Peranan Kadar Feritin Dan Asam Urat Serum Sebagai Faktor Prognostik Pada Stroke Iskemik Akut

(1)

PERANAN KADAR FERITIN DAN ASAM URAT

SERUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA

STROKE ISKEMIK AKUT

T E S I S

OLEH

FASIHAH IRFANI FITRI

NIM : 087112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

PERANAN KADAR FERITIN DAN ASAM URAT

SERUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA

STROKE ISKEMIK AKUT

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

FASIHAH IRFANI FITRI

NIM : 087112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK– SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Peranan Kadar Feritin Dan Asam Urat Serum Sebagai Faktor Prognostik Pada Stroke Iskemik Akut

Nama Mahasiswa : FASIHAH IRFANI FITRI Nomor Induk Mahasiswa : 087112001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua

Mengetahui / Mengesahkan :

Ketua Program Studi

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K)

Ketua TKP PPDS I

dr. Zainuddin Amir, SpP(K)


(5)

Telah diuji pada : Senin, 7 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Anggota : 1. Prof.dr. Darulkutni Nasution,SpS(K)

2. Dr. Darlan Djali Chan,SpS 3. Dr. Yuneldi Anwar,SpS(K) 4. Dr. Rusli Dhanu,SpS(K)

5. Dr.Kiking Ritarwan,MKT,SpS 6. Dr. Aldy S Rambe,SpS

7. Dr. Puji Pinta O Sinurat,SpS 8. Dr.Khairul P Surbakti,SpS 9. Dr. Cut Aria Arina,SpS 10. Dr. Kiki M Iqbal,SpS 11. Dr. Alfansuri Kadri,SpS

12. Dr. Dina Listyaninhrum,SpS,Msi,Med 13. Dr. Aida Fithrie,SpS


(6)

PERNYATAAN

PERANAN KADAR FERITIN DAN ASAM URAT SERUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA STROKE ISKEMIK AKUT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 7 Juni 2010


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik – Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan, guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian membimbing, mengoreksi, dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.


(8)

3. Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Puji Pinta O Sinurat dan Dr. Yuneldi Anwar,Sp.S (K), selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

5. Guru-guru penulis: Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir,SpS(K); Prof. Dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S (K); Dr. H. Hasanuddin Rambe, Sp.S (K); Alm. Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S (K); Alm. Dr. Ahmad Syukri, Sp.S (K); Dr. LBM Sitorus, Sp.S; Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Aldy S Rambe,SpS; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S; Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; Alm. Dr. Dadan Hamdani, Sp.S;, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S; Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S, Msi,Med; Dr. Aida Fithrie, Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik


(9)

sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

10. Semua pasien stroke iskemik yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

11. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi Alm. Prof. Dr. M. Dahlan Darip,SpMK dan ibunda Dra. Syahyar Hanum,DPFE yang telah bersusah payah membesarkan dengan penuh kasih


(10)

sayang, memberikan rasa aman, cinta, dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

12. Kedua mertua saya, Prof. DR.Ir. A. Rahim Matondang,MSIE, dan Hj. Ifin Tifah Sibarani yang banyak memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai

13. Abang kandung saya, dr. M. Shahreza dan kakak ipar saya Elva Citra Sari,SE dan adik kandung saya dr. Ahmad Handayani yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

14. Teristimewa kepada suamiku tercinta Rahmat Hidayat Matondang,ST atas doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.


(11)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Penulis


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN TESIS i

UCAPAN TERIMAKASIH iv

DAFTAR ISI ix

DAFTAR SINGKATAN xii

DAFTAR LAMBANG xiii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

ABSTRAK xvii

ABSTRACT xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Perumusan Masalah 7

I.3. Tujuan Penulisan 7

I.3.1. Tujuan Umum 7

I.3.2. Tujuan Khusus 7

I.4. Hipotesis 8

I.5. Manfaat Penelitian 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK 9

II.1.1. Definisi 9

II.1.2. Epidemiologi 9

II.1.3. Faktor Risiko 10

II.1.4. Patofisiologi 11

II.1.5. Stres Oksidatif pada Stroke Iskemik 13

II.2. FERRITIN 15

II.2.1. Distribusi Zat Besi 16

II.2.2. Regulasi Absorpsi Zat Besi 18

II.2.3. Keseimbangan Zat Besi Pada Otak 18

II.2.4. Zat Besi, Radikal Bebas dan Cedera Oksidatif 19

II.2.5. Peroksidasi Lipid 23

II.3. ASAM URAT 25

II.3.1. Asam Urat Sebagai Antioksidan 26

II.3.2. Peran Asam Urat Saat Cedera Oksidatif 27

II.4. OUTCOME STROKE 30


(13)

BAB III. METODE PENELITIAN 34

III.1. TEMPAT DAN WAKTU 34

III.2. SUBJEK PENELITIAN 34

III.2.1. Populasi Sasaran 34

III.2.2. Populasi Terjangkau 34

III.2.3. Besar Sampel 34

II.2.4. Kriteria Inklusi 35

III.2.5. Kriteria Eksklusi 35

III.3. BATASAN OPERASIONAL 35

III.4. RANCANGAN PENELITIAN 37

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN 38

III.5.1. Instrumen 38

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar ferritin serum 38 III.5.1.2. Pemeriksaan kadar asam urat serum 38

III.5.1.3. Computed Tomography Scan 38

III.5.1.4. Pengukuran Outcome 38

III.5.2. Pengambilan Sampel 38

III.5.3. Kerangka Operasional 39

III.5.4. Variabel yang Diamati 39

III.5.5. Analisa Statistik 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41

IV.1. HASIL PENELITIAN 41

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 41

IV.1.2. Rerata nilai kadar asam urat dan feritin serum 43 IV.1.3. Distribusi Rerata Nilai Kadar Asam Urat

Serum Berdasarkan Variabel 43

IV.1.4. Distribusi Rerata Nilai Kadar Feritin Serum

Berdasarkan Variabel 46

IV.1.5. Distribusi Rerata Nilai NIHSS,mRS dan BI

Berdasarkan Variabel 50

IV.I.5.1. Distribusi Rerata Nilai NIHSS

Berdasarkan Variabel 50 IV.I.5.2. Distribusi Rerata Nilai mRS

Berdasarkan Variabel 52

IV.I.5.3. Distribusi Rerata Nilai BI

Berdasarkan Variabel 54 IV.1.6. Hubungan Antara Kadar Asam Urat dengan

Feritin Serum 56

IV.1.7. Peranan Kadar Asam Urat dan Feritin Serum

Terhadap Nilai NIHSS 57

IV.1.8. Peranan Kadar Asam Urat dan Feritin Serum

Terhadap Nilai mRS 60

IV.1.9. Peranan Kadar Asam Urat dan Feritin Serum


(14)

IV.2. PEMBAHASAN

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian 65

IV.2.2. Rerata Nilai Kadar Asam Urat dan

Distribusinya Berdasarkan Variabel 67 IV.2.3. Rerata Nilai Kadar Feritin Serum dan

Distribusinya Berdasarkan Variabel 68 IV.2.4. Distribusi Rerata Nilai NIHSS,mRS dan BI

Berdasarkan Variabel 69

IV.2.5 Hubungan Antara Kadar Asam Urat dengan

Feritin Serum 69

IV.2.6. Peranan Kadar Asam Urat Serum

Terhadap Outcome 70

IV.2.7. Peranan Kadar Feritin Terhadap Outcome 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 74

V.1. KESIMPULAN 74

V.2. SARAN 75

DAFTAR PUSTAKA 76


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ASNA : Asean Neurologic Association

BI : Barthel Index

CSF : Cerebro Spinal Fluid

DMT1 : Divalent Metal Transporter

DNA : Deoxyribonucleatid Acid

LDL : Low-Density Lipoprotein

mRS : Modified Rankin Scale

NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphate-Oxidase

NIHSS : National Institute Of Health Stroke Scale

NSE : Neuron-Specific Enolase

PJK : Penyakit Jantung Koroner

ROS : Reactive Oxygen Species

TfR : Transferrin Receptor

XDH : Xanthine Dehidrogenase


(16)

DAFTAR LAMBANG

d : Desi

Fe 2+ Fe 3+ HO• H2O2

O2._

mg ng L mm n p r α β Zα Zβ % : : : : : : : : : : : : : : : : : Ferro Ferri Radikal Hidroksil Hidrogen Peroksida Superoksida Miligram Nanogram Liter Milimeter Besar sampel Tingkat kemaknaan Koefisien korelasi alfa beta

Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah ditentukan Æ 1,96

Nilai baku berdasarkan nilai β (0,10) yang ditentukan oleh peneliti Æ 1,282


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian 42

Tabel 2. Rerata nilai kadar asam urat dan feritin serum 43 Tabel 3. Distribusi rerata nilai kadar asam urat berdasarkan

variabel

45

Tabel 4. Distribusi rerata nilai kadar feritin berdasarkan variabel

48

Tabel 5. Distribusi rerata nilai NIHSS berdasarkan variabel 52 Tabel 6. Distribusi rerata nilai mRS berdasarkan variabel 54 Tabel 7. Distribusi rerata nilai BI berdasarkan variabel 56 Tabel 8. Uji regresi linear ganda untuk menentukan peranan

variabel prediktor terhadap skor NIHSS

58

Tabel 9. Uji regresi linear ganda untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor mRS

60

Tabel 10. Uji regresi linear ganda untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor BI


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut 12

Gambar 2. Iskemik/reperfusi menyebabkan pembentukan radikal bebas dan kerusakan jaringan

14

Gambar 3. Distribusi Zat Besi Pada Orang Dewasa 17

Gambar 4. Transpor Zat Besi Melalui Epitel Intestinal 17

Gambar 5. Keseimbangan Zat Besi Di Otak 19

Gambar 6. Produksi superoksidadan hidrogen peroksida menyebabkan kematian sel

22

Gambar 7. Keseimbangan Asam Urat Tubuh 26

Gambar 8. Hipotesis Cedera Iskemik-Reperfusi 28

Gambar 9. Peranan Xanthine Oxidase dan Zat Besi yang Dimobilisasi dari Feritin pada Kerusakan Jaringan pada Saat Iskemik

29

Gambar 10. Grafik Hubungan Feritin dengan NIHSS hari ke-1 49

Gambar 11. Korelasi antara asam urat dan feritin serum 57

Gambar 12 Grafik linear peran kadar asam urat terhadap skor NIHSS

59

Gambar 13 Grafik linear peran kadar feritin terhadap skor NIHSS

59

Gambar 14 Grafik linear peranan kadar asam urat terhadap skor mRS

61

Gambar 15 Grafik linear peranan kadar feritin terhadap skor mRS

62

Gambar 16 Grafik linear peranan kadar asam urat terhadap skor BI

64


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga 83

Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan 85

Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data 86

Lampiran 3. National Institute of Health Stroke Scale 88

Lampiran 4. Barthel Index 90

Lampiran 5. Modified Rankin Scale 92

Lampiran 6. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan 93 FK-USU

Lampiran 7. Data Dasar Penelitian 94


(20)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bukti adanya hubungan antara stroke iskemik dengan peningkatan stres oksidatif. Peningkatan zat besi, yang diukur dengan tingginya kadar feritin, telah dihubungkan dengan stres oksidatif yang lebih berat, sedangkan asam urat terbukti memiliki kapasitas antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan feritin dan asam urat sebagai factor prognostic pada stroke iskemik akut.

Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Agustus 2009 hingga Mei 2010. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala yang dilakukan saat masuk. Kadar feritin dan asam urat diukur dalam 24-48 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Terdapat 33 pasien dalam penelitian ini, terdiri dari 18 lelaki dan 15 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan signifikan pada kadar feritin dan asam urat serum berdasarkan usia, jenis kelamin dan faktor risiko stroke. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara kadar feritin dan asam urat (r=0,345, p=0,049). Uji regresi multipel stepwise menunjukkan bahwa kadar feritin yang lebih tinggi dan asam urat yang lebih rendah merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih tinggi dan skor BI yang lebih rendah,sedangkan kadar feritin yang lebih rendah dan asam urat yang tinggi merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih rendah dan skor BI yang lebih tinggi.

Kesimpulan : Kadar feritin dan asam urat memiliki peran sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut. Kadar feritin yang tinggi dan asam urat yang rendah merupakan faktor prognostik untuk outcome yang buruk pada pasien stroke iskemik. Temuan ini dapat memperkuat adanya kerusakan oksidatif pada pasien stroke iskemik


(21)

ABSTRACT

Background and Purpose : Ischemic stroke remains a major healthcare

problem and a leading cause of mortality and disability. Experimental studies provide evidence of an association between ischemic stroke and increased oxidative stress. Iron overload, as measured by high serum ferritin levels, has been associated with greater oxidative stress, whereas uric acid has been shown to have an antioxidant capacity. The purpose of this study was to investigate the role of serum ferritin and uric acid as prognostic factors of ischemic stroke outcome.

Methods : This was an observational cross-sectional study performed on

acute ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital in August 2009 until May 2010. Acute ischemic stroke diagnosis was established based on history, neurological examination and cranial CT that were performed on admission. Serum ferritin and uric acid were measured within 24-48 hours from admission. Stroke outcome was` evaluated by using the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) on fourteenth day.

Results : Thirty three patients, consisted of 18 men and 15 women were

studied. There was no significant difference on ferritin and uric acid levels based on age, sex and stroke risk factors. There was a significant positive correlation between serum ferritin and uric acid (r=0,345,p=0,049). A stepwise multiple regression revealed that higher ferritin and lower uric acid levels independently predicted higher NIHSS and mRS scores, and lower BI score, while lower ferritin and higher uric acid levels independently predicted lower NIHSS and mRS scores and higher BI score.

Conclusions : Serum ferritin and uric acid have a role as prognostic

factors for outcome in ischemic stroke patients. Higher serum ferritin and lower uric acid were prognostic factors for poor outcome in ischemic stroke patients. This finding may reinforce the relevance of oxidative damage in ischemic stroke.


(22)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bukti adanya hubungan antara stroke iskemik dengan peningkatan stres oksidatif. Peningkatan zat besi, yang diukur dengan tingginya kadar feritin, telah dihubungkan dengan stres oksidatif yang lebih berat, sedangkan asam urat terbukti memiliki kapasitas antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan feritin dan asam urat sebagai factor prognostic pada stroke iskemik akut.

Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Agustus 2009 hingga Mei 2010. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala yang dilakukan saat masuk. Kadar feritin dan asam urat diukur dalam 24-48 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Terdapat 33 pasien dalam penelitian ini, terdiri dari 18 lelaki dan 15 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan signifikan pada kadar feritin dan asam urat serum berdasarkan usia, jenis kelamin dan faktor risiko stroke. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara kadar feritin dan asam urat (r=0,345, p=0,049). Uji regresi multipel stepwise menunjukkan bahwa kadar feritin yang lebih tinggi dan asam urat yang lebih rendah merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih tinggi dan skor BI yang lebih rendah,sedangkan kadar feritin yang lebih rendah dan asam urat yang tinggi merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih rendah dan skor BI yang lebih tinggi.

Kesimpulan : Kadar feritin dan asam urat memiliki peran sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut. Kadar feritin yang tinggi dan asam urat yang rendah merupakan faktor prognostik untuk outcome yang buruk pada pasien stroke iskemik. Temuan ini dapat memperkuat adanya kerusakan oksidatif pada pasien stroke iskemik


(23)

ABSTRACT

Background and Purpose : Ischemic stroke remains a major healthcare

problem and a leading cause of mortality and disability. Experimental studies provide evidence of an association between ischemic stroke and increased oxidative stress. Iron overload, as measured by high serum ferritin levels, has been associated with greater oxidative stress, whereas uric acid has been shown to have an antioxidant capacity. The purpose of this study was to investigate the role of serum ferritin and uric acid as prognostic factors of ischemic stroke outcome.

Methods : This was an observational cross-sectional study performed on

acute ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital in August 2009 until May 2010. Acute ischemic stroke diagnosis was established based on history, neurological examination and cranial CT that were performed on admission. Serum ferritin and uric acid were measured within 24-48 hours from admission. Stroke outcome was` evaluated by using the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) on fourteenth day.

Results : Thirty three patients, consisted of 18 men and 15 women were

studied. There was no significant difference on ferritin and uric acid levels based on age, sex and stroke risk factors. There was a significant positive correlation between serum ferritin and uric acid (r=0,345,p=0,049). A stepwise multiple regression revealed that higher ferritin and lower uric acid levels independently predicted higher NIHSS and mRS scores, and lower BI score, while lower ferritin and higher uric acid levels independently predicted lower NIHSS and mRS scores and higher BI score.

Conclusions : Serum ferritin and uric acid have a role as prognostic

factors for outcome in ischemic stroke patients. Higher serum ferritin and lower uric acid were prognostic factors for poor outcome in ischemic stroke patients. This finding may reinforce the relevance of oxidative damage in ischemic stroke.


(24)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap tahunnya,lebih kurang 795.000 orang mengalami serangan stroke, baik yang pertama, maupun serangan berulang. Diperkirakan 610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang. (Goldstein,dkk 2006; Hacke dkk,2003; Lloyd-Jones dkk,2009).

Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach,2007).

Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dimana 20% penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi kesehatan setelah 3 bulan dan 15-30% penderitanya mengalami cacat permanen. Stroke merupakan kejadian yang mengubah


(25)

kehidupan dan tidak hanya mempengaruhi penderitanya namun juga seluruh keluarga dan pengasuh. (Goldstein dkk,2006).

Variabilitas outcome pasien stroke yang sangat besar memicu berbagai penelitian yang berupaya mengidentifikasi faktor-faktor prediktor

outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional yang telah diteliti pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS (National

Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat

stroke,diabetes,disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia, status sosioekonomik, penanda keparahan stroke, demam, undernutrition, hiperglikemia, tempat rawatan (stroke unit vs ruangan biasa), dan variabel imejing. (Johnston dkk,2000; Appelros dkk,2003; Ng dkk, 2007; Johnston dkk, 2002; Uchino dkk,2001; Paul dkk,2005;Greer dkk, 2008; Davis dkk, 2004; Yong dkk, 2008;Glader dkk, 2001; Rudd dkk, 2005).

Berbagai penanda biokimiawi juga telah diteliti sebagai faktor prediktor outcome, seperti C-Reactive Protein, protein S-100B,

neuron-specific enolase (NSE), myelin basic protein, dan thrombomodulin.

(Wunderlich dkk, 1999; Napoli dkk,2001; Jauch dkk, 2006).

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan adanya hubungan antara stroke iskemik dengan peningkatan stres oksidatif, yang disertai dengan pembentukan radikal bebas dan menyebabkan penurunan kadar antioksidan di otak, mencakup vitamin C, asam urat, vitamin A dan E. Kadar antioksidan yang rendah berhubungan dengan outcome yang lebih buruk. (Cherubini dkk, 2000). Selain kadar vitamin C dan asam urat yang rendah, pasien stroke iskemik akut juga menunjukkan kadar


(26)

penanda inflamasi dan penanda stres oksidatif yang lebih tinggi.(Gariballa dkk, 2002; Sanchez-Moreno dkk, 2004). Aktivitas antioksidan yang rendah di plasma juga berhubungan dengan volume lesi yang lebih luas dan gangguan neurologis pada stroke. (Leinonen dkk, 2000).

Sewaktu terjadi iskemik serebral, zat besi yang dibebaskan dari cadangan intraseluler—seperti ferritin—mengkatalisasi reaksi yang memproduksi radikal bebas dan berhubungan dengan outcome yang buruk, transformasi hemoragik, dan edema otak setelah terapi trombolitik pada pasien stroke iskemik akut. Kadar feritin yang lebih tinggi pada baseline dijumpai pada pasien dengan outcome yang buruk setelah hari ke-90 (median [kuartil], 165 [98,307] vs 17 [12.37] ng/mL; p<0.001) dan pada pasien yang mengalami hematoma parenkim (p=0.006), transformasi hemoragik simptomatik (p=0.008) dan yang mengalami edema otak yang berat (p<0.001). (Millan dkk, 2007).

Davalos dkk (2000) melakukan penelitian terhadap 100 pasien stroke iskemik akut dan menemukan bahwa peningkatan kadar ferritin plasma dan CSF dalam 24 jam pertama setelah onset berhubungan dengan perburukan neurologis. Peningkatan cadangan zat besi tubuh menyebabkan perkembangan gejala stroke dengan mempercepat mekanisme sitotoksik pada iskemia serebral.

Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian oleh Millerot dkk (2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan cadangan zat besi tubuh tidak meningkatkan kerentanan otak terhadap iskemia, dan hanya iskemik berat yang menyebabkan peningkatan kadar feritin serum.


(27)

Terdapat beberapa studi terdahulu mengenai serum ferritin sebagai faktor risiko stroke iskemik, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular lainnya, dengan hasil yang bervariasi. Hasil penelitian dari Van Der dkk (2005) menunjukkan bahwa kadar serum ferritin yang lebih tinggi pada wanita pasca menopause berhubungan dengan peningkatan risiko stroke iskemik.

Rossi,dkk (2000) melakukan penelitian untuk menilai ketebalan dinding intima-media karotis dan pembentukan plak fokal dengan

high-resolution B-mode ultrasound, faktor risiko konvensional, kadar serum

ferritin, dan mutasi C282Y dari gen hemokromatosis pada 1098 subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai serum ferritin berhubungan secara independen dengan plak karotis.

Wolff,dkk (2004) melakukan penelitian hubungan antara kadar serum ferritin dengan aterosklerosis karotis pada 2443 partisipan. Hubungan yang signifikan antara kadar serum ferritin dengan plak karotis dijumpai pada laki-laki (OR tiap peningkatan 1-SD kadar serum ferritin, 1.33; 95% CI, 1.08 sampai 1.44) namun tidak pada wanita (OR 1.29; 95% CI 0.98 sampai 1.75). Ditemukan interaksi antara kadar serum ferritin dengan kolesterol LDL (Low-Density Lipoprotein) (p=0.039) pada laki-laki. Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan antara kadar serum ferritin dengan aterosklerosis yang dipotensiasi oleh kolesterol LDL.

Beberapa penelitian lainnya tidak menunjukkan adanya hubungan antara feritin serum dengan penyakit kardiovaskular.Knuiman dkk (2003) melakukan studi prospektif tentang hubungan kadar serum ferritin dengan


(28)

kejadian penyakit jantung koroner dan stroke pada tahun 1981 hingga 1998. Didapat tidak ada atau hanya sedikit bukti bahwa kadar ferritin merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Penelitian oleh Ellervik,dkk (2005) tidak menunjukkan adanya hubungan antara hemokromatosis herediter dengan risiko penyakit jantung iskemik. Van Der (2006) meneliti hubungan antara non-transferrin-bound iron, kadar zat besi serum, saturasi transferin dan feritin dengan risiko penyakit jantung koroner (PJK) dan infark miokard. Hasilnya menunjukkan tidak ada peningkatan risiko PJK atau infark miokard pada pasien dengan tertil tertinggi dibandingkan dengan tertil terendah.

Pada percobaan eksperimental dijumpai peningkatan kadar asam urat setelah stroke,yang berhubungan dengan pembentukan radikal bebas oleh xanthine oxidase (XO) karena terjadinya iskemik lokal menyebabkan perubahan pada metabolisme purin. (Uemura,dkk 1991). Sewaktu iskemik serebral terjadi peningkatan kadar xanthine dan asam urat akibat reaksi enzimatis yang membentuk asam urat (Kanemitsu dkk, 1988) dan

konversi xanthine dehydrogenase (XDH) menjadi XO. (Engerson

dkk,1987).

Namun berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara asam urat dengan stroke dan penyakit kardiovaskular lainnya memberikan hasil yang cukup beragam dan kadang bertentangan satu sama lain. Beberapa penelitian menunjukkan efek protektif dari asam urat, namun penelitian lain menunjukkan efek yang merusak dari asam urat.


(29)

Chamorro,dkk (2002) melakukan penelitian terhadap 881 pasien stroke iskemik akut untuk mengatahui relevansi klinis dari asam urat serum dengan outcome fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan outcome yang lebih baik. Romanos,dkk (2007) melakukan studi untuk mengetahui apakah asam urat bersifat protektif pada model iskemik tromboembolik otak pada tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian asam urat pada saat awal setelah stroke tromboembolik bersifat neuroprotektif, yaitu mengurangi volume infark, memperbaiki fungsi neurologis, melemahkan respon inflamasi dan menambah manfaat terapi recombinant tisue-Plasminogen Activator.

Penelitian oleh Weir,dkk (2003) menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam urat yang lebih tinggi memprediksi kemungkinan outcome yang lebih buruk pada stroke akut, independen terhadap keparahan stroke dan faktor prognostik lainnya. Asam urat juga dapat bersifat sebagai pro-oksidan, dengan membebaskan radikal bebas sewaktu degradasinya maupun dengan menstimulasi NADPH oxidase. (Feig dkk,2008).

Asam urat telah diteliti sebagai faktor prediktor yang kuat untuk stroke pada pasien dengan Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus. (Lehto dkk, 1998). Hasil peneltian lainnya menunjukkan bahwa asam urat merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular dan stroke, juga berhubungan dengan mortalitasnya. (Bos dkk,2006; Meisinger dkk,2008; Strasak dkk,2008; Conendkk, 2004; Viazzi dkk, 2005).


(30)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah msalah sebagai berikut :

Bagaimanakah peranan kadar ferritin dan asam urat serum sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut ?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan kadar ferritin dan asam urat serum sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peranan kadar ferritin dan asam urat serum sebagai faktor prognostik pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar ferritin dan kadar asam urat serum pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik, kadar feritin serum dan kadar asam urat serum pada penderita stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui perbedaan distribusi kadar asam urat serum berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.


(31)

5. Untuk mengetahui perbedaan distribusi kadar feritin serum berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

6. Untuk mengetahui perbedaan distribusi nilai NIHSS, mRS, BI berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

I.4. Hipotesis

Kadar serum ferritin dan asam urat memliki peran sebagai faktor prognostik pada pasien stroke iskemik akut.

I.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya peranan kadar serum ferritin dan asam urat sebagai faktor prognostik pasien stroke iskemik, maka dapat diprediksi outcome pasien yang dirawat di bangsal Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO,2005).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

II.1.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk,2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk,2009).


(33)

II.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah d. Ras/etnis

e. Genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

1. Hipertensi

2. Paparan asap rokok 3. Diabetes

4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu 5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis

7. Sickle cell disease

8. Terapi hormonal pasca menopause 9. Diet yang buruk

10. Inaktivitas fisik 11. Obesitas


(34)

b. Less well-documented and modifiable risk factors

1. Sindroma metabolik 2. Penyalahgunaan alkohol 3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep-disordered breathing

5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability

10. Inflamasi 11. Infeksi

II.1.4. Patofisiologi

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis


(35)

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

Dikutip dari : Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284.


(36)

II.1.5. Stres Oksidatif pada Stroke Iskemik

Stres oksidatif didefinisikan sebagai suatu gangguan pada keseimbangan pro-oksidan dan anti-oksidan, yang dapat menimbulkan kerusakan pada keadaan pro-oksidan yang lebih banyak. Otak menggunakan jumlah oksigen yang relatif banyak, sehingga rentan terhadap stres oksidatif. Pembentukan oksidan secara alami sewaktu transpor elektron mitokondrial, auto-oksidasi beberapa neurotransmitter

dan kejadian sewaktu hipoksia atau iskemia dapat menyebabkan pembentukan oksidan dan menimbulkan kerusakan jaringan. (Warner dkk,2004).

Berbagai bukti menunjukkan adanya keterlibatan radikal oksigen dalam patogenesis lesi iskemik. Reoksigenasi pada saat reperfusi menyediakan substrat bagi sejumlah reaksi oksidasi enzimatik. Mitokondria memproduksi radikal anion superoksida dan hidrogen peroksida (H2O2) dalam keadaan normal. Repefusi setelah iskemik

menyebabkan produksi reactive oxygen species (ROS) yang berlebih pada mitokondria. ROS dapat secara langsung terlibat dengan makromolekul seluler seperti lipid, protein dan asam nukelat pada jaringan iskemik, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. (Sugawara dkk,2004).


(37)

Proses reduksi oksigen menghasilkan superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan air. Superoksida merupakan radikal utama. Ia membentuk hidrogen peroksida dengan dismutasi. Radikal hidroksil terbentuk dari hidrogen peroksida dengan adanya zat besi

ferrous atau logam transisi lainnya melalui reaksi Haber-Weiss.

Superoksida diproduksi dalam jaringan melalui sejumlah reaksi enzimatis atau auto-oksidasi, mencakup autooksidasi molekul-molekul kecil, hemoglobin,mioglobin, komponen mitokondria, melalui enzim oksidatif

seperti xanthine oxidase, NADH oxidase, cyclooxygenase, NADPH

oxidase, dan proses oksidasi asam lemak tidak jenuh. (Kontos,2001).

Tingkat produksi superoksida oleh autooksidasi dipengaruhi oleh Gambar 2. Iskemik/reperfusi menyebabkan pembentukan radikal bebas dan

kerusakan jaringan.

Dikuit dari : Warner,D.S., Sheng,H., Haberle,I.B. 2004. Oxidants, antioxidants and the Ischemic Brain. The Journal of Experimental Biology. 207 : 3221-3231.


(38)

konsentrasi dari substrat yang teroksidasi dan ketersediaan oksigen. (Kontos, 2001).

Radikal oksigen memiliki efek selular yang sangat luas. Kerjanya yang relevan terhadap iskemik serebral mencakup peroksidasi lipid, denaturasi protein, inaktivasi enzim, kerusakan asam nukleat dan DNA, pelepasan ion kalsium dari cadangan intrasel,kerusakan sitoskeleton, kemotaksis. Efek terhadap vaskular serebral adalah vasodilatasi, perubahan reaktivitas terhadap CO2 dan vasodilator yang bergantung

endotel, peningkatan agregasi platelet, peningkatan permeabilitas endotel, lesi destruktif fokal dari membran sel endotel. (Kontos,2001).

Iskemik serebral komplit yang diikuti reperfusi menyebabkan terbentuknya superoksida. Konsentrasinya mencapai puncak pada fase awal reperfusi dan menurun selama 2 jam setelahnya. Produksi superoksida tidak terdeteksi sewaktu iskemik komplit karena tidak ada oksigen. Produksi radikal oksigen sewaktu reperfusi setelah iskemia disertai dengan vasodilatasi dan menghilangnya respon yang bergantung endotel. Permeabilitas sawar darah otak menjadi meningkat dan memungkinkan terjadinya ekstravasasi albumin dan komponen lainnya. Ini menyebabkan edema dan peningkatan tekanan intra kranial. (Kontos,2001).

II.2. FERRITIN

Ferritin merupakan protein yang penting dalam metabolisme zat besi. Dalam keadaan normal, ferritin menyimpan zat besi yang dapat


(39)

dipergunakan jika diperlukan sewaktu-waktu. Ferritin tersusun oleh 24 subunit yang terdiri dari 18.5 kDa, yang mengelilingi 3000-4500 atom

ferric. Normalnya, hanya sedikit ferritin yang terdapat di plasma. Jumlah ferritin di plasma dapat diukur dan merupakan indeks cadangan zat besi dalam tubuh. Sintesis reseptor transferin (TfR) dan feritin secara resiprokal berkaitan dengan kandungan zat besi selular. Ketika kadar zat besi tinggi, sel menggunakan mRNA ferritin untuk mensintesis ferritin, dan mRNA TfR dihancurkan. Sebaliknya, jika kadar zat besi rendah, mRNA TfR menjadi stabil dan terjadi peningkatan sintesis reseptor, dan mRNA tampaknya disimpan dalam bentuk inaktif. (Murray,2003).

II.2.1. Distribusi Zat Besi

Distribusi zat besi di jaringan ditunjukkan pada gambar 3. Lelaki dewasa normalnya memiliki 35 sampai 45 mg zat besi per kilogram berat badan. Wanita premenopause memiliki cadangan zat besi yang lebih rendah sebagai akibat kehilangan darah yang berulang pada saat menstruasi. Lebih dari dua pertiga dari kandungan zat besi tubuh digabung menjadi hemoglobin pada prekursor eritroid yang sedang berkembang dan pada sel darah merah yang matang. Tiap eritrosit mengandung jutaan atom besi; pada tingkat turnover yang normal, konsentrasi ini menggambarkan inkorporasi 2X 1020 atom besi per hari. Sebagian besar dari zat besi tubuh lainnya terdapat di hepatosit dan makrofag retikuloendotelial, yang berfungsi sebagai depot penyimpanan.


(40)

Hepar memiliki kemampuan untuk mengambil zat besi yang bersirkulasi yang melebihi kemampuan pengikatan transferin plasma. (Andrews,1999)

Gambar 3. Distribusi Zat Besi Pada Orang Dewasa

Gambar 4. Transpor Zat Besi Melalui Epitel Intestinal

Dikutip dari: Andrews,N.C. 1999. Disorders of Iron Metabolism. New England Journal of Metabolism. 341;26: 1986-1994.

Dikutip dari: Andrews,N.C. 1999. Disorders of Iron Metabolism. New England Journal of Metabolism. 341;26: 1986-1994.


(41)

II.2.2. Regulasi Absorpsi Zat Besi

Walaupun jumlah zat besi yang diekstraksi dari makanan relatif kecil, namun regulasi absorpsi zat besi sangat penting karena manusia tidak memiliki jalur fisiologis untuk eksresi. Sel enterosit yang melapisi vili absorptif yang dekat dengan gastroduodenal junction, bertanggungjawab untuk seluruh absorpsi zat besi. Zat besi harus melewati dari lumen usus melalui membran apikal dan basolateral untuk mencapai plasma. Divalent metal transporter 1 (DMT1) merupakan protein yang mentransfer zat besi sepanjang membran apikal ke dalam sel. Di dalam enterosit, zat besi memiliki 2 kemungkinan : dapat disimpan sebagai ferritin atau dapat ditransfer melalui membran basolateral untuk mencapai plasma. Zat besi yang berada dalam bentuk ferritin, seiring dengan enterosit menjalani siklusnya, akan dihancurkan dengan senescent sel dan meninggalkan tubuh ,melalui traktus gastrointestinal. Proses ini mewakili mekanisme kehilangan zat besi yang penting. (Andrews, 1999)

II.2.3. Keseimbangan Zat Besi Pada Otak

Transportasi zat besi pada otak bergantung pada interaksi antara sel endotel dengan astrosit. (Gambar 5). Sel endotel otak mengekspresikan reseptor transferin 1 (TfR1) pada membran luminalnya; reseptor ini mengikat transferin dan menginternalisasikan kompleks ini ke dalam endosom. Di dalam endosom, lingkungan asam memfasilitasi pelepasan zat besi ferri dari transferin dan diikuti dengan reduksi ion ferri menjadi ferro oleh kerja enzim endosomal redukatse. Ion ferro


(42)

dipindahkan dari endosom ke sitosol oleh divalent metal transporter-1

(DMT-1) dan kemudian dibawa keluar oleh kerja dari ferroportin. Prosesus

astrosit mengekspresikan ceruloplasmin, yang bekerja sebagai

ferroxidase yang mengoksidasi ion ferro menjadi ferri, yang kemudian

terikat ke transferin pada cairan interstisial otak. (Benarroch, 2009).

Gambar 5. Keseimbangan Zat Besi Di Otak

Dikutip dari : Benarroch E. Brain Iron Homeostasis and Neurodegenerative Disease. Neurology. 2009;72; 1436-1440.

II.2.4. Zat Besi, Radikal Bebas dan Cedera Oksidatif

Kerusakan reperfusi, yang disebabkan oleh restorasi metabolisme aerob setelah periode iskemia, bergantung pada adanya radikal bebas. Saat reoksigenasi,radikal bebas diproduksi. Radikal bebas ini tampaknya


(43)

merusak sel dengan mengoksidasi berbagai komponen selular. Bukti menunjukkan bahwa zat besi mempercepat kerusakan yang terjadi sewaktu iskemik dan reperfusi. Zat besi dimobilisasi sewaktu iskemik organ, sehingga tersedia untuk pembentukan radikal bebas. (Valk dkk,1999).

Superoksida adalah suatu radikal bebas—suatu senyawa dengan jumlah elektron yang ganjil, berasal dari okigen molekular dengan penambahan suatu elektron tunggal. Reaksi yang menghasilkan superoksida secara biologis berlangsung pada berbagai keadaan, mencakup penyakit infeksi, inflamasi dan berbagai penyakit yang melibatkan iskemia dan reperfusi. Mitokondria yang mengalami cedera iskemik menjadi sumber utama radikal superoksida saat terjadi reoksigenasi pasca-iskemik. Radikal superoksida dapat berfungsi sebagai oksidan ringan, reduktan yang kuat, atau sebagai inisiator dari reaksi radikal bebas berantai. Banyak enzim penting yang dapat diinaktivasi

secara langsung oleh superoksida, seperti catalase, creatine

phosphokinase, glyceraldehyde-3-phosphate dehidrogenase, gluthathione

peroxidase, myofibrillar ATPase, adenylate cyclase, dan Ca2+-Mg2+

-ATPase. Walaupun begitu, kerja yang paling destruktif dari radikal

superoksida tampaknya adalah pelepasan zat besi dari ferritin. Telah dianggap bahwa O2.- memasuki inti-ferritin melalui saluran hidrofilik, diikuti

dengan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Ini menyebabkan pelepasan zat besi inti-ferritin. (McCord,1998)


(44)

Zat besi adalah logam transisi redoks-aktif, yang artinya dapat dengan mudah berpindah antara ferrous atau (Fe2+) dan ferric (Fe3+), menerima atau memberikan suatu elektron ke berbagai substansi biologis, dengan demikian mengkatalisasi berbagai reaksi yang merusak dalam sel. Pada keadaan normal, tidak pernah ada kadar zat besi ‘bebas’ (atau zat besi yang mengalami chelation oleh senyawa dengan berat molekul rendah). Setiap pelepasan Fe2+ dengan segera mengalami chelation oleh senyawa seperti sitrat atau ADP, namun kompleks ini dengan mudah berpartisipasi dalam reaksi redoks, mengkatalisasi pembentukan HO. atau memulai peroksidasi lipid. (McCord,1998)

Makromolekul chelator zat besi seperti transferin dan feritin, menyediakan tempat pengikatan dengan spesifisitas yang demikian rigid sehingga Fe3+ terikat sangat kuat, namun Fe2+ tidak terikat sama sekali. Selama perpindahan dari satu jaringan ke jaringan lain, zat besi dibawa oleh transferrin. Ketika kompleks besi ini memasuki suatu sel melalui reseptor transferrin, zat besi ditranspor atau disimpan dalam protein ferritin. Suatu karakteristik penting dari kedua protein ini adalah bahwa keduanya mengikat zat besi dalam bentuk Fe3+. Akibat keterbatasan kinetik dan termodinamik dari ikatan ini, zat besi sangat sulit untuk dilepaskan dari transferin dan feritin sehingga mencegah partisipasinya yang tidak diinginkan dalam reaksi redoks. Dalam keadaan normal, cadangan zat besi dalam tubuh tampaknya tidak menimbulkan masalah. Namun pada kondisi penyakit, cadangan besi ini menjadi ancaman yang


(45)

signifikan sebagai akibat dari berbagai kemungkinan untuk produksi superoksida. (MCord,1998)

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, bahwa bentuk penyimpanan zat besi—ferritin—yang rentan terhadap serangan oleh radikal superoksida (O2.- ) menyebabkan pelepasan simpanan logamnya.

Begitu zat besi dibebaskan akibat adanya superoksida dan produk Gambar 6. Produksi superoksida dan hidrogen peroksida menyebabkan cedera dan kematian sel.


(46)

dismutasinya, hidrogen peroksida, radikal hidroksil (HO.) dapat terbentuk oleh reaksi Haber-Weiss. (McCord,1998)

Fe2+ + H2O2 Æ Fe3+ + OH⎯ + HO˙

O2˙⎯+ Fe3+ Æ O2 + Fe2+________

O2˙⎯+ H2O2 Æ O2 + OH⎯ + HO˙

Radikal hidroksil merupakan spesies pengoksidasi yang sangat kuat. Kemampuan potensial oksidasinya kedua setelah atom oksigen. Radikal hidroksil dapat diproduksi oleh sistem biologis sendiri, oleh pembentukan sederhana superoksida pada keadaan adanya zat besi yang redoks-aktif dan hidrogen peroksida. Radikal hidroksil ini dapat menyerang semua kelas makromolekul biologis. Ia dapat mendepolimerase polisakarida, menyebabkan putusnya rantai DNA, menginaktivasi enzim dan mengawali peroksidasi lipid. Karena lipid peroksidasi adalah reaksi berantai yang diamplifikasi oleh zat besi yang redoks aktif, kerja radikal hidroksil yang inilah yang tampaknya memiliki konsekuensi patofisologis yang paling berat pada penyakit seperti penyakit jantung iskemik dan stroke. (Mc Cord,1998)

II.2.5. Peroksidasi Lipid

Radikal hidroksil memiliki kemampuan untuk mengambil suatu atom hidrogen allylic (H˙) dari suatu rantai asam lemak polyunsaturated pada molekul fosfolipid (LH) : HO˙ + LH Æ H2O + L˙


(47)

Radikal lemak yang carbon-centered yang dihasilkan (L˙) dengan segera bereaksi dengan oksigen molekuler untuk menghasilkan suatu radikal lipid dioxyl (LOO˙) : L˙ + O2Æ LOO˙

Radikal lipid dioxyl ini mampu untuk mengambil suatu atom hidrogen dari rantai asam lemak polyunsaturated lainnya, membentuk radikal L˙ lainnya yang meneruskan rantai reaksi lainnya : LOO˙ + LH Æ LOOH + L˙

Secara in vivo, diperkirakan bahwa kejadian awal (seperti pembentukan radikal HO˙ tunggal) menimbulkan rantai sepanjang 10-15 siklus sebelum rantai ini berakhir, biasanya dengan reaksi oleh molekul vitamin E. Efek dari reaksi berantai seperti ini adalah akumulasi dari 10 sampai 15 molekul lipid hidroperoksida (LOOH). Area lokal pada membran sel ini sekarang dipenuhi dengan pembuatan 10 sampai 15 reaksi rantai baru akibat zat besi yang redoks-aktif, tereduksi menjadi ferrous oleh reaksi dengan superoksida, yang mampu mereduksi hidroksi peroksida untuk membentuk radikal baru, radikal alkoxy (LO˙), yang dapat memulai reaksi berantai baru :

Fe2+ + LOOHÆ Fe3+ + LO˙ + OH⎯ LO˙ + LH Æ LOH + L˙

Oleh sebab itu, adanya radikal superoksida dan zat besi redoks-aktif secara bersamaan dapat sangat membahayakan sel dalam hal menjaga struktur dan fungsi membran. (McCord 1998). Lipid peroksidasi dapat merusak struktur membran, menyebabkan perubahan pada fluiditas dan


(48)

permeabilitas, menghambat proses metabolik dan perubahan transpor ion. (Adibhatla dkk, 2006)

Gambar 6 juga menunjukkan mekanisme pertahanan seluler yang bekerja untuk mencegah urutan kejadian ini. Enzim antioksidan seperti

superoxide dismutase, catalase, dan gluthathione peroxidase bekerja

sebagai lini pertama pertahanan. Jika mekanisme pertahanan ini habis dan kejadian ini berlanjut menjadi peroksidasi lipid, maka lini kedua bekerja. Enzim antioksidan phospholipid hydroperoxide, gluthathione

peroxidase bekerja untuk mengeliminasi komponen membran yang

mengalami peroksidase dengan mengubah peroksida menjadi alkohol. Aksi ini mencegah mulainya rantai reaksi baru oleh zat besi ferrous seperti yang tadi dijelaskan. Antioksidan vitamin E dan C juga berkolaborasi untuk mengakhiri reaksi berantai ini, menghentikan akumulasi peroksida lebih lanjut. Jika semua mekanisme pertahanan ini terpakai atau habis, membran sel menjadi rusak sehingga sel mati. (McCord,1998; Thomas, 1985).

II.3. ASAM URAT

Asam urat adalah hasil akhir pemecahan nukleotida purin karena manusia tidak memliki enzim urikase yang mengubah urat menjadi alantoin seperti pada spesies lain. Biosintesis asam urat dikatalisasi oleh enzim xanthin oxidase (XO) dan/atau bentuk isoformnya, xanthine dehidrogenase (XDH). Pada keadaan stres oksidatif, sebagian asam urat


(49)

dapat dioksidasi menjadi alantoin atau produk lain, seperti parabanate dan

allloxan.

II.3.1. Asam Urat Sebagai Antioksidan

Akumulasi asam urat pada manusia dianggap memiliki manfaat. serupa dengan vitamin C, asam urat merupakan antioksidan yang poten. (Hediger dkk,2004). Asam urat berkontribusi sampai dengan 60% dari aktivitas total antioksidan plasma pada orang sehat. Asam urat bekerja sebagai antioksidan dengan berinteraksi dengan 10 sampai 15% radikal hidroksil yang diproduksi tiap hari dan dengan memusnahkan radikal

Gambar 7. Keseimbangan Asam Urat Tubuh

Dikutip dari : Hediger,M.A., Johnson,R.J., Miyazaki,H., Endou,H. 2005. Molecular Physiology of Urate Transport. Physiology.20:125-133.


(50)

peroksil dan oksigen tunggal dengan efisien. Asam urat juga mampu berikatan dengan zat besi dan bekerja secara tidak langsung dengan menstabilkan askorbat plasma. (Sherki dkk,2002).

Asam urat menghambat oksidasi askorbat yang bergantung Fe3+ dengen membentuk ikatan yang stabil dengan Fe2+ dan Fe3+. Asam urat juga merupakan scavenger yang sangat efektif pada lipid peroksidasi dan bersifat protektif terhadap hemolisis oksidatif dari membran eritrosit oleh lipid hidroksiperoksida. Dalam seluruh prosesnya sebagai antioksidan, asam urat dioksidasi menjadi allantoin dan produk lainnya. (Daves dkk,1986)

Kadar asam urat pada awal proses aterosklerosis berfungsi sebagai antioksidan dan tampaknya merupakan penentu kapasitas antioksidan plasma yang paling kuat. Namun pada proses selanjutnya, ketika kadar asam urat serum meningkat (> 6mg/dl pada wanita dan >6.5-7 mg/dl pada pria), asam urat menjadi bersifat pro-oksidan. (Hayden,2004)

II.3.2. Peran Asam Urat Saat Cedera Oksidatif

Sewaktu terjadi iskemik,terdapar perubahan pada ion transmembran, yang memungkinkan kadar kalsium sitosol meningkat, yang kemudian mengaktivasi protease yang secara irreversible mengkatalisasi perubahan XDH menjadi XO. Sewaktu reperfusi, terbentuklah superoksida dan hidrogen peroksida. (Pacher dkk, 2006).


(51)

Akibat dari mobilisasi zat besi dari feritin oleh enzim XO diperlihatkan pada gambar 9. Saat iskemik, XO akan melepaskan zat besi dari feritin. Zat besi yang tidak terikat ini akan berakumulasi dan mampu mengkatalisasi pembentukan radikal bebas radikal hidroksil oleh XO. (Biemond dkk, 1986).

Gambar 8. Hipotesis Cedera Iskemik-Reperfusi

Dikutip dari : Pacher, P.,Nivorozhkin,A., Szabo,C. 2006. Therapeutic Effects of Xanthine Oxidase Inhibitors: Renaissance Half a Century after the Discovery of Allopurinol. Pharmacol Rev.56:87-114.


(52)

Gambar 9. Peranan Xanthine Oxidase dan Zat Besi yang Dimobilisasi dari Feritin pada Kerusakan Jaringan pada Saat Iskemik

Dikutip dari : Biemond,P., Swaak,AJ., Beindorf,CM., Koster,JF. 1986. Superoxide-Dependent And Independent Mechanisms Of Iron Mobilization From Ferritin By Xanthine Oxidase. Biochem J. 239 : 169- 173.


(53)

II.4. OUTCOME STROKE

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. World Health Organization

(WHO) membuat batasan sebagai berikut (Caplan,2000) :

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,

fisiologis atau fungsi atau struktur anatomis.

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat

impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia normal.

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.(Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik

mental maupun adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti


(54)

tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ketidakmampuan yang berat. (Weimar dkk,2002).

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini telah banyak digunakan pada berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk,2002; Schlegel dkk,2003).

Skor ini tidak hanya membantu untuk mengukur derajat defisit neurologis,namun juga untuk memfasilitasi komunikasi antara penyedia layanan kesehatan, mengidentifikasi kemungkinan lokasi oklusi pembuluh darah, menyediakan prognosis awal, dan membantu mengidentifikasi eligibilitas pasien untuk berbagai intervensi dan potensial komplikasi. (Adams dkk, 2007). Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien. (Williams dkk, 2000).

Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, yang kemudian

dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu teknik mengukur performa pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan menjadi 2 yaitu :


(55)

- Bagian yang berhubungan dengan perawatan diri antara lain : makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet

- Bagian yang berhubungan dengan mobilitas antara lain : berjalan, berpindah dan naik tangga.

Skor BI maksimum adalah 100 yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunjukkan ketergantungan total. (Sulter dkk,1999)


(56)

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL

STROKE ISKEMIK

STRES OKSIDATIF

ASAM URAT

FERRITIN

OUTCOME

Uemura,dkk 1991 : peningkatan asam urat saat iskemik.

Weir,dkk,2003 : asam urat

Æ prediktor outcome yang buruk pada stroke akut.

Romanos,dkk,2007: asam urat Æ bersifat neuroprotektif

Chamorro,dkk,2002 : asam urat Æ prognostik outcome yang baik pada stroke iskemik akut

Millan,dkk,2007 : feritin Æ outcome buruk pada stroke Davalos,dkk,2000 : ferritin Æ perburukan neurologis pada stroke iskemik akut

Millerot,dkk,2005 : ferritin

Æ meningkat pada iskemik otak berat

Gariballa,dkk,2002: penurunan kapasitas antioksidan pada SI akut

Cherubini,dkk,2000 : anti oksidan berkurang pada stroke iskemik akut

Leinonen,dkk,2000 : aktivitas antioksidan plasma yg rendah Æ volume lesi yang luas dan gangguan neurologis

Thomas,dkk,1985 : Ferritin Æ peroksidasi lipid

Davies,dkk,1986: ikatan asam urat-zat besi Æ antioksidan Feig,dkk,2008 : asam urat

Æ radikal bebas

Warner,dkk,2004 : iskemia Æ pembentukan oksidan

Valk,dkk,1999: zat besi dimobilisasi saat iskemik


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan dari tanggal 26 Agustus 2009 s.d 30 April 2010.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit.

Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling

konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT Scan kepala.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK USU / RSUP.H.Adam Malik Medan.

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008) 2

n = (Zα + Zβ) s

Xa-Xo

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α yang telah ditentukan (untuk α =0.05 Æ Zα = 1.96)


(58)

Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan (untuk β = 0,10 Æ Zβ = 1,282

S = simpangan baku populasi = 8.8

Xa-Xo = perbedaan klinis yang diinginkan = 5 n = 32.557 = 33 orang

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Semua pasien stroke iskemik fase akut yang dirawat di bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP H.Adam Malik Medan

2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Pasien stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT Scan kepala.

2. Pasien dengan serangan stroke berulang.

3. Pasien stroke yang mendapat terapi / suplemen zat besi

III.3. BATASAN OPERASIONAL

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005).


(59)

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan oksigen di jaringan otak (Caplan,2009).

Fase akut stroke adalah jangka waktu antara 24 jam pertama serangan stroke hingga 7 hari. (Sullivan,2007)

Kadar ferritin serum : rentang nilai normal kadar ferritin serum adalah 40-350 μg/L (ng/mL) untuk pria dan 20-250 μg/L (ng/mL) untuk wanita. (Munker,dkk 2007)

Kadar asam urat serum : rentang nilai normal kadar asam urat serum adalah 2-7 mg/dL (Ferri,2008)

Faktor prognostik : dalam penelitian ini faktor prognostik akan

ditentukan berdasarkan outcome pasien yang diukur dengan

menggunakan skala NIHSS, BI dan MRS pada hari ke-14.

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengkuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Nilai skor

≤5 menunjukkan stroke ringan, 6-13 stroke sedang dan > 13 menunjukkan stroke berat. (Adams dkk, 2007; Meyer dkk,2002; Schlegel dkk,2003; William dkk,2000).

Barthel Index (BI) : Menilai10 aktifitas dasar dalam mengurus diri sendiri dan mobilitas. Skor maksimum adalah 100 (fungsi fisik


(60)

benar-benar tanpa bantuan) dan nilai terendah adalah 0 (fungsi bergantung total). (Uyttenboogart,dkk 2005; Weimar dkk,2002 ;Sulter dkk, 1999;)

Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala yang menilai

outcome secara global dengan rentang nilai dari 0 (tidak ada gangguan) hingga 5 (hanya terbaring di tempat tidur dan membutuhkan perawatan berkelanjutan), dan 6 (fatal). Nilai mRS 0-2 dikategorikan sebagai

outcome baik dan nilai mRS 3-6 dikategorikan sebagai outcome buruk.

(Millan,dkk 2007)

Serangan Stroke Berulang adalah adanya riwayat stroke sebelumnya pada distribusi arteri yang sama yang terjadi ≥ 29 hari sebelumnya atau kejadian stroke pada teritori arteri berbeda dari yang sebelumnya yang terjadi ≤ 28 hari sebelumnya. (WHO,2005)

Terapi / Suplemen Zat Besi adalah konsumsi suplemen yang mengandung zat besi. (Blanck,2005)

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional tanpa perlakuan dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU / RSUP H.Adam Malik Medan

a. Studi observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran kadar asam urat dan feritin serum, nilai NIHSS, mRS dan BI.

b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar asam urat dengan feritin serum


(61)

c. Studi regresi dilakukan untuk mengetahui peranan kadar asam urat dan feritin serum terhadap skor NIHSS, mRS dan BI

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Instrumen

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar ferritin serum

Pemeriksaan kadar feriritin serum diukur dengan menggunakan Cobas e 601 dengan prinsip electrochemiluminessence.

III.5.1.2. Pemeriksaan kadar asam urat serum

Pemeriksaan kadar asam urat serum diukur dengan menggunakan Hitachi 902 Automatic Analyzer, dengan prinsip photometer.

III.5.1.3. Computed Tomography Scan (CT Scan)

CT Scan yang digunakan adalah X Ray Ct System, merk Hitachi seri W 450.

III.5.1.4. Pengukuran Outcome

Studi ini menggunakan NIHSS, BI dan MRS sebagai skala pengukuran outcome.

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke iskemik akut yang telah ditegakkan dengan pemeriksaan CT scan kepala yang dirawat di ruang rawat inap neurologi (RA4) RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diambil darah vena setelah berpuasa selama lebih kurang 8 jam. Darah yang didapat dikirim ke Laboratorium Patologi


(62)

Klinik RSUP. H. Adam Malik. Penilaian NIHSS,BI dan MRS dilakukan oleh dokter pemeriksa

III.5.3. Kerangka Operasional

Penderita Stroke

Anamnese

Pemeriksaan Neurologis

CT Scan Kepala

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Pemeriksaan NIHSS

Pemeriksan kadar feritin serum Pemeriksaan kadar asam urat serum

Pemeriksaan BI, MRS,NIHSS (hari ke-14)

Analisa Data

III.5.4. Variabel yang Diamati

Variabel Bebas : Kadar feritin serum, kadar asam urat serum Variabel Terikat : Skor NIHSS, BI,MRS


(63)

III.5.5. Analisa Statistik

Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan bantuan

program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science

Service) 15.

Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut

1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik demografik, kadar feritin serum dan kadar asam urat serum pada penderita stroke iskemik akut.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar ferritin dengan kadar asam urat serum digunakan uji korelasi Pearson

3. Untuk mengetahui peranan kadar feritin dan asam urat dengan skor NIHSS,MRS dan BI digunakan uji regresi linear ganda

4. Untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat serum berdasarkan jenis kelamin, ada tidaknya faktor risiko stroke,digunakan uji t-independent, sedangkan berdasarkan skor NIHSS awal, suku dan kelompok usia digunakan uji Anova

5. Untuk mengetahui perbedaan kadar feritin serum berdasarkan jenis kelamin, ada tidaknya faktor risiko stroke,digunakan uji t-independent, sedangkan berdasarkan skor NIHSS awal, suku dan kelompok usia digunakan uji Anova

6. Untuk mengetahui perbedaan skor NIHSS,mRS dan BI berdasarkan jenis kelamin, ada tidaknya faktor risiko stroke,digunakan uji t-independent, sedangkan berdasarkan kelompok usia digunakan uji Anova


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari keseluruhan pasien stroke yang dirawat di Bangsal Neurologi RSUP H.Adam Maliik Medan pada periode Agustus 2009 hingga April 2010, terdapat 33 pasien stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.

Dari 33 orang penderita stroke iskemik yang dianalisa, terdiri dari 18 pria (54,5%) dan 15 (45,5 %) wanita. Dari 15 subjek wanita, seluruhnya telah mengalami menopause. Rerata usia subjek adalah 63,36 tahun dengan rentang usia 47 tahun hingga 85 tahun, dimana kelompok usia terbanyak adalah 61-70 tahun yaitu 18 orang (54,5%). Sedangkan jumlah terkecil adalah pada usia 41-50 tahun yaitu 1 orang (3%).

Dari 33 orang subjek penelitian, suku terbanyak adalah suku Batak yaitu 15 orang (45,5%) dan yang paling sedikit adalah suku Melayu yaitu 2 orang (6,1%). Dari seluruh subjek terdapat 30 orang penderita hipertensi (90,9%), dan terdapat 9 orang penderita Diabetes Mellitus (27,3%) dan 22 subjek dengan riwayat merokok (66,7%). Waktu tiba di rumah sakit yang paling banyak adalah 2 hari (11%) dan yang paling sedikit adalah kurang dari 12 jam dan 3 hari, yaitu masing –masing berjumlah 3 orang (9,1%). Data lengkap mengenai karakteristik subjek penelitian ini disajikan pada tabel 1.


(65)

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Sampel N (33) %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Usia 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun 81-90 tahun Status perkawinan Menikah Suku Batak Karo Jawa Melayu Pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta

Ibu rumah tangga Petani

Tiba di rumah sakit < 12 jam

>12-24 jam 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari Faktor risiko Hipertensi Diabetes Mellitus Merokok 18 15 1 10 18 2 2 33 15 6 10 2 16 3 9 5 3 7 11 3 5 4 30 9 22 54,5 45,4 3,0 30,3 54,5 6,1 6,1 100,0 45,5 18,2 30,3 6,1 48,5 9,1 27,3 15,2 9,1 21,2 33,3 9,1 15,2 12,1 90,9 27,3 66,7


(66)

IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Asam Urat dan Feritin Serum

Nilai rerata kadar asam urat serum dan standard deviation (SD) pada seluruh subjek adalah 6,35 ± 2,29 mg/dL dengan nilai terendah 2,6 mg/dL dan tertinggi 14,3 mg/dL. Nilai rerata dan SD kadar feritin serum adalah 650,05 ± 375,19 ng/mL dengan nilai terendah 141 ng/mL dan tertinggi 1819 ng/mL. (tabel 2)

Tabel 2. Rerata nilai kadar asam urat dan feritin serum

Nilai X (SD) Rentang

Asam Urat, mg/dL Feritin, ng/mL

6,35 (2,29) 650,05 (375,19)

2,6-14,3 141-1819

IV.1.3. Distribusi Rerata Nilai Kadar Asam Urat Serum Berdasarkan Variabel

Berdasarkan jenis kelamin, nilai rerata kadar asam urat dan SD pada lelaki adalah 6,71 ± 2,77 mg/dL sedangkan pada wanita 5,92 ± 1,53 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar asam urat berdasarkan jenis kelamin.(p = 0,336 ). Berdasarkan suku, nilai rerata asam urat yang tertinggi dijumpai pada suku Melayu yaitu 7,45 ± 2,89 mg/dL dan terendah pada suku Karo, yaitu 5,18 ± 0,66 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar asam urat berdasarkan suku.(p=0,394).


(67)

pada kelompok usia 71-80 tahun, yaitu 5,10 ± 0,70 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar asam urat berdasarkan kelompok usia.(p=0,321). Berdasarkan waktu tiba di rumah sakit, nilai rerata asam urat yang tertinggi dijumpai pada pasien yang tiba di rumah sakit dalam 3 hari serangan yaitu 7,43 ± 4,23 mg/dL dan terendah pada pasien yang tiba di rumah sakit dalam waktu < 12 jam yaitu 5,56 ± 1,07 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar asam urat berdasarkan waktu tiba di rumah sakit.(p=0,673) (tabel 3)

Berdasarkan ada tidaknya hipertensi, nilai rerata kadar asam urat dan SD pada penderita hipertensi adalah 6,13 ± 1,85 mg/dL sedangkan pada yang tidak menderita hipertensi adalah 8,56 ± 5,13 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifian rerata kadar asam urat berdasarkan faktor risiko hipertensi.(p = 0,080). Berdasarkan ada tidaknya Diabetes Mellitus, nilai rerata kadar asam urat dan SD pada penderita DM adalah 6,52 ± 1,80 mg/dL sedangkan pada yang tidak menderita DM adalah 6,29 ± 2,48 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji

t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan

rerata kadar asam urat berdasarkan faktor risiko DM.(p = 0,801)(tabel 3). Berdasarkan ada tidaknya merokok, nilai rerata kadar asam urat

dan SD pada penderita yang merokok adalah 6,53 ± 2,52 mg/dL


(68)

analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar asam urat berdasarkan faktor risiko merokok.(p = 0,530)(tabel 3).

Tabel 3. Distribusi rerata nilai kadar asam urat berdasarkan variabel Karakteristik Rerata Asam Urat

(mg/dL)

SD p

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Suku Batak Karo Jawa Melayu Kelompok Usia 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun 81-90 tahun Tiba di rumah sakit

< 12 jam >12-24 jam 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari Hipertensi Ya Tidak Diabetes Mellitus Ada Tidak Merokok Ya Tidak NIHSS hari ke-1

Ringan (<6) Sedang (6-13) Berat (>13) 6,71 5,92 6,19 4,68 6,08 7,45 6,90 7,62 5,83 5,10 5,70 7,07 6,50 5,56 8,10 6,50 6,25 6,13 8,56 6,52 6,29 6,53 5,99 6,70 6,86 5,93 2,77 1,53 2,67 1,34 3,32 2,89 - 2,92 1,92 0,70 1,83 2,39 3,70 1,07 3,68 1,37 1,90 1,85 5,13 1,80 2,48 2,52 1,80 2,59 2,09 2,29 0,336* 0, 574** 0,321** 0,544** 0,080* 0,801* 0,530* 0, 537**


(69)

Berdasarkan skor NIHSS saat masuk, nilai rerata asam urat yang tertinggi dijumpai pada kelompok dengan skor NIHSS 6-13 (sedang) yaitu 6,86 ± 2,09 mg/dL dan terendah pada kelompok dengan skor NIHSS >13 (berat), yaitu 5,93 ± 2,29 mg/dL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar asam urat berdasarkan skor NIHSS.(p=0,122) (tabel 3)

IV.I.4. Distribusi Rerata Nilai Kadar Feritin Serum Berdasarkan Variabel

Berdasarkan jenis kelamin, nilai rerata kadar feritin dan SD pada lelaki adalah 622,45 ± 409, 71 ng/mL sedangkan pada wanita 683,18 ± 340,24 ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan jenis kelamin.(p = 0,651 ). Berdasarkan suku, nilai rerata feritin yang tertinggi dijumpai pada suku Jawa yaitu 808,90 ± 533,93 ng/mL dan terendah pada suku Karo , yaitu 502,96 ± 262,79 ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan suku.(p=0,651) (tabel 4).

Berdasarkan kelompok usia , nilai rerata feritin yang tertinggi dijumpai pada kelompok usia 51-60 tahun yaitu 792,49 ± 523,56 ng/mL dan terendah pada kelompok usia 71-80 tahun, yaitu 341,00 – 165,46


(70)

ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan kelompok usia.(p=0,341) (tabel 4). Berdasarkan waktu tiba di rumah sakit, nilai rerata feritin yang tertinggi dijumpai pada pasien yang tiba di rumah sakit dalam 3 hari serangan yaitu 977,33 ± 268,76 ng/mL dan terendah pada pasien yang tiba di rumah sakit dalam waktu < 12 jam yaitu 432,46 ± 110,26 ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan waktu tiba di rumah sakit.(p=0,626) (tabel 4)

Berdasarkan ada tidaknya hipertensi, nilai rerata kadar feritin dan SD pada penderita hipertensi adalah 662,09 ± 379,37 ng/mL sedangkan pada yang tidak menderita hipertensi adalah 529,66 ± 376,19. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan faktor risiko hipertensi.(p=0,568). Berdasarkan ada tidaknya Diabetes Mellitus, nilai rerata kadar feritin dan SD pada penderita DM adalah 619,48 ± 190,41 ng/mL sedangkan pada yang tidak menderita DM adalah 661,52 ± 427,48 ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan faktor risiko DM. (p=0,779)(tabel 4).

Berdasarkan ada tidaknya merokok, nilai rerata kadar feritin dan

SD pada penderita yang merokok adalah 665,57 ± 378,99 ng/mL

sedangkan pada yang tidak merokok adalah 619,01 ± 383,72 ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan ui t-independent menunjukkan


(71)

tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan faktor risiko merokok.(p = 0,743)(tabel 4)

Tabel 4. Distribusi rerata nilai kadar feritin berdasarkan variabel Karakteristik Rerata Feritin

(ng/mL)

SD p

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Suku Batak Karo Jawa Melayu Kelompok Usia 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun 81-90 tahun Tiba di rumah sakit

< 12 jam >12-24 jam 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari Hipertensi Ya Tidak Diabetes Mellitus Ada Tidak Merokok Ya Tidak NIHSS hari ke-1

Ringan (<6) Sedang (6-13) Berat (>13 622,45 683,16 622,14 502,96 808,90 506,50 378,00 792,49 653,88 341,00 348,50 432,46 661,71 586,36 977,33 687,94 675,20 662,09 529,66 619,48 661,52 665,57 619,01 363,00 468,12 807,50 409,71 340,24 281,04 262,79 533,93 229,80 - 532,56 273,76 165,46 293,44 110,26 280,50 212,58 268,76 635,75 652,31 379,37 376,19 190,41 427,48 378,99 383,72 271,92 212,27 375,19 0,651* 0,392** 0,341** 0,626** 0,568* 0,779* 0,743* 0,024**

* uji t-independent


(72)

NIHSS hari ke-1

Berat Sedang

Ringan

M

e

an

o

f Ka

da

r

Fe

rr

it

in

900.00

800.00

700.00

600.00

500.00

400.00

300.00

Berdasarkan skor NIHSS saat masuk, nilai rerata feritin yang tertinggi dijumpai pada kelompok dengan skor NIHSS >13 (berat) yaitu 807,50 ± 414,93 ng/mL dan terendah pada kelompok dengan skor NIHSS <6 (ringan), yaitu 363 ng/mL. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar feritin berdasarkan skor NIHSS.(p=0,024) (gambar )

__


(1)

Faktor prognostik : dalam penelitian ini faktor prognostik akan ditentukan berdasarkan outcome pasien yang diukur dengan menggunakan skala NIHSS, BI dan MRS pada hari ke-14.

7. Telah diperbaiki pada halaman 81 dan 82.

Viazzi,F., Parodi,D., Leoncini,G., Parodi,A., Falqui,A., Ratto,E., Vettoretti,S., Bezante,G.P., sette,M.D., Deferrari,G., Pontremoli,R. 2005. Serum Uric Acid and Target Organ Damage in Primary Hypertension. Hypertension. 45: 991-996.

Wolff B, Volzke H, Ludenmann J, Robinson D, Vogelgesang D, Staudt A, Kessler C, Dahm J.B, John U, Felix S.B. 2004. Association Between High Serum Ferritin Levels and Carotid Atherosclerosis in the Study of Health In Pomerania (SHIP). Stroke. 35 : 453-457.

8. Korelasi dan regresi linear memiliki kesamaan dan perbedaan. Keduanya menunjukkan hubungan antara 2 variabel numerik. Perbedaannya, pada korelasi fungsinya adalah sekedar menunjukkan hubungan tanpa adanya variabel bebas atau tergantung; sedangkan pada regresi, fungsinya adalah untuk prediksi, yaitu meramal nilai variabel numerik dengan variabel numerik lain. Variabel yang ingin diprediksi adalah variabel tergantung, sedang yang diukur adalah variabel bebas. (Sudigdo,2008).


(2)

Analisa statistik pada penelitian ini menggunakan uji regresi linear ganda (multipel) oleh karena variabel tergantung (skor NIHSS,mRS dan BI) adalah variabel numerik dan variabel bebas (kadar asam urat dan feritin) juga merupakan variabel numerik. Untuk mendapatkan OR (Odd ratio) dengan variabel bebas yang lebih dari satu,sebaiknya digunakan uji regresi logistik, namun variabel bebas dan variabel tergantung harus merupakan variabel nominal (kategorikal).

(Prof.Dr.dr.Hasan Sjahrir,SpS(K))


(3)

1. Lengkapi kalimat pada halaman 16. ’Distribusi zat besi di jaringan ditunjukkan pada gambar.’

2. Pada kerangka operasional halaman 39 mengapa NIHSS diperiksa pada hari 1 juga ?

Jawaban :

1. Telah dilengkapi pada halaman 16, yaitu ’Distribusi zat besi dijaringan ditunjukkan pada gambar 3.

2. NIHSS pada hari 1 diperiksa untuk mengetahui keparahan stroke.

(Dr. Darlan Djali Chan,SpS)


(4)

1. Perbaiki penulisan istilah asing harus tercetak miring 2. Perbaiki penulisan nilai p pada tabel 4 halaman 48 Jawaban :

1. Telah diperbaiki.

2. Telah diperbaiki menjadi 0,341 pada tabel 4 halaman 48

(Dr. Kiking Ritarwan,MKT,SpS)


(5)

1. Perbaiki tujuan khusus pada halaman 7 dan 8. 2. Perbaiki rancangan penelitian pada halaman 37.

Jawaban :

1. Telah diperbaiki pada halaman 7 dan 8 menjadi

- Untuk mengetahui perbedaan distribusi kadar asam urat serum berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

- Untuk mengetahui perbedaan distribusi kadar feritin serum berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Telah diperbaiki pada halaman 37 menjadi ’ Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode potong lintang’.

(Dr. Dina Listyaningrum,SpS,Msi.Med)


(6)

1. Perbaiki kesimpulan pada halaman 74.

a. Pada nomor 1 harus ditambahkan narasinya. b. Kesimpulan harus sesuai dengan tujuan khusus.

2. Tambahkan pernyataan bahwa ’Feritin lebih berperan sebagai faktor prognostik daripada asam urat’ pada kesimpulan.

3. Tambahkan definisi ’serangan stroke berulang’ dan ’suplemen zat besi’ pada batasan operasional halaman 37

Jawaban :

1. Telah diperbaiki pada halaman 74 2. Telah diperbaiki pada halaman 75 3. Telah ditambahkan pada halaman 37

a. Serangan Stroke Berulang adalah adanya riwayat stroke sebelumnya pada distribusi arteri yang sama yang terjadi ≥ 29 hari sebelumnya atau kejadian stroke pada teritori arteri berbeda dari yang sebelumnya yang terjadi ≤ 28 hari sebelumnya. (WHO,2005)

b. Terapi / Suplemen Zat Besi adalah konsumsi suplemen yang mengandung zat besi. (Blanck,2005)