Peranan Mikroalbuminuria Dan Serum Kalsium Sebagai Prognostik Stroke Iskemik
PERANAN MIKROALBUMINURIA DAN SERUM
KALSIUM SEBAGAI PROGNOSTIK STROKE
ISKEMIK
T E S I S
Oleh
OKI LESTARI IRSAN Nomor Register CHS : 16314
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK
MEDAN
(2)
PERANAN MIKROALBUMINURIA DAN SERUM
KALSIUM SEBAGAI PROGNOSTIK STROKE
ISKEMIK
T E S I S
Untuk memperoleh gelar spesialisasi dalam Program Studi Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
OKI LESTARI IRSAN Nomor Register CHS : 16314
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK
MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkah, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam program pendidikan spesialis di Bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), (Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS),
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas
(4)
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (Kepala Bagian Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, Sp.S(K), (Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) dan Prof. DR. Dr.Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
Kepada guru-guru saya, Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K), almarhum, Dr. LBM. Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr. Irsan NHN. Lubis, Sp.S.,(Alm) Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S., Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S., Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S., Dr. Cut Aria Arina, Sp.S, Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S., dr Alfansuri Kadri, Sp.S.,dr Dina Listyaningsum, Sp.S, M.Si. M. Ked., dr Aida Fithrie, Sp.S., dan lain-lain yang tidak dapat penulis
(5)
sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.
Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Pimpinan Laboratorium Pramita yang telah memberikan bantuan dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai.
Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Kepala Rumkit Putri Hijau, Direktur RSU. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga, Direktur RS. Sri Pamela Tebing Tinggi yang telah menerima saya saat menjalani stase pendidikan spesialisasi, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan , Abanganda Amran Sitorus dan Sukirman Ariwibowo, serta seluruh perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tuaku, dr. H. Erwoyo Ismo Irsan (alm) dan dra. Hj. Penny Khairani, yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan bertanggungjawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.
Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak / Ibu mertua saya, H. Suyono (alm) dan Hj. Sri Hartati, yang selalu memberikan dorongan,
(6)
semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
Teristimewa kepada suamiku tercinta dr. Suvianto Hendri Lesmana, dan ananda Alma Amanda, Rizqy Radithya, dan M. Syafiq Shafwan yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.
Kepada adikku Joko Lesmono Irsan, ST beserta seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2010
(7)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Dr. Oki Lestari Irsan Tempat / tanggal lahir : Medan, 17 Agustus 1976
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Nama Ayah : dr. H. Erwoyo Ismo Irsan (alm) Nama Ibu : dra. Hj. Penny Khairani
Nama Suami : dr. Suvianto hendri Lesmana Nama Anak : Alma Amanda
Rizqy Radithya M. Syafiq Safwan
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD. Negeri Percobaan Medan tamat tahun 1988. 2. Sekolah Menengah Pertama di SMP. PB Sudirman Jakarta tamat
tahun 1991.
3. Sekolah Menengah Atas di SMA. Negeri 1 Medan tamat tahun 1994. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Sumatera Utara tamat tahun
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR SINGKATAN ... ix
DAFTAR LAMBANG ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 8
I.3. Tujuan Penulisan ... 8
I.3.1. Tujuan Umum ... 8
I.3.2. Tujuan Khusus ... 8
I.4. Hipotesis ... 9
I.5. Manfaat Penelitian ... 9
(9)
HALAMAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
II.1. STROKE ... ... 10
II.1.1. Definisi ... 10
II.1.2. Epidemiologi ... 10
II.1.3. Klasifikasi ... 13
II.1.4. Faktor Resiko ... 14
II.1.5. Patofosiologi ... 16
II.2. MIKROALBUMINURIA ... 20
II.3. SERUM KALSIUM ... ... 26
II.4. COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT-scan) …. 28 II.5. OUTCOME STROKE DAN INSTRUMEN ………... 29
II.6. KERANGKA KONSEPSIONAL ……….. 33
BAB III. METODE PENELITIAN ... 34
III.1. TEMPAT DAN WAKTU ... 34
III.2. SUBJEK PENELITIAN ... 34
III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 36
III.4. RANCANGAN PENELITIAN ……….. 37
III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….. 38
III.5.1. Instrumen ………... 38
III.5.2. Pengambilan Sampel ………... 39
(10)
III.5.4. Variabel Yang Diamati ………. 41
III.5.5. Analisa Statistik ………... 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
IV.1. HASIL PENELITIAN ... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
V.1. KESIMPULAN ... 50
V.2. SARAN ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(11)
DAFTAR SINGKATAN
ADP : Adenosine diphosphate
ALIAS : Albumin in acute stroke
ASNA : ASEAN Neurological Association
ATP : Adenosine triphospate
BI : Barthel Index
Ca+ : Kalsium
Cl : Khlor
CT : Computed Tomography
CVD : Cerebrovascular Disease
DM : Diabetes Mellitus
FFA : Free Fatty Acid
ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
HDL : High Density Lipoprotein
mRNA : messenger Ribonucleic Acid
mRS : Modified Rankin Scale
Na+ : Natrium
NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale
NMDA : N methyl D aspartate
NO : Nitric Oxyde
PAD : Peripheral arterial disease
(12)
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga
SMC : Smooth Muscle Cell
SPSS : Statistical Product and Science Service
TIA : Transient Ischemic Attack
TOAST : Trial of org 10172 in Acute Stroke Traetment
tPA : tissue Plasminogen Activator
tRNA : transport Ribonucleic Acid
(13)
DAFTAR LAMBANG
d : Desi
g : Gram
L : Liter
n : Besar sampel
p : Tingkat kemaknaan
r : Koefisien korelasi
α : alfa
β : beta
μ : mikro
O2 : Oksigen
Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah ditentukan 1,96
Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,15) yang ditentukan oleh peneliti 1,036
(14)
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian ... 43
Tabel 2. Distribusi rerata kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium
pada stroke iskemik akut dan kontrol... 44
Tabel 3. Hubungan kadar mikroalbuminuria dan kadar serum kalsium
terhadap outcome...45
(15)
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut... 19
Gambar 2. Kerangka Konsepsional ... 33
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian ... 57
Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data ... 58
Lampiran 3. National Institute of Health Stroke Scale ……….. 61
Lampiran 4. Barthel Index ... 64
Lampiran 5. Modified Rankin Scale ……….. 66
Lampiran 6. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU ... .67
(17)
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan : Stroke Iskemik masih menjadi masalahj kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bukti adanya hubungan antara keparahan stroke iskemik dengan tingginya serum kalsium dalam darah danterjadinya mikroalbuminuria. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peranan mikroalbuminuria dan serum kalsium sebagai prognostik stroke iskemik.
Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik di RS Adam Malik pada Oktober 2009 sampai Juni 2010. Diagnosa stroke iskemik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan CT scan kepala yang dilakukan saat masuk. Kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium diukur dalam 24-76 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale
(mRS), Barthel Index (BI) pada hari ke-tujuh.
Hasil : Terdapat 32 pasien dalam penelitian ini, terdiri dari 17 lelaki dan 15 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Juga tidak diketemukan perbedaan yang bermakna antara mikroalbuminuria dan serum kalsium terhadap nilai NIHSS, mRS, dan BI. Kesimpulan : Kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium pada penelitian ini bukan menentukan prognosa pada stroke iskemik, Pada penelitian ini tidak jelas apakah mikroalbuminuria dan serum kalsium merupakan faktor prognostik untuk outcome yang buruk pada stroke iskemik
Kata kunci : Stroke Iskemik, mikroalbuminuria, serum kalsium, prognostik, outcome
(18)
ABSTRACT
Background and Purpose : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a leading cause of mortality and disability. Experimental studies provide evidence an association between severity of ischemic stroke with increased serum calsium in blood and microalbuminuria. The purpose of these study was to investigate the role of microalbuminuria and serum calsium as prognostic factors of ischemic stroke outcome.
Methods : This was an observational cross sectional study performed on ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital in October 2009 until June 2010. Ischemic stroke diagnosis was established based on history, neurological examination and cranial calsium were measured within 24-76 hours from admission. Stroke outcome was evaluated by using the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) ,modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) on seventh day.
Result : Thirty two patients, consisted of 17 men and 15 women were studied. There was no significant difeerence on microalbuminuria and serum calcium levels on age and sex. There was no significant difference between microalbuminuria and serum calcium to NIHSS, mRS, BI score.
Conclusions : Microalbuminuria and serum calcium from these study have not a determine as prognostic factors for ischemic stroke, Microalbuminuria and serum calsium have not a role as a prognostic factors for worse outcome in ischemic stroke patients
Keyword : ischemic stroke, microalbuminuria, serum calcium, prognostic, outcome
(19)
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan : Stroke Iskemik masih menjadi masalahj kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bukti adanya hubungan antara keparahan stroke iskemik dengan tingginya serum kalsium dalam darah danterjadinya mikroalbuminuria. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peranan mikroalbuminuria dan serum kalsium sebagai prognostik stroke iskemik.
Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik di RS Adam Malik pada Oktober 2009 sampai Juni 2010. Diagnosa stroke iskemik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan CT scan kepala yang dilakukan saat masuk. Kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium diukur dalam 24-76 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale
(mRS), Barthel Index (BI) pada hari ke-tujuh.
Hasil : Terdapat 32 pasien dalam penelitian ini, terdiri dari 17 lelaki dan 15 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Juga tidak diketemukan perbedaan yang bermakna antara mikroalbuminuria dan serum kalsium terhadap nilai NIHSS, mRS, dan BI. Kesimpulan : Kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium pada penelitian ini bukan menentukan prognosa pada stroke iskemik, Pada penelitian ini tidak jelas apakah mikroalbuminuria dan serum kalsium merupakan faktor prognostik untuk outcome yang buruk pada stroke iskemik
Kata kunci : Stroke Iskemik, mikroalbuminuria, serum kalsium, prognostik, outcome
(20)
ABSTRACT
Background and Purpose : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a leading cause of mortality and disability. Experimental studies provide evidence an association between severity of ischemic stroke with increased serum calsium in blood and microalbuminuria. The purpose of these study was to investigate the role of microalbuminuria and serum calsium as prognostic factors of ischemic stroke outcome.
Methods : This was an observational cross sectional study performed on ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital in October 2009 until June 2010. Ischemic stroke diagnosis was established based on history, neurological examination and cranial calsium were measured within 24-76 hours from admission. Stroke outcome was evaluated by using the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) ,modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) on seventh day.
Result : Thirty two patients, consisted of 17 men and 15 women were studied. There was no significant difeerence on microalbuminuria and serum calcium levels on age and sex. There was no significant difference between microalbuminuria and serum calcium to NIHSS, mRS, BI score.
Conclusions : Microalbuminuria and serum calcium from these study have not a determine as prognostic factors for ischemic stroke, Microalbuminuria and serum calsium have not a role as a prognostic factors for worse outcome in ischemic stroke patients
Keyword : ischemic stroke, microalbuminuria, serum calcium, prognostic, outcome
(21)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di
Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker, demikian juga
diberbagai negara di dunia dan setiap tahunnya 700.000 orang akan
mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan
serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang (Hacke dkk,
2003; William, 2001; Rosamond dkk, 2007).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia
pada tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat, dan
cermat (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,
1999).
Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional
dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan
perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15-30% menjadi cacat permanen.
Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan, bukan
hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh
keluarga dan pengasuh yang lain (Goldstein dkk, 2006).
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh
(22)
diseluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah
sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama
perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak
dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu
11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun 33,5%
(Misbach, 2007).
Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan
banyaknya faktor resiko. Resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke
yaitu 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki
kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal.
Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka
panjang yang penting. Kira-kira 40%-60% pasien diabetes terkomplikasi
dengan hipertensi yang mana merupakan faktor resiko yaang paling kuat
untuk stroke. Apabila diabetes dan hipertensi terjadi bersamaan dengan
resiko untuk stroke akan semakin meningkat secara drastis (Gilroy,2000;
Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskular Perdossi, 2007;
Goldstein dkk, 2006).
Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat
dengan bertambahnya usia dan merupakan penyebab kecacatan yang
utama diantara semua orang dewasa dan merupakan penyebab utama
kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang
(23)
Konsentrasi albumin dalam serum telah lama diketahui sebagai
indikator kasar keadaan kesehatan umum seorang individu. Konsentrasi
albumin dalam serum sedang sampai sangat rendah berhubungan
dengan morbiditas dan semua penyebab mortalitas pada orang dewasa.
Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan
survival dan outcome, tetapi masih belum jelas apakah berhubungan
dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional yang
ditemukan pada penyakit diabetes mellitus. Castaneda dkk pada
penelitiannya mendapatkan bahwa konsentrasi serum albumin yang
rendah berhubungan dengan diabetes (Castaneda, 2000).
Albuminuria merupakan suatu pertanda dari keterlibatan vaskular
seperti peningkatan tekanan darah terutama sistolik, kebiasaan merokok,
peningkatan kadar angiotensin, disfungsi endotelial, akut, dan subclinical
inflammation. Kadar albumin dalam urine dapat memprediksi angka
kematian dan kecacatan pada penyakit kardiovaskular (Pedrinelli R
dkk,2002).
Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang
berkhasiat sebagai neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang
dengan stroke akut memperlihatan bahwa terapi albumin pada dasarnya
memperbaiki fungsi neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya
volume infark serebral, berkurangnya pembengkakan otak dan
penumpukan natrium walaupun diberikan setelah lebih dari 2
(24)
(Dziedzic dkk,2004; Gum dkk, 2004).
Angka kematian dan kecacatan pada penyakit kardiovaskular
memberikan dampak langsung sebagai awal pembentukan
atherosklerosis yang dapat terdeteksi sehingga dapat diupayakan
langkah-langkah pencegahan (Weir MR, 2007)
Atherosklerosis melibatkan intima dalam pembuluh darah yang
berkembang mulai usia anak-anak hingga dewasa yang sering
dihubungkan dengan kadar kolesterol non HDL. Penumpukan kolesterol
didalam pembuluh darah menyebabkan pengurangan distensibilitas (Weir
MR,2007).
Pada Albumin in acute stroke (ALIAS) Pilot Trial, albumin manusia
25% dalam rentang dosis diatas 2,05 g/kg dapat ditoleransi oleh pasien-
pasien dengan stroke iskemik akut tanpa komplikasi berat yang dibatasi
oleh dosis. Hanya 13% yang mengalami edema pulmonal ringan sampai
sedang yang segera dapat diatasi dengan pemberian diuretik (Ginsberg
dkk, 2006). Subjek yang menjalani terapi tissue plasminogen Activator
(tPA) yang menerima albumin dosis tinggi tiga kali akan memperoleh
outcome yang baik dibandingkan dengan subjek yang menerima dosis
rendah albumin, hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada efek sinergik
positif antara albumin dengan tissue Plasminogen Activator (tPA).
(Palesh dkk, 2006).
Mikroalbuminuria sebagai prediktor pada penyakit jantung dan
(25)
mendeteksi mikroalbuminuria memerlukan screening tool yang penting
bagi seseorang yang mempunyai resiko tinggi menderita penyakit
kardiovaskular dan penyakit ginjal. Albuminuria menurut Gold Standart
dari American Diabetes Association yaitu pengukuran ekskresi albumin
didalam urine yang diperoleh dalam 24 jam (Mattix HJ, 2002).
Pada tahun 2002 Mattix HJ dkk membuat penelitian mengenai
mikroalbuminuria terhadap jenis kelamin dan ras. Hasilnya menunjukkan
tidak ada perbedaan yang nyata pada jenis kelamin tetapi konsentrasi
urine kreatinin lebih tinggi pada non Hispanic dan Meksiko (Mattix HJ,
2002).
Data dari tahun 1999 sampai tahun 2000 oleh National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) mengindikasikan 8,8%
penduduk Amerika Serikat menderita mikroalbuminuria (Weirr ME, 2007).
Penelitian terbaru telah menghubungkan antara urinary excretion
dan outcome klinis. Beberapa data epidemiologik menunjukkan bahwa
mikroalbuminuria berhubungan dengan peningkatan angka kematian dari
penyakit kardiovaskular, abnormalitas kardiak. Cerebrovaskuler
Disease (CVD), dan peripheral arterial disease (PAD) (Weirr MR, 2007).
Mikroalbuminuria pada umumnya terdapat pada pasien dengan
CVD dan berhubungan dengan peningkatan resiko stroke termasuk
cerebral ischemia lacunae, middle artery stenosis, terganggunya aliran
(26)
Pasien yang mengidap stroke akut dan mikroalbuminuria mempunyai
outcome yang buruk (Weirr MR, 2007).
Mikroalbuminuria berhubungan dengan faktor resiko untuk stroke
termasuk diabetes, hipertensi, penuaan, dan riwayat Myocardial Infarction
(Beamer NB dkk, 1999). Mikroalbuminuria merupakan prediktor penyakit
kardiovaskular, penyebab kematian pada penderita diabetes/ non
diabetes, dan sebagai indikator kuat pada peninggian tekanan darah
sistolik dan serum kholesterol (Mattix HJ dkk, 2002).
Beamer dkk (1999) melakukan studi prospektif pada 186 lelaki dan
wanita dengan mikroalbuminuria dan mendapatkan penderita dengan
mikroalbuminuria tiga kali lebih tinggi menderita stroke dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai faktor resiko stroke dan tidak berbeda
dengan subtipe stroke seperti atherotrombotik 23%, kardiemboli 30%, dan
lakunar 33%.
Weirr MR (2007) melaporkan bahwa European Prospective
Investigation into Cancer in Norfolk pada studi prospektif terhadap 23630
penduduk mendapatkan bahwa mikroalbuminuria berhubungan dengan
50% peningkatan resiko stroke.
Kalsium memegang peranan penting pada jalur molekuler dan
selular pada kematian sel. Iskemik neuronal yang mengakibatkan
kematian sel melibatkan beberapa jalur termasuk kehilangan homeostatis
ion. Metabolisme sel kalsium selama dan sesudah periode sementara
(27)
hipoksia menjadikan pencetus cepat bagi translokasi kalsium dari
ekstrasellular ke intrasellular pada jaringan otak (Ovbiagele B, 2008).
Kalsium berperan dalam mengaktivasi enzim perusak asam
nukleus, protein, dan lipid dengan target utama membran phopolipid yang
sangat sensitif. Konsentrasi kalsium di ekstrasel ditemukan sekitar 10.000
kali lebih besar dibandingkan intrasel. Keseimbangan ini dipertahankan
melalui pompa ATP yang aktif, intaknya pertukaran kalsium dan natrium di
membran oleh adanya pompa Na-K, pemisahan kalsium intraselluler di
retikulum endoplasmik memulai proses penggunaan ATP yang aktif serta
akumulasi dari kalsium intraseluler melalui pemisahan kalsium di
mitokondria secara oksidatif. Dalam keadaan iskemik tidak adanya energi
maka akan terjadi kehilangan keseimbangan gradien antara natrium dan
kalium yang secara beruntun mengakibatkan gangguan keseimbangan
kalsium. Sehingga kalsium memegang peranan penting pada jalur selular
dan molekul pada kematian jaringan yang mengalami iskemik (Patel P,
2008; Nicotera P, 2003; Kristian T dan Siesjo BK, 1998).
Ovbiagele dkk (2008) melaporkan sebanyak 659 orang yang telah
melengkapi data termasuk kadar Ca mendapatkan kadar Ca tertinggi
(28)
I. 2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang
telah diuraikan diatas dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah peranan mikroalbuminuria dan serum kalsium sebagai
prognostik pada stroke iskemik ?
I. 3. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan :
I. 3. 1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui peranan mikroalbuminuria dan
serum kalsium sebagai prognostik pada stroke iskemik.
I. 3. 2. Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui peranan mikroalbuminuria dan
serum kalsium sebagai prognostik pada stroke
iskemik akut yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi
rerata kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium
pada penderita stroke iskemik akut di RSUP.H. Adam Malik
Medan
1. 4. HIPOTESA
Mikroalbuminuria dan serum kalsium memiliki peran sebagai faktor
(29)
I. 5. MANFAAT PENELITIAN
Dengan mengetahui adanya peranan mikroalbuminuria dan serum
kalsium sebagai prognostik stroke iskemik, maka dapat memprediksi
prognosa pasien yang dirawat di bangsal neurologi RSUP.H. Adam Malik
Medan dan sebagai dasar untuk salah satu tindakan preventif bagi pasien
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE
II. 1. 1. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005).
Stroke Iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen ke jaringan otak (Sjahrir,
2003).
II. 1. 2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan serta
merupakan satu dari tiga penyebab terbesar kematian di Amerika Serikat,
termasuk di banyak negara lainnya di dunia, setelah penyakit jantung dan
kanker. Hampir ¾ juta individu di Amerika Serikat mengalami stroke setiap
tahunnya dan dari jumlah tersebut sebanyak 150.000 orang (90.000
wanita dan 60.000 pria) meninggal akibat stroke. Sekitar 1,5 juta
penduduk di Cina meninggal setiap tahunnya akibat stroke (Ali M dkk,
(31)
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara Eropa, diperkirakan
terdapat 100-200 kasus stroke baru per 100.000 penduduk per tahun
(Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000
insiden stroke per tahun, dengan 4,8 juta penderita yang bertahan hidup
(Goldstein dkk, 2006). Di Amerika Selatan rata-rata insiden stroke
pertahun 0, 35-1,83 per 1000 penduduk (Saposnik, 2003). Di antara
penduduk asli Amerika, Indian/ Alaska yang berumur diatas usia 18 tahun,
5,1% mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam
atau Afrika angkanya 3,2% pada mereka yang berkulit putih 2,5% dan
pada orang-orang Asia 2,4%. Prevalensi silent infark serebri diantara
umur 55-64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini meningkat menjadi
22% diantara umur 65-69 tahun, 28% diantara umur 70-74 tahun, 32%
diantara umur 75-79 tahun, 40% diantara umur 80-85 tahun dan 43%
pada umur diatas 85 tahun. Bila angka ini digunakan pada tahun 1998
pada perkiraan populasi di Amerika maka diperkirakan 13 juta
penduduk mengalami silent stroke
( Rosamond dkk, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh oleh Machfoed di beberapa rumah
sakit di Surabaya diperoleh data bahwa dari 1.397 pasien yang
didiagnosa dengan stroke, 808 pria dan 589 wanita. Sebanyak 1001
(71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396 (28,27%) adalah stroke
hemoragik. Umur rata-rata untuk semua pasien stroke adalah 76,43
(32)
dengan umur rata-rata untuk pasien stroke iskemik 77,43 tahun dan 75,21
tahun untuk stroke hemoragik (Machfoed, 2003).
Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat
dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita usia
muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua (Misbach, 1999).
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke yag menyerang
kelompok usia diatas usia 40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat
proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat
disebabkan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis dan
emboli, pecahnya dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas
maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak
serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital
maupun degeneratif atau akibat proses lain seperti peradangan,
atherosclerosis, hipertensi, dan diabetes mellitus (Misbach, 1999).
Stroke menjadi penyebab kecacatan utama diantara semua orang
dewasa dan kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka
panjang diantara populasi usia dan merupakan penyebab utama
gangguan fungsional dengan 20% penderita yang masuh bertahan hidup
memerlukan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15% sampai 30%
menjadi cacat permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat
merubah kehidupan yang tidak hanya mengenai seseorang yang dapat
(33)
(Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005; Gilroy, 2000; Hacke,
2003; Goldstein dkk, 2006).
II. 1. 3. Klasifikasi Stroke Iskemik
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas
patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)
(Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
1. Tipe karotis
(34)
Sindroma ini memberikan informasi yang berharga mengenai lokasi
anatomi pembuluh darah, etiologi, dan prognosa stroke. Kira-kira 1%
pasien stroke tidak cocok dengan salah satu sindrome ini (Hankey dan
Less, 2001).
II.1.4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi
(nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat
(welldocumented or less well documented) (Goldstein, 2006)
1. Non-modifiable risk factors :
1. Age
2. Sex
3. Low birth weight
4. Race / ethnicity
5. Genetic
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
(35)
6. Stenosis arteri carotis
7. Sickle cell disease
8. Terapi hormon postmenopause
9. Poor diet
10. Physical inactivity
11. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Sindroma metabolik
2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Slepp-disordered breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
11. Infeksi
II. 1. 5. Patofisiologi Stroke Iskemik
Kemajuan yang pesat dan kompleks di bidang patofisiologi stroke
sangat mempengaruhi strategi manejemen stroke. Keadaan ini
(36)
patofisiologi yang jelas. Sehingga pengobatan diharapkan akan
memperbaiki proses yang menyebabkan kematian sel-sel saraf akibat
iskemia fokal atau global. Oleh karena itu setiap terobosan dan
pengetahuan baru tentang patofisiologi stroke akan mempengaruhi
pengobatan. Sehubungan dengan itu pengetahuan mengenai patofisiologi
stroke merupakan hal dasar yang harus diketahui dokter supaya dapat
mengerti sasaran penyakit yang dilakukan serta keterbatasannya
(Misbach, 1999).
Otak hanya terdiri dari 2% dari massa tubuh, namun untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya yang besar, ia membutuhkan hingga
20% dari output jantung dan tergantung pada suplai oksigen dan glukosa
yang terus menerus. Otak secara unik rentan terhadap injury iskemik.
Jika perfusi ke otak terhenti atau berkurang secara kritis, terjadi
keterbatasan kemampuan untuk mengkompensasi dan meminimalkan
ketersediaan energi (Ahmed Disher, 2001).
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan
reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan
unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007). Neuron yang iskemik menjadi
terdepolarisasi oleh karena kurangnya ATP dan sistem transport ion pada
membrane gagal, terjadi influks kalsium yang menyebabkan pelepasan
sejumlah neurotransmiter, termasuk sejumlah besar glutamat yang
(37)
pada neuron-neuron yang lain. Influks kalsium yang banyak ini juga
mengaktifasi berbagai enzim perusak yang menyebabkan destruksi
membran sel dan struktur neuron penting lainnya (Sacco, 2000).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian
inti (core) dengan tingkat iskemik terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi.
Diluar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel
otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang
fungsi-fungsinya dan menyebabkan defisit neurologis juga. Tingkat
iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik
diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya
aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik
inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat
direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibelitas otak
tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007).
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap (Sjahrir, 2003) :
Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatsis ion
(38)
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan
energi, hilangnya homeostasisi ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas, dan toksisitas yang diperantarai radikal
(39)
Gambar I. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut
Dikutip dari : Sherki, Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed, E., Offen, D. 2002. Antioxidant therapy in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54: 271-284.
(40)
II. 2. MIKROALBUMINURIA
Stroke menyebabkan kematian dan kecacatan di seluruh dunia.
Salah satu penyebabnya adalah faktor resiko kardiovaskular seperti
peningkatan tekanan darah, merokok, diabetes, kolesterol. Beberapa
penelitian prospektif menduga adanya protein di dalam urine berhubungan
langsung dengan kejadian stroke. Proteinuria yang terjadi sebagai
konsekuensi abnormalitas transglomerular sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler glomerular yang mengakibakan terganggunya
reabsorpsi sel epithelial pada tubuli ginjal ( Ninomiya T dkk,
2009;Ovbiagele B dkk,2010).
Serum albumin manusia adalah satu molekul yang unik yang
merupakan protein utama dalam plasma manusia (3,4-4,7 g/dl) dan
membentuk kira-kira 60% dari protein plasma total. Kira-kira 40% albumin
dijumpai didalam plasma dan 60% yang lain dijumpai di ruang intraseluler.
Hati menghasilkan kira-kira 12g albumin per hari yang merupakan
kira-kira 25% dari total sintesa protein hati. Ia mempertahankan tekanan
osmotik koloid dalam pembuluh darah dan mempunyai sejumlah fungsi
penting yang lain (Gum dkk, 2004; Murray, 2006). Albumin melarutkan
dan menghantarkan banyak molekul-molekul kecil dalam darah
(contohnya birubin, kalsium, progesterone, dan obat-obatan) merupakan
tempat penyimpanan protein dan merupakan partikel utama yang
menentukan tekanan onkotik plasma, supaya cairan tidak dapat secara
(41)
Sintesa albumin membutuhkan : mRNA untuk translasi ; suplai
yang cukup agar asam amino diaktivasi dengan cara berikatan dengan
tRNA; ribosom untuk pembentukan dan; energi dalam bentuk ATP.
Sintesa albumin dimulai didalam nucleus, dimana gen ditranskripsikan ke
dalam messenger ribonucleic acid (mRNA). Kemudian nRNA disekresikan
ke dalam sitoplasma, dimana ia berikatan dengan ribosom, membentuk
polysome yang mensintesa prealbumin. Prealbumin adalah molekul
albumin dengan 24 asam amino yang disambung pada terminal N.
Sambungan asam amino memberi isyarat penempatan prealbumin ke
dalam membrane reticulum endoplasma. Setelah berada di dalam lumen
reticulum endoplasma, 18 asam amino akan memecah, menyisakan
proalbumin (albumin dengan 6 asam amino tersisa). Proalbumin kemudian
dikirim ke Golgi apparatus, dimana 6 sambungan asam amino
dipindahkan sebelum albumin disekresi oleh hepatosit (Nicholson
dkk,2000; Parelta dkk, 2006).
Penurunan konsentrasi albumin serum dapat terjadi melalui 2 cara
yaitu albumin hilang dari tubuh dalam jumlah besar (perdarahan, renal,
gastrointestinal, eksudasi kulit yang berat) atau terjadi penurunan
produksi albumin (hepatic insufficiency, malnutrisi). Penyebab lain
rendahnya albumin teermasuk hypoadrenocorticism dan
hyperglobulinemia (karena multiple myeloma). Pada kebanyakan kasus ,
bermaknanya hipoalbuminemia dikarenakan oleh penyebab utama yaitu
(42)
gastrointestinal loss (protein losing enteropathy). Walaupun rentang nilai
rujukan bervariasi, secara umum albumin serum kurang dari 2,5 mg/ dl
disebut abnormal, dan konsentrasi kurang dari 1,5 mg/dl dapat
menyebabkan tanda klinis yang bermakna, seperti pembentukan asites
dan edema (Rose, 2002).
Malnutrisi sering kurang mendapat perhatian pada penderita stroke
akut walaupun hal tersebut berhubungan dengan peningkatan prevalensi
komplikasi, gangguan fungsi imunologis, dan tingginya mortalitas diantara
pasien-pasien yang diopname di rumah sakit. Respon stres yang terjadi
pada penderita stroke akut dapat menyebabkan malnutrisi karena proses
katabolisme yang berlebihan dan konsumsi viseral yang sering terjadi
pada minggu pertama disamping tingginya frekuensi infeksi pernafasan,
saluran kemih, dan bed sore. Keadaan stress dan malnutrisi merupakan
predictor yang penting dari buruknya prognosis (Davalos dkk, 1999).
Beberapa penelitian mengandalkan serum albumin sebagai
pertanda status nutrisi. Walaupun demikian, kadang-kadang sulit untuk
membedakan antara perubahan kadar albumin yang disebabkan oleh
gangguan nutrisi dengan proses penyakit yang mendasari. Menurut Davis
dkk yang menggunakan subjective global assessment (SGA), suatu
metode pemeriksaan nutrisi yang tervalidasi untuk menilai pengaruh
nutrisi yang tidak normal sebelumnya pada outcome stroke menemukan
bahwa nutrisi yang tidak normal sebelumnya dapat meningkatkan resiko
(43)
yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan nutrisi yang tidak normal
pada populasi yang beresiko untuk stroke dapat memperbaiki outcome
setelah stroke (Davis dkk, 2004).
Demikian juga halnya dengan keadaan metabolik yang abnormal
dapat menyebabkan disfungsi arteri. Faktor-faktor ini menyebabkan arteri
mudah mengalami atherosclerosis (Beckman dkk, 2002). Disfungsi
endotel dapat dijumpai pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 dan
juga pada individu dengan diabetes tipe 1 jika dijumpai
mikroalbuminuria (Calles dkk, 2001).
Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang
berkhasiat sebagai neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang
dengan stroke akut memperlihatkan pada binatang dengan stroke akut
memperlihatkan bahwa terapi albumin pada dasarnya memperbaiki fungsi
neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya volume infark serebral,
berkurangnya pembengkakkan otak, penumpukan natrium, bahkan
setelah lebih dari 2 jam setelah onset iskemik (Dziedzic dkk, 2004: Gum
dkk, 2004).
Hipoalbuminemia merupakan masalah yang sering terjadi diantara
orang-orang dengan kondisi medis akut maupun kronis. Pada saat sampai
di rumah sakit, 20% pasien akan mengalami hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan termasuk
(44)
pada kebanyakan kasus hipoalbuminemia disebabkan oleh respon
inflamasi akut dan kronis (Parelta dkk, 2006).
Ukuran mikroalbuminuria menggambarkan adanya peningkatan
kadar albumin yang abnormal dalam urine yang tidak dapat dideteksi
dengan menggunakan dipstik urinalisa. Mikroalbuminuria dapat ditemukan
pada 1/3 atau lebih pasien diabetes. Adanya mikroalbuminuria dapat
memprediksi penyakit ginjal sampai pada diabetic nephropathy yang jelas
akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 30%
penderita yang baru didiagnosa dengan diabetes tipe 2 akan mempunyai
kadar albumin yang tinggi dalam urine dimana 75% mikroalbuminuria dan
25% diabetic nephropathy. Diagnosa mikroalbuminuria apabila kadar
albumin dalam urine 30 mg/ hari atau lebih (ekskresi > 20 μg/ menit atau konsentrasi > 20 mg/L urine) ( Tobe dkk, 2002).
Mikroalbuminuria dikenal sebagai indikator kuat bagi peningkatan
kardiovaskuler bagi kelompok penderita diabetes dan nondiabetes. Cara
pengukuran dengan memakai dipstik yang menunjukkan proteinuria. Nilai
normal dari ekskresi albumin kurang dari 20 mg/ hari ( 15 μgr/ menit) apabila ekskresi albumin adalah nilai ekskresi albumin antaara 30-300 mg/
hari disebut yang mikroalbuminuria ) ( Weirr MR, 2007 ; Jong PE
dan Curhan GC, 2006).
Studi awal memperlihatkan mikroalbuminuria sebagai awal
manifestasi klinis Diabetes Nepropati pada Diabetes Mellitus tipe 1 dan
(45)
penyakit Diabetes mellitus. Mikroalbuminuria juga faktor resiko yang
penting di dalam cardiovascular disease dan berhubungan dengan tingkat
kematian akibat hipertensi pada seseorang DM dan tanpa DM (Pedrinelli
R dkk, 2002).
Pada penelitian yang dilakukan oleh HOPE (Heart Outcome
Prevention Evaluation) yang menghubungkan mikroalbuminuria dengan
resiko penngkatan agregrasi seperti miokardial infark, stroke, dan
kardiovaskular telah diperoleh hasil yang menyatakan penderita stroke
57% dan resiko kematian akibat penyakit kardiovaskular 98% pada
penderita non diabetes (Weirr dkk, 2007).
Proses patofisiologi yang menghubungkan mikroalbuminuria
dengan cerebrovascular disease masih belum jelas. Mikroalbuminuria
penyebab penyakit pada sistem vaskular. Hipotesis oleh Deckert bahwa
albumin yang terdapat di urine merupakan refleksi dari kerusakan pada
vaskular. Fungsi endotel dan inflamasi kronik dapat menerangkan
hubungan antara mikroalbuminuria dan CVD. Inflamasi yang terjadi
menjadi penyebab terhadap fungsi endothelial dan beberapa studi
menggunakan pertanda seperti protein C reaktif, interleukin 6, yang
mengindikasikan low grade inflamasi dihubungkann dengan kejadian dan
mikroalbuminuria meningkatkan resiko penyakit atherosclerosis. Meskipun
banyak studi cross sectional dan prospektif mengindikasikan
mikroalbuminuria dihubungkan dengan berbagai faktor resiko
(46)
diabetes, obesitas, dislipidemia,dengan athrerosclerosis. Mikroalbuminuria
berhubungan dengan faktor resiko stroke termasuk diabetes, hipertensi,
aging,riwayat myocardial infarction. Beberapa penelitian
menghubungkan proteinuria dengan stroke serta beberapa analisa dari
Cardiovascular Health Study menyatakan bahwa protein dan perdarahan
serebral sebagai prediktor dari transformasi perdarahan pada pasien
stroke iskemik. Cerebral microbleed berhubungan dengan kerusakan
pembuluh darah kecil pada penyakit iskemik dan berfungsi sebagai
pertanda peningkatan resiko dari perdarahan intrakranial (Weirr dkk, 2007;
Ovbiagele B dkk, 2010).
II. 3. SERUM KALSIUM
Pada stroke iskemik terjadi nekrosis pada neuron terutama sebagai
disintegrasi struktur sitoskleton karena zat-zat neurotransmitter
eksitotoksik yang bocor pada proses hipoksia akut. Kerusakan yang
terjadi akibat berkurangnya energi yang berkepanjangan pada sel-sel otak
yang menyebabkan apoptosis yang mengakibatkan kematian sel secara
perlahan karena kehabisan energi pendukungnya. Otak membutuhkan
energi yang cukup besar untuk mempertahankan keseimbangan ion-ion
yang berada di intraseluler seperti kalium dan ekstraselular seperti
naatrium (Na+), kalsium (Ca++ ), dan khlor (Cl). Keseimbangan ini dipertahankan melalui pompa ion aktif yang bergantung pada energi tinggi
(47)
yaitu adenosine triphosphate (ATP) dan adenosine diphosphat (ADP) (Ali
M dkk, 2007).
Dalam keadaan iskemik sehingga tidak adanya bahan energi, akan
terjadi kehilangan keseimbangan gradien antara Na+ dan K+ yang secara beruntun mengakibatkan gangguan keseimbangan Ca++. Hal ini akan menyebabkan masuknya Ca++ kedalam sel secara masif yang selanjutnya mengakibatkan beban mitokondria secara berlebihan. Kalsium akan
mengaktifkan fosforilase membrane dan protein kinase. Akibatnya akan
terbentuk asam lemak bebas (FFA) yang berpotensi menginduksi
prostaglandin dan asam arakidonat. Metabolisme asam arakidonat ini
akan membentuk radikal bebas yang akan memacu agregrasi platelet dan
vasokonstriksi vaskuler. Selain itu keberadaan Ca++ yang berlebihan dalam sel akan merusak beberapa jenis enzim termasuk protein kinase C
dan Ca++ juga mengaktivasi enzim denuklease yang mengakibatkan terjadinya apoptosis (Nicotera P, 2003).
Terjadinya akumulasi kolesterol menjadi penyebab berkurangnya
distensibilitas arterial yang terjadi sebelum perubahan pada dinding
pembuluh darah. Pada fase pertama dari atherosclerosis menunjukkan
penebalan intima dengan peningkatan smooth muscle cells dan
extracellular matrix. Smooth muscle cells ini diperoleh dari hematopoetic
stem cells yang bermigrasi ddan proliferasi didalam intima. Jika lesi
(48)
lapisan intima yang menimbulkan apoptosis yang memungkinkan
terjadinya kalsifikasi (Patel P, 2008).
Studi yang dilakukan oleh Ovbiagele B (2006) menunjukkan kadar
serum Ca ++ yang tinggi akan mengurangi stroke. Hipotesa itu menjelaskan efek primer pada peningkatan kadar serum Ca ++ memberikan peran pada pertanda molekul extraselular, aktivasi ini
meningkatkan Ca++ ekstraselular. Hal ini akan menimbulakn perubahan pada intraselluler second messenger yang megawali jalur
antiapoptosis.(Ovbiagele B,2006).
Peningkatan kadar serum Ca++ akan mengurangi jaringan yang iskemik dengan memodifikasi jalur eksitoksik. Jaringan yang iskemik akan
menyebabkan pengeluaran glutamate endogen dimana terjadinya
akumulasi serum Ca++ intraseluler melalui N methyl D Aspartat dan voltage dependen calcium channels. Iskemik otak selalu berhubungan
dengan kalsium ekstraseluler. Pada iskemik pengurangan kadar serum
kalsium mengarah ke disinhibisi yang menyebabkan terjadinya
depolarisasj membrane dan influx calsium. (Buck BH, 2007)
II. 4. COMPUTED TOMOGRAPHY (CT-scan)
Sejak diperkenalkan tahun 1973, CT telah merubah pendekatan
akan diagnosa stroke. Dengan CT memungkinkan dengan jelas
membedakan iskemia otak dengan perdarahan dan menentukan ukuran
(49)
Computed Tomography sken tanpa kontras (Non-Contrast Computed
Tomography / NCCT) merupakan pemeriksaan radiologi rutin yang
pertama di unit gawat darurat untuk menilai pasien dengan stroke akut,
dan masih tetap merupakan pemeriksaan imejing stroke akut yang
standart. Peran standart dari NCCT dalam mendiagnosa stroke akut
dengan cepat mendeteksi perdarahan otak (Lev dkk, 2001).
Pada infark otak akut menurut standart pendidikan bahwa CT
adalah normal dalam 24 jam pertama setelah onset stroke (Furlan, 2001).
Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit
abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat
atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense
dan gelap, dan lebih seperti baji (wedge-like) dan berbatas. Sebagian
infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan
ketiga onset. Hal ini yang disebut sebagai fogging effect kadang-kadang
dapat mengaburkan lesi (Caplan, 2000).
Pantano dkk (1998) melaporkan bahwa sekitar dua pertiga pasien
ukuran infark ditegakkan dalam 24-36 jam setelah onset stroke,
sedangkan sisanya perubahan volume lesi dapat terjadi sesudah 24-36
jam pertama.
(50)
II. 5. OUTCOME STROKE DAN INSTRUMEN
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) :.
1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis
dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi,
fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh
stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat ”impairment” atau
disability” tersebut .
Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified
Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah
digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan
memperlihatkan interrater reliability (Sulter dkk, 1999 ; Weimar dkk, 2002).
Instrumen
Dalam uji klinik Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale
(51)
dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memberi
penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah
stroke (Sulter dkk, 1999).
Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian
dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu tehnik yang menilai
pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang
dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu (Sulter dkk, 1999) :
- Kelompok yang berhubungan dengan self-care antara lain : makan,
membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan
buang air kecil, penggunaan toilet.
- Kelompok yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan,
berpindah dan menaiki tangga.
Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa
fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0
yang menunjukkan ketergantungan total (Sulter dkk, 1999).
Skala mRS lebih mengukur ketergantungan daripada performasi
aktifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik
digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu
dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/
ketidakmampuan yang berat (Sulter dkk, 1999). Skala mRS adalah lebih
sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan
sedang (Weimar dkk, 2002). Meskipun kedua skala tersebut diatas
(52)
bagaimana skala tersebut seharusnya digunakan untuk menentukan
outcome pada uji klinik (Sulter dkk, 1999).
Sulter dkk (1999) melakukan trial pada beberapa penelitian yang
menggunakan skala BI dan mRS pada stroke iskemik, dimana pada studi
Granger dkk menemukan bahwa skor 60 pada BI berhubungan dengan
pergeseran dari dependent menjadi independent. Dan skor 85
menunjukkan peralihan dari memerlukan bantuan minimal ke-tanpa
bantuan (independent).
Pengukuran National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
untuk menilai impairment terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat
kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze
palsy, pemeriksaan lapangan pandang, fasial palsy, motorik, ataksia,
sensori, bahasa disartria, dan ekstensi/inattention). Skala ini telah banyak
digunakan pada penelitian-penelitian dalam terapi stroke akut dan
merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. Nilai skor NIHSS
saat pasien mengalami stroke akan dapat digunakan sebagai prediksi
perawatan pada saat setelah masa akut, dimana setiap peningkatan 1
poin skor secara signifikan akan menambah lama rawatan di rumah sakit.
Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara signifikan berhubungan dengan
perawatan pasien stroke, yaitu skor ≤ 5 (ringan) pasien dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13 (sedang) pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13
(berat) akan memerlukan fasilitas perawatan yang lama (Meyer dkk, 2002;
(53)
II. 6. KERANGKA KONSEPSIONAL
Weir MR (2007) Ovbiagele (2008) STROKE ISKEMIK
23430 org dgn mikro- 659 org dgn kadar albuminuria berhub Ca ↑↓ tingkat dgn ↑ resiko stroke keparahan stroke
Beamer (1990) Buck BH (2007) 186 ♀ & ♂ dgn 173 org dgn
konsumsi
mikroalbuminuria Ca ↑↓ mortalitas 3 x lebih ↑ akibat stroke iskemik stroke
MIKROALBUMINURIA SERUM KALSIUM
Mattix HJ (2002) ↑ TD sistolik dan kolesterol
PROGNOSIS STROKE ISKEMIK
Pedrinelli (2002)
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi
FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan dari tanggal 1 Oktober 2009 s/d 30
Juni 2010
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit.
Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling
non random secara konsekutif.
Populasi Sasaran
Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan CT sken otak.
Populasi Terjangkau
Semua penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam
Malik Medan.
(55)
Besar Sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 1995) n = Zα + Zβ 2
0,5 ln[(1+r)/(1-r)
Zα = nilai baku normal berdasarkan nilai yang telah ditentukan (α=0,05) Zα = 1,96
Zβ = 1,036 (β= 15%) ditetapkan oleh peneliti r = koefisien korelasi 0,51 (dari pustaka) n = 1,96 + 1,036 2
0,5 ln[(1+0,51)/(1-0,51)
n = 31,34 ~ 32
Dibutuhkan sampel minimal sebesar 32 kasus
Kriteria Inklusi
1. Semua penderita stroke iskemik pada fase akut yang dirawat di
Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP.H.Adam Malik Medan
2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Kriteria Eksklusi
1. Penderita stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT sken
otak.
(56)
III.3. BATASAN OPERASIONAL
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
Fase akut stroke adalah jangka waktu antara 24 jam pertama serangan stroke hingga 7 hari (Sullivan, 2007).
Albuminuria adalah kadar albumin dalam urine yang terbagi : normoalbuminuria bila konsentrasi albumin dalam urine < 20 mg / L,
mikroalbuminuria bila konsentrasi albumin dalam urine 20 – 200 mg / L,
makroalbuminuria bila konsentrasi albumin dalam urine > 200 mg / L (
Weirr MR, 2007).
Kadar Kalsium adalah rentang nilai normal kadar kalsium darah adalah 8,8 – 10,6 mg/dL ( Braunwald dkk, 2007).
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) : merupakan pengukuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang
dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12 item
pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon
terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial
(57)
Penilaian terdiri atas tiga yaitu ≤ 5 (stroke ringan), 6-13 (stroke sedang) dan >13 (stroke berat) (Meyer dkk, 2002 ; Schlegel dkk, 2003 ; William
dkk, 2000)
Modified Rankin Scale (mRS) : merupakan skala rating outcome global dengan nilai dari 0 (tidak ada gangguan) hingga 5 (hanya terbaring
ditempat tidur, inkontinensia, membutuhkan perawatan dan perhatian
menetap) dan 6 (outcome fatal) (Weimar dkk, 2002). Bila MRS 1-3,
dikelompokkan sebagai outcome baik sedangkan MRS 4-6 dikelompokkan
sebagai outcome jelek (Painthakar dan Dabhi, 2003).
Barthel Index (BI) : mengevaluasi 10 aktifitas dasar dalam mengurus diri sendiri (makan, membersihkan diri, berpakaian, perawatan
buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet) dan mobilitas
(berjalan, berpindah dan menaiki tangga). Skor maksimum dari BI adalah
100 (fungsi fisik benar-benar tanpa bantuan), dan nilai terendah 0
(fungsional bergantung total) (Sulter dkk, 1999 ; Weimar dkk, 2002).
III. 4. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitiaan ini merupakan penelitian observasional cross sectional
dengan sumber data primer yang diperoleh dari semua penderita stroke
iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK USU/ RSUP
H. Adam Malik Medan.
a. Studi observasi tanpa perlakuan dilakukan untuk
(58)
gambaran kadar mikrolbuminuria , kadar serum kalsium, niai
NIHSS, mRS, dan BI.
b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium dengan outcome
stroke iskemik.
III. 5. PELAKSANAAN PENELITIAN III. 5. 1. Instrumen
III. 5. 1. 1. Pemeriksaaan Albuminuria
Pemeriksaan albuminuria diukur dengan menggunakan
alat R dan D sistem dengan metode sandwich enzym
linked
immunosorbent assay (ELISA).
III. 5. 1. 2. Pemeriksaan Kadar Serum Kalsium
Pemeriksaan kadar serum kalsium dengan menggunakan alat
Hitachi 902 automatic analyzer.
III. 5. 1. 3. Computed Tomography Scan (CT Scan)
CT Scan yang digunakan adalah X Ray CT System , merk Hitachi
seri W 450.
III. 5. 1. 4. Pengukuran Outcome
Studi ini menggunakan NIHSS, BI, dan MRS sebagai skala
(59)
III. 5. 2. Pengambilan Sampel
Semua penderita stroke iskemik akut yang telah ditegakkan
dengan pemeriksaan Head CT Scan yang dirawat di ruang rawat
inap neurologi RA4 RSUP H. Adam Malik Medan yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diambil urine 24 jam
dan darah sebanyak 5 ml. Darah dan urine yang diperoleh segera
dikirim ke laboratorium Pramita untuk dilakukan pemeriksaan.
Penilaian NIHSS, MRS, dan BI dilakukan oleh dokter pemeriksa.
III. 5. 3. Kerangka Operasional
Penderita Stroke Iskemik
Anamnese
Pemeriksaan Neurologis
CT Scan kepala
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Surat Persetujuan Ikut Penelitian
(60)
Pemeriksaan kadar mikroalbuminuria
Pemeriksaan kadar serum kalsium
Pemeriksaan BI, MRS, NIHSS ( hari ke- 14)
Analisa data
III. 5. 4. Variabel yang Diamati
Variabel Bebas : Kadar mikroalbuminuria dan kadar kalsium
Variabel Terikat : Nilai NIHSS, BI, MRS
III. 5. 5. Analisa Statistik
Data hasil penelitian dianalisa secara stasistik dengan bantuan
program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science
Service) 15.
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut:
1. Analisa Deskriptif digunakan untuk melihat gambaran
karakteristik
demografik, kadar mikroalbuminuria dan kadar serum kalsium
pada
penderita stroke iskemik akut.
(61)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik penelitian
Dari keseluruhan pasien stroke yang dirawat di Bangsal Neurologi
RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Oktober 2009 sampai 31
Juni 2010, terdapat 32 pasien dengan stroke iskemik yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.
Dari 32 orang penderita stroke iskemik akut yang dianalisa, terdiri
dari 17 orang (53,1%) pria dan 15 orang (46,9%) wanita. Rentang usia
subjek adalah 37 tahun hingga 85 tahun, dimana kelompok usia terbanyak
adalah 60-69 tahun yaitu 11 orang (34,4%). Sedangkan jumlah terkecil
pada kelompok usia 30-39 tahun hanya 1 orang (3,1%).
Dari 32 orang sampel penelitian, suku terbanyak adalah suku Batak
yaitu 16 orang (50%) dan yang paling sedikit adalah suku Melayu yaitu 4
orang (12,5%). Waktu tiba di Rumah Sakit yang paling banyak dalam 1-24
jam sebanyak 21 orang. Dari beberapa faktor resiko yang diperiksa,
terdapat penderita dengan hipertensi sebanyak 28 orang (87,5%),
penderita dengan riwayat Diabetes mellitus sebanyak 18 orang (50%) ,
(62)
dengan penyakit jantung sebanyak 6 orang (16,7%). Data lengkap
mengenai subjek penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik sampel Stroke
n (%) Kelompok umur
30 – 39 tahun 1 3,1
40 – 49 tahun 3 9,4 50 – 59 tahun 9 28,19
60 – 69 tahun 11 34,4 70 – 79 tahun 3 9,4
≥80 tahun 5 15,6 Jenis kelamin
Laki-laki 17 53,1
Perempuan 15 46,9 Status perkawinan
Menikah 32 100 Suku
Melayu 4 12,5 Batak 16 50 Karo 7 21,9 Jawa 5 15,6 Pekerjaan
Ibu rumah tangga 13 40,6
Wiraswasta 5 15,6
Petani 6 18,8
Pegawai Negeri Sipil 8 25 Tiba di Rumah Sakit
1 – 24 jam 21 65,6 25 – 48 jam 9 28,1 49 – 72 jam 2 6,3 Faktor resiko
Hipertensi 28 87,5 Diabetes mellitus 18 56,2 Merokok 18 56,2 P. Jantung 6 18,7
Tabel 2. Distribusi albuminuria dan serum kalsium pada stroke iskemik
(63)
akut
STROKE
N x ± SD
Albuminuria 32 59,38±34,17 Kadar Serum Kalsium 32 8,75±0,52
Dari tabel 2 di atas dijumpai rerata kadar mikroalbuminuria (59,38 ±
34,17) dan kadar serum kalsium ( 8,75 ± 0,52) pada kelompok stroke.
Tabel 3. Distribusi albuminuria dan serum kalsium berdasarkan faktor resiko stroke iskemik
Faktor Resiko n Albuminuria Serum
kalsium (x) (x)
- Hipertensi 4 75 8,45
- DM 2 35 8,7
- Hipertensi + DM 6 56,66 8,71
- Hipertensi + merokok 6 70 8,9
- DM + merokok 2 30 8,55
- Hipertensi + DM+ merokok 6 46,6 8,8
- Hipertensi + DM+ peny. 2 60 8,4
Jantung
- Hipertensi + DM + merokok 2 50 8
+ peny. Jantung
- Hipertensi + merokok+ 2 100 8,9
jantung
Dari tabel 3 diatas dijumpai pada kelompok faktor resiko hipertensi
(64)
kalsium 8,45 mg/dL. Kelompok DM didapatkan kadar albuminuria 35 μ/ 24 jam dan kadar serum kalsium 8,7 mg/ dL. Kelompok hipertensi dan DM
didapatkan kadar mikroalbuminuria 56,6μ/24 jam dan kadar kalsium 8,71 mg/dL. Kelompok hipertensi dan merokok didapatkan kadar
mikroalbuminuria 70 μ/24 jam dan kadar serum kalsium 8,9 mg/dL. Kelompok DM dan merokok didapatkan kadar mikroalbuminuria 30 μ/24 jam dan kadar serum kalsium 8,55 mg/dL. Kelompok hipertensi, DM, dan
merokok didapatkan kadar mikroalbuminuria 46,6 μ/24 jam dan kadar serum kalsium 8,8 mg/dL. Kelompok hipertensi, DM, dan penyakit jantung
didapatkan kadar mikroalbuminuria 60 μ/24 jam dan kadar serum kalsium 8,4 mg/dL. Kelompok hipertensi, DM, merokok, dan penyakit jantung
didapatkan kadar mikroalbuminuria 50 μ/24 jam dan kadar serum kalsium 8 mg/dL Kelompok hipertensi, merokok, dan penyakit jantung 100 μ/24 jam dan kadar serum kalsium 8,9 mg/dL.
Gambar 4. Persentase Faktor Resiko Stroke Iskemik
Persentase Faktor Resiko Stroke Iskemik
13% 6% 19% 19% 6% 19% 6% 6% 6% Hipertensi DM
Hipertensi dan DM Hipertensi dan Merokok DM dan Merokok
Hipertensi, DM dan Merokok Hipertensi, DM dan Pykt Jantung Hipertensi, DM, Merokok dan Pykt Jantung
Hipertensi, Merokok dan Pykt Jantung
(65)
Dari gambar 4 dijumpai persentase faktor resiko stroke iskemik
yaitu kelompok hipertensi 13%, kelompok DM 6%, kelompok hipertensi
dan DM 19%, kelompok hipertensi dan merokok 19%, kelompok DM dan
merokok 6%, kelompok hipertensi, DM, dan merokok 19%, kelompok
hipertensi, DM, dan penyakit jantung 6%. Kelompok hipertensi, DM,
merokok, dan penyakit jantung 6%. Kelompok hipertensi, merokok, dan
penyakit jantung 6%
Gambar 5. Albuminuria Berdasarkan Faktor Resiko
Rerata Kadar Mikroalbuminuria Berdasarkan Faktor Resiko
0 20 40 60 80 100 120 Faktor Resiko K a d a r M ik ro a lb u m in u ri a Hipertensi DM
Hipertensi dan DM Hipertensi dan Merokok DM dan Merokok
Hipertensi, DM dan Merokok Hipertensi, DM dan Pykt Jantung Hipertensi, DM, Merokok dan Pykt Jantung
Hipertensi, Merokok dan Pykt Jantung
Dari gambar 5 diatas dijumpai kadar albuminuria berdasarkan
(66)
kelompok DM dengan hasil 35 μ/24 jam, kelompok hipertensi dan DM dengan hasil 56,66 μ/24 jam, kelompok hipertensi dan merokok dengan hasil 70 μ/24 jam, kelompok DM dan merokok dengan hasil 35 μ/24 jam, kelompok hipertensi, DM, dan merokok 46,4 μ/24 jam, kelompok hipertensi, DM, dan penyakit jantung 60 μ/24 jam , kelompok hipertensi, DM, merokok, dan penyakit jantung 50 μ/24 jam serta kelompok hipertensi, merokok, dan penyakit jantung 100 μ/24 jam.
Gambar 6. Kadar Serum Kalsium berdasarkan Faktor Resiko
Rerata Kadar serum Kalsium Berdasarkan Faktor Resiko
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Faktor Resiko S e ru m K a ls iu m Hipertensi DM
Hipertensi dan DM Hipertensi dan Merokok DM dan Merokok
Hipertensi, DM dan Merokok Hipertensi, DM dan Pykt Jantung
Hipertensi, DM, Merokok dan Pykt Jantung
Hipertensi, Merokok dan Pykt Jantung
Dari gambar 5 diatas dijumpai rerata kadar serum kalsium
berdasarkan faktor resiko yaitu kelompok hipertensi 8,45 mg/dL, kelompok
DM 8,7 mg/dL, kelompok hipertensi dan DM 8,71 mg/dL, kelompok
(67)
mg/dL, kelompok hipertensi, DM, dan merokok 8,8 mg/dL, kelompok
hipertensi, DM, dan penyakit jantung 8,4 mg/d/L, kelompok hipertensi,
DM, merokok, dan penyakit jantung 8 mg/dL, serta kelompok hipertensi,
merokok, dan penyakitjantung 8,95 mg/dL.
Tabel 4. Hubungan Albuminuria dan Kadar Serum Kalsium terhadap Outcome
NIHSS (n=32) BI (n=32) mRS
(n=32)
r p r p r p Albuminuria a) - 0,029 0,875 0,063 0,731 -0,031 0,864
Kadar Serum - 0,026 0,888 0,114 0,536 - 0,016 0,931
Kalsium b)
Keterangan a. Dengan uji korelasi Spearman b. Dengan uji korelasi Pearson
Dari tabel di atas tidak dijumpai hubungan antara kadar
mikroalbuminuria dengan nilai NIHSS, nilai BI, dan nilai mRS. Juga tidak
dijumpai hubungan antara serum kalsium dengan nilai NIHSS, nilai BI,
(68)
IV. 2. PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan tujuan
untuk melihat gambaran kadar mikroalbuminuria dan serum kalsium pada
penderita stroke iskemik.
Pada penelitian ini pasien stroke iskemik ditegakkan diagnosanya
dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan neurologis kemudian dilakukan
pemeriksaan Head CT Scan. Bagi pasien yang memenuhi kriteria inklusi,
dilakukan pemeriksaan kadar mikroalbuminuria dan kadar serum kalsium.
Outcome pasien dinilai pada hari ke- 14 yang dilakukan pemeriksa.
IV. 2. 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini subjek penelitian adalah sebanyak 32 orang
dimana dijumpai lebih banyak pria dibandingkan dengan wanita , yaitu
53,1% (n=17) pria dan 46,9% ( n= 15) wanita. Studi dari Ali M dkk, 2007
pada 15000 pasien stroke iskemik mendapatkan penderita laki- laki 8130
orang (54,2%). Studi dari Ovbiagele dkk, 2008 pada 659 pasien stroke
iskemik menemukan 413 penderita laki-laki (62,6%).
Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 63,03 ± 12, 43 tahun
dengan rentang usia 37 tahun hingga 85 tahun, dimana kelompok usia
terbanyak 60-69 tahun yaitu 11 orang (34,4%). Studi Buck BH dkk, 2007
(1)
Lampiran
3 Nama Pasien :
National Institute of Health Stroke Scale(NIHSS)
Skor hari ke 1 14
1.a. Derajat Kesadaran ... ...
0 = sadar penuh
1 = somnolen (tidak sadar, tetapi bangun dengan stimulasi minimal 2 = stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun)
3 = koma
1.b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang dan umurnya) 0 = kedua jawaban benar ... ...
1 = satu jawaban benar / tidak bisa bicara karena ETT atau disartria 2 = kedua jawaban salah / afasia / stupor
1.c.Perintah : minta pasien membuka dan menutup mata dan mengepal /
membuka kepalan tangannya pada sisi sehat . ... ...
0 = kedua perintah benar 1 = satu perintah benar 2 = kedua perintah salah
2. Gerakan Mata Konyugat Horizontal ... ... 0 = normal
1 = gerakan abnormal hanya pada satu mata
2 = deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata 3. Lapangan Pandang Pada Tes Konfrontasi ... ... . 0 = tidak ada gangguan (lapangan pandang baik)
1 = kwadranopia 2 = hemianopia total
3 = hemianopia bilateral (buta kortikal)
4. Paresis Wajah : minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat alis dan menutup mata ... ....
0 = normal (gerakan simetris)
1 = paresis ringan (sudut nasolabial rata, asimetri saat senyum 2 = paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah)
3 = paresis total (komplit paralise dari satu atau kedua sisi / tidak ada gerakan wajah pada bagian atas dan bawah)
5. Fungsi Motorik Lengan Kanan ... ... . 0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua lengannya selama 10 detik) 1 = lengan menyimpang kebawah selama 10 detik
(2)
2 = lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh
3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan
X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)
6. Fungsi Motorik Lengan Kiri (idem nomor 5) ... ... ... 7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan ... ... ... 0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua kakinya bergantian selama
10 detik)
1 = kaki menyimpang kebawah selama 10 detik
2 = kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh
3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan
X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)
8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7) ... ... ... 9. Ataxia Anggota Badan ... ... ... 0 = tidak ada ataxia
1 = ataxia pada satu ekstremitas
2 = ataxia pada dua atau lebih ekstremitas 3 = tidak dapat diperiksa
10. Sensorik (gunakan jarum untuk memeriksa lengan, tungkai, badan dan wajah, bandingkan sisi demi sisi) ... ... ... 0 = normal
1 = defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang
2 = defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral 11. Bahasa terbaik (minta pasien menjelaskan gambar atau nama)
0 = tidak ada afasia ... ... ... 1 = afasia ringan sedang
2 = afasia berat
3 = tidak dapat bicara (bisu) / global afasia / koma
12. Disartria (minta pasien mengucapkan beberapa kata) ... ... ... 0 = artikulasi normal
1 = disartria ringan sedang
2 = disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara) 3 = tidak dapat diperiksa (intubasi atau hambatan fisik lain)
13. Neglect / tidak ada atensi ... ... ... 0 = tidak ada
1 = parsial
(3)
2 = total
Total : ... ... ... Skor Total : - Saat Masuk Rumah Sakit = ...
- 7 hari setelah Masuk Rumah Sakit = ... - 14 hari setelah Masuk Rumah Sakit = ...
Nilai NIHSS berkisar antara 0 – 42
1. Nilai < 4 : stroke ringan 2. Nilai antara 4 – 15 : stroke sedang 3. Nilai > 15 : stroke berat
(4)
LAMPIRAN 4.
Nama Pasien :BARTHEL INDEX
AKTIVITAS SKOR HARI KE
1 7 14 1. Makan (feeding) ... ... ... 0 = tidak mampu
5 = membutuhkan bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll 10 = tanpa bantuan
2. Mandi (bathing) ... ... ... 0 = tergantung orang lain
5 = tanpa bantuan (atau pada shower / pancuran)
3. Mengurus diri (grooming) ... ... ... 0 = butuh bantuan dengan perawatan khusus
5 = tanpa bantuan cuci muka, rambut, gigi (alat tersedia)
4. Berpakaian (dressing) ... ... ...
0 = tergantung orang lain
5 = butuh bantuan tetapi kira-kira setengah dapat dilakukan
10 = tanpa bantuan (termasuk kancing nbaju, resleting, tali sepatu, dll
5. Kontrol buang air besar (bowel) ... ... ... 0 = inkontinensia (atau perlu diberikan enema)
5 = kadang-kadang inkontinensia 10 = terkontrol
6. Kontrol buang air kecil (bladder) ... ... ... 0 = inkontinensia, atau kateterisasi dan tidak mampu mengatur sendiri
5 = kadang-kadang inkontinensia 10 = terkontrol
7. Penggunaan toilet (toilet use) ... ... ... 0 = tergantung orang lain
5 = membutuhkan bantuan, tetapi dapat melakukan sesuatu sendiri 10 = tanpa bantuan (mulai dan berhenti, berpakaian, membersihkan)
8. Berpindah dari kursi ke tempat tidur dan sebaliknya (bed to chair and back) 0 = tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk ... ... ... 5 = banyak bantuan (satu atau dua orang, secara fisik, bisa duduk)
10 = sedikit (verbal atau fisik) 15 = tanpa bantuan
9. Mobilitas (pada permukaan datar) (mobility (on level surface))
0 = tidak mampu bergerak atau < 50 yard ... ... ... 5 = tergantung kursi roda, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) > 50 yard
(5)
15 = tanpa bantuan (tetapi dapat menggunakan berbagai alat, mi. Tongkat) > 50 yard 10. Naik turun tangga (stairs)
0 = tidak mampu ... ... ... 5 = butuh bantuan (verbal, fisik, memakai alat)
10 = tanpa bantuan
(6)