentifikasi faktor-faktor prediktor outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional yang telah diteliti

pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS (National Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat stroke,

diabetes, disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia, status sosioekonomik, penanda keparahan stroke, demam, undernutrition, hiperglikemia, tempat rawatan (stroke unit vs ruangan biasa), dan variabel imejing. (Johnston dkk, 2000; Appelros dkk, 2003; Ng dkk, 2007; Johnston dkk, 2002; Uchino dkk, 2001; Paul dkk, 2005; Greer dkk, 2008; Davis dkk, 2004; Yong dkk, 2008; Glader dkk, 2001; Rudd dkk, 2005).

Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. (Kerr dkk, 2009).


(25)

Dari studi Kerr dkk ( 2009), diukur kadar troponin T pada seluruh pasien, dari semuanya didapat 18,1% pasien stroke terdapat troponin T dalam serum . Pada pasien stroke dengan terdapat adanya troponin T dalam serum memiliki gambaran iskemik miokard pada EKG. Pasien stroke akut dengan peningkatan kadar troponin T memiliki resiko kematian lebih tinggi dibanding yang tidak. Peningkatan kadar troponin pada stroke akut sering terjadi, sekitar 1 dari 5 pasien. Peningkatan kadar troponin kecendrungan memiliki gambran EKG yang diduga iskemik miokard, dimana terdapat banyak penyebab yang mungkin dari kerusakan miokard dan peninggian kadar troponin setelah stroke, beberapa pasien dapat memiliki gejala sindrom koroner akut . Peningkatan kadar troponin berhubungan dengan outcome buruk tetapi tidak jelas dikatakan sebagai faktor prognostik. Jadi kadar troponin hanya merupakan penanda/ marker beratnya suatu kejadian stroke. (Kerr dkk, 2009)

Pada studi Suk Song dkk (2008) ditemukan bahwa peningkatan kadar serum troponin T pada pasien stroke iskemik berhubungan dengan lokasi lesi dan outcome buruk. Serum troponin T meningkat 10,8% pada pasien stroke, dan memiiki prevalensi atrial fibrilasi dan dislipidemia dibanding dengan kadar yang normal, dan juga cenderung memiliki infark multipel dan kardioemboli. Peningkatan serum troponin T menjadi indikasi toleransi jantung yang rendah yang disebabkan stroke iskemik akut. Outcome jangka pendek kurang baik dan stroke lebih berat dibanding

dengan kadar serum troponin T yang nomal. Stroke kardioemboli lebih sering terjadi dengan peningkatan kadar troponin T.


(26)

Dari penelitian Loria dkk disebutkan bahwa troponin merupakan penanda/ marker yang kuat untuk suatu infark miokard dan berguna untuk menilai resiko dan terapi yang mendekati untuk perbaikan outcome, meskipun kadar troponin jantung spesifik untuk kerusakan otot jantung, tetapi tidak dapat dipertimbangkan sebagai penanda kerusakan otot jantung yang pasti. Pemeriksaan troponin jantung secara serial dapat memperbaiki kemampuan penanda/ marker ini dalam mendeteksi infark miokard secara signifikan. (Loria dkk 2008).

Pada studi eksperimental Ammann dkk (2004) menunjukkan bahwa peningkatan kadar troponin merupakan predictor mortalitas atau perburukan outcome klinis dari sindrom koroner akut dan miokard infark,

walaupun peningkatan kadar troponin sendiri tidak dapat membuat suatu diagnosa klinis tetapi memberikan kontribusi pada gambaran klinis .

Troponin T merupakan penanda/marker yang memiliki spesifisitas dan sensitivitas tinggi dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut. Dalam hal ini, peningkatan konsentrasi marker- marker ini berhubungan dengan outcome jangka pendek dan panjang pada pasien dengan angina tidak stabil atau infark miokard. Pelepasan troponin T jantung pada kerusakan otot miokard mungkin disebabkan perlengketan sementara dari komponen sitosol dari integritas sarkolemal selama iskemia reversible atau dari lanjutan dari pelepasan ketika iskemia ireversibel. (Sato dkk, 2004).

Troponin jantung merupakan penanda diagnosis yang lebih disukai karena dapat mendeteksi mikroinfark, tetap meningkat sampai 2 minggu


(27)

setelah onset gejala dan berguna untuk menentukan stratifikasi resiko

terjadinya sindrom koroner akut. (Samsu dkk, 2007).

Troponin T merupakan penanda biokimiawi dari kerusakan otot jantung dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, meskipun adanya peranan troponin T pada stroke akut, berdasarkan studi observasional dimana peningkatan konsentrasi troponin T pada pasien stroke iskemik akut berhubungan dengan 3 kali peningkatan mortalitas. (Etgen dkk 2005).

Menurut Etgen dkk (2005), troponin T hanya meningkat 4,6% pada pasien stroke iskemik. Nilai rerata yang tinggi 3,29 mikrogram/L, troponin T menandakan bersamaan dengan kerusakan otot jantung atau payah jantung berat dan dapat meningkatkan mortalitas. Berdasarkan suatu analisis, peningkatan konsentrasi troponin T tanpa adanya bukti lesi miokard ditemukan hanya 4,6%-7,8% dari kasus stroke iskemik akut.

Dari hasil penelitian Ohman dkk (1996), 289 dari 801 pasien terjadi peningkatan kadar troponin T. Mortalitas dalam 30 hari meningkat secara bermakna pada pasien dengan peningkatan kadar troponin T dibanding dengan kadar rendah troponin T. Troponin T tetap dapat memprediksi mortalitas pada hari ke 30.

Menurut hasil penelitian James dkk, konsentrasi troponin T meningkat pada 17% pasien yang datang dengan stroke iskemik. Sekitar 40% pasien dengan peningkatan konsentrasi troponin T meninggal selama dirawat dibanding dengan pasien dengan kadar troponin T normal. Konsentrasi serum troponin T pada waktu pertama masuk RS merupakan


(28)

prediktor yang kuat untuk mortalitas pasien yang masuk RS dengan stroke iskemik akut. Pada studi ini menunjukkan konsentrasi serum troponin T merupakan prediktor kematian setelah fase akut stroke iskemik .Pada studi sebelumnya dikatakan bahwa kerusakan kardiak setelah stroke iskemik diperantarai oleh gangguan otonom. (James dkk, 2000).

Pasien dengan kelainan intrakranial seperti stroke akut sering ditemukan peningkatan kadar troponin sesuai dengan perubahan gambaran iskemik pada EKG. Sebanyak 20% pasien dengan perdarahan subarakhnoid dan 27% dengan stroke iskemik akut mengalami peningkatan kadar troponin. (Daubert dkk, 2010).

Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa kadar troponin T dapat menjadi marker yang bernilai pada pasien dengan adanya bukti kerusakan miokard pada stroke iskemik dan juga telah diteliti jika troponin T dapat digunakan sebagai marker kerusakan miokard pada pasien stroke hemoragik. Dari hasil studi Apak dkk, ditemukan bahwa peningkatan kadar troponin T menjadi indikator kerusakan miokard pada penderita stroke. Menurut penelitian James et al, setelah kejadian stroke iskemik dapat diikuti dengan perubahan gambaran EKG, aritmia dan peningkatan kadar CK-MB, dimana kadar troponin T menjadi penanda yang lebih sensitif dan spesifik pada injuri jantung dibanding kadar CK-MB. Dari studi ini ditemukan korelasi signifikan antara kadar troponin T dengan lesi stroke yang ditampilkan dari CT sken. Kadar serum troponin T berkorelasi positif dengan volume stroke (r=0,65, p<0,0001). Pada studi ini diketahui, bahwa peningkatan volume stroke menunjukkan paling mungkin adanya


(29)

peningkatan kerusakan miokard yang secara jelas diobservasi dengan peningkatan kadar serum troponin T dan CK-MB. Penyebab yang paling sering dari iskemik jantung adalah aterosklerosis yang mempengaruhi sistem vaskuler koroner dan otak. Seluruh pasien pada studi ini yang memiliki lesi pada pembuluh koroner memiliki kadar troponin T lebih tinggi (0,56±0,2 ng/ml). (Apak dkk, 2004).

Magnesium (Mg) merupakan suatu antagonis kalsium yang alami yang dapat meningkatkan tonus vasomotor, tekanan darah dan aliran darah ke perifer. Defisiensi Mg dapat memicu vasokonstriksi dan memperberat kerusakan endotel pembuluh darah yang dapat berkembang menjadi aterosklerosis. Kadar Mg yang rendah dapat berasal dari ateroslerosis sebelumnya. Menurut studi Amighi dkk (2003), dengan kadar Magnesium < 0,76 mmol/L secara signifikan meningkatkan resiko kejadian neurologis 3,29 kali. Lebih lanjut kadar Mg yang rendah ditemukan peningkatan stadium klinis dari penyakit arteri koroner.

Hipomagnesemia meningkatkan tonus pembuluh darah dan memicu aktivitas vasokonstriktor dan mempengaruhi respon terhadap berbagai agen dilator yang menyebabkan peningkatan resistensi perifer kemudian meningkatkan tekanan darah (Laurant dkk, 1999).

Penurunan kadar serum magnesium berhubungan dengan peningkatan prevalensi hipertensi, resistensi insulin, dan diabetes. Peningkatan prevalensi hipomagnesemia dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan mempercepat aterosklerosis dan kematian dini. (Fox dkk, 2003).


(30)

Magnesium defisiensi dapat menyebabkan progresi aterosklerosis melalui efek pada metabolisme lipid, agregasi platelet dan tekanan darah (Swaminathan, 2003).

Trombosis platelet meningkat secara signifikan pada pasien dengan CAD yang memiliki kadar Mg yang rendah. (Shechter dkk, 2000).

Magnesium dapat menekan aktivasi platelet dengan menghambat faktor platelet seperti prostasiklin stimulator seperti tromboxane A2 atau

menghambat sintesa inhibitor platelet seperti prostasiklin. (Shechter dkk, 2000).

Pada suatu studi eksperimental disebutkan bahwa pengaruh penurunan kadar serum magnesium dapat mempercepat aterogenesis dengan peningkatan konsentrasi LDL, modifikasi oksidatif dan proses inflamasi. Pada studi in vivo menunjukan kadar serum magnesium yang rendah menentukan terjadinya disfungsi endotel, yang merupakan awal pembentukan plak, dan lebih lanjut lagi dengan pemberian terapi magnesium oral dapat memperbaiki fungsi endotel pada pasien dengan penyakit arteri koroner. (Maier dkk, 2002).

Pada studi eksperimental King dkk (2009) menunjukkkan kadar serum magnesium berkorelasi negatif dengan perkembangan aterosklerosis. Pada aorta memperlihatkan lebih banyak plak dan penipisan lapisan intima 42% pada yang tidak terdapat Mg dibanding kontrol dan 36% lebih banyak dari pada ditemukan adanya magnesium. (King dkk, 2009).


(31)

Pada suatu studi eksperimental sebelumnya menunjukkan kadar magnesium yang rendah dapat mempercepat aterosklerosis melalui proses inflamasi dan oksidatif. Defisiensi Mg dapat berhubungan dengan respon inflamasi yang menyebabkan peningkatan sirkulasi sitokin yang dapat memicu respon oksidatif pada sel endotel, selanjutnya defisiensi Mg dapat berhubungan dengan resiko terbentuknya trombus. Selama 15 tahun follow up, 577 kasus stroke iskemik terjadi dimana serum magnesium berhubungan terbalik dengan kejadian stroke iskemik. Menurut ARIC (Atherosclerosis Risk In Communities) Study, hipertensi

dan diabetes melitus merupakan mediator antara Mg dengan kejadian stroke iskemik. (Ohira dkk, 2008).

Menurut Ouchi dkk ( 1990), pemberian diet yang mengandung Mg dapat menekan perkembangan plak aterosklerosis pada lapisan intima, ini menegaskan bahwa diet mengandung Mg memiliki efek antiaterogenik yang dapat menurunkan angka mortalitas dari penyakit aterosklerotik.


(32)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke iskemik ?

I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke iskemik.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke iskemik di RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum troponin T dan kadar serum magnesium dengan outcome stroke iskemik di RSUP H.Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik, kadar serum troponin T dan kadar serum magnesium pada penderita stroke iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi dengan kadar serum troponin T dan nilai outcome stroke iskemik .


(33)

5. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi dengan kadar serum magnesium dan nilai outcome stroke iskemik

I.4. Hipotesis

Ada peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke iskemik.

I.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik penderita stroke iskemik,maka dapat diprediksi outcome pasien stroke iskemik yang dirawat di bangsal Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan sehingga diharapkan dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pada penderita stroke untuk mendapatkan outcome yang lebih baik.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).

II.1.2. Epidemiologi

Stroke menyebabkan 1 dari 15 kematian di Amerika Serikat (AS) di tahun 2001. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di seluruh dunia dan ketiga di negara-negara berkembang. Stroke penyebab pertama disabilitas dalam jangka panjang di AS dan penyebab utama terbesar kedua menimbulkan disabilitas di seluruh dunia pada orang-orang berusia diatas 60 tahun (De Freitas dkk, 2005). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia


(35)

75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. (Lloyd dkk, 2009).

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006).

II.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak

(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang

kuat (well documented atau less well documented). (Goldstein, 2006). 1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah d. Ras/etnis

e. Genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

1. Hipertensi

2. Paparan asap rokok 3. Diabetes


(36)

4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu 5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis 7. Sickle cell disease

8. Terapi hormonal pasca menopause 9. Diet yang buruk

10. Inaktivitas fisik 11. Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors

1. Sindroma metabolik 2. Penyalahgunaan alkohol 3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Sleep-disordered breathing 5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability

10. Inflamasi 11. Infeksi


(37)

II.1.4. Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama. (Misbach, 1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke Iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Trombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution

3. Complete stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu : 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infark( TACI)

3. Lacunar Infark (LACI)


(38)

V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan criteria kelompok peneliti TOAST (Sjahrir, 2003).

1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imaging otak yang signifkan (>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT sken otak dan MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang otak atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.

2. Kardioembolisme

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari jantung terdiri dari:

 Resiko Tinggi

 Prostetik katub mekanik

 Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

 Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)  Atrial kiri/ atrial appendage thrombus

 Sick sinus syndrome

 Miokard infark baru (< 4 minggu)  Thrombus ventrikel kiri

 Kardiomiopati dilatasi  Segmen ventrikel kiri akinetik  Atrial myxoma


(39)

c. Resiko sedang

 Prolapsus katub mitral  Kalsifikasi annulus mitral  Mitral stenosi tanpa fibrilasi atrial  Turbulensi atrial kiri

 Aneurisma atrial kiri  Paten foramen ovale  Atrial flutter

Lone atrial fibrillation

 Katub kardiak bioprostetik

 Trombotik endokarditis nonbacterial  Gagal jantung kongestif

 Segmen ventrikuler kiri hipokinetik  Miokard infark (>4minggu, <6 bulan) 3. Oklusi Arteri Kecil

Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT sken/ MRI otak normal atau infark lakunar dengan diameter < 1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal.

4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan a. Non-aterosklerosis Vaskulopati

 Non Inflamasi  Inflamasi non Infeksi


(40)

 Infeksi

b. Kelainan hematologi atau koagulasi

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang tidak dapat Ditentukan II. 1.5. Patofisiologi

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003).

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4: Apoptosis


(41)

II .2 . Troponin T

Troponin merupakan kompleks dari 3 buah protein pengatur yang berintegrasi untuk melakukan kontraksi otot pada otot skeletal dan otot jantung. Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan struktur dan fungsi yang berbeda yaitu:

1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 Dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi. Ditemukan pada otot jantung dan rangka.

2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 Dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin dan mengatur ikatan troponin pada tropomiosin

3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 Dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin dan menghambat aktifitas ATPase aktomiosin (Christenson dkk, 2006).


(42)

Gambar 1. Kompleks Troponin

Dikutip dari : http://en.wikipedia.org/wiki/troponin

Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet isoform. Troponin T lokasinya di intraseluler, terikat pada kompleks troponin dan untaian molekul tropomiosin. Kompleks troponin sel-sel merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intraseluler. Pada otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total troponin T miokardial ditemukan sebagai larutan pada sitoplasmik yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis troponin. Tampaknya pelepasan troponin T bila terjadi kerusakan miokard beberapa jam berasal dari sitoplasma sehingga akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari kerusakan struktur apparatus,untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu dari jaringan kontraktil.Troponin kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah


(43)

kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T sitosolik juga sensitif terhadap perubahan perfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi perfusi.(Elias, 2003, Samsu dkk, 2007, Christenson dkk, 2006).

Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. Pada beberapa pasien, peningkatan kadar troponin dapat menunjukkan hubungan antara penyakit arteri koroner dengan stroke akut, meskipun telah dikatakan bahwa beberapa kerusakan otot jantung yang diobservasi pada pasien stroke berhubungan dengan kerusakan miosit berhubungan dengan aktivasi sistem simpatoadrenal. (Kerr dkk, 2009).

Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama pertumbuhan janin. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Setelah jejas miokard peningkatan kadar troponin T terdeteksi kira-kira 4 jam setelah IMA. Kadar troponin T mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas dan tetap meningkat selama 14-21 hari. Kadar troponin T ini mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas. Spesifisitas troponin T dalam diagnosis Infark Miokard Akut tinggi, tetapi terdapat faktor yang dapat mengurangi


(44)

spesifisitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa troponin T dilepas dari sel-sel miokard pada angina tidak stabil sehingga mengurangi spesifisitas dalam diagnosis IMA. (Samsu, 2007)

Pemeriksaan kadar troponin T mempunyai sensitivitas sampai 100% terhadap kerusakan miokard dalam 4-6 jam setelah IMA.(Samsu dkk, 2007, Daubert dkk, 2010).

Gambar 2 . Kompleks Troponin T-I-C dilepas dari kerusakan miosit dalam bentuk molekul yang bervariasi

Dikutip dari : Morrow DA, 2006.Cardiovascular Biomarkers. Humana Press, Totowa, New Jersey. P. 29


(45)

II. 2.1 PELEPASAN TROPONIN T

Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung merembes ke dalam interstisium dan ruang intravaskuler. Akan terjadi pelepasan troponin dini segera setelah terjadi jejas iskemia diikuti oleh pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama yang menyebabkan pola pelepasan bifasik yang terutama terjadi pada troponin T. (Samsu dkk, 2007).

Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversibel atau ireversibel (berupa kematian sel). Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan posfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transport vesikuler. Setelah itu terjadi difusi bebas dari lisis sel ke dalam interstisium yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis sehinnga menurunkan pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitik mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi protein yang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, troponin T dan CK-MB dari sitoplasma


(46)

dilepas ke dalam aliran darah. Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus sampai persediaan troponin T sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar troponin T yang terikat ke dalam darah. Masa pelepasan troponin T ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan turun. (Elias, 2003).

Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Troponin Jantung

Dikutip dari : Maeder M, dkk. 2006. Sepsis- Associated Myocardial Dysfunction, Chest Special Features; 129: 1349-1366


(47)

Troponin T kardiak merupakan penanda yang lebih sensitif dan spesifik dalam mendeteksi nekrosis miokard dan menjadi penanda yang lebih disukai dalam mendiagnosa IMA juga menjadi indikator prognostik pada sindrom koroner akut. Pemeriksaan troponin T secara serial meningkatkan kemampuan penanda ini dalam mendeteksi IMA. (Loria dkk, 2008).

Troponin T dan I merupakan penanda yang paling sensitif dan spesifik dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut dan peningkatan kadar marker ini berhubungan dengan outcome jangka pendek dan panjang pada pasien-pasien angina tidak stabil dan infark miokard. (Sato dkk, 2004).

II.2.3 SINDROMA KORONER AKUT DEFENISI

Sindroma koroner akut adalah suatu peralihan manifestasi dari penyakit jantung iskemik meliputi angina tidak stabil hingga infark miokard akut (IMA). Kerusakan vaskuler dan pembentukan trombus merupakan kunci dari proses dan progresifitas aterosklerosis serta patogenesis sindrom koroner akut.

PATOFISIOLOGI

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif dengan bermacam tampilan klinis dari asimtomatis, angina stabil maupun sindroma koroner akut sampai kematian jantung mendadak. Kejadian penyakit jantung koroner meliputi 2 tahap.Tahap pertama terdiri dari suatu periode awal asimptomatik dimana terbentuk plak aterosklerotik non


(48)

obstruktif dan progresi lebih lanjut tergantung pada faktor resiko. Tahap kedua terjadi trombogenesis dengan cepat dikarenakan koyaknya plak yang mengeluarkan konstituennya yang bersifat trombogenik, seperti kolagen dan tromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit, pembentukan fibrin dan perkembangan terjadinya trombus oklusif. (Jesse, 2006).

PERANAN PEMERIKSAAN KADAR TROPONIN T

Troponin T merupakan protein pengatur kontraktil jantung dan secara normal kadarnya tidak terdeteksi dalam sirkulasi darah. Troponin T baru terdeteksi jika terjadi kerusakan sel miokard sehingga merupakan penanda kerusakan miokard yang sensitif dan spesifik. Peningkatan kadar troponinT merupakan faktor prediksi yang kuat meningkatnya mortalitas. Pada IMA pola troponin T muncul dalam darah tergantung pada lamanya sumbatan vaskuler dan kadar troponin dalam darah bergantung pada jumlah kerusakan yang terjadi. Jika kadar troponin T kurang dari 0,06 ng/ml mempunyai resiko rendah (4,3%); 0,06-0,18 ng/ml mempunyai resiko sedang (10,5%) dan jika lebih dari 0,18 ng/ml mempunyai resio tinggi untuk menjadi IMA atau kematian penyakit jantung. (Elias, 2003). II.2.4 INFARK MIOKARD AKUT

Infark miokard akut adalah kematian otot jantung akibat suplai oksigen yang tidak mencukupi dalam waktu yang lama. Pada umumnya terjadi oklusi trombosis pada arteri koroner mengalami plak ateromatous. IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi mendadak pembuluh koroner yang mengalami sklerosis. Oklusi tersebut biasanya


(49)

disebabkan adanya perubahan plak ateroma yang menyebabkan tertutupnya lumen arteri koroner secara mendadak

PATOFISIOLOGI

Patogenesis terjadinya trombosis melibatkan banyak faktor antara lain vasospasme akibat hilangnya endothelium dependent dilator mechanism pada aterosklerosis. Juga pada penelitian klinik

memperlihatkan hubungan antara lipoprotein dan trombosis. Terjadinya oklusi miokard selama 20 menit akan diikuti dengan terjadinya nekrosis miokard. Adanya nekrosis miokard akan menyebabkan kehilangan intergritas membran sel dan makromolekul intraseluler akan berdifusi ke dalam jaringan interstisial miokard dan selanjutnya akan masuk ke dalam mikrovaskuler dan limfatik kardiak. (Elias, 2003).

Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot Jantung Dikutip dari: http://www.medscape.com


(50)

II.2.5 ATEROSKLEROSIS PADA STROKE ISKEMIK

Aterosklerosis adalah serangkaian perubahan pada tunika intima pembuluh darah arteri berupa penimbunan lipid, adanya serbuk sel radang ke dalam tunika (terutama monosit dan limfosit), proliferasi sel-sel otot polos, pelepasan kolagen serta matriks protein oleh sel-sel otot polos, penumpukan kompleks karbohidrat, bekuan darah dan fibrin, yang kemudian diikuti pembentukan jaringan ikat serta perubahan di dalam struktur tunika intima. Aterosklerosis pada umumnya terjadi pada arteri muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik. Pada beberapa plak dapat terjadi progresi secara lambat tetapi ada juga yang cepat. Adanya fisura minor yang terjadi pada lapisan lemak atau plak ateroma akan diikuti dengan pebentukan trombus dan terjadilah fibrosis. Selanjutnya bila terjadi fisura plak yang dalam atau ulserasi maka dapat terjadi oklusi trombus dan timbul sindrom koroner akut. (Fenton, 2010).

Aterosklerosis merupakan kontributor utama terhadap patogenesa terjadinya serangan jantung, infark serebri dan penyakit vaskuler perifer. Saat ini proses aterosklerosis diperkirakan turut berperan dalam menyebabkan sekitar 600.000 kematian per tahun di AS. Atersklerosis mulai terjadi sejak awal kehidupan. Keberadaannya sering tidak disadari dan baru diketahui kemudian dalam kondisi yang relatif lambat, biasanya setelah menimbulkan gejala klinis sebagai akibat proses trombosis, khususnya keadaan iskemik yang mnegenai jantung, otot atau tungkai. (Cheitin and Nichols cit Rambe AS, 2001, Brian Boudi dkk, 2010).


(51)

Dalam fase pertumbuhannya, lesi-lesi aterosklerosis terbagii: 1. Fatty streak

Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopis berbentuk bercak berwarna kekuningan yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester kolesterol

2.Fibrous plaque

Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam lumen arteri. Fibrous plaque berisi sejumlah besar sel-sel otot polos dan makrofag yang berisi kolesterol dan ester kolerterol, disamping jaringan kolagen dan jaringan fibrotik,proteoglikan, dan timbunan lipid dalam sel-sel jaringan ikat

Fibrous plaque biasanya mempunyai fibrous cap yang terdiri dari

otot-otot polos dan sel-sel kolagen. Di bagian bawah fibrous plaque terdapat daerah dengan debris dan timbunan ester

kolesterol.

3.Complicated lesion

Lesi ini mempunyai bentuk lanjut dari ateroma yang disertai kalsifikasi, nekrosis, trombosis dan ulserasi. Dengan membesarnya ateroma, dinding arteri menjadi lemah sehingga menyebabkan oklusi arteri.(Pratanu 1995)


(52)

Mekanisme terjadi iskemi dapat pula dibagi atas 3, yaitu trombosis, emboli dan berkurangnya perfusi sistemik. Diantara ketiganya, trombosis merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya stroke iskemik paling sering dijumpai. Menurut konsensus, trombosis adalah obstruksi aliran darah yang diakibatkan oleh proses oklusi pada satu atau lebih pembuluh darah. Proses patologis pada pembuluh darah yang paling sering terjadi adalah aterosklerosis (Caplan, 2000).

Gambar 6. Progresi Patologis Aterotrombosis

Dikutip dari: Libby P. 2001. Circulation; 104: 365-372

II.3 Magnesium

Magnesium merupakan kation keempat yang paling banyak dalam tubuh manusia dan memiliki peranan fisiologis penting. Keseimbangan magnesium dijaga oleh regulasi ginjal dalam reabsorpsi magnesium.


(53)

Tubuh manusia dewasa mengandung kira-kira 25 gr magnesium.Total Mg dalam tubuh laki-laki dewasa diperkirakan 1 mol (24 g). Distribusi Mg dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, hampir 33% magnesium berlokasi pada jaringan seperti otot, otak, jantung, ginjal dan hati dan hanya 1% dari total magnesium berada dalam darah dalam keadaan bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologis aktif, 30 % (terutama albumin) dan 15% dalam bentuk anion kompleks. (Shechter 2010, Fox dkk, 2001, Topf and Murray ,2003).

Pada kondisi normal, konsentrasi Mg akan selalu berada konstan dalam sirkulasi darah. Homeostasis bergantung pada keseimbangan antar absorpsi di usus dengan pengeluaran melalui ginjal dimana tubulus ginjal berperan utama dalam pengaturan Mg. Ginjal merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total Mg tubuh. Pada bagian glomerulus ginjal, magnesium (baik dalam bentuk ion atau magnesium kompleks) mengalami filtrasi sebanyak 70% sedangkan di bagian nefron reabsorpsi mg lebih dari 96%. (Shechter 2010, Sclingmann dkk 2004, Topf and Murray, 2003).

Magnesium sangat diperlukan dalam tubuh terutama terlibat dalam lebih 300 reaksi metabolik esensial. Magnesium memegang peranan penting untuk sintesa asam nukleat dan protein, metabolisme energi, penggunaan glukosa, sintesa dan pemecahan asam lemak, seluruh fungsi ATPase dan aksi khusus pada organ yang berbeda seperti sisitem neuromuskular dan kardiovaskular. Lebih dari 300 buah enzim tergantung pada magnesium. Selanjutnya Mg juga mempengaruhi homeostasis


(54)

kalsium dalam 2 mekanisme. Pertama, sebagian kalsium channel bergantung pada Mg. Ketika konsentrasi Mg intraseluler tinggi, kalsium ditranspor ke dalam sel dan dari retikulum sarkoplasmik dihambat. Dalam defisiensi Mg kebalikan terjadi dan akibatnya konsentrasi kalsium intraseluler meningkat. Kedua, magnesium diperlukan untuk pelepasan dan aksi hormon paratiroid. (Gum 2004).

Enzyme Function

Enzyme substrate (ATPmg, GTPmg) Kinase B Hexokinase Creatine Kinase Protein Kinase ATP ases or

GTPases- Na+ K+ATPase Ca+,ATPase Cyclases Adenylate cyclase

Direct enzyme activation Phosphofructokinase Creatine kinase

5-phosphoribocyl-pyrophosphate synthetase Membrane function

Cell adhesion

Transmembrane electrolyte flux Calcium antagonist

Muscle contraction/relaxation Neurotransmitter release

Action potensial conduction in nodal tissue Structural function

Protein

Polyribosomes Nucleic acide

Multiple enzyme complexes


(55)

II.3.1 METABOLISME MAGNESIUM

Normalnya, tubuh manusia mengandung sekitar 1000 mmol magnesium (22-26 g). Konsentrasi magnesium intraseluler adalah 40 mEq/L. Konsentrasi magnesium dalam CSF sekitar 1,1 mmol/L yang mana 55% dalam bentuk bebas dan 45% dalam bentuk terikat dalam komponen lain. Kadar magnesium dalam intraseluler dijaga dalam batas konsentrasi yang sempit kecuali dalam keadaan hipoksia dan kekurangan magnesium dalam jangka waktu lama. Distribusi magnesium dalam sel beragam dimana konsentrasi di daerah perifer lebih rendah dibanding daerah sentral. (Swaminathan, 2003).

Mekanisme regulasi homeostasis dilakukan oleh fungsi ginjal dan gastrointestinal. Absorpsi magnesium dilakukan di usus halus; yang diserap kurang lebih 24%-76%, dilakukan secara aktif mirip dengan sistem transpor Ca. Pada pemberian magnesium kadar rendah akan terjadi peningkatan absorpsi Ca. Ekskresi dilakukan di ginjal, kurang lebih 120-140 magnesium/ 24 jam pada orang dengan diet normal dan dalam keadaan tertentu ginjal dapat mensekresi sampai dengan 5000 magnesium/ 24 jam tergantung konsentrasi magnesium plasma. Ginjal merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total magnesium tubuh. Magnesium difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi di tubulus, 60-75% di tubulus asendens. Hipomagnesemia dapat hanya sementara, mungkin disebabkan karena migrasi dari ekstraselular ke


(56)

intraselular akibat turunnya konsentrasi ion magnesium intraselular. Absorpsi di dalam pencernaan, sistem transport aktif Mg dihitung berapa banyak jumlah Mg yang diabsorpsi pada pemberian diet rendah Mg. Mg diabsorpsi sepanjang saluran pencernaan mekipun paling efisien diabsorpsi di daerah saluran cerna bawah. Pada keadaan normal, intake magnesium kira-kira 300-350 mg/ hari. (Rude 1998, Dacey, 2001).

Gambar 8. Distribusi Magnesium Dalam Tubuh

Dikutip dari: Swaminathan R. 2003. Magnesium Metabolism and its Disorders, Clinical Biochemist Reviews; 24: 47-66

II.4 OUTCOME STROKE

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. World Health Organization (WHO) membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) :

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi atau struktur anatomis.


(57)

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia normal.

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran

yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.(Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik

mental maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ ketidakmampuan yang berat. (Weimar dkk, 2002).

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk

menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini telah banyak digunakan pada


(58)

berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003).

Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien. (Williams dkk, 2000).

Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, yang kemudian

dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu teknik mengukur performa pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

- Bagian yang berhubungan dengan perawatan diri antara lain : makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet.

- Bagian yang berhubungan dengan mobilitas antara lain : berjalan, berpindah dan naik tangga.

Skor BI maksimum adalah 100 yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunjukkan ketergantungan total. (Sulter dkk,1999).


(59)

(60)

II.6 KERANGKA KONSEP

STROKE ISKEMIK

TROPONIN T

MAGNESIUM


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 19 Januari 2011 s.d April 2011.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke iskemik fase akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT Sken kepala.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK USU/ RSUP.H.Adam Malik Medan

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008) 2

n = (Zα + Z) s Xa-Xo

Zα = nilai baku normal dari tabel Z, (untuk α =0.05  Zα = 1.96 Z = nilai baku normal dari tabel Z, (untuk  = 0,10  Z = 1,282


(62)

S = simpangan baku

Xa-Xo = perbedaan klinis yang diinginkan 2

n = (1,96 + 1,282) 6,19 4

n = 25,25 ~ 26 orang (masing-masing)

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Semua pasien stroke iskemik fase akut yang dirawat di bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP H.Adam Malik Medan yang secara klinis terbukti menderita stroke iskemik dan telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT sken kepala.

2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Penderita stroke iskemik yang menderita gastroenteritis.

2. Penderita stroke iskemik yang menderita gangguan fungsi ginjal.

3. Penderita stroke iskemik yang sedang menggunakan obat diuretik


(63)

III.3. BATASAN OPERASIONAL

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).

Gangguan fungsi ginjal : dibuktikan dengan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dan kesimpulannya diambil berdasarkan konsultasi dengan bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ HAM

Gastroenteritis : inflamasi atau peradangan pada lambung dan usus dengan gejala diare dan atau muntah

Fase akut stroke adalah jangka waktu antara 24 jam pertama serangan stroke hingga 7 hari (Sullivan, 2007).

Kadar Troponin serum: rentang nilai normal kadar troponin T serum adalah 0,1- 2,0 μg/L (ng/mL). (Sharma, dkk 2004).

Kadar magnesium serum : rentang nilai normal kadar magnesium serum adalah 0,75- 1,10 mg/dL ( 1,5-2,1 mEq/L ). (Swaminathan, 2003)

Faktor prognostik : dalam penelitian ini faktor prognostik akan ditentukan berdasarkan outcome pasien yang diukur dengan menggunakan skala NIHSS, BI dan MRS.


(64)

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengkuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Nilai skor 5 menunjukkan stroke ringan, 6-13 stroke sedang dan > 13 menunjukkan stroke berat. (Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003; William dkk, 2000).

Barthel Index (BI) : Menilai 10 aktifitas dasar dalam mengurus diri

sendiri dan mobilitas. Skor maksimum adalah 100 (fungsi fisik benar-benar tanpa bantuan) dan nilai terendah adalah 0 (fungsi bergantung total). (Sulter dkk, 1999; Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala yang menilai

outcome secara global dengan rentang nilai dari 0 (tidak ada gangguan)

hingga 5 (hanya terbaring di tempat tidur dan membutuhkan perawatan berkelanjutan), dan 6 (fatal). Nilai mRS 0-2 dikategorikan sebagai outcome baik dan nilai mRS 3-6 dikategorikan sebagai outcome buruk. (Millan,dkk 2007).

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) tanpa perlakuan dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU/ RSUP H.Adam Malik Medan.


(65)

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Instrumen

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar serum troponin T

Pemeriksaan kadar serum troponin T dengan menggunakan alat Cardiac Reader prinsip dual monoclonal antibody ”sandwich.”

III.5.1.2. Pemeriksaan kadar serum magnesium

Pemeriksaan kadar serum magnesium dengan menggunakan alat Cobass 6000 dengan prinsip colorimetric dengan chlorophosphonazo III.

III.5.1.3. Computed Tomography Scan (CT Scan)

CT Sken yang digunakan adalah X Ray Ct System, merk Hitachi seri W 450.

III.5.1.4. Pengukuran Outcome

Studi ini menggunakan NIHSS, BI dan MRS sebagai skala pengukuran outcome.

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke iskemik fase akut yang telah ditegakkan dengan pemeriksaan CT sken kepala yang dirawat di ruang rawat inap neurologi (RA4) RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diambil darah vena sebanyak 5 ml. Darah yang didapat dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Penilaian NIHSS,BI dan MRS dilakukan oleh dokter pemeriksa


(66)

III.5.3. Kerangka Operasional

Penderita Stroke

Anamnese

Pemeriksaan Neurologis CT sken Kepala

Stroke Iskemik

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Pemeriksan kadar troponin T serum Pemeriksaan kadar magnesium serum

Pemeriksaan BI, MRS,NIHSS (hari ke-14)


(67)

III.5.4. Variabel yang Diamati

Variabel Bebas : Kadar troponin T serum, kadar magnesium serum Variabel Terikat : Skor NIHSS, BI, MRS

III.5.5. Analisa Statistik

Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service) versi 15.

Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut

1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik demografik, kadar troponin T serum dan kadar magnesium serum pada penderita stroke iskemik .

2. Untuk mengetahui peranan kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS, MRS dan BI digunakan uji regresi linear ganda.

3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar troponin T dan kadar magnesium serum terhadap outcome stroke iskemik digunakan uji korelasi Pearson.

4. Untuk mengetahui perbedaan kadar troponin T serum dan magnesium berdasarkan usia, jenis kelamin dan faktor resiko stroke iskemik digunakan uji t-independent

5. Untuk mengetahui perbedaan nilai NIHSS,mRS dan BI berdasarkan usia, jenis kelamin dan faktor resiko stroke iskemik diigunakan uji t-independent


(68)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari keseluruhan pasien stroke yang dirawat di Bangsal Neurologi RSUP H.Adam Maliik Medan pada periode Januari 2011 hingga April 2011, terdapat 26 pasien stroke iskemik fase akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian ini.

Dari 26 orang penderita stroke iskemik fase akut yang dianalisa, terdiri dari 17 pria (65,4 %) dan 9 (34,6 %) wanita. Kelompok usia terbanyak adalah > 64 tahun yaitu 15 orang (57,69 %). Sedangkan jumlah terkecil adalah pada kelompok usia ≤ 64 tahun yaitu 11 orang (42,30 %).

Dari 26 orang subjek penelitian, suku terbanyak adalah suku Batak yaitu 15 orang ( 57,69 %) dan yang paling sedikit adalah suku Melayu yaitu 2 orang ( 7,6 %). Dari seluruh subjek terdapat 24 orang penderita hipertensi (92,30 %), dan penderita penyakit jantung sebanyak 6 orang (23,07%) dan 5 subjek dengan riwayat merokok (19,23 %) serta 5 orang penderita Diabetes Mellitus (19,23%) . Data lengkap mengenai karakteristik subjek penelitian ini disajikan pada tabel 2.


(69)

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Sampel N (26) %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Usia ≤ 64 tahun

 64 tahun Suku

Batak Jawa Melayu Pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil Ibu rumah tangga Petani Pensiunan Buruh Faktor risiko Hipertensi Penyakit Jantung Diabetes Mellitus Merokok Dislipidemia 17 9 11 15 15 9 2 6 9 5 5 1 24 6 5 5 4 65,4 34,6 42,30 57,69 57,69 34,61 7,6 23,07 34,61 19,23 19,23 3,84 92,30 23,07 19,23 19,23 15,38

IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Troponin T dan Magnesium Serum

Nilai rerata kadar troponin T dan standard deviation (SD) pada seluruh subjek adalah 0,03 0,065 ng/ml dengan nilai terendah 0,01 ng/ml dan tertinggi 0,2 ng/ml . Nilai rerata dan SD kadar magnesium serum adalah 1,76  0,35 mg/dL dengan nilai terendah 1,19 mg/dL dan tertinggi 3,09 mg/dL.


(70)

IV.1.3. Distribusi Rerata Nilai Kadar Troponin T Serum Berdasarkan Variabel

Berdasarkan jenis kelamin, nilai rerata kadar troponin T dan SD pada lelaki adalah 0,03  0,069 ng/ml sedangkan pada wanita 0,035  0,061 ng/ml. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar troponin T berdasarkan jenis kelamin.(p = 0,864 ).

Berdasarkan kelompok usia , nilai rerata troponin T dan SD yang tertinggi dijumpai pada kelompok usia ≤ 64 tahun yaitu 0,039 ± 0,086

ng/ml dan terendah pada kelompok usia > 64 tahun, yaitu 0,026  0,047

ng/ml . Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar troponin T berdasarkan kelompok usia.(p=0,636).

Berdasarkan ada tidaknya hipertensi, nilai rerata kadar troponin T dan SD pada penderita hipertensi adalah 0,033  0,068 ng/ml sedangkan pada yang tidak menderita hipertensi adalah 0,01  0,004 ng/ml. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifian rerata kadar troponin T berdasarkan faktor risiko hipertensi.(p = 0,707). Berdasarkan ada tidaknya Diabetes Mellitus, nilai rerata kadar troponin T dan SD pada penderita DM adalah 0,014  0,004 ng/ml sedangkan pada yang tidak menderita DM adalah 0,036  0,072 ng/ml . Hasil analisa statistik dengan menggunakan

uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifian


(71)

Berdasarkan ada penyakit jantung, nilai rerata kadar troponin T dan SD pada penderita penyakit jantung adalah 0,086  0,142 ng/ml sedangkan pada yang tidak memiliki penyakit jantung adalah 0,022  0,039 ng/ml . Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui

t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata

kadar troponin T berdasarkan faktor risiko merokok.(p = 0,441)(tabel 3). Berdasarkan ada tidaknya merokok, nilai rerata kadar troponin T dan SD pada penderita yang merokok adalah 0,014  0,004 ng/ml sedangkan pada yang tidak merokok adalah 0,03  0,07 ng/ml . Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar troponin T berdasarkan faktor risiko merokok.(p = 0,499)(tabel 3).

Berdasarkan ada tidaknya dislipidemia, nilai rerata kadar troponin T dan SD pada penderita dislipidemia adalah 0,012  0,0025 ng/ml sedangkan pada yang tidak dislipidemia adalah 0,03  0,071 ng/ml . Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar troponin T berdasarkan faktor risiko dislipidemia.(p = 0,529) ( Tabel 3)


(72)

Tabel 3. Distribusi rerata nilai kadar Troponin T berdasarkan variabel Karakteristik Rerata Troponin T

(mg/dL) SD P Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Usia

≤ 64 tahun > 64 tahun Hipertensi Ya Tidak Diabetes Mellitus Ada Tidak Merokok Ya Tidak Penyakit Jantung Ya Tidak Dislipidemia Ya Tidak 0,03 0,035 0,039 0,026 0,033 0,015 0,014 0,036 0,014 0,036 0,086 0,022 0,012 0,035 0,069 0,061 0,086 0,047 0,068 0,004 0,004 0,072 0,004 0,072 0,142 0,039 0,0025 0,071 0,864 0,636 0,707 0,518 0,499 0,441 0,529

p< 0,05 uji t-independent

IV.I.4. Distribusi Rerata Nilai Kadar Magnesium Serum Berdasarkan Variabel

Berdasarkan jenis kelamin, nilai rerata kadar magnesium dan SD pada lelaki adalah 1,82  0,387 mg/dL sedangkan pada wanita 1,65  0,284 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan

rerata kadar magnesium berdasarkan jenis kelamin.(p = 0,262 ).

Berdasarkan kelompok usia , nilai rerata magnesium pada kelompok usia > 64 tahun yaitu 1,68  0,280 mg/dl dan pada kelompok


(73)

usia ≤ 64 tahun, yaitu 1,88± 0,430 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar magnesium berdasarkan kelompok usia.(p=0,161) (tabel 3)

Berdasarkan ada tidaknya hipertensi, nilai rerata kadar magnesium dan SD pada penderita hipertensi adalah 1,75  0,362 mg/dL sedangkan pada yang tidak menderita hipertensi adalah 1,99  0,275. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifian rerata kadar magnesium berdasarkan faktor risiko hipertensi.(p=0,365 )(tabel 4).

Berdasarkan ada tidaknya Diabetes Mellitus, nilai rerata kadar magnesium dan SD pada penderita DM adalah 1,65  0,237 mg/dL sedangkan pada yang tidak menderita DM adalah 1,79  0,381 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifian rerata kadar magnesium berdasarkan faktor risiko DM. (p=0,443)(tabel 4).

Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung, nilai rerata kadar magnesium dan SD pada penderita penyakit jantung adalah 2,11  0,677 mg/dL sedangkan pada yang tidak memiliki penyakit jantung adalah 1,70  0,244 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata

kadar magnesium berdasarkan faktor risiko merokok.(p = 0,391(tabel 4) Berdasarkan ada tidaknya merokok, nilai rerata kadar magnesium dan SD pada penderita yang merokok adalah 1,70  0,206 mg/dL


(1)

2 = lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh

3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)

6. Fungsi Motorik Lengan Kiri (idem nomor 5) 7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan .

0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua kakinya bergantian selama 10 detik)

1 = kaki menyimpang kebawah selama 10 detik

2 = kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh

3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)

8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7) . 9. Ataxia Anggota Badan 0 = tidak ada ataxia

1 = ataxia pada satu ekstremitas

2 = ataxia pada dua atau lebih ekstremitas 3 = tidak dapat diperiksa

10. Sensorik (gunakan jarum untuk memeriksa lengan, tungkai, badan dan wajah, bandingkan sisi demi sisi) .

0 = normal

1 = defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang

2 = defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral 11. Bahasa terbaik (minta pasien menjelaskan gambar atau nama) 0 = tidak ada afasia 1 = afasia ringan sedang

2 = afasia berat

3 = tidak dapat bicara (bisu) / global afasia / koma

12. Disartria (minta pasien mengucapkan beberapa kata) 0 = artikulasi normal

1 = disartria ringan sedang

2 = disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara) 3 = tidak dapat diperiksa (intubasi atau hambatan fisik lain) 13. Neglect / tidak ada atensi 0 = tidak ada

1 = parsial

2 = total TOTAL:


(2)

LAMPIRAN 5. BARTHEL INDEX

AKTIVITAS

1. Makan (feeding) 0 = tidak mampu

5 = membutuhkan bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll 10 = tanpa bantuan

2. Mandi (bathing) 0 = tergantung orang lain

5 = tanpa bantuan (atau pada shower / pancuran)

3. Mengurus diri (grooming) 0 = butuh bantuan dengan perawatan khusus

5 = tanpa bantuan cuci muka, rambut, gigi (alat tersedia)

4. Berpakaian (dressing) 0 = tergantung orang lain

5 = butuh bantuan tetapi kira-kira setengah dapat dilakukan

10 = tanpa bantuan (termasuk kancing nbaju, resleting, tali sepatu, dll 5. Kontrol buang air besar (bowel) 0 = inkontinensia (atau perlu diberikan enema)

5 = kadang-kadang inkontinensia 10 = terkontrol

6. Kontrol buang air kecil (bladder) . 0 = inkontinensia, atau kateterisasi dan tidak mampu mengatur sendiri 5 = kadang-kadang inkontinensia

10 = terkontrol

7. Penggunaan toilet (toilet use) 0 = tergantung orang lain

5 = membutuhkan bantuan, tetapi dapat melakukan sesuatu sendiri 10 = tanpa bantuan (mulai dan berhenti, berpakaian, membersihkan) 8. Berpindah dari kursi ke tempat tidur dan sebaliknya (bed to chair and back)

0 = tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk

5 = banyak bantuan (satu atau dua orang, secara fisik, bisa duduk) 10 = sedikit (verbal atau fisik)

15 = tanpa bantuan

9. Mobilitas (pada permukaan datar) (mobility (on level surface)) 0 = tidak mampu bergerak atau < 50 yard 5 = tergantung kursi roda, > 50 yard

10 = berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) > 50 yard 15 = tanpa bantuan (tetapi dapat menggunakan berbagai alat, mi. Tongkat) > 50 yard

10. Naik turun tangga (stairs) 0 = tidak mampu


(3)

LAMPIRAN 6. Nama Pasien : MODIFIED RANKIN SCALE

DESKRIPSI NILAI

Tidak ada gejala 0 Tidak ada disabilitas yang signifikan meskipun ada gejala ; 1

mampu melakukan semua aktifitas yang biasa sehari-hari

Disabilitas ringan ; 2 tidak mampu melakukan beberapa jenis aktifitas baru

akan tetapi masih mampu mempertahankan urusan hal-hal sehari-hari tanpa bantuan

Disabilitas sedang ; 3 memerlukan sedikit pertolongan akan tetapi bisa berjalan

tanpa bantuan

Disabilitas sedang-berat ; 4 tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan tidak mampu

melayani kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu

Disabilitas berat ; 5 bedridden, tidak mampu duduk sendiri,

inkontinensia, membutuhkan perawatan, bantuan, dan perhatian perawat

Meninggal 6

Nilai Modified Rankin Scale = ………….


(4)

(5)

LAMPIRAN 9

RIWAYAT HIDUP PENELITI Data Pribadi

Nama lengkap : Dr. Ari Gusnita

Tempat / tanggal lahir : Bukit tinggi, 15 Agustus 1981

Agama : Islam

Pekerjaan : PPDS Dept. Neurologi FK USU

Alamat : Jl. Gedung Arca Gg. Jawa No. 26 Medan

Telepon : 08126353752

Email : ari.gusnita@yahoo.com

Nama Ayah : Drs.Sartoni AB

Nama Ibu : Amrina

Nama Suami : Dr. Eko Waskito Wibowo Nama Anak : 1. Aqila Lutfiah

2. M.Rafif Aditya

Riwayat Pendidikan

Tahun 1987 -1993 : Sekolah Dasar di SDN 060814 Medan Tahun 1993 -1996 : SMP Negeri 3 Medan

Tahun 1996 -1999 : SMUN 1 Medan

Tahun 1999 - 2005 : Pendidikan Dokter Umum di Fakultas Kedokteran USU Medan

Tahun 2009 – sekarang : Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu Penyakit Saraf Fak.Kedokteran USU Medan


(6)